BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Seperti DSM-III-R, DSM-IV penulisan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif mayor secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan depresi (depression-related diagnoses). Dan juga menuliskan deskriptor keparahan untuk episode depresif mayor. Suatu perubahan yang jelas telah dibuat dari DSM-IIIR ke DSM-IV. Nama gangguan telah di ubah dari depresif mayor menjadi gangguan depresif mayor. Perubahan lain dalam DSM-IV adalah penambahan suatu kriteria bahwa gangguan telah menyebabkan gangguan sosial dan pekerjaan atau telah menyebabkan penderitaan yang lebih berat bagi pasien. DSM-III-R tidak memasukkan kriteria tersebut karena dianggap bahwa adanya gejala saja tidak menjamin bahwa gangguan atau penderita tersebut ada. Penelitian telah menyatakan hal tersebut tidak begitu, dengan demikian, kriteria sekarang telah secara resmi dimasukkan (Sadock & Sadock, 2007) .
Dengan ciri psikotik. Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif mayor mencerminkan penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk. Klinis dan peneliti telah memisahkan penyakit depresif bersama suatu rangkaian psikotik-neurotik. Suatu tinjauan kepustakaan yang membandingkan gangguan depresif mayor psikotik dan nonpsikotik menyatakan bahwa kedua keadaan tersebut adalah berbeda dalam patogenesisnya. Suatu perbedaan adalah bahwa gangguan bipolar I adalah lebih sering pada keluarga penderita depresi psikotik dibandingkan dengan keluarga penderita depresi nonpsikotik. Gejala psikotik sendiri seringkali dikategorikan sebagai suatu mood (moodcongruent)-yaitu dalam kesesuaian dengan gangguan mood. atau tidak sesuai mood
Universitas Sumatera Utara
(mood-incongruent)-yaitu,
tidak dalam kesesuaian dengan gangguan mood.
Walaupun pasien gangguan mood dengan psikosis dengan psikosis sesuai mood menderita gangguan mood tipe psikotik, pasien gangguan mood dengan gejala psikotik tidak sesuai mood secara bervariasi digolongkan. Sebagai menderita gangguan skizoafektif atau subtipe skizofrenia atau kesatuan diagnostik yang berbeda. Gangguan depresif mayor, episode tunggal. DSM-IV menyebutkan : a. adanya episode depresif berat tunggal b. episode depresif tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan di tempat lain. c. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik.
Perbedaan antara pasien pasien yang menderita episode tunggal gangguan depresif mayor dan pasien yang memiliki dua atau lebih episode gangguan depresif mayor adalah ditekankan karena katidakpastian perjalanan penyakit pasien yang hanya menderita satu episode ( Sadock & Sadock, 2007).
2.2 Gambaran Klinis Episode depresif Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa, dalam kesedihan, atau tidak berguna. Bagi pasien mood depresi seringkali memiliki kualitas yang terpisah yang membedakannya dari emosi normal kesedihan atau duka cita. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu rasa
Universitas Sumatera Utara
nyeri emosional yang menderita sekali. Pasien terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis, suatu gejala yang menghilang saat mereka membaik. Kira-kira dua per tiga dari semua pasien terdepresi merenungkan bunuh diri, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Tetapi pasien terdepresi kadang-kadang tampak tidak menyadari depresinya dan tidak mengeluh suatu gangguan mood, walaupun mereka menunjukkan penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang sebelumnya menarik diri mereka. Hampir semua pasien terdepresi (97%) mengeluh adanya penurunan energi yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas, sekilah dan pekerjaan, dan penurunan motipasi untuk mengambil proyek baru. Kira-kira 80% pasien mengeluh sulit tidur, khususnya terbangun pada dini hari (yaitu, insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari, selama mana mereka mungkin merenungkan masalahnya. Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Tetapi beberapa pasien mengalami peningkatan nafsu makan, penambahan berat badan, dan tidur yang bertambah. Pasien tersebut di klisifikasikan di dalam DSM-IV sebagai memiliki ciri atipikal dan juga dikenal sebagai memiliki disforia histeroid. Pada kenyataannya, kecemasan merupakan geja yang sering pada depresi, yang mengenai sebanyak 90% pasien depresi. Berbagai perubahan didalam asupan makanan dan istirahat dapat memperberat penyakit medis yang menyertai, seperti diabetes,hipertensi, penyakit paru-paru obstruktif kronis, dan penyakit jantung. Gejala pegetatif lainnya adalah menstruasi yang tidak normal dan penurunan minat dan kinerja di dalam aktifitas seksual.masalah seksual dapat menyebabkan rujukan yang tidak tepat, seperti kepada konseling perkawinan dan terapi seks, jika klinisi gagal mengenali gangguan depresif yang mendasari. Kecemasan (termasuk serangan panik), penyalahgunaan alkohol, dan keluhan somatik (seperti konstipasi dan nyeri kepala) sering kali mempersulit pengobatan depresi. Kira-kira 50% dari semua pasien menggambarkan suatu pariasi diurnal dari gejalanya, dengan suatu peningkatan keparahan di pagi hari dan gejala meringan di
Universitas Sumatera Utara
malam hari. Gejala koknitif adalah laporan subjektif yang berupa ketidak mampuan berkonsentrasi (84% pasien didalam satu penelitian) dan gangguan dalam berpikir (67% pasien pada penelitian lain) ( Sadock & Sadock, 2007).
2.3. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya depresi atau meningkatkan risiko terkena depresi 2.4. Faktor Fisik 2.4.a Faktor Genetik Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi berat memiliki risiko lebih besar menderita gangguan depresi daripada masyarakat pada umumnya. Gen ( kode biologis yang diwariskan dari orang tua ) berpengaruh dalam terjadinya depresi, tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorangpun peneliti yang mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja. Dan tidak ada bukti langsung bahwa ada penyakit depresi yang disebabkan oleh faktor keturunan ( McKenzie, 1999 ).
2.4.b Susunan Kimia Otak dan Tubuh Diketahui bahwa stres dapat melemahkan respon imunitas atau kekebalan tubuh. Masalah emosional akan merangsang hipotalamus dalam otak. Lalu hipotalamus akan merangsang kelenjar pituitary ( kelenjar lendir ) kemudian pituitary ini akan merangsang kelenjar adrenal. Dan adrenal mulai mengeluarkan semacam hormon,
yang
dinamakan glukokortikoid, dalam jumlah besar.
Kelebihan
glukokortikoid inilah yang menyebabkanterjadinya kerusakan. Dibawah pengaruh glukokortikoid ini, seseorang tidak cukup banyak antibodi (McQuade & Aikman, 1991).
2.4.c Faktor usia Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia
Universitas Sumatera Utara
tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting. Yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-44 tahun (Wilkinson, 1995).
2.4.d Gender Data yang dihimpun oleh World Bank menyebutkan prevalensi terjadinya depresi sekitar 30% terjadi pada wanita dan 12,6% dialami oleh pria (Desjarlais, 1995). Lebih banyaknya jumlah wanita tercatat mengalami depresi bisa juga disebabkan oleh pola komunikasinya. Menurut (Pease & Pease, 2001), pola komunikasi wanita berbeda dengan pria. Jika seorang wanita mendapat masalah, maka wanita tersebut ingin mengkomunikasikannya dengan orang lain dan memerlukan dukungan/bantuan orang lain, sedangkan pada pria cenderung untuk memikirkannya sendiri hingga mendapat jawaban atas masalahnya, pria juga jarang menunjukkan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan sedang pada pria jarang diketahui.
2.4.e Penyakit Fisik Penelitian ( Starkstein, 1990 ) menunjukkan bahwa dari 105 penderita penyakit parkinson, 21% mengalami depresi berat dan 20% mengalami depresi ringan, sisanya tidak depresi.
2.4.f Obat-obatan Menurut ( McKenzie, 1999 ) ada beberapa obat yang menyebabkan depresi yaitu: •
Obat anti parkinson
Universitas Sumatera Utara
•
Obat anti tekanan darah tinggi
•
Obat anti malaria
•
Pil kontrasepsi ( kontrasepesi yang digabung dan kemungkinan pada pil progesteron saja ).
2.4.g Obat-obatan terlarang Menurut ( Brees, 2008 ) beberapa obat-obatan terlarang yang menimbulkan depresi yaitu: •
Marijuana/ganja
•
Heroin/putaw
•
Kokain
•
Ekstasi
•
Meth/sabu-sabu
2.5. Faktor Psikologis 2.5. a Kepribadian Ada individu-individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatip, pesimis, juga tipe kepribadian introvert ( Retnowati, 1990; Culbertson, 1997 ).
2.5.b Pola Pikir McWilliam dan Bloomfield ( 2008 ) mengatakan seseorang dengan pikiran negatip dapat mengembangkan kebiasaan buruk dan perilaku yang merusak diri sendiri. Diantara gaya hidup yang negatif dapat menyebabkan atau memperparah depresi: •
Makan terlalu banyak
•
Penyalahgunaan obat-obatan
•
Alkoholisme
•
Merokok
Universitas Sumatera Utara
•
Pecandu judi
•
Mengutil/mencuri di toko
•
Gangguan seksual
•
Workaholisme ( kecanduan kerja ) ( McWilliam, 2008 ).
2.5.c Harga Diri Orang yang mempunyai harga diri tinggi menurut ( Berne dan Savari, 1994 ) adalah orang yang mengenal dirinya sendiri dengan segala keterbatasannya, merasa tidak malu atas keterbatasannya yang dimiliki, memandang keterbatasan dengan suatu realitas dan menjadikan keterbatasan itu sebagai tantangan untuk berkembang.
2.5.d Stres Beberapa orang lebih mampu menanggulangi stres daripada yang lain dan apa yang membuat stres seseorang belum tentu mengganggu yang lain (McKenzie, 1999)
2.5.e Lingkungan Keluarga •
Kehilangan orang tua ketika masih anak-anak
•
Jenis pengasuhan
•
Penyiksaan fisik dan seksual ketika masih kecil
2.5.f Penyakit Jangka panjang Penelitian (Von Korff 1992) menunjukkan pasien medis yang mengalami ketikmampuan fisik dan memerlukan perawatan beresiko terkena depresi berat.
2.6. Pentingnya Olahraga Bagi Seseorang Agar Tidak Terkena Depresi Olahraga merupakan putualangan tubuh dan jiwa manusia menuju suatu kesatuan yang harmonis. Latihan olahraga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latihan
Universitas Sumatera Utara
aerobik dan anaerobik. Latihan anaerobik dilakukan tanpa mengonsumsi oksigen yang tinggi dalam setiap detak jantung. Contohnya pada saat pushup adakalanya kita menahan nafas selama beberapa detik sementara jantung kita terus nerdetak (Leonard dalam Gunarsa, dkk, 1999). Latihan aerobik adalah latihan dengan menggunakan oksigen. Artinya bahwa seseorang mengonsumsi volume oksigen yang tinggi setiap detak jantung selama melakukan kegiatan olahraga. Jadi olahraga aerobic bukan hanya senam aerobik tetapi banyak jenis olahraga lain seperti jogging, bersepeda, berenang, jalan cepat, dan lari lintas alam yang merupakan bentuk-bentuk pilihan olahraga yang dapat meningkatkan harapan hidup yang lebih lama dan untuk hidup sehat ( Dinata, 2003). Pribahasa yang berbunyi ‘ mens sana in corpore sano ‘ yang menyatakan didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, sampai sekarang ini masih banyak digunakan dalam penelitian mengenai olahraga, hubungan antara tubuh dan jiwa juga diperkuat oleh pemberitaan di berbagai media mengenai olahraga dan kebugaran pisik yang dapat melindungi kita dari stress dan bahaya yang di timbulkan terhadap kesehatan (Kremer dan Deidre, 1994). Olahraga dapat membantu individu mengatasi stres, depresi ringan dan memperbaiki mood. Olahraga berhubungan negatif dengan depresi dan kecemasan artinya dengan berolahraga secara teratur maka depresi dan kecemasan semakin menurun sebagian studi menunjukkan bahwa orang yang berolahraga atau yang memiliki tubuh yang bugar mengalami kecemasan, depresi dan tekanan hidup lebih
Universitas Sumatera Utara
kecil dari pada mereka yang tidak berolahraga (Bryant, psikolog olahraga di ACE dalam Lubis dan Simanjuntak). Kuesioner Kebiasan Berolahraga Olahraga merupakan gaya hidup, Olah raga dan keadaan fisik yang fit dapat melindungi seseorang dari stres, depresi, dan tekanan hidup yang lebih kecil dari pada mereka yang tidak berolahraga. Fakta-fakta yang ingin di ungkap dalam kuesioner ini adalah mengenai kebiasaan berolahraga serta identitas diri lainnya dari subyek penelitian ini di buat berdasarkan tahapan prilaku berolahraga (Stage of Exercise Scale/SES) yang dibuat oleh Cardinal ( dalam Cox, 2002). Tahapan tersebut terbagi dalam lima bagian antara lain: a. Saya sudah berolahraga secara teratur dalam enam bulan dan masih melanjutkannya. b. Saya hanya berolahraga secara teratur selama enam bulan dan tidak melanjutkannya. c. Saya berolahraga secara tidak teratur. d. Saya tidak berolahraga tetapi berpikir untuk mulai berolahraga selama enam bulan kedepan. e. Saya tidak berolahraga dan tidak berencana untuk berolahraga selama enam bulan kedepan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
PASIEN DEPRESI
SES
KEBIASAAN BEROLAHRAGA
3.2 Defenisi Operasional 3.2.1 Kebiasaan adalah Sesuatu yang biasa dilakukan secara berulang-ulang.
3.2.2 Olahraga merupakan putualangan tubuh dan jiwa manusia menuju suatu kesatuan yang harmonis. Latihan olahraga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latihan aerobik dan anaerobik.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Pasien adalah Seseorang yang mendapat perawatan medis.
3.2.4 Depresi adalah Suasana perasaan tertekan (depressed mood) yang dapat merupakan suatu diagnosis penyakit atau sebuah atau respons dari kondisi penyakit lain dan stress terhadap lingkungan. Depresi ditandai dengan perasaan depresi atau hilangnya minat terhadap suatu hal atau kesenangan, disertai dengan perubahan selera makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas psikomotor; menurunnya energi; perasaan tidak berguna atau rasa bersalah; kesulitan dalam berpikir; pikiran berulang tentang kematian atau ide bunuh diri, rencana bunuh diri bagkan percobaan bunuh diri. Gejala-gejala tersebut dialami lebih dari 2 minggu (American Psychiatric association /APA, 1994 ).
Universitas Sumatera Utara