BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lamtoro
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Spesies
: Leucaena leucocephala
Nama umum Indonesia : Petai cina, Kemlandingan, Lamtoro, Lamtoro gung (Jawa), Peuteuy selong (http://www.plantamor.com). Lamtoro (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang biasa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman pagar atau tanaman peneduh dan kadang tumbah liar. Leucaena leucocephala merupakan tumbuhan berkayu (lignaceus) atau merupakan tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Tingginya mencapai 2-10 m, ranting berbentuk bulat silindris, dan ujungnya berambut rapat. Daunnya majemuk, menyirip genap ganda. Anak daun ukurannya kecil-kecil, terdiri dari 5-20 pasang, berbentuk bulat lanset, ujung runcing, tepi rata. Bunganya berbentuk bonggol yang bertangkai panjang berwarna putih kekuningan dan terangkai dalam karangan bunga majemuk. Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai, namun ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis.
Tumbuhan lamtoro juga disebut sebagai jenis tumbuhan serba guna dimana pohon dapat berfungsi sebagai kayu bakar, makanan ternak, peneduh dan pupuk hijau yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman (http://mekarsari. com).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum daun lamtoro mengandung unsur hara Nitrogen, Fosfor, dan Kalium (Sutanto, 2002). Semua unsur hara yang terkandung merupakan unsur hara essensial yang
sangat
dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Unsur hara makro sangat dibutuhkan untuk pertumbuhanpertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun, dan apabila ketersediaan unsur makro dan mikro tidak lengkap dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sutedjo, 1992).
2.2. Pupuk Organik
Pupuk organik berasal dari pelapukan sisa-sisa mahkluk hidup, seperti tanaman, hewan, dan manusia serta kotoran hewan. Pupuk ini umumnya merupakan pupuk lengkap karena mengandung unsur hara makro dan mikro meskipun dalam jumlah yang sedikit. Walaupun demikian, pupuk organik lebih unggul dibandingkan pupuk anorganik karena beberapa hal sebagai berikut : a. Memperbaiki struktur tanah. Bahan organik dapat mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar dan
remah sehingga tanah menjadi lebih
gembur. b. Menaikkan daya serap tanah terhadap air. Bahan organik dapat mengikat air lebih banyak dan lebih lama. c. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah. Jasad renik dalam tanah amat berperan dalam perubahan bahan organik. Dengan adanya pupuk organik, jasad renik tersebut aktif menguraikannya sehingga pupuk organik mudah diserap tanaman. d. Sumber makanan bagi tanaman. Walaupun dalam jumlah sedikit, pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap.
Pupuk organik yang telah umum dikenal masyarakat, yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau, dan pupuk burung/guano (Prihmantoro, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Humus dan Kompos 2.3.1. Humus Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang, dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme di dalam tanah dan cuaca diatas tanah. Ciri khas humus adalah berwarna hitam sampai cokelat tua sifatnya tidak berbeda dengan kompos, yaitu mudah mengikat dan merembeskan air, dan gembur. Itulah sebabnya humus sangat berguna untuk memperbaiki keadaan tanah yang tidak beres. Sayangnya humus sangat sulit dicari. Satu-satunya cara yang biasa digunakan ialah menanam pupuk hijau di lahan. Dengan membenamkan pupuk hijau di dalam tanah maka akan terjadi pembusukan sehingga membentuk humus. Pembentukan humus di alam berjalan dalam kondisi tidak terkendali. Mikroba aerobik dan anaerobik saling bergantian mengambil peran sesuai kondisi lingkungannya. Faktor utama yang menyebabkan pergantian kedua jenis bakteri tersebut adalah ada atau tidaknya oksigen. Hal inilah yang mengakibatkan jangka waktu pembentukan humus relatif lama (Lingga, 2008). 2.3.2. Kompos Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik alami yang banyak dikenal oleh petani. Istilah kompos lazim digunakan untuk pupuk organik yang berasal dari daun atau bagian tanaman lainnya. Setelah dilapukkan, daun atau bagian tanaman lain akan menjadi bahan yang berbeda dengan asalnya dan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Selain sisa tanaman, untuk membuat kompos dapat juga digunakan sampah kota atau sampah rumah tangga. Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu rendah. Cara membuat kompos sangat bervariasi. Namun, pada dasarnya cara pembuatannya sama, yaitu mengubah bahan-bahan yang bersifat organik menjadi bahan anorganik atau siap diserap tanaman. Terjadi perubahan pada bahan kompos tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau bakteri pembusuk.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan lengkap mengenai proses yang terjadi adalah sebagai berikut : a. Hidrat arang (selulosa, hemiselulosa dan lain-lain) diurai menjadi CO2 dan air atau CH4 dan H2 b. Zat putih telur diurai melalui amida-amida, asam-asam amino, menjadi amoniak, CO2 dan air c. Berbagai jenis unsur hara terutama N di samping P dan K dan lain-lain, sebagai hasil uraian, akan terikat dalam tubuh jasad renik dan sebagian yang terikat menjadi tersedia di dalam tanah. Apa yang terikat ini kelak akan dikembalikan ke dalam tanah setelah jasad-jasad renik mati. d. Juga ada unsur-unsur hara dari senyawa organik yang akan terbebas menjadi senyawa anorganik sehingga menjadi persediaan didalam tanah bagi keperluan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. e. Lemak dan lilin akan terurai menjadi CO2 dan air (Sigit, 2001). Akibat dari perubahan tersebut, berat dan volume kompos menjadi sangat berkurang. Sebagian besar senyawa organik akan hilang, menguap ke udara. Kadar senyawasenyawa N yang larut (ammoniak) meningkat (Murdandono, 1995). 2.3.1. Syarat Pembuatan Kompos a. Campuran kompos harus homogen agar kadar N dan kecepatan fermentasi dapat merata dan tetap. Oleh karena itu bahan mentah perlu dipotong-potong hingga menjadi bagian - bagian kecil. b. Temperatur awal harus tinggi untuk membunuh patogen, biji rumput – rumputan, lalat dan telurnya, serta larva hama lain beserta penyakit (cendawan) yang terbawa ke dalam tumpukan (Yuliarti, 2009). 2.3.2. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Nilai C/N bahan Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat. 2. Ukuran bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. 3. Jumlah mikroorganisme Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, aktinomycetes dan protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme kedalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat. 4. Kelembapan dan Aerasi Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 4060%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang
atau
mati.
Adapun kebutuhan
aerasi tergantung
dari proses
berlangsungnya pengomposan tersebut aerobik atau anaerobik. 5. Temperatur Temperatur optimal sekitar 30-500C (hangat). Bila temperatur terlalu tinggi mikroorganisme akan mati. Bila temperatur relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan. 6. Keasaman Keasaman atau pH dalam mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5-7,5 (Indriani, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Proses Pengomposan Campuran bahan yang sudah ditambah bioaktivator difermentasi dengan cara menutupnya dengan menggunakan terval dan membiarkannya selama 5-7 hari. Pada hari kedua dan ketiga, temperatur bahan kompos akan meningkat menjadi 40-600C. Jika temperatur meningkat, tumpukan bahan tersebut harus dibalik, kemudian ditutup lagi. Tiga hari kemudian temperatur akan turun kembali dan berangsur-angsur stabil. Jika temperatur sudah stabil, bahan tersebut sudah menjadi kompos dan siap dikemas atau digunakan (Sofian, 2006). 2.3.4. Mekanisme Pengomposan Ada dua mekanisme pengomposan yaitu aerob dan anaerob. Secara aerob oksigen dan air dibutuhkan untuk merombak senyawa organik dan mengasimilasi senyawa karbon, nitrogen, Posfor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesa protoplasma. Proses pengomposan aerob menghasilkan humus, CO2, dan asam organik yang memiliki bobot rendah seperti asam asetat, asam propinoat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat (Djuarnani, 2005). Reaksi – reaksi yang terjadi pada proses pengomposan yaitu : Reduksi sulfat : CH3CHOHCOOH + SO424 H2 + SO42-
2CH3COOH + H2S + 2OH2H2O + H2S + 2OH-
Reduksi karbon organik secara anaerobik : CH3COOH
CH4 + CO2
4CH3OH
3CH4 + CO2 + 2H2O bakteri
C6H12O6 C6H12O6
Kapang
3CH3COOH 2CH3CH2OH + 2CO2
Reduksi karbon dioksida : 2CH3CH2OH + CO2
2CH3COOH + CH4
4H2 + CO2
CH4 + 2H2O
4H2 + 2CO2
CH3COOH + 2H2O
Reaksi oksidasi sempurna :
Universitas Sumatera Utara
CH3COOH + 2O2
CO2 + 2H2O
2H2 + O2
CO2 + 2H2O
CH4 + 2O2
CO2 + 2H2O
(Judoamidjojo, 1992)
Reaksi aminasi : Protein
proses enzimatik
R – NH2 + HO
Senyawa asam amino kompleks + O2 + amina
hidrolisa enzim
R – OH + NH3 + energi
Reaksi amonifikasi : 2NH3 + H2CO3
(NH4)2CO3
2NH4+ + CO32-
Reaksi Nitrifikasi: NH4+ + O
NO2- + H2O + H+ + Energi
NO2 + O2
NO3- + Energi
(Sutedjo, 2002)
2.4. Manfaat Kompos
Kompos sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman. Kompos tidak hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Manfaat kompos bagi tanaman adalah :
-
Kompos memperbaiki struktur tanah
Kompos merupakan perekat pada butir – butir tanah dan mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melekukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit ditembus air dan udara, kini dapat menjadi gembur akibat mikroorganisme. Struktur tanah yang gembur sangat baik bagi tanaman.
Universitas Sumatera Utara
-
Kompos memberikan nutrisi bagi tanaman
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi dua golonngan. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti Nitrogen (N), Posfor (P), dan Kalium (K). Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit seperti Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Klor (Cl), Molibdenum (Mo), dan lain-lain.
-
Kompos meningkatkan kapasitas tukar kation
K apasitas tukar kation (KTK) adalah sifat kimia yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah.Tanah dengan KTK tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara daripada tanah dengan KTK rendah.
-
Kompos meningkatkan aktivitas biologi tanah
Kompos berisi mikroorganisme yang menguntungkan tanaman. Jika berada di dalam tanah, kompos akan membantu kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Selain berisi bakteri dan jamur dekomposer, keberadaan kompos akan membuat tanah menjadi sejuk, kondisi ini disenangi oleh mikroorganisme.
-
Kompos menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Tanah mempunyai pori-pori, yaitu suatu bagian yang tidak berisi bahan padat. Bagian yang tidak terisi ini akan diisi oleh air dan udara. Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air didalam tanah. Kompos dapat menahan erosi secara langsung.
-
Kompos meningkatkan unsur hara makro
Disamping unsur hara makro, kompos juga menyediakan unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan bagi tanaman.
Universitas Sumatera Utara
-
Kompos tidak menimbulkan masalah lingkungan
Pupuk kimia dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu dapat merusak keadaan tanah dan air, sedangkan kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan (Yuwono, 2006).
2.5. Bahan Organik Tanah
Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar atau daun yang kemudian dirombak oleh mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran maupun bangkai hewan. Secara kimiawi bahan organik tanah tersusun atas karbohidrat, protein, lignin dan sejumlah senyawa kecil seperti lemak, lilin dan sebagainya. Salah satu hasil perombakan bahan organik adalah humus, yang mempunyai kapasitas pengikatan unsur hara dan air yang sangat tinggi, meniliki kekhususan koloidal dan mampu mengikat air 80-90% dari berat keringnya, bandingkan dengan tanah liat yang hanya mengikat air 15-20%. Humus memberi warna tanah menjadi agak kehitaman dan sangat bermanfaat bagi pertanian karena mempengaruhi struktur tanah. Bahan organik dalam tanah sangat
berhubungan dengan kecepatan
pelapukannya. Bahan organik yang mempunyai C/N rasio rendah akan lebih cepat melapuk dibandingkan bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang tinggi. Dalam perombakan dan pelapukan oleh mikroorganisme itu akan membebaskan unsur-unsur penyusun bahan organik. Senyawa karbon yang ada misalnya, tidak teroksidasi semuanya dan dilepaskan tetapi sebagian diasimilasi dalam tubuh mekroorganisme. Kandungan bahan organik dalam tanah juga berpengaruh terhadap warna tanah, makin tinggi kandungan bahan organiknya maka warna tanah semakin kelam atau gelap. Selain kandungan bahan organik warna tanah juga dipengaruhi oleh kadar lengas atau tingkat pengikatan air, semakin lembab atau basah maka warnanya semakin gelap (Isnaini, 2006).
2.6. Penentuan C-Organik Dengan Metode Walkey Black
Material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan, dan organisme tanah, baik yang telah maupun yanng sedang mengalami dekomposisi. Material organik tanah
Universitas Sumatera Utara
yang tidak terdekomposisi menjadi humus yang berwarna coklat sampai hitam dan bersifat koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi dan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan. Terjadi reaksi ini karena adanya panas yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh C-organik menjadi warna hijau dari Cr3+ (Suin, 2002). Teknik penetapan C-organik yang paling standar adalah oksidasi bahan organik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut metode Walkey dan Black. Dalam prosedurnya Kalium dikromat (K2Cr2O7) dan asam sulfat (H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam pospat (H3PO4) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : 2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+
4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O
Prosedur dari Walkey dan black ini sangat luas digunakan, sederhana, cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60% - 75% (Zimmerman, 1997). 2.7. Nitrogen Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion amonium (NH4-). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air. Arah pencucian menuju lapisan dibawah daerah perakaran sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya, ion amonium bermuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan positif, ion amonium tidak mudah hilang oleh proses pencucian. Nitrogen dapat kembali ke tanah melalui pelapukan sisa makhluk hidup (bahan organik). Nitrogen yang berasal dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
oleh tanaman setelah melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tahap reaksi tersebut sebagai berikut : - Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino.Tahap ini disebut reaksi aminasi - Perubahan asam amino menjadi senyawa-senyawa amonia (NH3) dan Amonium (NH4+). Tahap ini disebut amonifikasi - Perubahan senyawa amonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri Nitrosomonas dan nitrosococus. Tahap ini disebut reaksi nitrifikasi. Proses pengurain protein secara enzimatik menjadi amonium dilakukan oleh mikroba heterotropik. Amonium merupakan ion tersedia sehingga jika tidak diakumulasi tanaman atau mikroba maka akan hilang melalui pencucian dan volatilisasi dalam bentuk gas amonia, atau mengalami nitrifikasi yang menghasilkan nitrit (NO2-) yang merupakan anion toksit, dilakukan oleh nitrosomonas sp, kemudian dilanjutkan ke nitrasi yang menghasilkan nitrat (NO3-) yang juga tersedia merupakan N tersedia oleh bakteri nitrobacter sp (Hanafiah, 2005). 2.8. Nisbah C/N Nisbah Carbon dan Nitrogen (nisbah C/N) sangat penting dalam memasok hara yon ang diperlukan mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen diperlukan untuk membentuk protein. Mikroorganisme akan membentuk protein. Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaan karbon. Bila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3 dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila ketersediaan karbon berlebih (C/N>40) jumlah nitrogennya sangat terbatas sehingga menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi menjadi terhambat karena kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2. Nisbah C/N yang
Universitas Sumatera Utara
cukup besar juga menunjukkan sebagai bahan bakar yang sukar terdekomposisi, sedangkan nisbah C/N rendah relatif menunjukkan persentase yang lebih besar daripada bahan yang mudah terdekomposisi (Sutanto, 2002). Bila bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi tidak dikomposkan terlebih dahulu (langsungb diberikan ketanah) maka proses penguraiannya akan terjadi di tanah, ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan segar dalam tanah biasanya berjalan cepat karena kandungan air dan udaranya cukup. Akibatnya, CO2 dalam tanah meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman. Bahkan, untuk tanah ringan dapat mengakibatkan daya ikatnya terhadap air semakin kecil serta srtuktur tanahnya menjadi kasar dan berserat (Lingga,2004). Nisbah C/N bahan organik merupakan indikator ketersediaan hara yang dikandunganya, N-mineral hanya tersedia bagi tanaman apabila nisbah ini skitar 20 : 1 atau lebih kecil lagi, nisbah yang lebih besar menunjukkan bahwa N-mineral hanya cukup atau malahan lebih rendah ketimbang yang dimobilisasi oleh mikroba dekomposer untuk perkembangan dan aktivitasnya. Fenomena inilah yang menyebabkan sering terjadinya defisiensi atau tidak efisiennya pemupukan N di lapangan apabila kita memberikan bahan organik bernisbah C/N tinggi. Nisbah C/N bahan organik yang ideal adalah yang mendekati C/N tanah subu, yaitu 10 : 1 (Hanafiah, 2005).
2.9. Penentuan Nitrogen Dengan Metode Kjehldahl
Cara ini terutama penting dalam penentuan kadar protein. Pada dasarnya, bahan dasarnya, bahan dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut tahap digestion. Disini nitrogen diubah menjadi ammonium. Pada tahap berikutnya, larutan ditambah basa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH3 tersebut, kemudian destilat dititrasi dengan NaOH baku untuk menentukan kelebihan asam.
Universitas Sumatera Utara
Selisih HCl yang ditambahkan dengan yang dititrasi merupakn jumlah yang diikat NH3 sehingga dapat dihitung sebagai NH3 yang terdestilasi dan dengan demikian N di dalam analit. Reaksi – reaksi : a. Protein + oksidator
NH4+ + CO2 + H2O + lain-lain
(digestion) b. NH4+ + OH-
NH3
c. NH3 + HCl berlebih
NH4Cl ( penampungan )
d. HClsisa + NaOH
NaCl + H2O ( titrasi )
+ H2O ( destilasi )
atau : e. NH3 + H3BO4
NH4H2BO4 ( penampungan )
f. NH4H2BO4 + HCl
H3BO4 + NH4Cl ( titrasi )
(Harjadi, 1993). 2.10. Posfor Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO4-2 dan PO4-2, atau tergantung dari nilai pH tanah. Posfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber posfor di dalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan posfor. Pasalnya, sebagian besar posfor terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut di dalam air. Mungkin 1% posfor yang dapat dimanfaatkan tanaman. Selain pH, faktor lain yang menentukan pasokan posfor pada tanah adalah sebagai berikut : -
Aerasi. Ketersedian oksigen didalam tanah (aerasi) diperlukan untuk meningkat pasokan posfor lewat proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Pada tanah yang padat atau tergenang air, penyerapan posfor dan unsur-unsur lainnya akan terganggu.
- Temperatur. Secara langsung temperatur dapat meningkatkan atau menurunkan ketersedian posfor. Pada temperatur yang relatif hangat, ketersediaan posfor
Universitas Sumatera Utara
akan meningkat karena proses perombakan bahan organik juga meningkat. Ketersediaan posfor menipis pada suhu rendah. - Bahan
organik.
Sebagian
posfor
yang
mudah
larut
diambil
oleh
mikroorganisme tanah pada pertumbuhannya. Posfor ini akhirnya akan diubah menjadi humus. Karena itu, untuk menyediakan cukup posfor, kondisi tanah yang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme tanah perlu dipertahankan. - Unsur hara lain. Tercukupinya jumlah unsur hara lain dapat meningkatkan penyerapan
posfor.
Ammonium
yang
berasal
dari
nitrogen
dapat
meningkatkan penyerapan posfor. Kekurangan unsur hara mikro dapat menghambat respon tanaman terhadap pemupukan posfor. Pemupukan posfor dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Posfor merangsang pertumbuhan bunga, buah dan biji. Bahkan mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat biji menjadi lebih bernas. Pemupukan posfor sangat diperlukan oleh tanaman yang tumbuh didaerah dingin, tanaman dengan perkembangan akar yang lambat atau terhambat, dan tanaman yang seluruh bagiannya dipanen. Jika terjadi kekurangan posfor, tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan sebagai berikut : - Perkembangan akar terhambat - Gejala pada daun sangat beragam, beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua mengilap yang tidak normal. - Pematangan buah terhambat - Perkembangan dan warna buah buruk - Biji berkembang tidak normal.
Universitas Sumatera Utara
2.11. Kalium Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tanah, ion tersebut bersifat sangat dinamis. Tak mengherankan jika mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH rendah, dari ketiga unsur hara yang paling banyak diserap oleh tanaman (N,P,K), kaliumlah yang jumlahnya paling melimpah di permukaan bumi. Dalam hal ini dapat pula ditegaskan bahwa kalium berperan membantu : - pembentukan protein dan karbohidrat - Mengeraskan jerami dan bagian kayu dari tanaman - Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit - Mengaktifkan sejumlah besar enzim yang berperan penting dalam metabolisme tanaman - Meningkatkan kualitas biji/buah (Novizan, 2002). Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil, internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan seperti hangus (scorch), tepi daun melekuk kebawah yang dimulai dari daun terbawah, tanaman mudah rebah dan retan terhadap serangan penyakit, serta produksi buah menurun yang diikuti dengan penurunan kualitas. Selian itu, tanaman menjadi rentan terhadap kelebihan amonium dengan gejala klorosis atau berbintik hitam yang tersebar di permukaan daun, khususnya pada tanaman dikotil. Pada tanaman monokotil, ujung dan tepi daun mengering (Sutiyoso, 2003). 2.12. Rumen Sapi Lambung ruminansia terdiri atas empat bagian antara lain: rumen, retikulum, omasum dan obomasum. Rumen merupakan bagian lambung yang terbesar pada hewan dewasa dan menempati sebagian besar ruang perut sebelah kiri. Rumen mengandung berjutajuta mikroorganisme bercampur dengan makanan dan air. Mikroba dalam rumen terdiri atas tiga kelompok yaitu bakteri, protozoa dam fungi.
Universitas Sumatera Utara
2.12.1. Bakteri Rumen Dilihat dari fungsinya, bakteri dalam rumen terdiri atas beberapa kelompok bakteri yang berperan dalam memfermentasikan bahan makanan ialah : a. Kelompok Pencerna Selulosa Bakteri ini menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida β 1,4, selulosa dan dimer selobiosa. Sepanjang yang diketahui tak satupun hewan yang mampu memproduksi enzim selulosa sehingga pencernaan selulosa sangat tergantung pada bakteri yang terdapat disepanjang saluran perncernaan. Beberapa bakteri selulolitik antara lain adalah Bacteriodes succinogenes, Ruminicoccus flavefaciens, Ruminicoccus albus, Cillobacterium cellulosolvens. b. Kelompok Bakteri Pencerna Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan struktur polisakrida yang penting dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisis selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa sedangkan mikroorganisme yang mampu menghidrolisa hemiselulosa belum tentu mampu menghidrolisa selulosa. Bakteri yang mencerna hemiselulosa ialah Butyrivibrio fibrisolvens, Lachnospira multiparus, dan Bactroides ruminicola. c. Kelompok Pencerna Pati Pada ruminansia tidak terlalu banyak mikroorganime amilolitik dalam rumen. Bakteri amilolitik akan menjadi dominan dalam jumlahnya apabila makanan mengandung pati tinggi. Bakteri amilolitik yang terdapat dalam rumen antara lain : Bacteroides amylophillus, Bacteroides ruminicola, Bacteroides alactacidigens, Butyrivibrio fibrisolvens. Beberapa kelompok bakteri lain adalah kelompok bakteri pemakai gula, bakteri proteolitik, bakteri methanogenik, bakteri lipolitik dan bakteri pembentuk amonia.
Universitas Sumatera Utara
2.12.2. Protozoa Rumen Protozoa rumen umumnya adalah ciliata, namun terdapat pula beberapa spesies flagellata yang berukuran kecil. Ciliata merupakan non patogen dan anaerobic michroorganism. Dari hasil serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa diduga ciliata mempunyai peranan sebagai sumber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak ruminansia. 2.12.3. Fungi Rumen Beberapa spesies fungi telah ditemukan dalam rumen. Signifikansi fungi dalam proses pencernaan atau habitat ekologi belum ditemukan dengan baik seperti pada bakteri. Beberapa fungi tidak melakukan pencernaan, namun terbawa serta dalam pakan. Beberapa spesies fungi telah diketahui mencerna serat kasar dan lignin misalnya Pleurotus sajor-keju, Pleurotus florida atau Pleurotus ostreatus. Fungi rumen sangat menarik karena dapat memanfaatkan enzim dengan variasi yang luas. Diantara enzim yang sangat potensial dihasilkan oleh fungi ialah xylanase yang dapat mendegradasi cellulose dan hemicellulose sangat sempurna (Sembiring, 2010). Pengembangbiakan mikroorganisme yang berasal dari rumen sapi sebagai aktivator dapat dilakukan dengan mendidihkan gula jawa atau gula pasir dengan air secukupnya. Setelah gula mencair ditambah dengan bekatul/dedak dan terasi dan diaduk sampai rata, kemudian didinginkan. Setelah benar-benar dingim ditambah dengan rumen dan diaduk sampai rata, serta ditutup rapat selama dua hari. Pada hari ketiga diaduk selama kurang lebih 10 menit, dan pada hari keempat campuran tersebut sudah bisa digunakan sebagai aktivator secara langsung (Isniani, 2006). Keunggulan penggunaan rumen sapi antara lain : dapat dibuat sendiri, bahan tersedia dan mudah didapatkan, peralatan cukup sederhana, sangat berguna bagi petani (http://anangpasi.com).
Universitas Sumatera Utara