BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Superkonduktor Suatu bahan superkonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya hambatan, sehingga dapat mengalirkan arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun (Suprihatin, 2008). Superkonduktor adalah unsur atau alloy metal yang didinginkan sampai mendekati suhu nol mutlak (0 K), menjadi hilang tahanannya. Fenomena turunnya hambatan listrik suatu zat padat menjadi nol jika temperaturnya diturunkan hingga temperatur tertentu dikenal sebagai superkonduktivitas (Hidayat, 1991). Unsur, paduan dan senyawa yang menunukkan sifat superkonduktivitas ini disebut material superkonduktor.
2.2 Sejarah dan Perkembangan Superkonduktor Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang Fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara mendinginkan hingga 4,2 K atau -2690C. Kemudian, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun jika didinginkan dibawah suhu ruang, akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui batas bawah hambatan yang dicapai ketika suhu logam mendekati 0 K atau nol mutlak (Widodo, 2010). Beberapa ilmuwan seperti William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam konduktor akan berhenti ketika mencapai suhu nol mutlak. Namun, Onnes memperkirakan hambatan akan mengilang pada suhu tersebut. Untuk mengetahui apa yang terjadi, Onnes melakukan percobaan dengan mengalirkan arus pada kawat merkuri yang sangat murni kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K hambatan pada kawat tersebut tiba-tiba menghilang dan arus mengalir secara terus-menerus. Percobaan Onnes yang lain dilakukan dengan mengalirkan arus pada suatu kumparan
Universitas Sumatera Utara
superkonduktor dalam rangkaian tertutup, kemudian mencabut arusnya. Setahun kemudian, Onnes masih mengukur arusnya dan arusnya masih tetap mengalir. Fenomena ini kemudian diberi nama superkonduktivitas. Dan atas penemuannya, Onnes dianugerahi nobel Fisika tahun 1913 (Yuliati, 2010). Penemuan selanjutnya terjadi pada tahun 1933, Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu superkonduktor akan menolak medan magnet. Dalam superkonduktor arus yang dihasilkan berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tidak dapat menembus material superkonduktor. Fenomena ini disebut efek Meissner.
2.3 Karakteristik Superkonduktor Material superkonduktor memiliki beberapa karakteristik, diantaranya memiliki sifat magnet dan sifat listrik yang berbeda dengan material konduktor dan memiliki temperatur kritis.
2.3.1 Sifat Magnet Superkonduktor Suatu material dikatakan superkonduktor apabila material tersebut sangat sulit dipengaruhi oleh medan magnet luar, resultan medan atomiknya membentuk arah yang berlawanan dengan medan magnet luar.
Gambar 2.1 Efek Meissner
Gambar 2.1 menujukkan gejala efek Meissner. Suatu material superkonduktor diletakkan pada medan magnet, maka tidak ada medan magnet pada material tersebut. Hal ini terjadi karena superkonduktor menghasilkan medan magnet yang berlawanan arah dengan medan magnet luar yang diberikan. Pada temperatur
Universitas Sumatera Utara
kritis (T
: induksi magnet (Weber/ampere) : medan magnet luar (Ampere/meter) : magnetisasi bahan (Ampere/meter) : permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7 Weber/ampere.meter)
Pada bahan anisotropik linier besarnya magnetisasi adalah : ……………………………...……………………………(2.2) dengan,
: suseptibilitas magnetik bahan superkonduktor (
= -1) dinamakan
keadaan diamagnetisme sempurna. Substitusi Persamaan (2.1) ke Persamaan (2.2), maka didapat :
………………….……………...…………...……………....…..(2.3) Hubungan antara induksi magnetik (B) pada suatu material dengan medan magnetik yang menimbulkannya (H) ditunjukkan oleh kurva histerisis. Kurva histerisis diperoleh dengan cara memberikan medan magnetik yang besar pada suatu arah kemudian diperkecil hingga menuju nol dan selanjutnya dibalikkan pada arah yang berlawanan. Bentuk umum kurva induksi magnet (B) sebagai
Universitas Sumatera Utara
fungsi medan magnet yang menimbulkannya (H) terlihat pada Gambar 2.2. B Bs (a)
(a)
Bs (b) Bs (c)
(b) (c) H
Gambar 2.2 Kurva Induksi Normal Pada gambar 2.2 tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mula-mula B turut naik dengan lancar, tetapi mulai dari satu titik tertentu harga H hanya menghasilkan sedikit kenaikan B dan makin lama B hampir konstan. Keadaan ini disebut dengan kedaan saturasi, yaitu keadaan di mana medan magnet B tidak banyak berubah. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Bila sudah mencapai saturasi intensitas magnet (H) diperkecil ternyata harga B tidak terletak pada kurva semula. Pada harga H = 0, induksi magnet atau rapat fluks B mempunyai harga B ≠ 0. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan.
Gambar 2.3 Kurva Histerisis Magnet Bila setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus pada lilitan), kurva B-vs-H akan memotong sumbu H pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau
Universitas Sumatera Utara
menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, kurva B-vs-H akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan magnet dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bahan magnet seperti ini baik untuk membuat magnet permanen. Bahan magnet lunak dengan Hc rendah dan B tinggi mempunyai permeabilitas maksimum yang tinggi.Bahan magnet ini terutama digunakan untuk memperbesar fluks.
2.3.2 Sifat Listrik Superkonduktor Pada bahan superkonduktor interaksi antar atom terjadi namun elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan, ini dijelaskan pada teori BCS (Berdeen, Cooper, and Schrieffer).
Gambar 2.4 Pergerakan elektron saat keadaan superkonduktor
Gambar 2.4 menunjukkan pergerakan elektron saat keadaan superkonduktor. Saat elektron melewati kisi, inti atom yang bermuatan positif akan menarik elektron yang bermuatan negatif sehingga mengakibatkan elektron tersebut bergetar. Jika dua buah elektron melewati kisi, elektron kedua akan mendekati elektron pertama akibat adanya gaya tarik-menarik antar inti atom yang nilainya lebih besar dibandingkan gaya tolak-menolak antar elektron sehingga kedua elektron bergerak berpasangan. Pasangan ini disebut dengan cooper pairs. Ketika elektron pertama pada cooper pairs melewati inti atom kisi. Elektron yang mendekati inti atom kisi akan bergetar dan memancarkan fonon sedangkan elektron lainnya
Universitas Sumatera Utara
menyerap fonon diakibatkan oleh gaya tarik menarik antar elektron. Pasangan elektron ini akan melalu kisi tanpa hambatan.
2.3.3 Temperatur Kritis (Tc) Perubahan keadaan bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor dapat dianalogikan seperti pada perubahan fasa air dari keadaan cair ke keadaan padat. Perubahan keadaan ini sama-sama memiliki suhu transisi, pada keadaan superkonduktor suhu ini disebut suhu kritis (Tc).
Gambar 2.5 Grafik resistivitas tehadap temperatur kritis
Gambar 2.5 menunjukkan kurva resistivitas terhadap temperatur kritis. Kurva ini menunjukkan ketika temperatur turun pada titik Tc onset maka material mengalami penurunan resistivitas secara drastis hingga mencapai suhu Tc0 yang menunjukkan resistivitas nol.
2.4 Tipe-Tipe Superkonduktor Superkonduktor dibagi berdasarkan medan magnet dan temperatur kritis. Berdasarkan medan magnet, superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor tipe I dan superkonduktor tipe II, sedangkan berdasarkan temperatur kritis, superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor suhu rendah dan superkonduktor suhu tinggi.
2.4.1 Superkonduktor Tipe I Superkonduktor tipe I berhubungan baik dengan teori BCS melalui mekanisme pasangan elektron yang disebabkan getaran kisi. Tipe I ini disebut superkoduktor
Universitas Sumatera Utara
lemah umumnya berupa unsur tunggal. Superkonduktor ini karakteristik resistivitas bernilai nol, dan material menjadi diamagnetik sempurna ketika di bawah medan kritisnya (H
Hc).
2.4.2 Superkonduktor Tipe II Superkonduktor tipe II disebut sebagai superkonduktor kuat, memiliki dua medan magnet kritis yaitu Hc1 dan Hc2. Pada medan lemah (H
2.4.3 Superkonduktor Suhu Rendah Superkonduktor temperatur rendah merupakan superkonduktor yang memiliki temperatur kritis dibawah temperatur nitrogen cair (77 K), sehingga untuk memunculkan superkonduktvitasnya maka material tersebut menggunakan helium cair sebagai pendingin (Windartun, 2008). Adapun contoh dari superkonduktor temperatur rendah adalah Hg (4,2 K), Pb (7,2 K).
2.4.4 Superkonduktor Suhu Tinggi Superkonduktor temperatur tinggi merupakan superkonduktor yang memiliki temperatur kritis diatas temperatur nitrogen cair (77 K), sehingga untuk memunculkan superkonduktvitasnya maka material tersebut menggunakan nitrogen cair sebagai pendingin (Windartun, 2008). Adapun contoh dari superkonduktor temperatur tinggi adalah Y-Ba-Cu-O (92 K).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Magnesium Deboride (MgB2) Magnesium deboride merupakan material superkonduktor dengan temperatur kritis ~39 K dengan rapat arus kritis tinggi sebesar 106-107A/cm2 dan medan magnet pada temperatur rendah.
2.5.1 Sejarah Penemuan MgB2 Pada tahun 1953, Jones et al. dan Russell et al. melaporkan pembentukan fasa MgB2dengan interaksi antara Mg dan amorf B pada atmosfer hidrogen atau argon.Atom Boron memiliki ukuran yang cocok dan struktur elektonik untuk membentuk ikatan B-B langsung yang dapat membentuk berbagai macam ikatan boron lainnya. Ada lebih dari 50 senyawa diboride dengan struktur yang berbeda (Buzea, 2001). Pada Januari 2001, Prof.J.Akimitsu dari Aoyama-Gakuin University, Tokyo, Jepang) mengumumkan penemuan superkonduktivitas material MgB2 dengan Tc relatif tinggi yaitu 39 K (Nagamatsu, 2001). Penemuan ini merangsang cukup banyak penelitian dan pengembangan tentang MgB2, tidak hanya dikarenakan sifat fundamental MgB2 yang menarik tetapi karena sifat potensial untuk aplikasi.
2.5.2 Struktur Kristal dan Sifat Superkonduktivitas MgB2 MgB2 memiliki struktur kristal heksagonal dengan space group p6/m m m yang umum diantara diboride (Buzea, 2001). Struktur kristal ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Struktur kristal MgB2(Qingyang, 2012) Bila dibandingkan dengan superkonduktor suhu rendah (LTS) dan superkonduktor oksida tembaga suhu tinggi (HTS), karakteristik MgB2 memiliki temperatur kritis
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi daripada LTS. Atom boron membentuk grafit seperti sarang lebah dan atom Mg terletak pada poros segienam (Eltsev,2002; Masui, 2003). Penelitian tentang pemberian dopan pada MgB2 untuk melihat kenaikan Tc, sejauh ini memberikan hasil yang mengecewakan. Penambahan sebagian besar dopan pada MgB2 mengakibatkan Tc menurun. Dopan seperti Al, Li, Si, Zn, Cu, Nb, Mn, Co, Ni, Ag, Sc, Zr, Sn, Ca, Ti, Pb, Au, dan lain-lain masih dalam tahap uji coba pada substitusi Mg maupun B, hanya substitusi Al ke Mg dan subtitusi C ke B yang dinyatakan sukses.
2.5.3 Sintesis MgB2 In Situ Powder In Tube (PIT) Beberapa prosedur sintesis dilaporkan untuk proses in situ MgB2 dengan temperatur yang relatif rendah dan dalam jangka waktu pemanasan yang singkat (Yamada et al., 2004). Material awal adalah serbuk Mg dan amorf/kristal B, kemudian dicampurkan, diutamakan serbuk Mg dan B memiliki ukuran partikel yang kecil (biasanya < 50 μm). MgB2 dapat disintesis dengan reaksi Mg dan B umumnya pada suhu > 6500 C yang merupakan titik leleh dari Mg. Pembentukan MgB2 dibawah titik leleh Mg merupakan reaksi padatan Mg dan B (Yamamoto, 2005). Hal ini jelas membuktikan bahwa pembentukan MgB 2 hanya muncul dengan mencairnya Mg. Pada temperatur 650 0C dengan tekanan 135 Pa, penguapan pada temperatur ini sangat kurang. Reaksi cairan-padatan antara Mg dan B akan meningkatkan kerapatan MgB2. Untuk menghasilkan MgB2 dengan cara yang praktis dan biaya efektif dilakukan sintesis MgB 2 dengan memasukkan sampel yang telah ditimbang sesuai stoikiometri ke dalam tabung yang terbuat dari Fe, Ni, Cu, Ag, Nb, Ta, dan beberapa alloy (Grassoet al., 2001).
2.5.4 Penambahan Dopan pada Material MgB2 Penambahan dopan pada material MgB2 terdiri dari dopan berupa unsur logam, unsur non-logam dan senyawa.
a. Dopan Unsur Logam Efek substitusi parsial dari penambahan dopan pada Mg untuk material MgB2,beberapa unsur logam diantaranya Al, Ti, Zr, Zn, Sn, Fe, La, Li, dan lain-
Universitas Sumatera Utara
lain. Diantara banyak logam, ditemukan Al, Ti dan Zr efektif dalam meningkatkan kuat arus kritis namun menurunkan Tc MgB2 (Xiang et al., 2003; Jinyuan et al., 2010).
b. Dopan Unsur Non-Logam Efek substitusi Si, C, O dan Be yang semuanya dapat menurunkan Tc, namun efek substitusi
C
semakin
gencar
diteliti
untuk
mengetahui
mekanisme
superkonduktivitas dan peningkatan rapat arus kritis (Jc). Perlu diingat bahwa substitusi atom C, O atau Si pada atom B efektif untuk meningkatkan rapat arus kritis hanya dibawah medan magnetik tinggi dan Jc pada medan yang rendah biasanya lebih rendah daripada MgB2 tanpa dopan (Qingyang, 2012).
c. Dopan Senyawa Senyawa SiC, B4C, hidrokarbon, karbohidrat, dan sebagainya dapat meningkatkan rapat arus kritis pada material MgB2. Dopan paling efektif untuk meningkatkan Jc adalah senyawa SiC. Keuntungan lain dari penambahan dopan senyawa ini memiliki reaktivitas tinggi pada temperatur rendah, pada temperatur 6500C merupakan kondisi yang diinginkan untuk peningkatan Jc (Qingyang, 2012).
2.6 Carbon Nanotube (CNT) Carbon Nano Tube (CNT) merupakan komposisi senyawa karbon yang berbentuk tabung berukuran nano. Dikarenakan ukuran diameter yang berskala nano ini, maka CNT dapat digolongkan sebagai struktur elektronik satu dimensi sehingga elektron dapat berjalan sepanjang CNT tanpa hambatan sedikitpun. Berapa pun arus yang diberikan dalam CNT akan dapat dialirkan tanpa sedikitpun menimbulkan panas. (Yuliarto, 2013).
2.6.1 Sejarah Carbon Nanotube Tahun 1991 di Jepang, Sumio Iijima
dari NEC menggunakan TEM
(Transmission Electron Microscopy) untuk menganalisa sebuah sampel pelapisan karbon yang diterima dari Yoshinori Ando dari Meijo University. Sampel tersebut diambil dari sebuah lengkungan karbon, biasanya digunakan untuk membuat C 60
Universitas Sumatera Utara
(Iijima, 1991). Diperkuat dengan beberapa studi teoritis yang mengungkapkan nanotube akan menjadi logam yang baik atau sebuah semikonduktor, tidak hanya bergantung pada diameternya tetapi juga pada ikatan karbon yang membentuk spiral disekitar tabung (Hamada et al. 1992).
2.6.2 Struktur Carbon Nanotube Carbon nanotube memiliki beberapa struktur yaitu Single Walled Nanotubes (SWNT) dan Multi Walled Nanotubes (MWNT).
a. Single Walled Nanotubes (SWNT) SWNT terbentuk dari sebuah lembaran grafit yang dilengkungkan dan terdiri dari dua bagian yang mempunyai sifat fisis dan kimia yang berbeda, bagian pertama merupakan bagian sisi dinding silinder dan bagian lain adalah ujung-ujung silinder.
Nanotube
dapat
mempunyai
sifat
seperti
metal
atau
seperti
semikonduktor. Bila arah pembentukan grafitnya adalah zigzag maka dapat dihasilkan nanotube yang bersifat semikonduktor, sedangkan yang chiral dan amchair memiliki sifat elektrik seperti metal. SWNT memiliki beberapa bentuk struktur yang berbeda yang dapat dilihat bila struktur tube dibuka ditunjukkan dengan Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Beberapa bentuk struktur SWNT (a) Struktur armchair (b) Struktur zigzag (c) Struktur chiral(Saito et al. 1998) SWNT memiliki sifat keelektrikan yang memungkinkan pengembangan struktur SWNT menjadi nanowire karena SWNT dapat menjadi konduktor yang baik.
b. Multi Walled Nanotube (MWNT) MWNT adalah nanotube yang tersusun oleh beberapa SWNT dengan berbeda diameter. MWNT memiliki tahanan kimiawi yang lebih baik daripada SWNT
Universitas Sumatera Utara
karena pada SWNT hanya memiliki satu lapis dinding sehingga bila terdapat ikatan C=C yang rusak maka akan menghasilkan lubang di SWNT dan hal ini akan mengubah sifat mekanik dan elektrik dari ikatan SWNT tersebut. Struktur MWNT dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Struktur Multi Walled Nanotube (Paul et al., 2003)
Aplikasi nanotube banyak mempertimbangkan MWNT untuk digunakan karena dapat di produksi dalam jumlah yang besar dengan harga yang terjangkau dan tersedia dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang lama dibandingkan dengan SWNT (Paul et al., 2003).
2.7 X-ray Diffraction (XRD) Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,52,5 Å, didalam spektrum elektromagnetik terletak diantara sinar tampak dan sinar ultraviolet. Oleh karena memiliki panjang gelombang yang hampir sama dengan jarak antar atom pada padatan kristalin, maka sinar-X dapat digunakan untuk menentukan parameter kisi dan struktur kristal (Cullity, 1978; Smallman,1985). Difraktometer Sinar-X adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel x yang belum diketahui strukturnya. Sampel ditempatkan pada titik fokus hamburan sinar- X yaitu tepat ditengah-tengah plate yang digunakan sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebuah plat tipis yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel dengan perekat pada sisi baliknya (Sholihah & Zainuri, 2012).
Gambar 2.9 Komponen XRD (Batan)
Bila sinar-X jatuh pada kisi kristal, maka sinar akan dihamburkan. Pada sinar yang dihamburkan ini adayang saling menguatkan karena fasanya sama dan ada yang saling meniadakan karena fasanya berbeda. Berkas sinar yang saling menguatkan ini disebut sebagai berkas difraksi. Suatu berkas sinar dikatakan sebagai berkas difraksi maka harus memenuhi hukum Bragg: ……...…….…………………………...……………(2.4) dengan:
= jarak antar bidang (meter) n
= orde pembiasan (1,2,3,..)
λ
= panjang gelombang sinar-X (Å)
θ
= sudut difraksi (0)
Prinsip dasar dari XRD adalah bila seberkas sinar dijatuhkan pada sampel kristal maka bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang dengan jarak antar kisi didalam kristal selanjutnya sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai puncak difraksi. Metode serbuk adalah metode yang paling banyak digunakan, bila dilakukan dengan benar akan memberikan informasi yang tepat mengenai material yang diuji. Metode serbuk dapat dilakukan dengan menggunakan difraktometer dan hasil difraksi akan direkam pada kertas grafik. Didalam difraktometer benda uji dipasang pada meja yang berputar lalu sinar-X ditembakkan pada bahan uji yang akan didifaksikan. Berkas difraksi setelah difokuskan pada suatu kisi akan masuk kedalam detektor (Triaminingsih, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.8 Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) adalah mikroskop yang menggunakan hamburan elektron dalam membentuk bayangan elektron. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200
nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1
–
0,2 nm
(Indriani, 2013). Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun (Gunawan dan Azhari,2010). SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut: Sebuah tabung sinar elektron
memproduksi
Kemudian lensa
sinar
magnetik
elektron
memfokuskan
dan
dipercepat
elektron
dengan
menuju
ke
anoda. sampel.
Selanjutnya sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dilakukan
dan
dikirim
dengan
ke monitor. Preparasi
hati-hati
sampel
karena memanfaatkan
pada
kondisi
SEM
harus
vakum
serta
menggunakan elektron berenergi tinggi. Sampel yang digunakan harus dalam keadaan kering dan bersifat konduktif (menghantarkan elektron). Bila tidak, sampel harus dibuat konduktif terlebih dahulu oleh pelapisan dengan karbon, emas, atau platina (Marlina,2007).
Gambar 2.10 Komponen SEM (P2MM, LIPI)
Universitas Sumatera Utara
2.9 Cryogenic Magnet Uji cryogenic ini bertujuan untuk analisa resistivitas listrik pada sampel superkonduktor.Berdasarkan data keluaran didapatkan grafik hubungan antara hambat jenis listrikterhadap perubahan temperatur, dimana dari grafik tersebut dapat diketahui nilai suhu kritisnya (Tc). Alat yang digunakan pada uji ini adalah cryogenic magnet “Cryotron FR” buatan Oxford. Cryogenic ini memakai sistem pulse tube cryocooler untuk mendinginkan gas Helium. Sistem pendinginan ini tidak memerlukan penanganan cairan Helium yang dipersiapkan untuk pendinginan. Namun hanya memerlukan gas Helium gas Helium yang akan diekspansi/dimampatkan oleh kompresor sehingga suhu gas Helium akan turun. Peralatan dari cryogenic magnet dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Imaduddin, 2014).
Gambar 2.11 Komponen cryogenic (P2MM, LIPI)
Universitas Sumatera Utara