xvii
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PESTISIDA 2.1.1 Pengertian Pestisida Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1973 pertama kali memberikan pengertian tentang pestisida menurut undang-undang. Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. b. Memberantas rerumputan. c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk. e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan ternak. f. Memberantas atau mencegah hama-hama air. g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan. h. Memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, air atau tanah.
Universitas Sumatera Utara
xviii
Dari pengertian Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1973 tentang pestisida tersebut diatas jelas bahwa yang diatur, dikendalikan, diawasi dan dikelola tidak hanya pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman, tetapi juga untuk pengendalian organisme pengganggu ikan, ternak, dan terutama manusia. Di samping itu, pestisida yang diatur juga meliputi pestisida di rumah tangga, bangunan, serta untuk penyimpanan dan pengangkutan. 2.1.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Kerja Pestisida 1. Insektisida Menurut “cara kerja”atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan, insektisida secara umum dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut. a) Insektisida sistemik Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar, batang atau daun. Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut mengi kuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan monokrotofos. b) Insektisida Nonsistemik Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar tanaman. Insektisida nonsistemik sering disebut insektisida kontak. Namun, istilah itu sebenarnya kurang begitu tepat.
Universitas Sumatera Utara
xix
Istilah kontak lebih tepat digunakan bagi cara kerja insektisida yang berhubungan dengan cara masuknya kedalam tubuh serangga.Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasar Indonesia dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contoh dioksikarb, diazinon, diklorvos, profeno fos, dan quinalfos. c) Insektisida Sistemik Lokal Insektisida sistemik local adalah kelompok insektisida yang dapat diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasi kan ke bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam jaringan
tanaman. Beberapa contoh di antaranya
adalah dimetan, furatiokarb, pyrolan, dan profenofos.
2. Fungisida Pestisida untuk mengendalikan cendawan (fungi) menurut efeknya terhadap cendawan sasaran terdiri atas dua macam. Pertama, senyawasenyawa yang mempunyai efek fungistatik, yakni senyawa yang hanya mampu menghentikan perkembangan cendawan. Cendawan akan berkembang lagi bila senyawa fungistatik tersebut hilang. Kedua, senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungitoksik atau efek fungisida (fungicidal effect), yakni senyawa yang dapat membunuh cendawan. Cendawan tidak berkembang lagi meskipun senyawa fungitoksik itu sudah hilang, kecuali ada infeksi baru.
Universitas Sumatera Utara
xx
3. Herbisida Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida aktif terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik.
2.1.3. Penggolongan Berdasarkan kelas kimia Pestisida dikelompokkan pula menurut kelompok, golongan atau kelas kimianya, yakni sekelompok pestisida yang mempunyai persamaan dalam rumus dasar struktur molekulnya. Tabel 2.1: Kelompok kimia insektisida Contoh
Kelompok 1) Organofosfat(OP): a) Derivat alifatik
Asefat,
forat,
dimetoat,
dikrotovos,
malation, metamidofos b) Heterosiklik
Asinfosmetil, fention, klorfirifos, metidation
c) Derivat fenil
Etil paration, fention, isofenfos, metal paration, profenofos
2) Karbamat: a) Metil karbamat
Karbaril
b) Fenil karbamat
Metiokarb, propoksur
c) Karbamat pyrazol
Dimetilan, isolan, pyrolan
d) Metil heterosiklik
Bendiokarb, karbofuran
Universitas Sumatera Utara
xxi
e) Oksim
Aldikarb, metomil
3) Piretroid: a) Light sensitive
Alletrin, tetrametrin,dan resmetrin
b) Photostable
Sipermetrin, deltametrin, sihalotrin, bifentrin, fenvalerat
2.1.4 Nama Kimia, Nama Umum, dan Nama Dagang Setiap pestisida atau produk perlindungan tanaman yang di perdagangkan terdiri atas tiga bagian utama, yakni bahan aktif, bahan-bahan pembantu dan bahanbahan pembawa. Bahan aktif adalah senyawa kimia atau bahan bioaktif lainnya(mikr oorganisme)
yang
mempunyai efek
pestisida,
yakni
meracuni Organisme
Perusak Tanaman (OPT) atau efek biologi lainnya, misalnya mengusir serangga, men arik serangga, dan sebagainya.Bahan aktif tersebut diberi nama kimia, yakni nama yang didasarkan atas struktur atau rumus kimia senyawa tersebut. Misalnya, Insektisida yang dijual dengan nama dagang Curacron 500 EC mempunyai nama kimia 0-4-bromo-2-chlorophenyl. Insektisida Curacron 500 EC mempunyai bahan aktif bernama Profenofos.Na ma umum atau nama generic pestisida yang bersangkutan sebagai salah satu syarat pendaftaran pada komisi pestisida.
Universitas Sumatera Utara
xxii
2.1.5 Batas Maksimum Residu Pestisida Batas maksimum residu pestisida (BMRP) adalah batas maksimum kandungan residu pestisida di dalam produk pertanian tertentu yang diizinkan oleh pemerintah. Kandungan residu pestisida diatas BMRP dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi atau terpapar oleh produk pertanian tersebut. dengan alasan melindungi kesehatan manusia, setiap Negara menerapkan dan menentukan nilai BMRP yang ketat sehingga dapat digunakan sebagai alasan untuk memeriksa dan membatasi produk-produk pertanian yang memasuki negaranya. Pemerintah pada tahun 1996 memutuskan BMRP melalui keputusan bersama antara menteri kesehatan dan menteri pertanian no.881/Menkes/SKB/VIII/1996 tentang batas maksimim residu pestisida pada hasil pertanian. Melalui Surat Keputusan Bebas (SKB) tersebut telah ditetapkan nilai Batas Maksimum Residu (BMR) (mg/kg), sekitar 2000 kombinasi antara bahan aktif pestisida dan komoditas. SKB tersebut antara lain menyatakan bahwa hasil pertanian yang beredar di Indonesia, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi BMRP. hasil pertanian yang dimasukkan dari luar negeri yang mengandung residu pestisida melebihi BMRP harus ditolak. Sayangnya SKB tersebut sampai saat ini (2005), belum efektif dan operasional sehingga dapat dimanfaatkan sebagai hambatan non-tarif dalam perdaganagan global produk-produk pertanian. mekanisme dan prosedur penerapan dan pengawasan ketetapan BMR pestisida pada tingkat lapangan belum diputuskan dan disepakati pada tingkat lapangan belum diputuskan dan disepakati pada tingkat
Universitas Sumatera Utara
xxiii
antarsektor. Kelemahan dalam koordinasi kelembagaan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kelemahan dukungan penelitian dan keterbatasan sarana laboratorium uji residu pestisida yang memenuhi syarat merupakan beberapa masalah yang menyebabkan SKB tersebut masih belum berjalan (Untung,2007).
2.2.ORGANOFOSFAT Organofosfat ditemukan pada tahun 1945. Struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. Organofosfat adalah pestisida yang mengandung fosfor dan sulfur yang bersifat toksik dan beracun yang dapat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melebihi inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. Organofosfat dapat menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak digunakan diseluruh dunia. Contoh: malathion, monokrotofos, paration, fosf amidon, bromofos, diazinon, dimetoat, fention, profenofos dan puluhan lainnya (Sastroutomo,1992).
2.2.1 Profenofos (C11H10BrClO3PS)
Universitas Sumatera Utara
xxiv
Profenofos adalah insektisida golongan organofosfat yang terdi dari gugus (thiophosphate). Sifat kimia : a. Berat Molekul 373,65 g/mole b. Titik didih 110 oc c. Densitas 1,46 g/cm d. Waktu paruh degradasi pada tanah 9 hari e. Stabil pada kondisi sedikit asam dan tidak stabil pada kondisi basa. Dalam penggunaannya profenofos secara biokimia dapat menghambat kerja enzim cholisterase isomernya mampu menghambat kerja enzim acetylcholinesterase. Dimana insektisida dan akasarida non sistemik yang bekerja ketika terjadi kontak dengan kulit, termakan (masuk ke lambung), dan inhalasi (kesistem pernafasan). Dan kegunaan profenofos adalah untuk mengontrol serangga (terutama lepidopetera) dan tungau pada tanaman kapasa, tebu, kacang hijau, kentang, tembakau, sayur-mayur dan tanaman lainnya. Profenofos merupakan insektisida yang bersifat mudah terdegradasi, profenofos dalam tanah akan hilang pada kondisi netral sampai basa dengan waktu yang paruh beberapa hari.(http://profenofos, klorpirifos.html.co.id)
2.3 Kakao 2.3.1 Sejarah singkat Kakao Produk coklat dihasilkan melalui tahapan dan proses yang relatif panjang. Tanaman kakao, tanaman, buah, dan biji akan menghasilkan buah kakao yang di
Universitas Sumatera Utara
xxv
dalamnya terdapat biji-biji kakao. Kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali mengusahakan tanaman kakao serta menggunakan kakao sebagai bahan makanan ndan minuman adalah suku Indian Maya dan suku Astek (Aztec). Pada waktu itu, pengolahan biji kakao oleh orang-orang Indian dilakukan dengan cara menyimpan biji kakao dan Mengeringkannya dengan cara menyimpan biji kakao dan mengeringkannya dibawah sinar matahari.
2.3.2
Jenis Hama dan Pengendaliannya a) Kepik Penghisap Buah 1. Gejala Serangan dan kerusakan Serangga muda dapat menimbulkan kerusakan terhadap tanaman kakao dengan cara menussukkan alat mulutnya ke dalam jaringan tanaman untuk menghisap cairan sel-sel didalamnya.serangan hama ini dapat menurunkan produksi sebesar 50-60%. 2. Pengendalian secara kimiawi berdasarkan sistem Dini Beberapa
insektisida
anjuran
yang
telah
mendapat
izin
dari
komisi Pestisida, karena secara ekonomi penggunaan insektisida dinilai relatif
mahal
tenaga pelaksana
dan
mempunyai maupun
resiko
terhadap
tinggi,
baik
agroekosistem,
terhadap maka
penggunaannya harus bijaksana.
Universitas Sumatera Utara
xxvi
b) Ulat Api 1. Gejala serangan dan kerusakan Serangan larva instar awal menimbulkan bintik tembus cahaya pada da un, kemudian timbul bercak-bercak coklat yang sekelilingnya berwarna kuning yang dapat meluas keseluruh permukaan daun. kerugian yang terjadi karena menurunnya proses fotosintesis sehingga pembentukan karbohidrat berkurang dan secara tidak langsung dapat menurunkan produksi buah. 2. Pengendalian Secara alami terdapat musuh-musuh bagi tanaman kakao, baik yang parasit maupun predator. Namun, tampaknya musuh alami tersebut belum dapat menekan ulat api sampai pada tingkat populasi yang tidak merugi. Masih perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan penggunaan insektisida.(Lukito,2004)
2.4 Lada 2.4.1 Sejarah singkat Lada Lada merupakan salah satu jenis tanaman yang batangnya berbentuk akarakaran. Tanaman penghasil rempah-rempah yang bernama laktin piper nigrum L. Ini masuk ke Indonesia sejak abad XVI (sekitar tahun 1547) Lada sudah dikenal masyarakat luas. Buktinya, buah lada setiap hari dimanfaatkan sebagai bumbu masak.
Universitas Sumatera Utara
xxvii
2.4.3 Jenis hama dan Pengendaliannya a. Hama Secara umum hama yang sering menyerang tanaman lada dibedakan atas tiga jenis, yaitu hama yang menyerang buah dan bunga, dan menyerang daun. Sementara hama yang menyerang akar tanaman lada jarang terjadi. Kerusakan pada akar banyak disebabkan oleh serangan penyakit. 1. Hama yang menyerang bunga dan buah Ada beberapa jenis hama yang menyebabkan keberadaan bunga dan buah lada menjadi tidak normal, diantaranya ialah lalat. 2. Hama yang menyerang batang dan ranting atau cabang Selain menyerang bunga dan buah, ada juga jenis hama yang menyerang batang tanaman lada, baik batang muda, batang dewasa, maupun batang tua. 3. Hama yang menyerang daun Selain bunga, buah, dan cabang, ada juga hama yang menyerang daun. Daun yang diserang dapat berupa daun muda maupun daun tua. b. Pengendaliannya Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar tanaman lada terhindar dari serangan hama dan penyakit. Bila tanaman sudah terlanjur diserang oleh hama dan penyakit, sebaiknya keberadaannya diberantas dengan penggunaan pestisida.
Universitas Sumatera Utara
xxviii
Tabel 2.2 Beberapa jenis pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman lada
Merek Dagang
Jenis Pestisida
Dosis
Kegunaan
Curacron
Insektisida
2 cc/l air
Mengatasi Perusak daun dan penghisap bunga/buah
Lannate
Insektisida
2 cc/l air
Mengatasi serangga penghisap, lalat, ulat
Supracide 40 EC Insektisida
2 cc/l air
Mengatasi kutu daun dan lalat buah
(Sarpian,T.2004)
2.5
Kromatografi Gas Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit
dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi tiap komponen dengan detektor.
Universitas Sumatera Utara
xxix
Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut, gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fase diam. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu per satu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan recorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Kromatografi gas telah digunakan untuk menganalisis bahan-bahan yang terkait dengan bidang farmasi seperti pelarut, pengawet, dan bahan obat, mengamati stabilitas suatu obat, dan untuk analisis senyawa obat dalam cairan biologis.
Sistem peralatan kromatografi gas Sistem peralatan kromatografi gas ditunjukkan dengan komponen-komponen utama yaitu: 1. Kontrol dan penyedia gas pembawa. 2. Ruang suntik sampel. 3. Kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik. 4. Sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder). 5. Komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data.
Universitas Sumatera Utara
xxx
2.5.1 Fase Gerak
Fase gerak pada kromatografi gas juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif, murni/kering karena tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan dapat disimpan dalam tangki terkanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen )
2.5.2 Ruang suntik sampel Lubang injeksi di desain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Ada 4 jenis injektorpada kromatografi gas, yaitu : a. Injeksi langsung, yang mana sampel yang dsi injeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% sampel masuk menuju kolom. b. Injeksi terpecah, yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan. c. Injeksi tanpa pemecahan, yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa kedalam kolom karena katup pemecah ditutup. d. Injeksi langsung ke kolom, yang mana ujung semprit dimasukkan langsung kedalam kolom. Teknik injeksi langsung kedalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap; karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik,
Universitas Sumatera Utara
xxxi
dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi akan terjadi pirolisis.
2.5.3
Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Ada 3 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu, kolom kemas (packing coloumn) yang terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari lembaga dan aluminium.panjang kolom jenis ini adalah 1-5 meter dengan siameter 14 mm. dan kolom kapiler (capillary colomn) sangat banyak dipakai karena kolom ini memberikan efisiensi yang tinggi, serta kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks. Fase diamyang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar.
2.5.4
Detektor Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak(gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh kromatografi gas
disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap
waktu. Jenis-jenis detektor yang digunakan pada kromatografi gas antara lain:
Universitas Sumatera Utara
xxxii
a. Flame Ionization Detector (FID) adalah detektor general untuk mengukur komponen-komponen sampel yang memiliki gugus alkil (C-H).Komponen sampel masuk ke FID,kemudian akan dibakar dalam nyala (campuran gas H2 dan udara), komponen akan terionisasi,ion-ion yang dihasilkan akan dikumpulkan oleh ion collector,arus yang dihasilkan akan diperkuat,kemudian akan dikonversi menjadi satuan tegangan.Semakin tinggi konsentrasi komponen, makin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga responnya juga makin besar. Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa organik (Senyawa Flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi. b. Thermal Conductivity Detector (TCD) adalah detektor paling general sebab hampir semua komponen memiliki daya hantar panas. TCD bekerja dengan prinsip mengukur daya hantar panas dari masing komponen.Mekanismenya berdasarkan teori “Jembatan Wheatstone” di mana ada dua sel yaitu sel referensi
dan
sel
sampel. Sel
referensi
hanya
dilalui
oleh
gas
pembawa,sementara sel sampel dilalui oleh gas pembawa dan komponen sampel.Perbedaan suhu kedua sel akan mengakibatkan perbedaan respon listrik antara keduanya dan ini akan dihitung sebagai respon komponen sampel. Detektor TCD banyak digunakan untuk analisis gas. c. Electron Capture Detector (ECD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawaan halogen organik.Banyak diaplikasikan untuk analisis senyawaan pestisida.Secara prinsip,komponen sampel akan ditembak dengan sumber
Universitas Sumatera Utara
xxxiii
radioaktif Nikel,dan jumlah elektron yang hilang dari proses itu dianggap linear dengan konsentrasi senyawaan tersebut. d. Flame Photometric Detektor (FPD) adalah detektor khususs untuk mendeteksi senyawa sulfur, posfor, dan timah organik. Senyawa yang mengandung sulfur atau fospor dibakar dalam nyala hydrogen/oksigen maka akan terbentuk spesies yang tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi yang spesifik yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Detektor ini banyak digunakan untuk menganalisa pestisida. e. Flame Thermionic Detector(FTD)adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawaan nitrogen dan atau posfor organik.Prinsipnya adalah pembakaran senyawaan komponen kemudian direaksikan dengan garam Rubidium dan respon listrik yang dihasilkan akan diperkuat dan dikonversi menjadi satuan tegangan. Banyak digunakan untuk analisis senyawaan pestisida. Detektor ini sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600˚C). Elemen dapat berupa logam kalium, rubidium atau sesium yang dilapiskan pada silinder kecil alumunium, dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N atau P.
Universitas Sumatera Utara
xxxiv
2.5.5 Komputer Kromatografi gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan pereangkat lunaknya untuk digitalisasi signal detektor yang mempunyai beberapa fungsi antara lain: a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas, suhu oven dan pemrograman suhu, serta penyutikan sampel secara otomatis. b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan grafik berwarna. c. Merekam data kalibrasi,retensi, serta perhitunga-perhitungan dengan statistik. d. Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu. Recorder
berfungsi
sebagai
pengubah
sinyal
dari
detektor
yang
diperkuatmelalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Hasil recorder yang berupa kromatogram berbentuk peak-peak dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantiutatif.(Rohman,a.2009)
Universitas Sumatera Utara