BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pengeringan Pengeringan lapisan tipis merupakan pengeringan partikel atau biji-bijian secara individu yang seluruh bahan terkena udara pengering. Proses pengeringan lapisan tipis dibagi menjadi dua periode: (1) Periode laju pengeringan tetap dan (2) Periode laju pengeringan menurun (Henderson et al. 1997). Periode laju tetap ditandai oleh kecepatan pengeringan yang tidak tergantung pada bahan. Selama periode ini, permukaan bahan begitu basah sehingga seluruh permukaan ditutupi oleh film air yang kontinyu (Sagara, 1990). Pengurangan kadar air yang signifikan akan terjadi pada laju pengeringan konstan dan pada temperatur yang tetap. Dalam kebanyakan situasi, laju pengeringan konstan akan berhenti pada kadar air kritis (Heldman and Singh,1993). Pengeringan dalam laju pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu pergerakan air di dalam bahan ke permukaan dan pengeluaran air dari permukaan (Henderson et al. 1997). Menurut Sharma et al. (2000), produk pangan nonhigroskopis mungkin hanya memiliki satu periode laju pengeringan menurun, sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan menurun pertama terjadi pada kondisi dimana seluruh permukaan film sudah diuapkan semua dan laju pengeringan dikendalikan oleh laju pergerakan uap air melewati padatan. Laju pengeringan menurun merupakan periode yang lama pada operasi pengeringan. Pada laju pengeringan menurun, kebanyakan laju pengeringan dipengaruhi oleh temperatur udara dan ketebalan bahan. Periode laju pengeringan menurun kedua menjelaskan kondisi dimana laju pengeringan sebagian besar dikendalikan oleh pergerakan uap air di dalam padatan dan bebas dari kondisi luar dari padatan. Pergerakan uap air dapat terjadi oleh kombinasi dari faktor–faktor seperti difusi cairan, pergerakan kapiler, dan difusi uap.
5
2.2 Kadar Air Keseimbangan dan Kualitas. 2.2.1 Kadar air keseimbangan (Me) Kadar air suatu padatan basah yang berada dalam keseimbangan dengan udara pada suhu dan kelembaban tertentu disebut sebagai kadar air keseimbangan (Mujumdar and Devahastin, 2000). Menurut Somantri (2003), kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC) merupakan konsep penting dari teori pengeringan dan pembasahan pada bahan-bahan pangan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolok ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan. Menurut Hall (1957), beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kadar air keseimbangan adalah kecepatan udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara, dan kematangan bahan. Kadar air keseimbangan dibedakan menjadi dua yaitu kadar air keseimbangan dinamis dan kadar keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam. Sedangkan, kadar air keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan/atau udara pengering dalam keadaan bergerak. Untuk menentukan nilai kadar air keseimbangan digunakan persamaan EMC Henderson (Thompson 1967) dalam Brooker et al. (1992): 1
ln (1 − PV / PVS ) N Me = ..................................................................................(1) N − K (T + C )100 dimana: Me = Kadar air keseimbangan (% d.b.) PV = Kelembaban (%) PVS T = Temperatur (oC) K = 8,6541x10-5 C = 49,810 N = 1,8634
6
2.2.2 Konstanta pengeringan (k) Henderson dan Pabis (1961) dalam Brooker (1992), menyatakan bahwa nilai k hanya dipengaruhi oleh suhu udara pengering. Penentuan nilai k dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan suhu bahan terhadap waktu dan suhu udara pengering adalah eksponensial. Untuk menduga nilai k, model yang digunakan mengikuti persamaan: 5023,0 k = 5,4 x10 −1 exp − .................................................................................(2) θ abs dimana: k = Konstantan pengeringan (s-1)
θ abs
= Suhu absolute (oRk)
2.2.3 Persamaan lapisan tipis Waktu pengeringan pada in store dryer adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air. Menurut Kachru et al. (1971), Watson dan Bhargava (1974), dan Bala (1983) untuk menentukan waktu pengeringan (t) adalah menggunakan persamaan:
M − Me = e − kt .................................................................................................(3) Mo − Me dimana: M = Kadar air akhir, d.b. (%) Me = Kadar air keseimbangan, d.b. (%) = Kadar air awal, d.b. (%) M0 k = Konstanta t = Waktu (s) Penelitian-penelitian tentang sifat termofisik bagi jagung pipilan telah banyak dilakukan. Salah satu di antaranya adalah Elfian (1985) yang menggunakan persamaan yang digunakan oleh Thahir (1984) yang merupakan persamaan lapisan tipis untuk biji-bijian model lempeng: M − Me = 0,177293 exp(− 36,5655 X ) + 0,81585 exp(− 2,47511X ) ..................(4) M0 − Me
7
dimana: Me M M0
= Kadar air keseimbangan, d.b. (%) = Kadar air akhir, d.b. (%) = Kadar air awal, d.b. (%)
X
= kθ (k adalah konstanta pengeringan)
2.3 Pengeringan dan Penyimpanan Salah satu permasalahan pascapanen adalah susut dan turunnya kualitas hasil panen pada komoditi biji-bijian termasuk jagung, sehingga perlu dilakukan upaya metode pengeringan dan penyimpanan yang baik untuk menjaga dan mempertahankan kualitas jagung. Pengeringan adalah proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri atau memperlambat perkembangannya (Hall, 1980). Penyimpanan hasil pertanian berhubungan dengan waktu penggunaan, baik distribusi maupun konsumsi atau pengolahan lanjutan. Penyimpanan bertujuan agar bahan tidak mengalami kerusakan dan penyusutan kualitas selama masa tunggunya. Pada umumnya penyimpanan biji-bijian dilakukan setelah proses pengeringan hingga kadar air yang sesuai. Salah satu tipe pengering berenergi surya yang telah dikembangkan adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) (Abdullah 1993). Pengering ini merupakan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan wadah produk yang dikeringkan.
Untuk
menjamin
kontinuitas
operasi,
pengering
ini
juga
membutuhkan energi biomassa, sehingga alat ini disebut sebagai pengering ERKhybrid. Alat pengering ERK-hybrid dan ISD terintegrasi merupakan sistem pengeringan dua tahap yang menggunakan energi terbarukan dengan perubahan laju pengeringan. Laju pengeringan pada tahap pertama dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi tetapi aman, kemudian dilanjutkan dengan perngeringan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju yang rendah. Sistem pengeringan tahap kedua ini pada umumnya dapat disebut sebagai pengering dalam penyimpan (In Store Dryer/ISD). Keunggulan sistem pengering pada ISD yang memanfaatkan udara tanpa pemanasan adalah penggunaan energi dan biaya yang rendah. Metode yang digunakan adalah udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan
8
biji-bijian yang akan dikeringkan. Laju pengeringan yang rendah dengan memperhatikan kualitas produk, sehingga pengering ini juga berfungsi sebagai penyimpan. ISD sebagai sistem pengeringan konveksi, mengandalkan aliran udara yang merupakan kunci utama untuk keberhasilan proses pengeringan, karena udara berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air. 2.4 Sistem Pengeringan 2.4.1 Pengeringan dengan udara panas Pengeringan dengan alat pengering surya tipe ERK merupakan pengeringan dengan udara panas. Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39-50oC untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-57 jam bergantung pada jenis produk yang dikeringkan. Pengeringan dengan udara panas disebut juga pengeringan dengan laju yang relatif tinggi, karena dengan suhu yang cukup tinggi dapat mengeringkan produk pertanian dalam waktu yang relatif lebih singkat. Penjemuran jagung dalam bentuk tongkol sesaat setelah panen dengan kadar air awal 36,8% menjadi 15,1% dibutuhkan waktu pengeringan 19 hari (3 jam per hari). Lama waktu pengeringan resiko turunnya kualitas jagung, timbulnya jamur yang mengakibatkan pembusukan. Kondisi seperti ini tidak baik untuk penyimpanan jagung jangka lama (Prastowo 1998). Kadar air yang relatif masih tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan kualitas biji, sehingga harus diturunkan pada tingkat kadar air tertentu, dengan cara dilakukan pengeringan pada laju yang relatif lebih rendah yaitu pengeringan dengan udara alami. 2.4.2 Pengeringan dengan udara alami Pengeringan dengan udara alami adalah pengeringan
dengan laju yang
rendah. Dengan memindahkan produk ke pengeringan dengan udara alami atau pengeringan dengan laju yang rendah penghematan energi termal dapat dilakukan. Sistem pengeringan dengan udara alami ini dapat juga disebut sebagai pengeringan dalam penyimpan (ISD). Pada kadar air yang rendah, kira-kira 18% jagung pipilan lebih aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih
9
lama pada suhu dan kelembaban yang umum ada di Indonesia. Jika asumsi suhu biji-bijian 27oC umur simpan yang aman dapat lebih dari 20 hari, sedangkan pada kadar air lebih tinggi, misalnya 20% pada suhu yang sama umur aman disimpan menjadi hanya kurang dari 10 hari (Brooker, et al. 1993). Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata 12,8oC-18,6oC dengan RH rata-rata berkisar antara 63,3%-72,0%. Dengan kondisi tersebut sebanyak 2500-3000kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal 17,2%-21,9% sampai kadar air akhir 13,2%-14,6%. Di Minessota, Amerika Serikat, yang bersuhu sangat rendah yaitu mencapai lebih rendah dari -3,9oC (Wilcke et al. 1993) melakukan simulasi pengeringan udara tanpa pemanasan untuk pengeringan jagung pipilan menggunakan data cuaca selama 36 tahun. Dalam studi tersebut pengurangan aliran udara secara manual disimulasi untuk pengurangan energi kipas. 2.5 Sistem Kendali dalam Pengeringan Salah satu penelitian pengendalian pengeringan dengan pemanasan dilakukan oleh Olmos et al. (2000) untuk gabah. Pengendalian menggunakan metode PID dan optimasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil pengeringan biji dengan kendala waktu pengeringan. Peubah yang dikendalikan di sini adalah suhu dan kelembaban. Pengendalian suhu dan kelembaban tersebut menunjukkan hasil yang memuaskan untuk optimisasi peningkatan kualitas biji yang dikeringkan. Selain melalui pengaturan pemberian panas pada prinsipnya pengendalian suhu pada pengering dapat melalui pengaturan aliran udara. Saat jumlah udara per satuan waktu dari luar sistem (lingkungan) yang masuk ditingkatkan, suhu dalam sistem pengering akan menurun. Sebaliknya ketika jumlah aliran udara yang masuk dikurangi suhu udara di dalam ruang akan meningkat. Di samping itu, debit udara pada pengeringan tumpukan juga memberikan perbedaan penurunan kadar air.
10
Studi penggunaan kontrol otomatis menggunakan heater memberikan suhu udara yang lebih stabil pada pengering surya (Nelwan et al. 1999). Selain itu, penggunaan kontrol otomatis tersebut telah memberikan penghematan energi yang cukup signifikan. Pada saat kadar air masih lebih tinggi dari kadar air yang setara dengan kondisi udara saat itu, aliran udara ditambahkan/dijalankan, sedangkan ketika lebih rendah aliran udara dikurangi/dihentikan. Namun pengendalian harus diatur sedemikian rupa, sehingga penghematan energi dan keseragaman kadar air tetap terjaga. Pada Tabel 1 memperlihatkan ketergantungan kebutuhan aliran udara terhadap kadar air awal. Jika pengeringan dilakukan menggunakan kipas yang tidak dapat dikendalikan, kerugian energi untuk pengaliran udara akan dialami ketika kadar air jagung pipilan dengan awal 20%b.b. telah menurun menjadi 16%b.b. Dengan adanya pengendalian udara menggunakan kontrol otomatis, hal tersebut dapat diminimalkan. Tabel 1 Aliran udara minimum yang direkomendaikan untuk pengeringan jagung pipilan dengan udara tanpa pemanasan (Hall, 1993) Kadar air awal Laju aliran udara (m3/m3.menit) 25 5.57 20 2.34 18 1.56 16 0,78 Sistem kontrol juga digunakan pada pengeringan biji-bijian untuk meminimalisir biaya konsumsi energi (Ryniecki, 1991). Dalam studi tersebut dilakukan pengeringan pada deep bed menggunakan peralatan heater, fan, dan microprocessor. Menurut Tirawanichakul et al. (2004) melalui simulasi diketahui bahwa pengeringan padi dapat dilakukan pada suhu antara 30oC dan 40oC serta pada kelembaban relatif kurang dari 70% dengan laju aliran udara antara 0,651,5m3/min m3. Pengembangan sistem kontrol pada skala laboratorium untuk pengeringan padi dalam ISD juga telah dilakukan di China (Srzednicki et al. 2005). Pada studi tersebut sistem kontrol yang digunakan meliputi PC, Distributed Data Acquisition and Control System (DA&C), dan algoritma PID. Hasil studi menunjukkan adanya pengaruh laju aliran udara terhadap konsumsi energi.
11
2.6 Penerapan Sistem Kendali Menggunakan Komputer (PC) Port paralel ialah port komunikasi di komputer untuk mentransmisi data. Standar port paralel yang digunakan adalah IEEE 1284 tahun 1994. Standar ini mendefinisikan 5 mode operasi, yaitu: 1. mode kompatibilitas 2. mode nibble 3. mode byte 4. mode EPP (enhanced parallel port) 5. mode ECP (Extended capability port) Tujuan dari standar tersebut ialah untuk mendesain driver dan peralatan yang baru yang kompatibel dengan peralatan lainnya serta Standar Paralel Port (SPP) sebelumnya
pada tahun 1981. Mode kompatibilitas, nibble dan byte
digunakan sebagai standar perangkat keras yang tersedia di port paralel orisinal. Sedangkan EPP dan ECP membutuhkan tambahan perangkat keras dan dapat berjalan dengan kecepatan yang lebih tinggi. Mode kompatibilitas atau centronics hanya dapat mengirimkan data pada arah maju pada kecepatan 50 kB/detik hingga 150 kB/ detik. Untuk menerima data, mode harus diubah menjadi mode nibble atau byte. Mode nibble dapat menerima 4 bit (nibble) pada arah yang mundur, misalnya dari alat ke komputer. Mode byte menggunakan fitur bi-directional parallel untuk menerima 1 byte (8 bit) data pada arah mundur (Budiharto, 2004). Port paralel Extend dan Enhanced menggunakan hardware tambahan untuk membangkitkan dan mengatur handshaking. Untuk mengeluarkan 1 byte ke printer menggunakan mode kompatibilitas. Protokol EPP mempunyai 4 macam siklus transfer data yang berbeda yaitu : 1. Siklus baca data (data read) 2. Siklus baca alamat (address read) 3. Siklus tulis data (data write) 4. Siklus tulis alamat (address write)
12
Siklus data digunakan untuk mentransfer data antara host dan peripheral. Siklus alamat digunakan untuk mengirimkan alamat, saluran (channel) atau informasi perintah dan kontrol. Paralel port adalah port yang paling banyak digunakan dalam antar muka (interfacing) dengan berbagai macam peralatan eksternal. Secara umum port paralel terdiri dari 4 jalur kontrol (PC), 5 jalur status (PS) dan 8 jalur data (DP) seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Konektor DB25 merupakan konektor yang paling banyak dijumpai pada paralel port PC.
Gambar 1 Port parallel (DB25) pada personal computer (PC) tampak depan 2.6.1 Konfigurasi port paralel Paralel port adalah port yang paling banyak digunakan dalam interfacing dengan berbagai macam peralatan eksternal. Port paralel terdiri atas data port, status port, dan control port. Sinyal port paralel dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Port-port dalam Port Paralel Secara umum paralel port terdiri dari 4 jalur kontrol register, 5 jalur status register, dan 8 jalur data register. Hubungan pengkabelan yang umum digunakan
13
yaitu konektor tipe DB25 seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Konektor DB25 merupakan konektor yang paling banyak dijumpai pada port paralel PC, sedangkan konektor centronic dijumpai pada printer.
Gambar 3 Susunan pin eksternal soket DB25 female pada port paralel PC DB25 adalah konektor yang umum digunakan di komputer sebagai port paralel dan pada umumnya ditemukan di printer. DB25 memiliki 25 pin untuk koneksi ke perangkat keras lainnya. Sesuai IEEE 1284 bahwa standar yang digunakan dengan port paralel adalah tipe A yang merupakan konektor DB25 yang dapat ditemukan di hampir semua komputer. Secara lengkap nama-nama pin pada konektor port parallel (DB25) dapat dilihat pada Lampiran 5. 2.6.2 Pengaksesan dan pengalamatan port paralel Untuk
dapat
menggunakan
port
paralel,
harus
diketahui
alamat
komunikasinya. Base address LPT1 biasanya adalah 888 (378h) dan LPT2 adalah 632 (278h). Alamat tersebut adalah alamat yang umumnya digunakan, tergantung dari jenis komputernya. Tepatnya dapat dilihat pada peta memori tempat menyimpan alamat tersebut, yaitu memori 0000.0408h untuk base address LPT1 dan memori 0000.040Ah untuk base address LPT2. Dengan diketahui alamat dari port paralel, maka dapat ditentukan alamat DP, PC, dan PS. Alamat DP adalah base address dari port paralel tersebut, alamat PS adalah base address +1, dan alamat PC adalah base address +2. Tabel 2 memperlihatkan nama port dan alamat masing-masing port yang umum digunakan (Prasetia dan Widodo, 2004)
14
Port
Tabel 2 Nama port dan alamat register Nama Port Alamat Register LPT1 DP 378h/888 LPT1 PS 379h/889 LPT1 PC 37Ah/890 paralel atau port printer sebenarnya terdiri dari tiga bagian yang
masing-masing diberi nama sesuai dengan tugasnya dalam melaksanakan pencetakan pada printer. Tiga bagian tersebut adalah Port Data (Data Port, DP), Port Kontrol (Printer Control, PC), dan Port Status (Printer Status, PS). DP digunakan untuk mengirim data yang harus dicetak oleh printer, PC digunakan untuk mengirimkan kode-kode kontrol dari komputer ke printer, misalnya kode kontrol untuk menggulung kertas, dan PS digunakan untuk mengirimkan kodekode status printer ke komputer, misalnya untuk menginformasikan bahwa kertas telah habis. Dalam komunikasi data paralel, keseluruhan byte data dikirimkan secara bersamaan, data dikatakan ditangani secara parallel. Perangkat ini sering dipergunakan untuk mentransfer data antara komputer dengan peralatan lainnya, seperti sensor, aktuator, dan peralatan-peralatan lainnya. Namun komunikasi ini terbatas dalam melakukan transfer data antar komputer. Kadang terdapat peralatan yang memiliki dua atau lebih port 8-bit yang bisa diprogram untuk menerima ataupun mengirimkan data. 2.7 Sensor suhu dan kelembaban tipe SHT75 Sensor tipe SHT75 adalah sensor suhu dan kelembaban relatif (RH) dengan output digital. Adapun spesifikasi SHT75 ini adalah sebagai berikut: 1. Output digital dan telah terkalibrasi 2. Antarmuka: 2 wire serial 3. Suplai tegangan: 2,4–5,5 Vdc 4. Sensor kelembaban relatif dengan range: 0–100% RH, resolusi 0,03%RH, akurasi ± 2,0%RH Gambar 4 memperlihatkan bentuk fisik SHT75 yang merupakan sensor suhu dan kelembaban. Sensor SHT75 merupakan sensor digital untuk temperatur
15
sekaligus kelembaban pertama di dunia diproduksi oleh pabrik pembuatnya, Sensirion Corp. SHT75 merupakan sensor temperatur dan kelembaban khusus untuk memperoleh kualitas pengukuran yang baik dengan presisi tinggi.
Gambar 4 Sensor temperature dan kelembaban (SHT75) Sensor SHT75 adalah sensor terdiri atas 4 pin. Pin 1 disebut kaki SCK digunakan untuk serial clock input. Pada pin 1 diberi catu daya 5volt yang dihubung seri dengan resistor 10k. Hal ini sama untuk pin 4 yaitu pin DATA yang merupakan serial data bidirectional. Sedangkan pin 2 dan 3 masing-masing digunakan untuk sumber tegangan dan ground. Secara lengkap rangkaian untuk SHT75 diperlihatkan oleh Gambar 5.
Gambar 5 Rangkaian Sensor Suhu dan Kelembaban Relatif SHT75 2.8 Transmisi Data Dalam perangkat elektronik suatu informasi dapat dipindahkan dari satu perangkat ke perangkat lain. Umumnya komunikasi antar perangkat yang sering digunakan ada dua cara, yaitu paralel dan serial. Pengiriman data secara paralel adalah pengiriman data 1 byte data secara bersamaan melalui 8 jalur yang berbeda. Pada Gambar 6 memperlihatkan jenis port paralel atau yang biasa
16
disebut DB25 yang umumnya terdapat pada PC dan jenis port serial atau DB9 yang selalu ada pada PC ataupun notebook/laptop.
Gambar 6 Port Paralel (DB25) dan Port Serial (DB9) Komunikasi serial ialah pengiriman data secara bit per bit dan hanya melalui satu jalur. Serial memiliki kelebihan dalam jarak jangkau dan murah tetapi waktu transmisi yang lambat. Kelebihan dari komunikasi serial terdapat pada jarak jangkaunya. Karena hanya menggunakan satu jalur komunikasi, komunikasi serial memiliki biaya operasi yang sangat murah dari pada komunikasi data secara paralel. Konsekuensi dari komunikasi serial adalah waktu proses pengiriman datanya menjadi lebih lambat. 2.9 Pascapanen dan Kualitas Jagung Berdasarkan SNI Saat
panen yang dianggap tepat adalah jika jagung dengan tingkat
pemasakan (ripening) sudah mencapai kadar air 30%. Jagung yang dipanen pada kadar air tersebut telah dapat digunakan sebagai bahan pakan atau bahan industri, sedang jagung yang masih mudah dimanfaatkan untuk bahan sayur/dibakar. Jagung panen kadar air 30% telah layak untuk pangan maupun pakan ternak. Kadar air jagung yang siap untuk dipipil berada kisaran 30%–17%. Sedangkan kadar air kisaran 17%–12% dapat dikonsumsi atau disimpan (Suwardi dan Suarni 2001). Menurut Suprapto dan Arsana IGKD (1997) untuk tujuan konsumsi perbaikan penyimpanan jagung di tingkat petani dapat dilakukan dengan
17
menggunakan 1,0%–1,5% rimpang dringo karing (acrous calamus) berbentuk serbuka yang dicampur dengan bijian jagung atau 2,25% berbentuk batangan yang tidak dicampur pada penyimpanan jagung pipilan (kadar air awal 13% b.b., pengemas karung plastik) dengan cara penyimpanan tersebut tingkat kerusakan akibat hama gudang kurang dari 7%. Sedangkan penyimpanan jagung pipil kadar rendah (kurang dari 11%b.b.) dapat digunakan pengemas karung glangsi yang dilengkapi dengan kantong plastik PE (tebal 0,15mm). Cara ini efektif untuk menyimpan jagung selama 6 bulan dengan tingkat kerusakan akibat hama gudang sebesar 4%. Standar mutu yang harus dipenuhi jagung hasil pengeringan sebagai bahan baku pakan diperlukan untuk memberikan jaminan bagi petani penghasil dan jaminan mutu pakan ternak yang menggunakannya. Kandungan zat anti nutrisi/racun sampai dengan batas tertentu dalam jagung, tidak membahayakan bagi ternak yang memakannya, maupun bagi manusia yang mengkonsumsi hasil ternak tersebut. Sebagai acuan utama dalam pengeringan jagung digunakan untuk standar mutu adalah SNI 01-4483-1998. Tabel 3 adalah persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan yang harus dipenuhi berdasarkan SNI adalah sebagai berikut: Tabel 3 Persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan berdasarkan SNI 01-4483-1998 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Komposisi Kadar air (maksimum) Kadar protein kasar (minimum) Kadar serat kasar (maksimum) Kadar abu (maksimum) Kadar lemak (minimum) Mikotoksin a. Aflatoksin (maksimum) b. Okratoksin (maksimum) Butir pecah (maksimum) Warna lain (maksimum) Benda asing (maksimum)
Syarat Mutu 14 7.5 3.0 2.0 3.0
Satuan % % % % %
50 5.0 5.0 5.0 2.0
ppb ppb % % %