11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Kulit 2.1.1. Anatomi Kulit Manusia Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit sebagai organ yang berfungsi sebagai proteksi, kulit memegang peranan penting dalam meminimalkan setiap gangguan dan ancaman yang masuk melewati kulit (Harahap, 2013). Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m², rata-rata tebal kulit 1-2 mm, paling tebal (6 mm) ada ditelapak tangan dan kaki paling tipis (0,5 mm) ada di penis. Kulit terbagi atas 3 (tiga) lapisan pokok yaitu (Adhi, 2011): a.
Epidermis, terbagi atas empat lapisan yaitu : lapisan basal atau stratum germinativum, lapisan malpighi atau stratum spinosum, lapisan granular atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum korneum. − Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). − Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
11
12
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. − Stratum granulosum merupakan dua atau tiga lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. − Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula pickle cell layer (lapisan akata) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Selsel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen. − Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris-baris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Selsel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri
13
atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. b.
Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan diatas jaringan subkutan. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu: − Pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. − Pars retikulare yaitu bagian yang terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
c.
Jaringan Subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis, yang berfungsi untuk penyeka panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi (Harahap, 2013). Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
2.1.2. Fungsi Kulit Kulit merupakan organ terbesar manusia, kulit berfungsi untuk melindungi jaringan
dibawahnya
dari
cidera,
mengatur
suhu,
menghasilkan
minyak,
mentransmisikan sensasi melalui reseptor syaraf, menghasilkan dan mengabsorpsi vitamin D (Saryono dan Widianti, 2011).
14
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai berikut. a. Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas misalnya radiasi, sengatan ultraviolet, gangguan infeksi luar terutama bakteri maupun jamur (Adhi, 2011). b. Fungsi absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak (Adhi, 2011). Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan zat larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk ke peredaran darah, karena dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui muara kelenjar keringat (Harahap, 2013). c. Fungsi ekskresi Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan yaitu sebum dan keringat. Getah sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat dihasilkan oleh kelenjar keringat. Sebum adalah sejenis lemak yang membuat kulit menjadi lentur (Harahap, 2013). Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia (Adhi, 2011).
15
d. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Adhi, 2011). Indera perasa di kulit karena rangsangan terhadap sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang utama adalah merasakan nyeri, perabaan, panas dan dingin (Harahap, 2013). e. Fungsi pengaturan suhu tubuh Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit (Adhi, 2011). Ketika waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang untuk mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas (Harahap, 2013). f. Fungsi pembentukan pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofog (melanofor) (Adhi, 2011). Melanin yang memberi warna pada kulit melindungi kulit dari akibat buruk sinar ultra violet (Harahap, 2013).
16
g. Fungsi keratinisasi Keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik. h. Fungsi pembentukan vitamin D Pembentukan vitamin D dimungkinkan denagan mengubah 7 hidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Adhi, 2011). 2.1.3. Beberapa Jenis Penyakit Kulit 2.1.3.1. Tinea Korporis Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering penyakit ini adalah T. rubrum dan T. mentagrophytes. Seringkali bersama-sama dengan Tinea kruris dan Tinea ungurium. Lesi biasanya sangat gatal terutama waktu berkeringat (Harahap, 2013). Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu (Adhi, 2011).
17
2.1.3.2. Tinea Kruris Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Penyebabnya biasanya adalah E. Floccosum, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh T. rubrum. Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat paha sekitar anogenital. Gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang semakin lama meluas hingga dapat meliputi skrotum, pubis, glutea bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama, dan kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil (Harahap, 2013). 2.1.3.3. Tinea Pedis Tinea pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita didaerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung kaki, serta daerah interdigital. Penyebab yang sering adalah T. rubrum, T. metagrophytes, E. floccosum. Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang tumbuh dengan subur dalam keadaan lembab. Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja ditempat basah, mencuci, disawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanda keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan (Harahap, 2013).
18
2.1.3.4. Pitiriasis Versicolor Pitiriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada lapisan tanduk kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare. Infeksi ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Lokasi yang sering mengalami penyakit ini adalah muka, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha dan lipatan paha. Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam, berbentuk tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Di atas lesi terdapat sisik halus dengan keluhan gatal-gatal terutama pada waktu berkeringat, dapat menyerang setiap orang terutama pada orang yang hygienenya buruk (Harahap, 2013). 2.1.3.5. Kandidosis Kandidosis adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur golongan Candida yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir, dan organ dalam (Harahap, 2013). Infeksi kandida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen dapat berupa perubahan fisiologik, umur dan imunologik. Faktor eksogen dapat berupa iklim, panas dan kelembaban, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki terlalu lama dan kontak langsung dengan penderita (Adhi, 2011). 2.1.3.6. Miliaria Rubra Miliaria rubra merupakan suatu keadaan tertutupnya pori-pori keringat sehingga menimbulkan retensi keringat didalam kulit dimana sumbatan terletak di dalam epidermis. Miliaria rubra banyak terjadi didaerah panas, kelembaban yang tinggi. Penyakit ini terjadi karena ada sumbatan keratin pada saluran keringat pada
19
permulaan musim hujan atau udara lembab. Udara lembab ini mempengaruhi keratin di sekeliling lubang keringat yang mula-mula kering kemudian menjadi lembab dan membengkak, sehingga lubang kering tertutup. Dapat juga bahan kimia menyebabkan keratin menjadi basah dan menutupi lubang keringat. Tanda-tanda dari miliaria rubra ditandai dengan rasa gatal dan kadang rasa panas seperti terbakar, biasanya timbul bersamaan dengan rangsang yang menimbulkan keringat (Harahap, 2013). Penyakit ini terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan atau gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih (Adhi, 2011). 2.1.3.7. Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varientas hominis dan produknya (Djuanda, 2008). Penyakit skabies dikenal dari ruam, pustul, vesikel dengan krusta dan terowongan pada kulit dan sering menyebabkan rasa gatal terutama pada malam hari (Tidman, 2013). Skabies di kenal di Indonesia sebagai penyakit kudis. Kulit terasa sangat gatal di malam hari dan pada kulit di dapat vesiculae kecil-kecil cairan bening. Kudis ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang memasuki kulit, memakan jaringan kulit dan menaruh telur-telurnya di dalam kulit. Karena gatalnya penderita terus menggaruk-garuk kulitnya dan sebagai akibatnya sering kali menjadi infeksi sekunder (Slamet, 2009). Skabies merupakan ruam gatal yang intensif pada kulit terutama sela-sela jari dan lipatan-lipatan kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi dari Sarcoptes
20
scabiei dan produknya (Currie, 2014). Penyakit ini sering juga disebut dengan nama lain kudis, the itch, seven year itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Boediardja, 2004). Skabies secara morfologik ditularkan oleh tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron
250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron
150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai empat pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan dua pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan pada kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat (Djuanda, 2008). Siklus hidup tungau skabies dimulai dari telur hingga dewasa yang mampu reproduksi, biasanya terjadi sekitar 10 hari untuk jantan dan 14 hari untuk betina. Telur yang diletakkan di terowongan di dalam kulit akan menetas dalam 3-4 hari menjadi larva yang hanya memiliki 6 kaki. Larva tetap di dalam terowongan sampai satu hari dan kemudian merangkak pergi untuk menggali terowongannya sendiri. Larva berganti kulit (shed exoskeleton) ke tahap protonymph setelah 2-3 hari dan ke tahap tritonymph selama 2-3 hari setelah itu. Setiap berganti kulit, larva sering kali berpindah ke terowongan yang baru. Dalam 2-3 hari, tritonymphs berganti kulit ke tahap dewasa di mana pematangan reproduksi terjadi (Grandholm, 2005).
21
Tungau betina akan menggali terowongan dangkal dan menunggu jantan untuk kawin. Setelah itu, tungau akan menggali terowongan untuk bertelur 2-3 butir telur per hari selama hidupnya (Grandholm, 2005). Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm sehari sambil meletakkan telurnya. Tungau betina biasanya dapat hidup selama 30 hari atau lebih (Djuanda, 2008). Tungau skabies makan menggunakan mulut dan kaki depan untuk menggali ke stratum korneum (lapisan epidermis luar) dari kulit. Mereka menelan jaringan ketika menggali terowongan dan juga memakan cairan nutrisi sel yang disekresi oleh lapisan kulit untuk memenuhi pertumbuhannya. Aktivitas memakan dan respon sistem kekebalan tubuh inang terhadap sekresi dan kotoran tungau adalah sumber iritasi yang menyebabkan gatal, kudis, dan infeksi sekunder selanjutnya. Saat memakan lapisan kulit, tungau akan menggali terowongan secara horizontal sepanjang 0,5 mm per hari (Grandholm, 2005). Masuknya Sarcoptes Scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruiritus. Rasa gatal timbul satu bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya di terowongan bawah kulit. Sekreta dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik atau antigenik. Diduga bahwa terdapat infiltrasi sel dan deposit IgE di sekitar lesi kulit yang timbul (Boediardja, 2004). Keadaan
22
hyperinfestasi terjadi karena kegagalan respon imun seluler yang memadai, tetapi sering diserta dengan level IgE total yang sangat tinggi (Currie, 2014). Kelainan kulit disebabkan tidak hanya karena tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksekreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan. Setelah investasi pada saat itu kelainan kulit dapat menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Djuanda, 2008). Peningkatan jumlah sel mast khususnya terjadi pada malam hari di daerah lesi. Hal ini berperan pada timbulnya gejala klinis dan perubahan histologi (Boediardja, 2004). Pada dasarnya sel mast terdapat pada semua organ, terutama pada jaringan mukosa paru-paru, traktus digestivus, dan kulit. Kepadatan sel mast di dalam kulit normal manusia sekitar 10.000/mm3. Ketika suatu alergen pertama kali masuk ke dalam tubuh kita, ia akan memicu tubuh untuk membuat antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE). Mastosit mengikat IgE melalui reseptor Fc. Ikatan antara alergen dan IgE tersebut akan menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas mediator. Pada kondisi ini tubuh kita dikatakan tersensitisasi. Pada paparan alergen berikutnya, alergen akan mengikat antibodi IgE yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan alergen dengan IgE yang menempel di sel mast ini lalu memicu pelepasan histamin. Histamin merupakan mediator utama yang dilepaskan oleh sel mast dan berperan terhadap timbulnya respon segera setelah terpapar oleh alergen seperti refleks bersin, rasa gatal, edema, flushing, pruritus dll (Merijanti, 1999).
23
Cara Penularan dengan kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya tidur bersama dan hubungan seksual dan kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, seprei, bantal dan lain-lain. Menurut Djuanda (2008), ada empat tanda cardinal, yaitu: 1.
Pruritus nokturna, adalah gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2.
Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah kampung yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carier).
3.
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat prediklesi yang berwarna putih dan keabu-abuan,berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu di temukan popula atau vesikal. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi dan lainlain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak kaki dan telapak tangan.
24
4.
Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah memperhatikan lingkungan rumah
agar tidak menjadi tempat bertahan tungau skabies sebelum mendapatkan penjamu baru. Pakaian, sprey, handuk milik penderita skabies harus dicuci dengan baik yaitu direbus dengan air panas supaya tungau-tungaunya mati. Disamping itu, jangan berkontak secara langsung dengan penderita dan jangan saling pinjam-meminjam pakaian atau perlengkapan lain. Bagi keluarga yang sudah menderita skabies seharusnya pengobatan diberikan secara masal dalam satu keluarga atau satu rumah, tidak boleh ada satupun penderita, ini akan menjadi sumber penularan kembali (Tabri, 2004). Pakaian, handuk, seprai, sarung bantal, selimut dan alat-alat tidur milik penderita skabies harus dicuci dengan direbus dengan suhu minimal 120 ºF atau 50 ºC sedikitnya selama 10 menit (Grandholm, 2005). Pakaian, sprey, handuk direbus dengan air panas supaya tungau-tungaunya mati (Tabri, 2004). Alternatif metode lain yang dapat dilakukan untuk peralatan yang tidak dapat dicuci rebus seperti sepatu, mantel, dan jaket adalah dengan menempatkan peralatan di dalam plastik rapat dan didinginkan pada suhu -20 ºC selama 12 jam (Grandholm, 2005).
2.2. Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
25
psikis. Manfaat yang didapat dengan merawat kebersihan diri adalah memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (Tarwoto, 2010). Personal hygiene adalah semua perawatan kebersihan diri pribadi meliputi tindakan fisik membersihkan tubuh, rambut, kuku, telinga, mata, hidung, mulut, kulit dan merupakan saran keamanan dan kebersihan yang diberikan berkaitan dengan lingkungan sesuai kebutuhan masyarakat (Department of Health United Kingdom, 2010). Personal hygiene merupakan suatu cara untuk memutus rantai transmisi penyakit dan memberikan nilai estetika yang baik bagi setiap individu. Personal hygiene merupakan proteksi kesehatan komunitas yang paling efektif ketika pilihan pengobatan terkendala karena kurangnya sistem penyediaan pelayanan kesehatan. Banyak masalah kesehatan berkaitan dengan buruknya perilaku personal hygiene. Manfaat dari ketersediaan air bersih dan upaya sanitasi pada komunitas akan sia-sia jika komunitas tetap memiliki perilaku personal hygiene yang buruk. Dalam hal ini pendidikan personal hygiene memegang peranan penting dan harus diaplikasikan secara terus-menerus (Legesse, 2004). Personal hygiene menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk (port de entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit. Kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan kesehatan seseorang. Kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri. Dengan tubuh yang bersih meminimalkan
26
risiko seseorang terhadap kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang tidak baik seperti penyakit kulit (Saryono, 2011). Penyakit kulit sangat erat kaitannya dengan kondisi higiene perorangan sehingga pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri antara lain dengan cara: mandi, menghindari penggunaan pakaian, handuk, dan tempat tidur secara bersama-sama dengan penderita, mencuci pakaian, handuk dan sprei secara rutin, menjemur kasur dan bantal di bawah sinar matahari secara berkala (Hartati, 2008). Seseorang yang memiliki higiene perorangan yang baik akan lebih sulit diinfestasi oleh tungau skabies. Higiene perorangan dapat dilakukan dengan cara: a. Menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari menggunakan sabun dan air bersih. b. Kebiasaan mengganti pakaian, diusahakan agar mengganti pakaian dua kali sehari agar tempat-tempat yang tertutup dan lembab dan tubuh tetap terjaga kebersihannya. Usahakan mengganti pakaian yang sudah basah karena keringat sebab keringat menyebabkan tumbuhnya jamur. Gunakan pakaian yang benar-benar kering dan sebaiknya pakaian yang telah digunakan selama satu hari tidak digunakan lagi pada keesokan harinya (Hartati, 2008). Pakaian yang tidak bersih berkontribusi pada perkembangan dan penyebaran penyakit. Pakaian bersih, baik siang maupun malam adalah hal wajib demi kesehatan yang lebih baik. Keringat yang berasal dari tubuh kita selama kegiatan
27
terakumulasi pada tubuh dan menghasilkan bau, maka mandilah secara teratur manggunakan sabun (Legesse, 2004). Keringat dapat membuat kelembaban pada kulit dan memicu tumbuhnya jamur penyebab penyakit kulit (Harahap, 2013). Selain itu tungau skabies akan menginfestasi seseorang dengan menggunakan bau dan panas tubuh untuk mendapatkan host baru (Heukelbach, 2006). c.
Kebersihan diri untuk mengindari penyakit kulit dapat dilakukan dengan tidak kontak langsung dengan penderita dan tidak saling pinjam-meminjam pakaian atau perlengkapan lain (Tabri, 2004). Penyakit kulit akibat jamur dapat menempel di pakaian dan menular pada orang lain. Kebiasaan pinjammeminjam alat-alat pribadi seperti pakaian dan handuk merupakan kebiasaan buruk yang dapat terjadi di dalam rumah tangga. Tungau penyebab skabies akan tetap hidup dan berada pada alat-alat yang tersentuh atau melekat pada kulit orang lain. Oleh karena itu diusahakan agar tidak pinjam meminjam pakaian, handuk dan alat-alat lain yang berpotensi menularkan penyakit skabies (Hartati, 2008).
d. Menjemur handuk, kasur dan alat tidur lainnya secara teratur di bawah sinar matahari (Legesse, 2004).
2.3. Sanitasi Lingkungan Rumah Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan, sampai
28
pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan dilengkapi dengan peralatan yang serba modern. Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, lantai, dinding, suhu, kelembaban, pencahayaan serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni (Sarudji, 2010). Menurut WHO, lingkungan rumah adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu, oleh karena itu sanitasi lingkungan rumah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kesehatan penghuninya (Suyono, 2010). Sanitasi lingkungan rumah adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2008). Beberapa persyaratan yang berkaitan dengan tersedianya sanitasi perumahan agar kesehatan penghuninya tetap terjaga, tidak tertular penyakit infeksi baik antar penghuni maupun dengan kehadiran anggota warga lain di sekitar yaitu kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan, dan ketersediaan air bersih (Sarudji, 2010). 2.3.1. Kepadatan Penghuni Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan untuk kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m2 per orang. Luas minimum per
29
orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana minimal 9 m2 per orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 4 m2 per orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni ≥ 2 orang kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya (Kepmenkes, 1999). Rumah yang ruangannya terlalu sempit atau terlalu banyak penghuninya akan kekurangan oksigen menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi dan akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Kondisi padat hunian berpeluang dalam penyebaran penyakit kulit (Havlickova, 2008) karena penularan melalui kontak langsung dari orang ke orang mudah terjadi pada keluarga yang padat hunian (Kainthola, 2014). 2.3.2. Ventilasi Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan penyakit, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi udara yang sehat bagi manusia. Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Ventilasi menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Ventilasi yang cukup dapat mengeluarkan gas atau racun atau bahan buangan hasil respirasi agar para penghuni dari dalam ruangan dan menggantinya dengan udara segar (Suyono, 2010). Pertukaran udara yang cukup juga dapat menjaga suhu dan kelembaban (humudity) dapat terjaga secara optimal. Ventilasi rumah sebaiknya dibuat sedemikian rupa agar
30
udara segar dapat masuk ke dalam rumah secara bebas sehingga asap, udara kotor dan mokroorganisme pathogen dapat hilang secara cepat. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan pintu dan jendela dalam posisi yang tepat, sehingga udara dapat masuk ke dalam kamar-kamar dan ruangan-ruangan lain di dalam rumah. Ada dua jenis macam ventilasi, yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Aliran udara dalam ruangan pada ventilasi alamiah terjadi secara alami melalui jendela, pintu, lubanglubang angin dan sebagainya. Sedangkan pada ventilasi buatan aliran udara terjadi karena adanya alat-alat khusus untuk mengalirkan udara seperti mesin pengisap (AC) dan kipas angin (Iqbal, 2009). Menurut KepMenKes RI No. 829/Menkes/ SK/VIII/1999, sirkulasi udara dalam ruangan rumah akan baik dan mendapatkan suhu optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai. 2.3.3. Pencahayaan Sebuah rumah dapat dikatakan sebagai rumah sehat apabila memiliki pencahayaan yang cukup. Hal ini dikarenakan cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri yang masuk ke dalam rumah. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan adalah tingkat terangnya cahaya itu. Idealnya cahaya masuk luas sekurang-kurangnya adalah 15-20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah (Iqbal, 2009). Rumah harus cukup mendapatkan pencahayaan baik pada siang maupun malam hari. Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari (Chandra, 2007). Setiap ruangan harus mendapatkan cahaya alami setiap pagi untuk membunuh mikroorganisme yang ada di ruangan/ lantai dan untuk mengindari kelembaban udara (Sarudji, 2010).
31
2.3.4. Suhu dan Kelembaban Ruangan Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar di udara. Kelembaban rumah yang tinggi dapat memengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh tehadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatnya daya tahan hidup mikroorganisme. Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% (Suyono, 2010). Keringat manusia juga mempengaruhi kelembaban. Semakin banyak manusia dalam satu ruangan, kelembaban semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari pernafasan maupun keringat. Ruangan tertutup yang kurang ventilasi serta terdapat banyak manusia di dalamnya akan memiliki kelembaban lebih tinggi dibanding di luar ruangan. Kondisi dengan kelembaban tinggi merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan jamur penyebab penyakit kulit (Sarudji, 2010). Penyakit kulit yang timbul karena keringat berlebih dan kelembaban yang tinggi seperti Tinea korporis, Tinea kruris, Tinea manus et pedis, Pitiriasis versicolor, Kandidosis dan Miliaria rubra (Harahap, 2013). Kelembaban berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggu suhu udara, maka kelembaban udaranya semakin rendah. Suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang lebih tinggi akan memperpanjang kehidupan tungau skabies sehingga akan mudah berpindah untuk menemukan host baru. Secara umum, kombinasi suhu rendah (10ºC) dan kelembaban relatif yang tinggi (90 %) optimal untuk bertahan hidup. Pada suhu diatas 34ºC tungau hanya dapat bertahan kurang dari
32
24 jam, terlepas dari kelembaban lingkungan. Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar penjamu selama 24-36 jam. Tungau rentan terhadap dehidrasi dan waktu kelangsungan hidup mereka tergantung pada kelembaban dan suhu. Larva dapat bertahan dan menetas dari telur di luar dari tubuh penjamu sampai 7 hari jika kelembaban cukup tinggi (Heukelbach, 2006). Suhu yang lebih tinggi dan kondisi kering akan mengurangi ketahanan tungau skabies bertahan di lingkungan rumah. Tungau skabies dapat tetap hidup di luar penjamu untuk berbagai periode waktu, tergantung pada suhu dan kelembaban. Semakin lama mereka berada jauh dari manusia, semakin kecil kemungkinan mereka akan dapat memulai menggali dan menjadi sumber infeksi (Grandholm, 2005). 2.3.5. Ketersediaan Air Bersih Air merupakan unsur yang sangat vital bagi kehidupan semua makhluk hidup di muka bumi, termasuk manusia. Hampir semua organisme hidup hanya dapat bertahan dalam periode waktu yang pendek tanpa air (Suyono, 2010). Air bersih sangat diperlukan baik sebagai sarana pembersih maupun sebagai bahan untuk air minum. Penyediaan air bersih harus memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas air (Sarudji, 2010). Kuantitas air yang diperlukan untuk berbagai penggunaan oleh masyarakat sangat berbeda-beda tergantung pada tingkat sosial budaya, suhu atau iklim dan ketersediaannya yang ditentukan berbagai faktor. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar 150-200 liter. Air yang diperuntukkan bagi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan nyaman, yang kualitasnya memenuhi
33
syarat kesehatan (Chandra, 2007). Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan syarat-syarat tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/SK/Per/IV/2010 meliputi kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. 1). Syarat fisik a). Tidak berwarna Warna dalam air minum mungkin disebabkan karena adanya bahan organik berwarna seperti bahan organik yang membusuk, logam (besi dan mangan), atau air buangan industri yang berwarna kuat (Iqbal, 2009). Air yang berwarna juga akibat dari partikel-partikel padat yang sangat halus antara lain tanah, pasir, batuan dll. Air untuk kebutuhan rumah tangga harus jernih, air yang berwarna adalah indikator air yang tidak bersih (Suyono, 2010). b). Tidak berbau Bau air kebanyakan disebabkan adanya bahan organik dalam air. Beberapa bau bisa menunjukan adanya peningkatan aktivitas bakteri dan yang lain bisa disebabkan oleh pengotoran industri (Iqbal, 2009). c). Tidak berasa Air bersih harus tidak berasa (netral). Rasa air berasal dari kandungan zat kimia yang terlarut dalam air (asam, asin, manis, pahit, payau). Air yang berasa sering menimbulkan masalah, baik masalah kesehatan maupun masalah lainnya. Air yang berasa pahit disebabkan pH yang sangat rendah atau dapat juga karena adanya bahan kimia atau bahan berbahaya (toksik) yang larut
34
(Suyono, 2010). Rasa asin disebabkan oleh garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik (Hartati, 2008). d). Kekeruhan Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan padatan sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi tanah liat, lumpur dan bahan-bahan organik (Hartati, 2008). e). Temperaturnya normal Air yang baik harus memiliki suhu ±3 °C suhu udara. Kesegaran air dapat tercapai apabila temperatur air lebih rendah dari temperatur udara sekitarnya (Suyono, 2010). 2). Syarat kimia Bahan kimia yang dilarang ada di dalam air bersih karena berbahaya diantaranya gas H2S, CO2 agresif, NO2, NH3. Gas-gas ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan maupun kerusakan material (terjadinya korosi). Bahan kimia yang masih diizinkan ada dalam air bersih dengan jumlah yang dibatasi dengan sesuai standar air minum terutama logam berat antara lain Hg, Pb, Se, dll. Dalam jumlah di atas standar akan mengakibatkan keracunan. Ada pula bahan kimia yang disyaratkan harus ada dalam air dalam jumlah tertentu karena sangat diperlukan untuk mekanisme tubuh antara lain mineral F, Ca, Na, Cu dll (Suyono, 2010).
35
3). Syarat mikrobiologi Air sebaiknya tidak mengandung bakteri patogen yang mengganggu kesehatan. Indikator yang dipakai adalah total coliform (MPN) atau E.coli. Jika hasil pemeriksaan sampel 100 cc air terdapat < 4 bakteri E.coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan (Iqbal, 2009). 4). Syarat radioaktif Syarat radioaktif yaitu adanya batas tertinggi yang diperkenankan adanya aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity) tidak boleh lebih dan 0,1 Bq/L dan aktivitas Beta (Gross Beta Activity) tidak boleh lebih dan 1 Bq/L (Permenkes, 2010). Zat radiasi berasal dari limbah khusus yang dihasilkan oleh industri, reaktor nulklir, rumah sakit dan pertambangan yang penangananya harus khusus pula (Suyono, 2010). Air digunakan untuk memasak, mencuci, minum, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri. Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007):
36
1.
Water borne disease, yaitu jika kuman pathogen yang terdapat dalam air minum oleh manusia sehingga terjadi penjangkitan penyakit pada orang yang meminum air dimaksud, misalnya penyakit cholera, thypus abdominalis, hepatitis dan disentri baselir. Pengawasan terhadap penularan penyakit ini sangat diperlukan terutama pengawasan terhadap penggunaan air bersih.
2.
Water washed disease, yaitu penularan penyakit yang berkaitan erat dengan kurangnya kebutuhan air personal dan kebersihan rumah tangga. Penularan penyakit dengan dengan cara ini antara lain infeksi saluran pencernaan, infeksi kulit dan selaput lendir.
3.
Water based disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya schistosomiasis.
4.
Water-related insect vector yang berhubungan dengan air yaitu penyakit yang berkembang biak dalam air, misalnya malaria, demam berdarah, yellow fever dan trypamosomiasis. Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang ditentukan oleh tersedianya
air bersih untuk kebersihan perorangan. Ketersediaan air bersih yang tidak mencukupi akan menyulitkan terlaksananya kebersihan perorangan. Di sisi lain air bersih yang mencukupi juga tidak jaminan pelaksanaan kebersihan perorangan. Namun ketersediaan air bersih ditujukan untuk mencegah timbulnya penyebab penyakit kulit seperti jamur, bakteri dan tungau pada tubuh dan pakaian karena penularan penyakit kulit akan lebih mudah oleh keadaan air bersih yang kurang. Oleh karena itu,
37
kebersihan diri adalah tindakan pencegahan yang penting dan ketersediaan air bersih adalah hal yang dapat mengontrolnya (WHO, 2001).
2.4. Komunikasi 2.4.1. Definisi Menurut Laswell, komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa kepada siapa dengan efek apa. Menurut Karlfried Knapp (2003), komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan non-verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, visual dll). Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respons dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Liliweri, 2008). 2.4.2. Unsur-Unsur Komunikasi Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni: komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media. Komunikator (source) adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk informasi atau lebih tepatnya disebut pesan-pesan (message) yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain, dan
38
diharapkan orang atau pihak lain tersebut memberikan respons atau jawaban. Komunikan (recevier) adalah pihak yang menerima stimulus dan memberikan respons terhadap stimulus tersebut. Respons tersebut dapat bersifat pasif yakni memahami atau mengerti apa yang dimaksud oleh kominikan, atau dalam bentuk aktif yakni dalam bentuk ungkapan melalui bahasa lisan atautulisan (verbal) atau menggunakan simbol-simbol (nonverbal). Pesan (message) adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima). Isi stimulus yang berupa pesan atau informasi ini dikeluarkan oleh komunikan tidak sekedar diterima atau dimengerti oleh komunikan, tetapi diharapkan agar respons secara positif dan aktif berupa perilaku atau tindakan. Unsur komunikasi yang terakhir yaitu Saluran (media) adalah alat atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. 2.4.3. Teori S-O-R Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus → Organisme → Respons, atau disebut teori “S-O-R”. Menurut Teori Stimulus-Organisme-Respons (S-O-R), penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang
39
diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme (Notoatmodjo, 2012). Teori Skiner menjelaskan adanya dua respons, yaitu: a. Respondent respons atau reflektif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap serta mencakup perilaku emosional. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Berdasarkan teori tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua yaitu: 1.
Perilaku Tertutup (Convert behaviour), yaitu perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas atau servable behaviour. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk convert behaviour yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.
40
2.
Perilaku Terbuka (Overt behaviour), yaitu perilaku terbuka yang terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain atau dari luar atau observable behaviour. Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada
hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti, stimulus ini dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
2.5. Penyuluhan 2.5.1. Definisi Penyuluhan pada dasarnya merupakan proses komunikasi dan proses perubahan perilaku melalui pendidikan. Menurut Azwar (1983) penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan
41
mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan kesehatan (Fitriani, 2011). Penyuluhan merupakan salah satu program promosi kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan terjadinya perilaku sehat (Permenkes RI, 2014). 2.5.2. Metode Penyuluhan Menurut Notoatmodjo (2012), faktor metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Ada beberapa metode yang dikemukanan antara lain: 1. Metode penyuluhan perorangan (individual) Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain: a. Bimbingan dan penyuluhan Cara bimbingan dan penyuluhan dapat membuat kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.
42
b. Wawancara Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi. 2. Metode penyuluhan kelompok Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup : a.
Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar. 1). Ceramah Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Halhal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah persiapan dan pelaksanaan. Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa yang akan diceramahkan, untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Materi lebih baik jika disusun dalam diagram atau skema dan
43
mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran misalnya slide. Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran. Agar dapat menguasai sasaran, penceramah dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta, berdiri di depan atau di pertengahan, seyogianya tidak duduk dan menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin. 2). Seminar Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat. b.
Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi.
3. Metode penyuluhan massa Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum, pidato melalui media massa, simulasi,
44
dialog antara pasien dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan di majalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya. 2.5.3. Alat Bantu Penyuluhan Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan dalam penyampaian informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan. Alat bantu ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu makan semakin banyak dan semakin jelas pula
pengertian/ pengetahuan yang
diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah pemahaman. Secara terperinci, fungsi alat peraga adalah untuk menimbulkan minat sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan pesan kesehatan, membantu sasaran untuk belajar lebih banyak dan tepat, merangsang sasaran untuk meneruskan pesan yang diterima kepada orang lain, mempermudah memperoleh informasi oleh sasaran, mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik, dan membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Menurut Elgar Dale alat peraga tersebut dibagi atas sebelas macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tersebut dalam sebuah kerucut. Secara berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling besar alat
45
tersebut adalah sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman; 4). Film; 5). Televisi; 6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara; 10). Benda Tiruan; 11). Benda Asli. Alat bantu akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar pesanpesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan tepat. Ada beberapa macam alat bantu antara lain: a. Alat bantu lihat, misalnya slide, film, gambar, dan lain-lain. b. Alat bantu dengar, misalnya radio, piring hitam, dan lain-lain. c. Alat bantu lihat-dengar, misalnya televisi, video cassette. Menurut pembuatan dan penggunaannya alat bantu ini dapat dikelompokan menjadi: a. Alat bantu yang rumit (complicated) seperti film, film strip, slide yang memerlukan alat untuk mengoprasikannya. b. Alat bantu yang sederhana seperti leaflet, buku bergambar, benda-benda yang nyata, poster, spanduk, flanel graph,dan sebagainya. 2.5.4. Media Penyuluhan Media penyuluhan adalah tempat/sumber untuk menyalurkan menampilkan pesan atau informasi kepada penerima, baik itu melalui gelombang suara, cahaya, media cetak, elektronik dll (Liliweri, 2008). Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat
46
mempelajari pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif. Tujuan media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan adalah media dapat mempermudah penyampaian informasi, menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, mempermudah pengertian, mengurangi komunikasi verbalistik, menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata dan memperlancar komunikasi. Berdasarkan penggolongannya media penyuluhan ini dapat ditinjau dari berbagai pihak, seperti: 1.
Menurut bentuk umum penggunaannya
Penggolongan media penyuluhan berdasarkan penggunaannya, dapat dibedakan menjadi: a.
Bahan bacaan: modul, buku rujukan/ bacaan, folder, leaflet, majalah dan lain sebagainya.
b.
Bahan peragaan: poster tunggal, poster seri.
2.
Menurut cara produksi Berdasarkan cara produksi, media penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa, yaitu: a. Media cetak Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar, lembar balik, sticker dan pamflet.
47
Ada beberapa kelebihan media cetak ini antara lain: tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Tetapi media ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara, dan mudah terlipat. b. Media elektronika Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, film, video film, CD dan VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini juga memiliki kelebihan antara lain: lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya. c. Media luar ruang Media ini menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik, misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini antara lain: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik
48
dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya.
2.6. Pengetahuan 2.6.1. Definisi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang. Suatu penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mampu bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012). Sebelum orang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yang dimulai dari kesadaran adanya stimulus kemudian ada rasa tertarik. Setelah itu terjadi pertimbangan dalam batin bagaimana dampak negatif positif dari stimulus. Hasil pemikiran yang positif akan membawa subyek untuk memulai mencoba dan akhirnya dalam dirinya sudah terbentuk suatu perilaku baru. Adopsi perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif terhadap stimulus akan membentuk perilaku baru yang mampu bertahan lama.
49
2.6.2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat: a.
Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b.
Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsif dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisa (Analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
50
e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (Eveluation) Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.6.3. Cara Mengukur Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau kuesioner yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif (Notoatmodjo,
2012).
Indikator
pengetahuan
kesehatan
adalah
“tingginya
pengetahuan” responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan.
51
2.7. Sikap 2.7.1. Definisi Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek yang meliputi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) (Azwar, 2012). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Baron dan Byrne (1984) dalam Liliweri (2008) mendefinisikan sikap sebagai sekumpulan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang diarahkan kepada orang, gagasan, objek atau kelompok tertentu. 2.7.2. Komponen Sikap Menurut Secord & Backman (1964) dalam Azwar (2012), sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang satu sama lain yaitu : a. Komponen kognitif (cognitive) yaitu kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Komponen afektif (affective) yaitu kehidupan emosional/perasaan atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Komponen konatif (connative) yaitu kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
52
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Misalnya seorang pemulung telah mendengar tentang penyakit kulit (penyebab, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membuat pemulung tersebut berpikir dan berusaha supaya ia tidak sakit kulit. Ketika dalam proses berpikir, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga pemulung tersebut berniat mencegah supaya ia tidak sakit kulit. Maka pemulung mempunyai sikap tertentu terhadap objek berupa penyakit kulit yang selanjutnya mendorongnya untuk melakukan tindakan pencegahan tersebut. 2.7.3. Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan sebagai berikut: a.
Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b.
Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tagas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut.
c.
Menghargai (Valuing) Menghargai maksudnya mengajak orang lain atau untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
53
d.
Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.7.4. Cara Mengukur Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan mengajukan pernyataan-pernyataan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pernyataan sikap (attitude statements) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan tersebut dinilai dengan menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan
terhadap
isi
pernyataan
dalam
kategori
jawaban
dengan
menggunakan skala Likert (Azwar, 2012).
2.8. Landasan Teori Mengacu dari tinjauan teori tentang faktor-faktor yang memengaruhi kejadian penyakit kulit dan teori dari Achmadi (2012), tentang paradigma kesehatan lingkungan dengan teori simpulnya, terjadi penyakit penyakit kulit pada manusia dimulai dari (Simpul 1) bibit penyakit yang berasal dari sumbernya yaitu jamur, bakteri, tungau dll sebagai penyebab penyakit kulit, selanjutnya (Simpul 2) media transmisi penularannya terjadi melalui sanitasi lingkungan rumah, secara langsung dari orang ke orang ataupun lewat benda mati (vechile) seperti pakaian, selimut, handuk, seprai, karpet dll, (Simpul 3) behavioural exposure adalah pengetahuan, sikap dan kondisi personal hygiene sehingga dapat menyebabkan (Simpul 4) antara sehat dan sakit. Sedangkan faktor yang dapat memengaruhi kejadian penyakit kulit
54
adalah pelayanan kesehatan dan perilaku sehat masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka teori berikut ini:
Simpul 1
Simpul 2
Simpul 3
Simpul 4
SUMBER PENYAKIT
KOMPONEN LINGKUNGAN
BEHAVIOURAL EXPOSURE
PENDERITA PENYAKIT KULIT
(jamur, bakteri, tungau dll)
(Sanitasi Lingkungan Rumah, manusia, pakaian/selimut/ handuk dll)
(Pengetahuan & Sikap, Personal Hygiene)
Sehat Sakit
Sarana Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.1. Kerangka Teori 1 Sumber: Modifikasi Achmadi, 2012
Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), yang dikenal dengan Teori “S-OR” (Stimulus Organisme Respons). Berdasarkan teori tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua yaitu: 1.
Perilaku Tertutup (Convert behaviour), yaitu perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas atau servable behaviour. Respons seseorang masih terbatas
55
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk convert behaviour yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap. Misalnya pemulung tahu penyebab dan pencegahan penyakit kulit (pengetahuan) dan mereka berniat untuk menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan rumah dapat mencegah dan menanggulangi penyakit kulit (sikap). 2.
Perilaku Terbuka (Overt behaviour), yaitu perilaku terbuka yang terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain atau dari luar atau observable behaviour. Misalnya pemulung mandi minimal 2 kali sehari untuk menjaga personal hygiene dan membuka jendela agar sinar matahari masuk ke dalam kamar untuk mencegah kelembaban ruangan (tindakan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka teori di bawah ini: Stimulus
Organisme
Respons Tertutup • Pengetahuan • Sikap
Respons Terbuka • Praktik • Tindakan Gambar 2.2. Kerangka Teori 2 Sumber: Notoatmodjo, 2010
56
2.9. Kerangka Konsep Kerangka konsep dari penelitian ini adalah:
• •
Media Penyuluhan Kesehatan Slide melalui LCD Leaflet
Pengetahuan & Sikap • Personal Hygiene • Sanitasi Lingkungan Rumah
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Konsep utama penelitian adalah untuk melihat pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan slide melalui LCD pada pemulung di Kelurahan Terjun dan metode ceramah menggunakan leaflet pada pemulung di Desa Namo Bintang terhadap pengetahuan dan sikap tentang personal hygiene dan sanitasi lingkungan rumah dalam upaya pengendalian penyakit kulit.