BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tumbuhan Hidrilla
Tumbuhan hidrilla
merupakan tumbuhan air yang berasal dari daerah Asia
beriklim tropis. Tumbuhan hidrilla adalah tumbuhan yang mempunyai daya penyebaran yang sangat cepat dan merupakan tumbuhan liar. Dimanapun tumbuhan ini berada akan menyebabkan kerugian yang sangat besar,karena interferensinya terhadap penggunaan daerah perairan, menggantikan komunitas tumbuhan aquatik yang lainnya, dan memberikan dampak yang sangat merugikan terhadap ekosistem perairan.
Hidrilla merupakan tumbuhan yang memiliki bentuk yang bervariasi dan kelihatannya tergantung pada kondisi pertumbuhannya. Tanaman ini umumnya tumbuh didasar danau, walaupun terkadang bagian dari tumbuhan ini terputus namun akan dapat tetap bertahan dengan cara mengapung. Cabang dari tumbuhan ini sangat jarang pada masa pertumbuhan, dan akan bercabang ketika ujungnya telah sampai kepermukaan air, dan akan semakin bertambah banyak.
Daun hidrilla mempunyai lebar 2-4 mm, dan panjangnya 6-20 mm, dan tumbuhan ini biasanya tumbuh pada sedimen yang kaya akan bahan organik menyebabkan warna menjadi merah kecoklatan, dan dapat berubah warna menjadi hijau karena adanya sinar matahari yang menghasilkan zat hijau daun.
2.1.1. Penyebaran Tumbuhan Hidrilla
Kita ketahui bahwa tumbuhan hidrilla berasal dari Asia beriklim tropis, tetapi tumbuhan ini tumbuh juga di daerah Eropa, Australia, Amerika, dan Afrika Selatan. Hidrilla ditemukan di Amerika serikat pada tahun 1960-an di daerah Florida dekat kanal Miami. Penyebarannya sangat cepat diseluruh wilayah Florida. Pada awal tahun 1970-an tumbuhan ini membuat mayoritas badan air tertutup di seluruh wilayah perairan Miami.
Universitas Sumatera Utara
Pada 1988 Departemen Sumber Daya Alam Florida memperkirakan lebih dari 20.000 ha dari perairan diwilayah Florida terdapat tumbuhan hidrilla, hidrilla selanjutnya menyebar di Florida, dan pada tahun 1995 lebih dari 40.000 ha wilayah perairannya dipenuhi oleh tumbuhan ini, dimana perairan ini pada umumnya adalah perairan umum.
Habitat pertumbuhan dari hidrilla memungkinkan untuk berkompetensi secara efektif dengan adanya sinar matahari, hal ini dapat mempercepat petumbuhannya sampai kira-kira 1 inci perhari dan tumbuh sampai mendekati permukaan air. Pada permukaan air cabangnya tumbuh sangat banyak dan menghasilkan batang yang sangat kuat dibanding tumbuhan perairan lainnya. Hidrilla mampu menyerap cahaya matahari dan mampu bersaing dengan tumbuhan lainnya serta mampu juga menggunakan nutrisi secara efisien. Jaringan hidrilla terdiri dari 90% air, oleh karena itu tumbuhan ini dapat berkembang biak sekalipun dengan persediaan nutrisi esensial yang terbatas seperti karbon, nitrogen, dan fospor. Hidrilla mampu tumbuh dibawah kondisi range kimia yang sangat lebar. Hal ini pada umumnya di temukan pada danau yang rendah nutrisi hingga yang tinggi nutrisi. Tumbuhan ini juga dapat bertahan hidup pada salinitas 7% pada air laut dan dapat juga bertahan pada range pH yang lebar. Hidrilla dapat beradaptasi dengan level sinar matahari yang sangat rendah untuk fotosintesis, hal ini berarti hidrilla dapat melakukan fotosintesis lebih awal pada pagi hari sehingga berhasil bersaing dengan tumbuhan yang lainnya. (http://plants.fas.u.f.l.edu/hydcric.html)
2.2.
Unsur-Unsur Hara Penyusun Tanaman
Hasil penelitian para ahli telah menunjukkan bahwa tanaman terdiri dari air sebanyak 90% dan bahan kering sebesar 10%. Bahan kering terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yakni: -
karbon sekitar 47%
-
Hidrogen sekitar 7%
-
Oksigen sekitar 44%
-
Nitrogen sekitar 2%.
Universitas Sumatera Utara
Bahan anorganik yang terkandung didalamnya adalah mineral atau abu, dan berdasarkan hasil analisa terdiri dari sekitar 50 elemen atau unsur. 2.2.1. Unsur-Unsur Hara Makro
a. Karbon, Oksigen, dan Hidrogen. 1. Karbon Penting sebagai pembangun bahan organik, karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik, Karbon diambil tanaman berupa CO2, sumber karbon banyak di udara.
2. Oksigen Terdapat dalam bahan organik dan termasuk pembangun bahan organik, diambil dalam bentuk karbon dioksida dan air. Sumbernya tidak terbatas.
3. Hidrogen Merupakan elemen pokok pembangun bahan organik, bersumber dari air, sumbernya tidak terbatas.
b. Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara utama dari pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan tanaman.
Fungsi Nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman 2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau. Kekurangan Nitrogen menyebabkan klorosis (pada daun muda berwarna kuning pucat). 3. Meningkatkan kadar protein dalam tanaman. 4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan.
Universitas Sumatera Utara
5. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah.(Mulyadi.M, 2002)
Nitrogen merupakan unsur hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3- dan NH4+ dari tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah 2%-4% berat kering. Dalam tanah, kadar nitrogen sangat bervariasi, tergantung pada pengelolaan penggunaan tanah tersebut. Ada dugaan bahwa senyawa organik, misalnya asam nukleat dan asam amino larut, dapat diserap langsung oleh tanaman. Tetapi keberadaan kedua senyawa tersebut dalam tanah dianggap kecil jika dibandingkan dengan keperluan tanaman. Menurut Mengel dan kirkby (1987), pada pH rendah, nitrat di serap lebih cepat dibanding dengan ammonium, sedangkan pada pH netral kemungkinan penyerapan keduanya seimbang. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya persaingan anion OH- dengan anion NO3-, sehingga penyerapan nitrat sedikit terhambat.
Ammonium dalam kadar yang tinggi dapat meracuni tanaman. Hal ini disebabkan oleh adanya amoniak (NH3) yang terbentuk dari ammonium. Bagian tanaman yang berwarna hijau mengandung N-protein terbanyak dan meliputi 70%-80% dari total N tanaman. Nitrogen asam nukleat terdapat sekitar 10% dan asam amino terlarut hanya sebanyak 5% dari total dalam tanaman.
Pemupukan dengan nitrogen akan menaikkan hasil produksi tanaman, kadar protein dan kadar sukrosa serta menaikkan patinya. Hasil assimilasi CO2 diubah menjadi karbohidrat, ini akan disimpan dalam jaringan tanaman. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif, pemupukan dengan nitrogen harus diimbangi dengan pemupukan unsur yang lain. Pembentukan senyawa N-organik tergantung pada keseimbangan ion-ion lain, termasuk Mg untuk pembentukan klorofil dan ion pospat untuk sintesis asam nukleat. Penyerapan nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian nitrogen dibawah optimal menyebabkan naiknya assimilasi ammonia dan kadar protein didalam daun, tetapi sering dianggap menyebabkan pertumbuhan akar terhambat. Pemupukan nitrogen berpengaruh terhadap susunan kimia tanaman. Kenaikan dosis pupuk nitrogen menurunkan kadar karbohidrat dalam tanaman.(Rosmarkam.A, 2002).
Nitrogen dapat kembali ke tanah melalui pelapukan sisa mahluk hidup. Nitrogen yang berasal dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tahap reaksi tersebut adalah sebagai berikut: -
Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino, Tahap ini disebut aminisasi
-
Perubahan asam amino menjadi senyawa-senyawa ammonia dan ammonium. Tahap ini disebut tahap ammonifikasi.
-
Perubahan senyawa-senyawa ammonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri nitrosomonas dan nitrosococcus.Tahap ini disebut tahap nitrifikasi. (Novizan,2002)
Proses penguraian protein secara enzimatik menjadi ammonium dilakukan oleh mikroba heterotropik. Ammonium merupakan ion tersedia sehingga jika tidak diakumulasi tanaman atau mikroba maka akan hilang melalui pencucian dan volatilisasi dalam bentuk gas ammonia, atau mengalami nitrifikasi yang menghasilkan nitrit (NO2-) yang merupakan anion toksik, dilakukan oleh bakteri nitrosomonas sp, kemudian dilanjutkan ke nitratasi yang menghasilkan nitrat NO3- yang juga merupakan N tersedia oleh bakteri nitrobacter sp. (Hanafiah,A.K,2005)
2.3. Humus dan Kompos 2.3.1. Humus
Humus merupakan kompos alami. Bahan organik yang tersimpan bertumpuktumpuk di permukaan tanah selama bertahun-tahun, secara liar tanpa campur tangan atau
Universitas Sumatera Utara
rekayasa manusia, akhirnya mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme sehingga menjadi senyawa yang halus berwarna coklat kehitaman dan disebut sebagai humus. Humus pada umumnya terletak pada bagian paling atas permukaan tanah dengan jumlah hanya 3-5% dari total seluruh tanah. Ketebalan humus yang ideal adalah sekitar 20-30 cm. Semakin kebawah lapisan tanah kandungan humusnya semakin sedikit. Proses dekomposisi bahan organik secara liar berjalan pada suhu lebih dari 37oC dengan disertai perubahan pH. Hal ini akan melibatkan kerja sama beberapa jenis mikroorganisme di dalamnya, seperti sejumlah bakteri, aktinomisetes, jamur, protozoa, dan lain-lain.
Pada saat pertama bahan kompos tertumpuk, suhu dan pHnya masih sama dengan kondisi lingkungan yaitu pH +6 dan suhu rata-rata 18-25oC. Masing-masing bahan organik yang bertumpuk tersebut mengeluarkan panas. Seiring waktu berjalan, mikroorganisme sudah memulai aktivitasnya dalam bahan sehingga suhu meningkat dan pH turun.
Pengomposan secara liar atau pembentukan humus dialam berjalan dalam kondisi tidak terkendali. Mikroba aerobik dan anaerobik saling bergantian mengambil peran sesuai kondisi lingkungannya. Faktor utama yang menyebabkan pergantian peran kedua jenis bakteri tersebut adalah ada atau tidaknya oksigen. Hal inilah yang mengakibatkan jangka waktu pembentukan humus relatif lama.
2.3.2. Kompos
Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, kotoran hewan, sampah kota, dan sebagainya. Proses pelapukan bahanbahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar membuat kompos
berarti
merangsang
perkembangan
bakteri
(mikroorganisme)
untuk
menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Penguraian bahan-bahan tersebut dibantu oleh suhu 60oC. Proses
Universitas Sumatera Utara
penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik yang larut sehingga berguna bagi tanaman.
Pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus dialam. Melalui rekayasa kondisi lingkungan, kompos dapat dibuat serta dipercepat prosesnya hanya dalam beberapa minggu. Waktu melebihi kecepatan pembentukan humus secara alami. Oleh karena itu, kompos dapat tersedia dalam waktu yang relatif singkat. Pengomposan juga bertujuan untuk menurunkan rasio C/N dan tergantung jenis tanamannya. Rasio C/N sisa tanaman yang masih segar umumnya tinggi sehingga tidak mendekati rasio C/N tanah. Bila rasio bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi tidak dikomposkan terlebih dahulu, maka proses penguraiannya akan terjadi di tanah . Ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan segar dalam tanah biasanya berjalan cepat karena kandungan air dan udaranya cukup. Akibatnya, CO2 dalam tanah akan meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman. Bahkan, untuk tanah ringan dapat mengakibatkan daya ikatnya terhadap air menjadi kecil serta struktur tanahnya menjadi kasar dan berserat. (Lingga, P, 2002)
2.3.3. Manfaat Kompos Bagi Tanaman
Kompos sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman. Kompos tidak hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Manfaat kompos bagi tanaman adalah:
1.Kompos memberikan nutrisi bagi tanaman Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi dua golongan. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti Nitrogen (N), Posfor (P), dan Kalium (K).
Universitas Sumatera Utara
Unsur hara mikro yaitu unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit seperti Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Klor (Cl), Molibdenum (Mo), dan lain-lain.
2. Kompos memperbaiki struktur tanah Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit ditembus air dan udara, kini dapat menjadi gembur akibat mikroorganisme. Struktur tanah yang gembur sangat baik bagi tanaman.
3. Kompos meningkatkan kapasitas tukar kation Kapasitas tukar kation (KTK) adalah sifat kimia yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara dari pada tanah dengan KTK rendah.
4. Kompos menambah kemampuan tanah untuk menahan air Tanah mempunyai pori-pori, yaitu suatu bagian yang tidak terisi bahan padat. Bagian yang tidak terisi ini akan diisi oleh air dan udara. Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air didalam tanah. Kompos dapat menahan erosi secara langsung.
5. Kompos meningkatkan aktivitas biologi tanah Kompos berisi mikroorganisme yang menguntungkan tanaman. Jika berada di dalam tanah, kompos akan membantu kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Selain berisi bakteri dan jamur dekomposer, keberadaan kompos akan membuat tanah menjadi sejuk, kondisi ini disenangi oleh mikroorganisme.
6. Kompos mampu meningkatkan pH pada tanah asam
Universitas Sumatera Utara
Unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman pada kondisi pH tanah netral , yaitu tujuh ( 7 ). Pada nilai ini, unsur hara menjadi mudah larut di dalam air. Jika tanah semakin asam maka dengan penambahan kompos pH tanah akan meningkat
7. Kompos meningkatkan unsur hara mikro Disamping unsur hara makro, kompos juga menyediakan unsur hara mikro yang sangat penting bagi tanaman.
8. Kompos tidak menimbulkan masalah lingkungan Pupuk kimia dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu dapat merusak keadaan tanah dan air, sedangkan kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan. (Dipo Yuwono, 2007)
2.3.4. Bahan - Bahan Pembuat Kompos
Rasio C/N bahan baku kompos merupakan faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika rasio C/N bahan organik yang dikomposkan antara 20-30. Setiap bahan organik memiliki rasio C/N yang berbeda. Rasio C/N limbah ternak umumnya lebih rendah dibandingkan dengan C/N dari tanaman. Karena itu penggunaannya sebagai bahan baku kompos harus dicampur dengan bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi sehingga dapat menghasilkan C/N yang cocok.
Tabel 2.3.4. Sumber bahan baku pembuat kompos dan rasio C/N nya Jenis Bahan Organik
Rasio C/N
Urine ternak
0,8
Kotoran ayam
5,6
Kotoran sapi
15,8
Kotoran babi
11,4
Kotoran manusia (tinja)
6 – 10
Universitas Sumatera Utara
Darah
3
Tepung tulang
8
Urine manusia
0,8
Eceng gondok
17,6
Jerami gandum
80 – 130
Jerami padi
80 – 130
Ampas tebu
110 – 120
Tongkol Jagung
50 – 60
Sesbania sp.
17,9
Serbuk gergaji
500
Sisa Sayuran
11 – 27 Sumber: Gaur A.C., 1983
2.3.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan
1. Rasio C/N Kecepatan dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh perubahan rasio C/N. selama proses demineralisasi, rasio C/N bahan-bahan yang mengandung N akan berkurang menurut waktu. Kecepatan kehilangan C lebih besar daripada N sehingga diperoleh rasio C/N yang lebih rendah (10-20). Apabila rasio C/N sudah mencapai angka tersebut, artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir atau kompos sudah matang.
2. Suhu Pengomposan Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap pengomposan. Suhu optimum bagi pengomposan
adalah 40 – 60oC. Jika suhu pengomposan mencapai 40oC, aktivitas
mikroorganisme mesofil akan digantikan oleh mikroorganisme termofil. Jika suhu mencapai 60oC, fungi akan berhenti bekerja dan proses perombakan dilanjutkan oleh aktinomicetes serta strain bakteri pembentuk spora.
Universitas Sumatera Utara
3. Tingkat Keasaman (pH) Salah satu faktor bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan adalah tingkat keasaman. Karena itu, pengaturan pH selama proses pengomposan perlu dilakukan. Pada awal pengomposan, reaksi cenderung agak asam karena bahan organik yang dirombak menghasilkan asam-asam organik sederhana. Namun pH akan mulai naik sejalan dengan waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada pH sekitar netral.
4. Jenis Mikroorganisme yang terlibat Proses pengomposan bila dipercepat dengan menambahkan starter atau aktivator yang kandungannya berupa mikroorganisme (kultur bakteri), enzim, dan asam humat. Mikroorganisme yang ada di dalam aktivator akan merangsang aktivitas mikroorganisme yang ada dalam bahan kompos sehingga cepat berkembang. Akibatnya, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan semakin banyak dan proses dekomposisi akan semakin cepat.
5. Aerasi Aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi (pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Pada umumnya pengaturan aerasi dilakukan dengan cara membalik-balikkan tumpukan bahan kompos secara teratur.
6. Kelembapan Kelembapan optimum untuk proses pengomposan aerobik sekitar 50-60% setelah bahan organik dicampur. Selama proses pengomposan berlangsung, kelembapan dalam tumpukan bahan kompos harus terus dikontrol.
7. Ukuran Bahan Baku Ukuran bahan baku kompos akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan. Semakin kecil ukuran bahan proses pengomposan akan semakin cepat berlangsung. (Simamora. S, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Standar Kualitas Kompos
Kompos dikatakan bagus dan siap digunakan jika tingkat kematangannya sempurna. Kompos yang baik dapat dikenali dengan memperhatikan bentuk fisiknya, sebagai berikut : a. Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin, mendekati suhu ruang. b. Tidak mengeluarkan bau busuk. c. Bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna kehitaman. d. Jika dilarutkan kedalam air, kompos yang sudah matang tidak akan larut. e. Strukturnya remah, tidak menggumpal.
Jika dianalisis dilaboratorium, kompos yang
sudah matang akan memiliki ciri sebagai
berikut. 1. Tingkat keasaman (pH) kompos antara 6,5 - 7,5. 2. Memiliki C/N sebesar 10 - 20 3. Kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, mencapai 110 me/100 gram. 4. Daya absorbsi (penyerapan) air tinggi. Tabel 2.3.6.1 Kandungan unsur hara dalam kompos.
Unsur Hara
Jumlah
Nitrogen (N)
1,33%
Fosfor (P2O5)
0,85%
Kalium (K2O)
0,36%
Kalsium (Ca)
5,61%
Zat Besi (Fe)
2,1%
Seng (Zn)
285 ppm
Timah (Sn)
575 ppm
Tembaga
65 ppm
Kadmium (Cd)
5 ppm
Humus
53,7%
Universitas Sumatera Utara
pH
7,2 Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan Budi, 2005
Tabel 2.3.6.2 Standar kualitas pupuk organik menurut Departemen Pertanian
No
Parameter
1
C-Organik
2
Rasio C/N
3
Bahan
ikutan
Satuan %
(Kerikil,
Padat
Cair
Minimum 15
> 4,5
12 – 25
-
%
Maksimum 2
-
%
Minimum20
-
beling, plastik 4
Kadar air
Maksimum 35 5
Pb (Timbal)
ppm
< 100
< 100
6
Cd (Cadmium)
ppm
< 20
< 20
7
Hg (Raksa)
ppm
<2
<2
8
As (Arsen)
ppm
< 20
< 20
9
pH
4-8
4-8
10
Kadar total (N + P2O5 +
%
Dicantumkan
Dicantumkan
ppm
Dicantumkan
Dicantumkan
Sel/ml
Dicantumkan
dicantumkan
K2O) 11
Kadar unsur mikro (Zn, Cu, Mn, Co, Fe)
12
Mikroba Patogen
Sumber : Soekirman, 2005, Direktorat Jendral Bina Sarana Pertanian, Departemen Pertanian
(Simamora. S, 2006)
2.4. Pupuk dan Manfaatnya 2.4.1. Pupuk
Pupuk merupakan bahan tambahan yang ditaburkan kedalam tanah yang berfungsi untuk mengubah keadaan fisik, kimia dan biologi tanah sesuai dengan kebutuhan unsur
Universitas Sumatera Utara
hara pada tanaman. Sedangkan
pemupukan dimaksudkan sebagai pemberian zat
makanan dengan memberikan berbagai jenis pupuk ke dalam tanah guna meningkatkan hasil pertanian. Jadi pemupukan bertujuan untuk merubah kesuburan, mengganti unsurunsur hara yang hilang oleh adanya pengikisan oleh air, dan mengganti unsur hara yang terangkut oleh tanaman.
2.4.2. Manfaat Pupuk
Secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun secara terperinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah.
2.4.2.1. Manfaat Berkaitan Dengan Sifat Fisika Tanah.
Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur. Pemberian pupuk organik, terutama dapat memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Ruang dalam yang berisi udara akan mendukung pertumbuhan bakteri aerob yang berada diakar. Sementara air di dalam ruangan tanah yang remah juga memudahkan dalam pengolahan sehingga akan mengurangi biaya pengolahan. Manfaat lain pemberian pupuk adalah mengurangi erosi pada permukaan tanah. Dalam hal ini pupuk berfungsi sebagai penutup tanah dan memperkuat struktur tanah di bagian permukaan.
2.4.2.2. Manfaat Berkaitan Dengan Sifat Kimia Tanah.
Ada beberapa manfaat pupuk yang berkaitan dengan kimia tanah. Manfaat pupuk yang paling banyak dirasakan gunanya adalah menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Pada awalnya unsur hara makro (N, P, K) yang di utamakan dalam penambahan
Universitas Sumatera Utara
pupuk, tetapi kemudian disadari bahwa unsur mikro ternyata juga mulai berkurang dan dimulailah penambahan unsur mikro dalam bentuk pupuk.
Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang, seperti: N, P, K. Hara ini sangat mudah hilang oleh penguapan atau oleh air perkolasi. Bahan organik dalam pupuk dapat mengikat unsurunsur hara yang mudah hilang dan menyediakannya bagi tanaman. (Marsono, 2001)
2.4.2.3. Manfaat Pupuk Organik Padat
Adapun manfaat pupuk organik padat adalah: 1. Menambah kesuburan pada tanaman Pupuk organik termasuk pupuk majemuk karena mengandung unsur hara makro (N, P, K) dan unsur mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn, dan Co) yang dapat memperbaiki struktur kesuburan tanah. Pupuk organik dapat memperbaiki porositas tanah. Pada tanah tekstur jelek seperti tanah liat, dengan penambahan bahan organik akan mengurangi kelengketan sehingga mudah diolah. Sementara pada tanah berpasir, penambahan pupuk organik dapat meningkatkan daya tahan tanah terhadap air dan unsur hara.
2. Memperbaiki kondisi tanah Pada tanah asam, ion-ion yang dibutuhkan tanaman cenderung dalam kondisi terikat. Dengan adanya pupuk organik akan terjadi sistem pengikatan dan pelepasan ion didalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. 3. Memperbaiki kondisi biologi tanah Pupuk organik merangsang mikroorganisme tanah yang menguntungkan seperti rhizobium, mikoriza, dan bakteri pengurai posfat atau kalium. Konsentrasi Oksigen dan karbondioksida dalam tanah berhubungan dengan aktivitas biologi tanah.
4. Memperbaiki kondisi tanah Kemampuan mengikat air oleh pupuk organik dapat menjadikan porositas tanah lebih baik sehingga akan mendukung respirasi dan pertumbuhan akar tanaman.
Universitas Sumatera Utara
5. Pemakaiannya aman bagi manusia Pemakaian pupuk organik tidak meninggalkan residu pada hasil panen sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia.
6. Tidak mencemari lingkungan Pupuk organik tidak mencemari lingkungan, sementara pupuk kimia terserap oleh tanaman sekitar 30-60% dan sisanya terserap dalam tanah atau hilang tercuci oleh air. Lahan pertanian yang berdekatan dengan pemukiman seperti lahan sawah yang aliran airnya juga dipakai untuk kebutuhan sehari-hari akan membahayakan kesehatan untuk jangka panjang. (Musnawar, 2003)
2.5. Limbah Organik 2.5.1. Limbah Tanaman Sebagai Pupuk Organik
Jerami padi, batang dan tongkol jagung, sekam padi, dan limbah pertanian lainnya apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung unsur hara yang diperlukan pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman mati, maka selanjutnya terjadi proses dekomposisi akibat kegiatan mikroorganisme. Hasil akhir proses perombakan disebut humus.
Bahan organik mengandung unsur karbon dan nitrogen dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan rasio unsur tersebut sangat penting dalam mempertahankan kesuburan tanah.
2.5.2. Pengolahan Limbah Organik Untuk Kompos
Pengomposan merupakan praktek tertua untuk menyiapkan pupuk organik yang selanjutnya dikembangkan menjadi kunci teknologi daur ulang limbah pemukiman dan perkotaan. Pengomposan diartikan sebagai proses biologi oleh kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus.
Universitas Sumatera Utara
1. Proses pengomposan Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam sumber. Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dari nutrisi tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung sellulosa 15-60%, hemisellulosa 1030%, lignin 5-30%, protein 5-40%, bahan mineral 3-5%, di samping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, asam amino, urea, garam ammonium) sebanyak 2-30% dan 1-5% lemak yang larut eter dan alkohol. Komponen organik ini mengalami proses dekomposisi dibawah kondisi mesofilik dan termofilik. Pengomposan dengan metode timbunan dipermukaan tanah akan memakan waktu 3-4 bulan.
2. Proses mikrobiologis Konversi biologi bahan organik dilaksanakan oleh bermacam-macam kelompok mikroorganisme heterotropik seperti bakteri, fungi, actinomicetes dan protozoa. Organisme tersebut mewakili jenis flora dan fauna. Selama proses pengomposan berlangsung, perubahan secara kualitatif dan kuantitatif terjadi, pada tahap awal akibat perubahan lingkungan beberapa spesies flora menjadi aktif dan berkembang dalam waktu yang relatif singkat, dan kemudian hilang untuk memberikan kesempatan kepada jenis lain untuk berkembang. Pada minggu kedua dan ketiga, kelompok yang berperan aktif dalam proses pengomposan dapat diidentifikasi yakni; bakteri ammonifikasi, bakteri proteolitik, bakteri pektinolitik, dan bakteri penambat nitrogen. Mulai hari ke tujuh kelompok mikroba meningkat dan setelah hari keempat belas terjadi penurunan jumlah kelompok. Kemudian terjadi kenaikan populasi kembali selama minggu keempat. Mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme sellulopatik, lignolitik dan fungi.(Sutanto,R.2002) 2.5.3.Dekomposisi Bahan Organik
Mikroorganisme tanah seperti fungi, actinomicetes dan bakteri bertanggung jawab terhadap proses dekomposisi residu organik atau bahan organik di dalam tanah. Apabila jaringan
tanaman
di
dalam
tanah
terdekomposisi
karena
kegiatan
berbagai
mikroorganisme, maka akan dihasilkan bermacam-macam senyawa organik dan
Universitas Sumatera Utara
anorganik.
Karbohidrat
dan
protein
dengan
mudah
terdekomposisi
menjadi
karbondioksida , air, ammoniak, nitrat, pospat, sulfat dan beberapa senyawa lainnya. Minyak dan lemak relatif lebih sukar terdekomposisi. Hasil akhir proses dekomposisi adalah bahan berukuran koloidal berwarna hitam yaitu humus. Humus mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menyerap air di dalam tanah.
2.5.4. Pengaruh Bahan Organik
Sifat tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, dan sering kali pengaruhnya sangat kompleks, sebagai contoh, humus membuat pasir dan tanah seakan menyatu. Tanah yang kaya akan bahan organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dari pada tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik mempunyai warna yang agak gelap dan menyerap sinar lebih banyak. Apabila lebih banyak sinar yang diserap tanah maka akan lebih banyak hara dan air yang diserap tanaman melalui akar. Tanah yang kaya akan bahan organik relatif sedikit yang terfiksasi, sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan oleh mikroorganisme tanah bermanfaat dalam mempercepat aktifitasnya, meningkatkan dekomposisi bahan organik dan mempercepat pelepasan hara. Sisa tanaman yang dikembalikan kedalam tanah juga berpengaruh dalam mengurangi masalah penyakit dan hama tanaman, menurunkan aktifitas mikroorganisme yang berpengaruh negatif. Residu tanaman seperti jerami, batang dan tongkol jagung, ampas tebu dan sekam padi jika dikembalikan kedalam tanah akan sangat baik bagi tanah. Pupuk kimia dapat ditambahkan untuk mempercepat dekomposisi, dan membuat hara lebih lengkap. Pada umumnya residu tanaman mengandung nitrogen yang rendah dan rasio C/N yang sangat tinggi.(Sutanto,R.2000) 2.6. Teknologi Pengomposan
Pengomposan adalah dekomoposisi bahan organik tanpa oksigen.Hasil metebolisme dari proses ini adalah metan, CO2, dan berbagai produk intermediet (metabolit) seperti alkohol, asam organik berberat molekul rendah, residu mineral, dan bahan sulit terurai. Metabolit menyebabkan bau yang lebih keras dibandingkan kompos aerobik sehingga
Universitas Sumatera Utara
cara ini agak kurang diminati. Selain itu pada pengomposan aerobik sebagian energi yang dikeluarkan dalam bentuk limbah, yaitu panas pada timbunan kompos.
2.6.1. Teknologi Pengomposan Aerobik
Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan organik dalam keberadaan oksigen. Produk metabolisme yang dihasilkan adalah CO2 dan panas. Itulah penyebab pada proses aerobik suhu bisa meningkat sampai 80oC. Adapun proses aerobik secara kimia sebagai berikut.
C6H12O6
+
6 O2
6 H2O
+ 6 CO2
Mikroba yang berperan dalam perombakan bahan organik berasal dari kingdom protista, terutama bakteri dan fungi (jamur). Bakteri termasuk tipe dari kelompok sel prokariot (tidak memiliki membran). Selain bakteri dan jamur, ada jenis lain yang berperan penting dalam proses pengomposan yaitu actinomicetes. Jenis ini termasuk bakteri tetapi memiliki sifat transisi antara bakteri dan jamur. Actinomicetes berperan penting dalam degradasi bahan organik bermolekul tinggi. Bahan organik tidak dapat langsung dimanfaatkan atau digunakan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah, dimana nilai C/N tanah sekitar 10 sampai 12. Umumnya bahan organik segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, cabang tanaman 15-60 (tergantung jenis tanamannya), kayu yang sudah tua dapat mencapai 400.
Prinsip pengomposan adalah menurunkan rasio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah. Demikian semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan tanah semakin lama karena C/N bahan harus diturunkan. Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan C/N tersebut sangat bervariasi mulai dari 3 bulan sampai tahunan. Hal ini terlihat dari
Universitas Sumatera Utara
proses terjadinya humus dialam , dari bahan organik menjadi humus diperlukan waktu bertahun-tahun (humus merupakan hasil proses lebih lanjut dari pengomposan).
Selama proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos akan terjadi berbagai perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorganisme sebagai aktivator. Adapun perubahannya sebagai berikut:
a. Penguraian karbohidrat, sellulosa, hemisellulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan H2O. b. Protein menjadi ammonia, CO2 dan air. c. Pembebasan unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap oleh tanaman. d. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara didalam sel mikroorganisme, terutama Nitrogen, Pospor dan Kalium.
Dengan perubahan tersebut maka kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa nitrogen akan meningkat, dengan demikian C/N semakin mendekati C/N tanah.
2.6.2. Teknologi Pengomposan Anaerobik.
Pengomposan dengan proses anaerobik dihasilkan gas metana yang sangat bermanfaat. Adapun reaksi proses anaerobik sebagai berikut:
C6H12O6
3 CH4 + 3 CO2
Selain kompos, produk komesial yang diperoleh dari proses pengomposan anaerobik yaitu biogas. Biogas adalah campuran gas metan dengan gas-gas lain seperti CO2 dan H2S yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan pemanfaatan. Dengan pengomposan anaerobik seluruh potensi yang ada di dalam bahan organik dapat dimanfaatkan seperti energi dan nutrisi yang ada dalam kompos. Kelemahan dari proses ini adalah biayanya mahal karena harus membuat reaktor tertutup. Selain itu komposnya sangat basah karena
Universitas Sumatera Utara
prosesnya tertutup sehingga perlu perlakuan lanjutan seperti pengepresan dan proses pengeringan kompos yang sangat intensif untuk mengeluarkan air.
1. Prinsip proses Dialam, proses anaerobik terjadi secara spontan ketika adanya timbunan bahan organik dengan suplai oksigen yang terbatas. Pada situasi tersebut kegiatan dekomposisi beralih dari proses aerobik menjadi anaerobik, seperti produksi metan di dasar danau dan sungai. Proses pengomposan anaerobik dapat dipercepat dengan mengatur berbagai kondisi proses yang bisa memacu dekomposisi bahan organik lebih cepat dan sempurna sehingga waktu lebih cepat, produksi metan lebih besar. Proses pengomposan anaerobik berlangsung dalam 4 tahap sebagai berikut:
a. Proses hidrolisa, yaitu dekomposisi bahan organik polimer menjadi monomer yang
mudah larut, dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif. Pada proses
hidrolisa, lemak diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi oleh bakteri lipolitik. Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim sellulase yang diproduksi oleh bakteri sellulolitik dan protein diuraikan oleh enzim protease yang diproduksi oleh bakteri proteolitik menjadi monomer yang mudah larut. Pada proses hidrolisa ini dihasilkan pula asam amino, asam volatil, gliserol, dan lainlain.
b. Proses asidogenesis, yaitu dekomposisi monomer organik menjadi asam-asam organik (asam lemak) dan alkohol. Pada proses asidogenesis, monomer organik diuraikan lebih lanjut oleh bakteri asidogenik menjadi asam-asam organik seperti asam format, asetat, butirat, propionat, valeriat, serta dihasilkan juga CO2, H2O dan metanol.
c. Proses asetogenesis, yaitu perubahan asam organik dan alkohol menjadi asam asetat. Pada proses ini senyawa organik dan metanol diuraikan bakteri asetogenik menjadi asam format, asetat, dan CO2.
Universitas Sumatera Utara
d. Proses metanogenesis, yaitu perubahan dari asam asetat menjadi metana. Pada proses ini asam asetat diuraikan oleh bakteri metanogenik menjadi CH4, CO2 dan H2O. 3. Faktor yang berpengaruh\ Agar proses pengomposan anaerobik berlangsung optimal maka diperlukan pengetahuan tentang faktor yang berpengaruh dalam produktifitas serta kualitas biogas dan kompos yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Jenis bahan Kriteria penting yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan bahan baku pada pengomposan anaerobik adalah nilai rasio C/N/P. rasio yang ideal adalah 150:50:1. Karbon diperlukan oleh bakteri untuk tenaga, sedangkan nitrogen untuk membangun protein sel. Kadar nitrogen yang terlalu tinggi akan meningkatkan produksi ammonia yang bersifat racun bagi bakteri. Kebutuhan P berkaitan dengan suplai nitrogen dan jarang menimbulkan masalah dalam proses anaerobik. Bila rasio bahan kurang bagus maka perlu dicampur dengan bahan lain sehingga rasio C/N/P mendekati nilai ideal.
b. Suhu. Pada pengomposan anaerobik, proses dapat berlangsung pada variasi suhu yaitu 575oC. Aktivitas mikrobanya meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Namun umumnya bakteri aktif pada selang suhu mesofilik antara 30-35oC, sebagian lagi aktif pada suhu 50-55oC. Namun, bakteri metanogenik yang bekerja pada suhu termofilik hanya sedikit.
c. Derajat keasaman (pH) Terdapat perbedaan yang mencolok antara pH yang diperlukan oleh bakteri asidogenik dengan bakteri metanogenik. Bakteri asidogenik memerlukan pH antara 4,5-7 dan bekerja optimum pada pH 6-7. Sementara itu bakteri metanogenik bekerja pada kisaran 6,2-7,8 dan bekerja optimum pada kisaran pH 7-7,2.
Universitas Sumatera Utara
d. Toksisitas Keberadaan oksigen tidak begitu berpengaruh terhadap proses anaerobik karena oksigen yang terakumulasi akan segera dihabiskan oleh bakteri anaerobik yang fakultatif. Yang potensial merugikan adalah adanya logam berat yang masuk kedalam reaktor, ion alkali juga akan menghambat proses anaerobik, yang lebih berbahaya adalah bahan kimia seperti klor, ion sianida serta sulfat.(Sudrajat.H.R.2006)
2.7. Effective Microorganisme 4 (EM4) Effective microorganisme 4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan yang bermafaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan akan membantu memperbaiki kondisi biologi tanah dan dapat membantu penyerapan unsur hara. EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam
laktat
(lactobasillus
sp.),
bakteri
fotosintetik
(Rhodopseudomonas
sp.),
actinomycetes sp, streptomyces sp, dan ragi (yeast).
Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara langsung. Penggunaan EM4 akan lebih efisien bila terlebihdahulu ditambahkan bahan organik yang berupa pupuk organik kedalam tanah. EM4 akan mempercepat fermentasi bahan organik sehingga unsur hara yang tekandung akan cepat terserap dan tersedia bagi tanaman. Selain bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah dan tanaman , EM4 juga sangat efektif digunakan sebagai pestisida hayati yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tanaman, EM4 juga bermanfaat untuk sektor perikanan dan peternakan.(Marsono.2005)
2.7.1. Fungsi Effective Microorganisme (EM)
1. Bakteri Fotosintetik Bakteri ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolit yang diproduksi dapat diserap secara
Universitas Sumatera Utara
langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan yang menguntungkan
2. Lactobacillus sp. (Bakteri asam laktat) Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Sterptomyces sp. Streptomyces sp. Mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
4. Ragi/Yeast Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel. Ragi ini juga berperan dalam perkembangbiakan atau pembelahan mikroorganisme.
5. Actinomycetes Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esensial untuk pertumbuhannya. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain. (Yovita, 2005)
2.8. Penentuan Nitrogen dengan metode Kjeldahl
Nitrogen kjeldahl adalah jumlah N organik dan N ammonia bebas. Analisa kjeldahl pada umumnya hanya dilaksanakan pada sampel yang diduga mengandung zat organik seperti air buangan industri, air buangan penduduk serta sungai yang tercemar. Zat
Universitas Sumatera Utara
organik yang mengandung N dirubah menjadi ammonia, nitrogen ammonia akan menjadi ammonium sulfat setelah pemanasan sampel didalam larutan asam sulfat. Zat organik tersebut berubah menjadi CO2 dan H2O serta melepaskan ammonia yang dalam suasana asam kuat terikat menjadi ammonium sulfat. Kemudian tambahan basa serta zat pereduksi yaitu campuran NaOH dan Natrium tiosulfat akan melepaskan NH4+ sekaligus mengubahnya sampai menjadi NH3. Seluruh ammonia tersebut dan air dapat didestilasi dari sampel. Disamping ammonia yang berasal dari zat organik tersebut, air buangan juga mengandung ammonia bebas dan ammonia tersebut ikut tersuling bersama NH3 yang dilepaskan oleh zat organik dan semuanya disebut N Kjeldahl. Jadi N kjeldahl adalah N organik dan N ammonia bebas. Setelah lenyap dari alat pendingin, NH3 tersebut diserap oleh larutan asam borat H3BO3. (Alaerts,G.1984) Penentuan Nitrogen dengan metode Kjeldahl merupakan hal yang sangat penting. Pada dasarnya, bahan dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut tahap digestion. Disini Nitrogen diubah menjadi ion ammonium. Pada tahap berikutnya, larutan ditambah basa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH3 tersebut, kemudian destilat dititrasi dengan NaOH baku untuk menentukan kelebihan asam. Selisih HCl yang ditambahkan dengan yang dititrasi merupakan jumlah yang diikat NH3 sehingga dapat dihitung sebagai NH3 yang terdestilasi dan dengan demikian N di dalam analit dapat ditentukan. Reaksi – reaksi a. Protein + oksidator
katalis
NH4+ + CO2 + H2O + lain – lain (destruksi )
b. NH4+ + OH-
NH3 + H2O ( destilasi )
c. NH3 + HCl berlebih
NH4Cl ( penampungan )
d. HCl sisa + NaOH
NaCl + H2O ( titrasi )
atau : e. NH3 +
H3BO3
f. NH4H2BO3 + HCl
NH4H2BO3 ( penampungan ) H3BO3 + NH4Cl ( titrasi )
( W. Harjadi, 1993 ).
Universitas Sumatera Utara
2.9. Penentuan Kadar C-Organik dengan Metode Walkley dan Black
Material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan, dan organisme tanah, baik yang telah maupun yang sedang mengalami dekomposisi. Material organik tanah yang tidak terdekomposisi menjadi humus yang berwarna coklat sampai hitam dan bersifat koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan. Reaksi ini terjadi karena adanya energi yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr5+ direduksi oleh C-organik menjadi warna hijau dari Cr3+.(Nurdin, M.Suin, 2002)
Teknik penetapan C – organik yang paling standar adalah oksidasi bahan organik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut metode Walkley dan Black. Dalam prosedurnya Kalium dikromat ( K2CrO7 ) dan asam sulfat pekat ( H2SO4 ) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam pospat ( H3PO4 ) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : 2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+
4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O
Prosedur dari Walkley dan black ini sangat luas digunakan sederhana, cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60% - 75% .( Zimmerman, 1997 )
Universitas Sumatera Utara