BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pakan Ikan
Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan ikan diproses dalam tubuh ikan dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap untuk dimamfaatkan membangun jaringan dan daging sehingga pertumbuhan ikan akan terjamin. Kecepatan laju pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan dan kualitas pakan yang diberikan serta kondisi lingkungan hidupnya. Pakan yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Pakan harus dapat dimakan oleh ikan, maksudnya kondisi pakan harus
baik
dan ukuran pakan harus sesuai dengan mulut ikan. 2.
Pakan harus memiliki nilai biologis
3.
Pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan
Apabila ketiga persyratan diatas dapat dipenuhi, pemberian pakan akan memberi mamfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. (Khairuman,2002)
Pakan untuk ikan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami dapat disediakan dengan cara mengambil langsung dialam, seperti ikan, siput, daun-daunan dan lain-lain, selain itu juga dapat dikultur, seperti kultur rotifera, artemia dan lain-lain. Sedangkan pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formula tertentu, seperti pelet. ( Ghufran,M.2008 )
2.1.1. Jenis-Jenis Pakan Ikan Buatan
Menurut Khairuman (2002) jenis-jenis pakan buatan dibagi 4 yaitu : A.
Berbentuk butiran / pelet
Universitas Sumatera Utara
Pakan buatan berbentuk butiran dikenal dengan pelet. Pelet digunakan sebagai pakan ikan dewasa karena butirannya mempunyai bentuk dan ukuran yang besar. B.
Berbentuk tepung dan crumble Pakan berbentuk tepung sebagai pakan ikan pada pendederan I, edangkan bentuk crumble digunakan sebagai pakan ikan pada tahap pendederan II. Crumble biasanya merupakan pecahan pelet.
C.
Berbentuk pasta Pakan ini diberikan kepada ikan yang masih dalam stadia bening.
D.
Berbentuk cairan Pakan ini diberikan kepada ikan dalam stadia larva.
Pakan buatan adalah pakan yang sengaja dibuat dari beberapa jenis bahan baku. Dalam hal pembuatan pakan ikan, perlu diperhatikan tentang pemilihan bahannya. Bahan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : 1.
Mempunyai nilai gizi tinggi
2.
Mudah diperoleh
3.
Mudah diolah
4.
Tidak mengandung racun
5.
Harganya relatif murah
6.
Tidak merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan
saingan
. (Mujiman.A.2004)
2.1.2. Pelet Ikan
Pakan yang tidak mudah hancur dalam air, minimum tahan dalam air sekitar 10 menit. Pakan yang tidak mudah tenggelam antara lain pakan buatan yng disebut pelet dengan diameter 2-5 mm. pakan yang melayang dalam air dan tidak hancur selama 2-3 menit akan lebih baik. Pakan yang baik memberian aroma yng dapat menarik dan merangsang nafsu makan ikan. Pakan yang baik dapat disimpan maksimum 2 bulan tanpa berubah kualitasnya.
Makanan ikan yang dibuat dalam bentuk pelet memiliki beberapa keunggulan antara lain adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1.
Perubahan fisika dan kimia pada makanan mudah dicerna oleh ikan yang mengkonsumsinya. Sebab, makanan ikan yang dibuat bentuk pelet telah dimasak dalam temperatur tinggi.
2.
Menghindari ikan memilih-milih bagian yang disenangi saja jika makanan ikan berupa tepung
3.
Menghemat tempat dan pengangkutan karena volume makanan ikan berbentuk pelet lebih kecil akibat proses pengepresan.
4.
Proses pembuatan pelet memusnakan kuman-kuman salmonella
5.
Makanan ikan berbentuk pelet meningkatkan efesiensi makanan sekitar 2-6%. (Tim lentera,2002)
2.1.3. Pengujian Kualitas Pakan Ikan
2.1.3.1. Pengujian fisis
Pengujian fisis ini dilakukan dengan mengukur tingkat kehalusan bahan penyusunannya, kekerasanya dan daya tahan (polabilitas) hasil cetakan dalam air. Makin halus bahan penyusun pelet, semakin baik kualitasnya, dan pelet yang baik memiliki tingkat kekerasan (kepadatan) yang cukup tinggi, hal ini berhubungan dengan tingkat kehalusan bahan penyusunnya.
Pengujian daya tahan pelet dilakukan dengan cara merandam contoh pelet selama beberapa waktu dalam air. Makin lama waktu perendaman ini maka semakin baik mutunya. Pelet ikan yang baik mempunyai daya tahan dalam air minimal 10 menit.
2.1.3.2. Pengujian khemis ( kimia )
Penguian khemis dilakukan dalam laboratorium. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan zat-zat gizi pakan ikan. Beberapa zat yang perlu diketahui adalah protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, abu, dan kadar air. Untuk pengujian kadar protein, metode yang paling umum dipakai adalah metode kjedhal yang dalam perkembangannya terjadi berbagai modifikasi misalnya oleh Gunning dan sebagainya. Untuk kadar lemak biasanya dengan menekstraksinya dengan cara sokletasi. Serat kasar dengan dua cara yaitu Deffating yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam
Universitas Sumatera Utara
sampel menggunakan pelarut lemak dan Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa.
Uji karbohidrat dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, secara kualitatif misalnya dengan uji molisch, seliwanoff, anthrone, benedict, barfoed, iodin, pembentukan osazon, dan fehling. Secara kuantitatif terbagi 4 yaitu secara kimiawi, enzimatis, kromatografi, dan cara optic ( fisi ). Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Untuk kadar air biasanya ditentukan dengan metode pengeringan atau thermogravimetri (Sudarmadji,S.1996)
2.1.3.3. Pengujian biologis
Tujuan uji biologis ini adalah untuk mengentahui besarnya pengaruh pelet terhadap pertumbuhan ikan. (Siregar,A,2001). Uji bioligis dilakukan untuk mengetahui pengaruh pakan tersebut langsung pada ikan. Ada kemungkinan pakan yang mempunyai kandungan nutrisi tinggi kurang memberikan efek bagi pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian langsung di laboratorium untuk menguji suatu pakan. Ikan yang dicobakan diperlakukan pemberian pakan selama periode waktu tertentu umumnya berkisar 1,5 β 2 bulan. Pada selang waktu tertentu dilakukan pengukuran pertumbuhan pada ikan. Pada pengamatan uji biologis tersebut akan didapatkan beberapa variabel pengukuran seperti pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Pertambahan bobot badan dapat diukur dengan menimbang ikan tersebut dengan selang waktu tertentu. (Dharmawan,B.2013)
2.2. Bahan Baku Pakan Ikan
2.2.1. Ampas Tahu
Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Pada pabrik tahu nantinya akan menghasilkan limbah yaitu limbah cair dan limbah padat.
Limbah padat pabrik tahu adalah hasil penyaringan bubur kedelai pada
proses pembuatan tahu yang dikenal sebagai ampas tahu. Seperti telah diketahui bahwa kandungan nutrient ampas tahu sudah banyak berkurang kerana sebagian telah ikut
Universitas Sumatera Utara
terkstrak kedalam susu kedelai yang selanjutnya dijadikan tahu. Ampas tahu cepat basi dan berbau kurang sedap sehingga dapat merusak tatanan lingkungan karena jumlahnya yang cukup besar.
Biasanya para pengusaha tahu akan membuang ampas tahu begitu saja dan dibiarkan sampai membusuk. Ampas tahu dapat dimamfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan dalam kondisi masih baik atau tidak busuk. Ampas tahu merupakan sumber karbohidrat dan protein. (Khairuman,2002)
2.2.2. Telur Semut Rangrang
Semut rangrang atau dalam bahasa latin disebut Oecophylla smaragdina mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai dengan daerah. Di vietnam dan cina semut rangrang disebut semut kuning. Sementara di thailand disebut semut merah. Mungkin yang agak aneh di australia disebut semut hijau. Tugas ratu semut rangrang adalah menghasilkan larva. Jika dalam satu koloni tidak ada ratunya, maka semut prajurit siap menggantikan tugas ratu dan berubah fungsi menjadi penghasil telur atau kroto. Namun, hasil larva dari semur pekerja ini sedikit dan kualitasnya tidak sebagus dari ratu. Larva atau pupa biasanya ditempatkan pada suhu yang cukup konstan untuk memastikan mereka tumbuh dengan baik. Karena itu mereka sering dipindahkan ke berbagai tempat dalam koloni.
Manfaat semut rangrang untuk tanaman telah dikenal dibanyak negara. Petanipetani di Vietnam dan di Kalimantan Timur mempunyai pengalaman mengenai bagaimana semut rangrang dapat meningkatkan kualitas buah. Buah yang dihasilkan menjadi lebih menarik dan lebih segar. Kroto atau larva adalah telur dari semut rangrang yang terkenal galak ini. Semut rangrang memang terkenal dengan krotonya yang sekarang jadi bahan rebutan oleh pecinta burung. (Sani,B.2014).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 telur semut rangrang (Oecophylla smaragdina)
Nama kroto bagi penggemar burung bekicau, sudah bukan barang baru lagi. Kroto adalah telur semut rangrang untuk makanan burung bekicau yang warnanya putih mengkilap laiknya sebuah kristal. Keberadaan kroto ini terdapat pada daun-daun pepohonan yang tinggi. Dedaunan ini merupakan tempat bersarangnya semut rangrang yang membentuk sebuah koloni. Dengan perekat khusus, beberapa helai daun disatukan hingga membentuk sebuah ruangan yang cukup besar dan didalam ruangan inilah semut rangrang menjaga semua telur-telurnya.
Bagi para mania mancing dan penggemar burung ocehan, pasti sudah akrab dengan yang namanya kroto. Ya, telur semut merah atau orang Sunda menyebutnya sireum kararangge ini, termasuk salah satu bahan pokok untuk umpan pancing dan makanan burung ocehan. Tak heran, di hari-hari tertentu, antara pemancing dan para kicauan mania rebutan untuk mendapatkannya sehingga tentu saja menyebabkan harga kroto nelonjak tajam. (Putranto,I.2014)
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan klasifikasi semut rangrang : Ordo
: Hymenoptera
Family : Formicidae Subfamily
: Formicinae
Genus
: Oechophylla
Species
: Oechophylla smaragdina. (Suhara.2009)
2.2.3. Tepung Tapioka
Proses pengolahan makanan ikan dalam bentuk pelet tidak dapat dipisahkan dari peranan perekat. Pati termasuk polisakarida dan berfungsi sebagai cadangan karbohidrat pada kebanyakan bahan makanan dari biji-bijian. Kandungan pati dari makanan biji-bijian dapat mencapai sekitar 70%.
Bentuk fisik pati berupa partikel kecil bulat lonjong atau bahkan tidak beraturan. Pati bersifat tidak larut dalam air, tetapi jika diberi perlakuan dengan air panas, keseluruhan granul pati akan mengambang dan menyerap air. Dengan demikian pati berguna untuk merekatkan partikel-partikel makanan dalam proses pembuatan pelet. ( Murtidjo,B.A.2001 )
Tepung tapioka atau tepung kanji berfungsi sebagai perekat agar bahan baku yang ada dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran yang homogen dan sebagai pengikat antar komponen. Dengan demikian pakan tidak akan mudah hancur terurai kembali ketika dimasukkan kedalam air. Bahan yang dijadikan perekat tersebut juga dapat berfungsi sebagai sumber berbagai zat makanan. Tepung tapioka tersebut apabila kita larutkan dalam air panas akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti lem encer. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari bobot ramuan.(Mujiman,A.2004)
2.2.4. Ikan Nila
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-
Universitas Sumatera Utara
dana sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis.
Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut : Kelas
: Osteichthyes
Sub-kelas
: Acanthoptherigii
Ordo
: Percomorphi
Sub-ordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus. Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila Albin (Khairuman,H.2012) Ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti misalnya asam lemak omega-3, omega-6. Asam-asam lemak tak jenuh sangat mudah mengalami proses oksidasi. Penyimpanan ikan yang kurang baik, dapat menyebabkan perubahan fisik maupun komposisi kimianya. Asam-asam lemak tak jenuh pada ikan yang rentan teroksidasi menghasilkan hidroperoksida dan hasil uraian lain seperti aldehid dan keton yang dapat meyebabkan mutu ikan segar menurun (Khamidinal, dkk. 2007)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan sungai yang dapat dipelihara pada perairan dengan salinitas 0-35 ppt. Ikan ini digolongkan ke dalam omnivora yang rakus. Makanannya terdiri dari lumut-lumutan, plankton, tumbuh-tumbuhan, detritus dan lainlain. Dalam pemeliharannya, sering diberikan makanan tambahan berupa dedak, ampas tahu, bungkil kelapa dan lain-lain. Agar tumbuh optimal, nila diberikan makanan yng mengandung protein 35% atau minimal 20%. Jumlah pakan yang diberikan berkisar 3% dari berat total ikan. Frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore. ( Ghufran,M.2008)
2.3. Kandungan Zat Gizi Pakan
2.3.1 Protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrein. Struktur protein mengandung N, disamping C, H, O, seperti juga karbohidrat dan lemak, S dan kadang-
Universitas Sumatera Utara
kadang P, Fe dan Cu sebagai senyawa kompleks dengan protein. Asam amino adalah bagian terkecil dari amino. Di alam terdapat lebih kurang 50 macam asam amino, 10 macam diantaranya merupakan asam amino essential, yaitu asam amino yang mutlak diperlukan oleh tubuh hewan dan tersedia di dalam makanannya. Sebab asam amino essential tidak dapat dibuat di dalam tubuh hewan sendiri.
Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi pakan karena usaha budidaya diharapkan pertumbuhan ikan yang cepat. Dalam hal ini, protein mempunyai tiga fungsi bagi tubuh yaitu : a.
Sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti jaringan yang rusak, maupun yang bereproduksi.
b.
Sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon penjaga serta pengatur berbagai proses metabolisme di dalam tubuh ikan.
c.
Sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terdapat di dalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. (Sahwan,M.F.2002)
Protein adalah unsur utama yang terdapat pada tubuh ikan dan merupakan suplai makanan yang umum diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat. Oleh karena itu, jumlah protein dalam makanan seharusnya dibatasi yang mana dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perombakan jaringan kulit, dan energi-energi lainnya.
Kualitas protein dipengaruhi secara umum oleh kandungan asam amino. Protein dibuat dari 20-25 asam-asam amino. Sepuluh dari asam amino tersebut tidak dapat disintesa dalam tubuh ikan dan harus disediakan dalam makanannya. (Brown,E.E.,1980)
Ikan membutuhkan protein dalam jumlah banyak karena dalam sistem metabolisme ikan sangat efisien menggunakannya, terutama buangan yang berupa bahanbahan nitrogen. Protein dapat berasal hewani maupun nabati, namun umumnya protein hewani lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein nabati. Hal ini disebabkan karena protein nabati terbungkus dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna. Selain itu kandungan asam amino esensial dari protein nabati umumnya kurang lengkap bila dibandingkan dengan protein hewani.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewan-hewan ternak di darat (unggas dan hewan menyusui). Selain itu jenis dan umur ikan juga terpengaruh terhadap kebutuhan protein. Umumnya ikan membutuhkan kadar protein berkisar antara 20-30%. Sedangkan kadar yang optimum berkisar antara 30-36%. (Mujiman, A.,2004). Jumlah pakan yang diberikan adalah 3-5% dari berat total ikan yang dipelihara dengan frekwensi pemberian 3 kali perhari. (Sahwan, M.F.2002)
2.3.1.1 Analisa Protein
2.3.1.1.1
Analisa protein secara kualitatif
Analisa protein secara kualitatif, antara lain : a. Kromatografi Lapis Tipis Dengan cara ini, campuran zat-zat akan dipisahkan berdasarkan fase gerak dan fase diam, pemilihan pelarut sebagai fase gerak, didasarkan pada adsorpsi, partisi, filtrasi gel, atau pertukaran ion. Dengan cara ini, protein dapat diisolasi/dipisahkan dari campurannya. Keuntungan dari kromatografi ini adalah lebih cepat sehingga sangat sering dipakai dalam analisa bahan-bahan organik. b. Kromatografi Pertukaran Ion Pada pemurnian protein, pH dan konsentrasi garam, dilarutkan sebagai fase gerak. Larutan protein ditempatkan pada kolom pada penukar ion. Kemudian protein tersebut dielusi oleh buffer elusi. Dengan cara ini, berbagai jenis protein dengan affinitas berbeda dapat dipisahkan. c. Elektroforesis Dalam teknik ini, larutan protein ditempatkan pada tabung berbentuk U dan larutan buffer bebas protein dilapiskan diatas ujung tabung kedua. Elektroda negatif dicelupkan dalam buffer dan elektroda positif pada larutan protein, dengan demikian membangkitkan tenaga listrik yang menyebabkan molekul protein berpindah melalui elektroda berdasarkan polaritasnya. Protein yang berbeda akan berpindah dari tingkat yang berbeda sebagai disfersi pertukaran dan koefesien fraksi. Metode ini dikenal dengan elektroforesis batas perpindahan.
2.3.1.1.2 Analisa protein secara kuantitatif
Analisa protein secara kuantitatif, antara lain yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Metode Biuret Kuantitatif Uji biuret adalah uji protein yang bersifat kuantitatif. Protein yang mengandung dua gugus karbonil atau lebih akan memberikan warna violet dengan pereaksi biuret. b. Metode Titrasi Formol Dalam metode ini, larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) kemudian ditambah formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini, berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diketahui dengan tepat ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. c. Metode Lowry Konsentrasi protein diukur berdasarkan Optical Density (OD) dan panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam urutan, terlebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara kosentrasi dengan OD. d. Metode Kekeruhan atau Turbidimetri Larutan protein akan mengalami kekeruhan apabila ditambahkan bahan pengendap protein seperti Tricloro Acetic Acid, Kalium Ferri Cianida, atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan air diukur dengan turbidimeter. e. Metode spektrofotometer UV Kebanyakan protein mengabsorpsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin tripthopan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak merusak bahan.
f. Metode Kjeldhal Penerapan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang terkandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli kimia Denmar pada tahun 1883. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses deskstruksi, destilasi dan tahap titrasi.
1) Tahap Dekstruksi Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam suasana asam sulfat pekat sehingga terjadi dekstruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,CO2,H2O. sedangkan nitrogen (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Asam
Universitas Sumatera Utara
sulfat yang digunakan untuk desktruksi diperhitungkan adanya bahan protein, lemak, dan karbohidrat. Untuk mendekstruksi 1 gram lemak diperlukan 17,8 gram,sedangkan untuk 1 gram karbohidrat diperlukan asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Kadar lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan waktu dekstruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan dahulu sebelum dekstruksi dilakukan. Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi pada tahap detruksi (CHNO) + H2SO4
CO2 + SO2 + H2O + NH4+
2) Tahap Destilasi Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zinkum (Zn). Amonia yang dibebaskan selanjutkan akan ditangkap oleh larutan asam standar. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang digunakan adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka akan diberi indikator misalnya BCG (Brom Creesol Green) + MR (Metyl Red) atau PP (Phenolftalein). Destilasi diakhiri bila sudah semua amonia sempurna dengan ditandai detilat tidak berekasi basis. Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi pada tahap destilasi H2SO4 + 2 NaOH
2 Na+ + SO42- + 2 H2O
NH4+ + OH-
NH3(gas) + H2O
B(OH)3 + NH3 + H2O
NH4+ + B(OH)4-
3) Tahap Titrasi Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi pada tahap destilasi B(OH)4- + HX
X- + B(OH)3 + H2O
Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1N). akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang
Universitas Sumatera Utara
selama 30 detik, bila menggunakan indikator PP. selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekivalen nitrogen
%ππ =
ππππ ππππππππ (π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅ βππππππππππππ )π₯π₯ ππ ππππππππ π₯π₯ 14,008 π₯π₯ 100% π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅ ππππππππππππ (ππ)π₯π₯ 1000
Apabila penampang destilat digunakan asam borat, maka banyaknya asam borat yang berekasi dengan amonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekivalen nitrogen.
ππ =
mL HCl (Blanko β Sampel)x N NaOH x 14,008 x 100% Berat Sampel (g)x 1000
Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktir. Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara) maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan :
Jumlah N x 100/16 atau Jumlah N x 6,25
Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau bahan yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunya secara pasti, maka factor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai, misalnya 5,70 untuk protein gandum, 6,38 untuk protein susu, 5,55 untuk gelatin (kolagen terlarut). (Sudarmaji,S.,1996)
2.3.2 Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan membangun penyerapan mineral-mineral tertentu serta vitamin-vitamin yang terlarut dalam lemak. Dalam kaitan dengan pakan
Universitas Sumatera Utara
buatan, penggunaan lemak berpengaruhi terhadap rasa dan tekstur pakan yang dibuat. Oleh karena itu, lemak juga mempunyai peranan dalam proses metabolisme dan pertumbuhan ikan (Sahwan, M.F.2002).
Lemak mengandung asam lemak yang diklarifikasikan sebagai asam lemak jenuh dan asam emak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ditandai dengan ikatanrangkap, sedangkan asam lemak jenuh ditandai dengan tidak adanya ikatan rangkap. Kandungan lemak ikan rata-rata berkisar antara 4-18% dengan daya guna energi dapat mencapai 8595%. Kandungan lemak makanan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya ukuran ikan, kondisi lingkungan(suhu), dan adanya sumber tenaga lain. (Mujiman, A.,2004).
Kisaran kadar lemak yang tidak terlalu rendah ataupun tidak terlalu tinggi, disamping dapat memperbaiki (mempertinggi) kualitas pakan. Pada makanan buatan, kadar lemak yang berlebihan juga dapat berpengaruh buruk terhadap mutu makanan. Sebab lemak mudah sekali teroksidasi menghasilkan bau tengik (Puspowardoyo, H.2000)
2.3.2.1 Analisa Lemak dengan metode Sokletasi
Pada garis besarnya, analisis βlemak kasarβ ada dua macam yaitu cara kering dan cara basah. Penentuan kadar lemak pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble. Kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Pelarut yang banyak digunakan adalah petroleun eter karena lebih murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan lebih selektif dalam pelarutan lipida.
Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dikerjakan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dijalankan dengan alat sokhlet. Petroleun eter atau n-heksan adalah bahan pelarut lipida non polar yang paling banyak digunakan dengan alasan sebagai berikut : 1. Harganya relatif murah 2. Kurang berbahaya terhadap resiko kebakaran dan ledakan 3. Lebih selektif untuk lipida non polar
Universitas Sumatera Utara
Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari kebakaran. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu godok diambil dan ekstrak dituangkan kedalam botol timbang atau cawan porselan yang telah diketahui beratnya. Kemudian pelarut dituangkan diatas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 100 C. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak.
Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dikerjakan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dijalankan dengan alat sokhlet atau ekstraksi ASTM (American Society Testing Material), sedangkan cara berkesinambungan dengan alat Goldfish atau ASTM yang sudah dimodifikasikan.
Ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis dan mudah pemakaiannya. Seperti halnya cara sokhlet, penentuan banyaknya lemak/minyak dapat pula dengan menimbang residu pada thimble sesudahekstraksi berakhir dan sudah dikeringkan sampai berat kostan. Selisih bobot sampel sebelum dan bobot residu sesudah ekstraksi dan sudah dikeringkan merupakan lemak yang ada dalam bahan. Keuntungan cara ini ialah pelarut yang sudah dipakai dapat diperoleh kembali.
Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock atau dengan Mojonnier. Penentuan lemak dengan botol Babcock sangatlah sederhana. Pada cara ini digunakan sentrifugasi untuk pemisahan lemaknya dengan menggunakan asam sulfat, dan dengan penambahan akuades maka banyaknya lemak/minyak akan terbaca pada leher botol Babcock telah dilengkapi skala ukuran volume. Pada penentuan lemak dengan Mojonnier, sampel dimasukkan kedalam tabung Mojonnier dan ditambahkan ethanol, ammonium hidroksida, kemudian diekstraksi menggunakan campuran ethil-ether dan petroleum ether (1:1). Hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven 100 C sampai diperoleh beras kostan. (Sudarmadji, S.1996)
2.3.3 Serat Kasar
Serat adalah zat non gizi yang terdiri daripada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat makanan adalah serat yang tetap ada dalam kolon atau usus besar setelah proses pencernaan, baik yang berbentuk serat yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air. Sedangkan serat kasar adalah serat
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan yang tidak larut dalam air. Ternyata serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kaang-kacangan. Serat yang dalam air ada tiga jenis yaitu pektin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal.
Istilah serat makanan (dietry fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat dan natriun hidroksida. Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksudkkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium.
Serat kasar mengandung senyawa sellulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasidengan pasti. Yang disebut serat kasar disni adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhiyungkan banyaknya zat yang hilang waktu diabuhkan dalam asam encer dalam kondisi tertentu. (Sudarmadji,1996)
Dalam jumlah tertentu serat kasar diperlukan juga antara lain untuk membentuk gumpalan kotoran, sehingga makanan kandungan serat kasar kurang dari 8% mungkin sekali diperlukan tapi apabila sampai lebih dari 21% ini berbahaya bagi pertumbuhan ikannya. (Mujiman, A.1999)
2.3.3.1. Analisa Serat Kasar
Universitas Sumatera Utara
Di dalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah : 1. Penghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut lemak. 2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa.
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendah hasil analisa karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung 97% selulosa dan lignin, dan sisanya senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi secara pasti.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kotiledon, dengan demikian perentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efesiensi proses. (Sudarmadji, S.1996)
Universitas Sumatera Utara