BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit adalah tanah liat alami dari keluarga smektit. Bentonit adalah istilah dari lempung yang termasuk kelompok dioktohedral. Secara geologi bentonit terjadi karena dari hasil pelapukan, hidrotermal, akibat transformasi dan sedimentasi. Terdapat 2 jenis bentonit alam yang umum dikenal serta digunakan, yaitu: 1. Na-betonit Bentonit ini mempunyai kemampuan mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan di dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau kream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap, mempunyai pH 8,5–9,8. 2. Mg, Ca-bentonit Bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, mempunyai pH 4–7. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Bentonit mengandung montmorilonit, dan sisanya sebagai mineral pengotor yang terdiri dari campuran mineral kuarsa, feldspar, kalsit, gipsum, dan lain-lain. Bentonit
dapat
digunakan
sebagai
material
paduan
karena
merupakan
nanoreinforcement yang memiliki lapisan-lapisan berukuran nano (Dhena, 2011; Syuhada, dkk, 2009 dan Gustam, 2008). Bentonit merupakan mineral lempung yang mampu menyerap air dan mengembang (Sutha, 2008). Sifat-sifat tersebut menjadikan bentonit memiliki banyak kegunaan. Bentonit merupakan hasil endapan dari aktivitas vulkanik jatuhan berukuran sangat halus yang kemudian mengalami proses pengerjaan oleh air dan terendapkan kembali di daerah lain, kemungkinan pada lingkungan laut dalam. Kenampakan yang terdapat pada daerah Gunung Kidul menunjukkan warna putih kotor, warna lapuk coklat cerah, struktur berlapis (laminasi), tekstur klastik, agak keras, agak kompak, ringan tersusun oleh butiran gelas vulkanik, pumis tuff serta material piroklastik yang lain dengan ukuran sangat halus.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum menurut Minto Supeno (2009), pembentukan endapan bentonit diklasifikasikan pada empat cara, yaitu: 1. Endapan Hasil Pelapukan Faktor utama dalam pembentukan endapan bentonit sebagai hasil pelapukan adalah komposisi kimia dan daya lalu air pada batuan asalnya. Mineral-mineral utama dalam pembentukan bentonit antara lain adalah, plagioklas, kalium-feldspar, biotit, muskovit serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Pembentukan bentonit dari proses pelapukan diakibatkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat dalam air tanah dengan senyawa silikat. 2. Endapan Proses Hidrotermal Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam dengan kandungan khlorida, sulfur, karbondioksida, dan silika. Pada proses ini komposisi larutan kemudian berubah karena adanya reaksi dengan batuan lain. Larutan alkali selanjutnya terbawa keluar dan bersifat basa serta akan tetap bertahan selama unsur alkali tanah tetap terbentuk akibat penguraian batuan asal. Pada alterasi lemah, keterdapatan unsur alkali tanah akan membentuk bentonit. 3. Endapan Akibat Transformasi Endapan bentonit sebagai hasil transformasi/devitrifikasi debu gunung api terjadi dengan sempurna apabila debu diendapkan di dalam wadah berbentuk cekungan. Mineral-mineral gelas gunung api secara perlahan-lahan akan mengalami devitrifikasi yang selanjutnya akan menghasilkan bentonit. 4. Endapan Sedimen Bentonit juga dapat terbentuk sebagai cadangan sedimen keadaan basah. Mineralmineral yang terbentuk secara sedimenter dan tidak berasosiasi dengan tufa, salah satunya adalah bentonit serta terbentuk dalam cekungan yang bersifat basa.
2.1.1
Sifat Bentonit Sifat-sifat bentonit menjadikannya memiliki banyak kegunaan terutama di
bidang industri. Sifat-sifat bentonit dapat dijabarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Komposisi dan jenis mineral dapat diketahui dengan pengujian difraksi sinar-x. 2. Sifat kimia, dengan alvalisis sifat kimia tidak langsung dapat menentukan kualitas bentonit (hanya sebagai galian pembanding saja sebab komposisi hampir sama dengan illit maupun kaolinit). 3. Sifat teknologi, erat kaitannya dengan pemanfaatannya seperti sifat pemucatan, plastis, suspensi, mengikat dan sifat melapisi. 4. Pertukaran ion, sifat ini menentukan jumlah air (uap air) yang dapat diserap bentonit. Hal ini disebabkan karena struktur kisi-kisi Kristal mineral bentonit serta adanya unsur kation (ion bermuatan positif) yang mudah tertukar maupun menarik air. Kation/ion Na mempunyai daya serap air lebih besar dari pada ion Mg, Ca, K dan H. Maka jika dimasukan ke dalam air akan mengembang dan membentuk larutan koloid. Bila air dikeluarkan akan membentuk masa yang kuat, liat dan keras serta tidak tembus air disamping itu bersifat lembab atau tahan terhadap reaksi kimia. Karena sifat tersebut bentonit digunakan dalam pemboran sehingga mampu melapisi dinding dan menahan rembesan air. Sifat-sifat bentonit selain sifat di atas adalah sifat fisis bentonit yaitu sebagai berikut: 1. Kapasitas pertukaran kation/cation excange capacity Sifat ini menentukan jumlah kadar air yang diserap oleh bentonit, di dalam keseimbangan reaksi kimia. Karena struktur kisi-kisi montmorilonit ion dan kation yang mudah tertukar dan menarik air (ion Na) menyebabkan bentonit segar mengembang bila dimasukan dalam air, semakin tinggi harga serapan maka mutu semakin baik. 2. Daya serap Adanya ruang pori antarikatan mineral lempung serta ketidakseimbangan muatan listrik dalam ion-ionnya maka bentonit dapat digunakan sebagai galian penyerap berbagai keperluan. Daya serap bentonit dapat ditingkatkan dengan menambahkan larutan asam atau dengan istilah dengan cara aktivasi (Gustam, 2008). 3. Luas permukaan
Universitas Sumatera Utara
Biasa dinyatakan sebagai galian jumlah luas permukaan kristal/butir bentonit yang berbentuk tepung setiap gram berat (m2/gr). Makin luas makin besar zat yg melekat, maka bentonit dapat dipakai sebagai galian pembawa dalam insektisida, pengisi kertas, plastik. 4. Rheologi Apabila bentonit dicampur dengan air dan dikocok maka akan menjadi agar-agar, namun bila didiamkan akan mengeras seperti semen (tiksotropi) (Wijaya, 2004). Apabila kekentalan dan daya suspensinya baik maka bentonit ini baik untuk lumpur pemboran, industri cat, kertas. Apabila teksotropinya sangat baik maka baik untuk digunakan sebagai pelapis maupun pelindung fondasi. 5. Sifat mengikat dan melapisi Kemampuan bentonit mengikat bijih/logam dan melapisi, membuat bentonit dapat digunakan untuk pengikat pelet konsentrat/bijih dan pelekat cetakan logam. 6. Sifat plastis Digunakan sebagai bahan galian pencampur keramik maupun dempul kayu. Mineral ini memiliki luas permukaan yang besar dan kapasitas penukar kation yang baik. Dengan memanfaatkan sifat khas dari montmorillonit tersebut, maka antarlapis silikat lempung montmorillonit dapat disisipi (diinterkalasi) dengan suatu bahan yang lain (misalnya: senyawa organik atau oksidaoksida logam) untuk memperoleh suatu bentuk komposit yang sifat fisik kimianya berbeda dibandingkan lempung sebelum dimodifikasi. Sifat-sifat fisik dan kimia tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakterisasi lempung baik sebagai katalis, pendukung katalis, maupun adsorben (Sutha, 2008). Sifat dan wujud bentonit dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berkilap lilin, umumnya lunak, plastis dan sering berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu, merah muda dalam keadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah menjadi kuning, merah coklat serta hitam. 2. Bila diraba terasa licin seperti sabun dan kadang pada permukaannya dijumpai cermin sesar.
Universitas Sumatera Utara
3. Bila di masukan ke dalam air akan menghisap air sedikit atau banyak. 4. Bila kena hujan singkapan bentonit berubah menjadi bubur dan bila kering menimbulkan rekahan yang nyata (Gustam, 2008). 2.1.2
Karakterisasi Bentonit
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode analisis yang umum digunakan untuk mengkaji perubahan struktur bentonit. Spektra inframerah ini dapat mengetahui keberadaan gugus-gugus fungsional utama di dalam struktur senyawa yang diidentifikasi. Metode analisis spektrokopi inframerah bermanfaat untuk melengkapi data karakteristik difraksi sinar-X, surface area anlyzer, dan hasil scanning electron microscopy. Identifikasi yang dihasilkan lebih bersifat kualitatif yakni pengenalan keberadaan gugus-gugus fungsional yang ada pada bentonit. Interpretasi spektra bentonit dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Interpretasi Spektra Bentonit Bilangan gelombang (cm-1) Jenis Vibrasi 3500 – 3200
Vibrasi ulur H-O-H
1637,5 – 1641
Vibrasi tekuk H-O-H
1400 – 1500
Regangan O-H
1035 – 1045
Regangan Asimetris Si-O-Si
913 – 927
Regangan Al-O-Al
850 – 950
Regangan C-H
785 – 790 Sumber: Filayati, 2012
Vibrasi tekuk Al-O-Al
X-ray fluorescence spectrometry (XRF) merupakan teknik analisa nondestruktif yang digunakan untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi elemen yang ada pada padatan, bubuk ataupun sample cair. XRF mampu mengukur elemen dari berilium (Be) hingga Uranium pada level trace element, bahkan dibawah level ppm. Secara umum, XRF spektrometer mengukur panjang gelombang komponen material secara individu dari emisi flourosensi yang dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-X.
Universitas Sumatera Utara
Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel, metode ini dipilih untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar-X tetapi juga sumber eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan energi yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia terhadap bentonit menggunakan metode XRF, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Komposisi Kimia Bentonit Aceh Komposisi Berat (%) Senyawa
Bentonit Aceh Utara
Bentonit Bener Meriah
Bentonit Sabang
SiO 2
62,31 - 72,29
54,43 - 76,35
26,37 - 66,48
Al 2 O 3
14,08 - 15,61
10,18 - 23,02
2,67 - 17,56
Fe 2 O 3
1,94 - 10,15
1,25 - 4,12
0,08 - 4,32
CaO
0,08 - 0,77
0,04 - 0,14
1,12 - 3,25
MgO
0,84 - 1,15
0,32 - 1,35
0,43 – 9,10
Na 2 O
0,48 - 1,19
0,12 - 1,39
0,02 - 0,93
K2O
0,02 - 0,91
0,04 - 1,63
0,05 - 0,83
Sumber: Julinawati, 2013 2.1.3
Kegunaan Bentonit
Bentonit adalah salah satu bahan pengisi bukan arang yang sering dipakai sebagai bahan pengisi pada industri karet. Bentonit adalah mineral murah dan telah menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa karet alami maupun karet sintetis. Penggunaan sumber daya alam mineral secara ekonomis berupa bahan bentonit di Indonesia masih bernilai rendah secara industri. Hal ini dapat dilihat pada data
Universitas Sumatera Utara
statistik impor dan ekspor bentonit di Indonesia dari tahun 1997 hingga tahun 2003 dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3 Statistik Bentonit Indonesia Tahun 1998 – 2003 2003 Produksi (ton) Konsumsi (ton)
2002
2001
2000
1999
99,666 270,000 225,000 231,000 224,718
196,928 193,031
1998
155,500 117,500 128,607 108,251
Ekspor (ton)
72,513 114,502
62,835
63,083
41,651
18,614
Impor (ton)
35,141
35,514
25,005
14,785
9.488
43,883
Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2005 Penggunaan dalam berbagai sektor membuat bentonit dikenal secara pasaran dengan beberapa istilah. Na-bentonit alam dikenal sebagai bentonit Wyoming dan bentonit sintetis yang disebut brekbond 2 (Inggris) dan berkonit (Italia). Sedangkan Cabentonit juga dikenal dengan produk seperti NKH, Tonsil, Galleon, dan lain-lain. Nabentonit dipakai untuk bahan perekat, pengisi (filler), dan lumpur bor. Penggunaan Nabentonit untuk pengeboran sebenarnya bersaing dengan jenis lempung lain yang telah diaktivasi. Bentonit mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjernihkan warna seperti pada pengolahan minyak yang berasal dari binatang atau tumbuh-tumbuhan (Ika, 2008). Misalnya, pada pengeboran di daerah bergaram dan geothermal, pemakaian Na-bentonit tidak memperoleh hasil baik karena dapat terjadi pengendapan dan kerak-kerak akibat pengaruh cairan elektrolit. Pemakaian yang lain adalah untuk pengecoran logam, pembuatan pelet konsentrat besi dan logam lain, teknik sipil, sebagai bahan pemucat, katalis, dan lain-lain. Penggunaan utama Ca-bentonit adalah untuk pembuatan Na-bentonit sintetis dan lempung aktif. Selain itu, juga digunakan untuk pembersih minyak bakar, pelumas, minyak goreng, farmasi, kimia, kertas, keramik, dan lainnya. Ca-bentonit untuk pembuatan Na-bentonit sintetis mempunyai lebih banyak keuntungan daripada lempung lain, kecuali lempung asam, misalnya saat penngerusan, penyaringan dan
Universitas Sumatera Utara
pengeringan. Selain itu, menghasilkan produk sampingan yaitu precipitated calcium carbonate. Selain
Na-bentonit
dan
Ca-bentonit
terdapat
lempung
sejenis
yang
penggunaannya hampir sama, yaitu: atapulgit, sepiolit, dam lempung asam. Atapulgit mempunyai sifat mengembang yang baik, sehingga mudah membentuk spesifikasi yang diinginkan konsumen. Aktivasi dilakukan sama seperti terhadap Ca-bentonit atau lempung asam. Lapangan penggunannya adalah sebagai bahan penyerap dan penjernih di industri minyak goreng dan penyulingan minyak bumi, bahan pembuatan wol mineral, pembersih lemak, bahan obat-obatan, cat, keramik, campuran semen, bahan pengisi di industri kertas, dan bahan lumpur bor (Gustam, 2008). 2.1.4 Bentonit Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera, luasnya mencakup 12,26% Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390 km2. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur Patahan Sumatera dan adanya jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi (Azis, 2009). Potensi endapan mineral yang melimpah di Aceh, dapat dikembangkan secara optimal sehingga mampu memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam menunjang pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan penerimaan daerah, membuka lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan terjaganya hutan. Sehingga perdamaian yang telah terbentuk di Aceh, akan semakin bermakna dengan pemanfaatan sumber daya alam yang dikelola dengan arif dan bijaksana. Bahan galian logam dan non logam di Aceh banyak yang belum dikembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga, mangan, besi,
Universitas Sumatera Utara
timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung, sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit, basal, kuarsit, diorin dan andesit. Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Simeulue (Julinawati, 2013). 2.1.4.1 Bentonit Kabupaten Aceh Utara Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan ibukota Lhoksukon terdiri dari 22 Kecamatan, 850 desa dan 2 kelurahan, terletak pada koordinat 96º 47’ BT sampai 97º 30’ BT dan 4º 43’ LS sampai 5º 15' LS. Daerah ini disusun oleh berbagai macam formasi batuan yang dipengaruhi oleh struktur geologi yang dibeberapa tempat tertentu disertai dengan kegiatan intrusi (Kaelani, 2007). Beberapa jenis bahan galian non logam yang terdapat di wilayah kabupaten Aceh Utara adalah sirtu, lempung, andesit, bentonit dan batu gamping. Bentonit di kabupaten Aceh Utara dianggap sangat prospek dan mempunyai sumber daya terukur yang terdapat di Desa Teupin Reusep Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya terukur 10.858.948,1 ton, Desa Jamuan Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya 2.000.000 ton, Desa Blangkaring Kecamatan Nisam dengan sumber daya terukur 2.674.574,2 ton dan Desa Blangdalam Kecamatan Nisam dengan sumber daya 1.500.000 ton (Kusnadi, 1987). Dari segi genesa dan litologi, bentonit di daerah ini ditemukan berupa lapisanlapisan yang berselingan dengan batupasir, tufa pasiran dan batu lempung dengan ketebalan sampai 2 meter, dibeberapa tempat mencapai ketebalan 3 meter sampai 6 meter dengan warna bervariasi dari putih kehijauan, kuning pucat sampai hijau pucat dan abu-abu, mempunyai kilap lilin, rapuh sampai getas. Pada singkapan-singkapan yang terbuka seperti pada lereng-lereng landai yang gundul umumnya mengalami rekahan-rekahan serta mudah longsor. Berdasarkan pengamatan secara megaskopis, bentonit di daerah penyelidikan terjadi akibat proses devitrifikasi dari tufa kaca yang diendapkan di dalam air.
Universitas Sumatera Utara
Hasil pemeriksaan difraksi sinar-X (XRD), bentonit yang terdapat di Desa Teupin Reusep, Kecamatan Muara Batu mempunyai komposisi mineral kuarsa, tridimit, anortit, montmorilonit dan haloysit, sedangkan bentonit di Desa Blangkaring, Kecamatan Nisam mempunyai komposisi mineral kuarsa, muskovit, bentonit, anortit dan haloysit (Kaelani, 2007). 2.1.4.2 Kabupaten Bener Meriah Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu Kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. sesuai dengan undang-undang Nomor 41 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003. Tofografi alam Kabupaten Bener Meriah pada umumnya pegunungan dan perbukitan serta sedikit lembah. Kabupaten Bener Meriah bercorak sebagai daerah pegunungan dan memiliki beberapa puncak gunung seperti Gunung Talang (masih aktif), Gunung Geureudong, Gunung Burne Rajawali, Gunung Burne Draung Malem, Gunung Kulam Raja. Pemerintah kabupaten Bener Meriah dengan luas wilayah 3.562,14 km2 terbagi menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, yang terdiri dari 233 desa. Kecamatan terluas adalah kecamatan Syah Utama dengan luas 1.025,85 km2 atau 54,32% dari luas kabupaten. Sedangkan luas kecamatan terkecil adalah Wih Pesam dengan luas 43,48 km2 atau 2,3% dari luas kabupaten. Kecamatan Pintu Rime Gayo merupakan kecamatan keempat secara administratif, dengan jumlah desa sebanyak 23 desa. Desa Negeri Antara merupakan desa kesepuluh dalam Kecamatan Pintu Rime Gayo (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012). Peta Administrasi Kabupaten Bener Meriah berdasarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (2012) ditunjukkan pada gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Bener Meriah Secara adminitratif, batas-batas wilayah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut: di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Tengah, di sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, di sebelah Utara dengan kabupaten Aceh Utara dan Bireuen, dan di sebelah selatan dengan kabupaten Aceh Tengah. Secara geografis, Kabupaten Bener Meriah terletak pada 4o33’50” - 4o54’50” garis Lintang Utara dan 96o40’75” – 97o17’50” Bujur Timur, berada pada ketinggian 100 – 2.500 m dpl. Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), baik dari pengamatan lapangan serta analisa laboratorium, di kabupaten Bener Meriah, geologi yang teramati sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian non logam berupa: andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit, batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Disarankan bahan galian yang dapat dikembangkan untuk kabupaten Bener Meriah: andesit, bentonit, feldspar, granit, lempung, pasirkuarsa, sirtu dan tras.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Purifikasi Bentonit
Kandungan utama bentonit adalah mineral montmorilonit dan kandungan lainnya terdiri dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit. Sebelum dimodifikasi menjadi organoclay, harus dilakukan purifikasi terlebih dahulu terhadap bentonit untuk menghilangkan berbagai mineral yang terdapat di dalamnya. Purifikasi terutama meliputi pengurangan kadar besi dan pemisahan beberapa mineral dengan metoda pengendapan. Kandungan beberapa mineral, terutama kandungan logam besi yang terdapat dalam bentonit dapat mempengaruhi kwalitas produk akhir nanocomposite (Syuhada, dkk, 2009). Tidak ada prosedur yang khusus untuk purifikasi dari bentonit. Metode pemurnian yang spesifik untuk setiap bentonit butuh pengembangan yang tergantung pada sifat-sifat mineral clay dan nonoclay yang dikandungnya. Untuk memisahkan beberapa mineral ini ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu cara kimia dan cara sedimentasi. Calcite, iron oxide dan humic acid dapat dipisahkan dengan cara kimia. Sedangkan quartz, feldspar, clinoptilolite yang mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi. Dalam hal pemurnian bentonit dari beberapa mineral yang harus diperhatikan adalah tidak merubah secara signifikan sifat fisik dan kimia dari bentonit. Cara sedimentasi adalah cara yang paling aman untuk purifikasi bentonit supaya tidak terjadi perubahan sifat fisik dan kimianya. Prosedur ini biasanya meliputi pelarutan sampel di dalam air demineral, anti penggumpalan (disaggregating) dengan menggunakan ultrasonik dan pengendapan/sedimentasi (cara grafitasi atau sentrifugasi) untuk mengambil fraksi dimana semakin lama waktu endapan semakin kecil fraksi yang diperoleh. Montmorilonit dalam kandungan bentonit secara alamiah mempunyai ukuran partikel yang sangat halus (<2 µm) dan salah satu cara untuk memisahkannya dari partikel kasar adalah dengan cara sedimentasi ini. Biasanya partikel kasar yang mempunyai ukuran partikel >2 µm adalah mineral quartz, feldspar, clinoptitolite dan calcite (Fisli, 2008). Dengan proses sedimentasi partikel kasar akan mengendap akibat
Universitas Sumatera Utara
pengaruh gravitasi, partikel kecil yang dikandung dalam suspensi akan lebih mudah dipisahkan menggunakan variasi waktu pengendapan. 2.2 Polipropilena Polipropilena merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas propilena, propilena mempunyai specific gravity rendah dibandingkan dengan jenis plastik lain. Polipropalena mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (Chemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) rendah. Polipropilena adalah salah satu dari bahan termoplastik dengan sejumlah sifat-sifat yang diinginkan membuat bahan ini serbaguna dan menjadi salah satu dari termoplastik komersial terpenting, konsumsinya masih meningkat lebih dengan cepat dibandingkan total untuk semua termoplastik. Keunggulan polipropilena yaitu (1). Secara relatif produk ini biayanya murah disebabkan polimerisasi teknologi monomer rendah sehingga harganya murah, dibandingkan dengan termoplastik lain, (2). Polimer ini memungkinkan dimodifikasi untuk berbagai aplikasi, melalui kopolimerisasi, orientasi, dan lain teknik sifat fisis, produk memungkinkan divariasi untuk memenuhi satu cakupan luas dari persyaratan termal serta mekanik, (3). Dalam memproses polimer ini memungkinkan penggunaan sebagian besar secara teknik fabrikasi komersial. Modifikasi serta peningkatan rheology merupakan keunggulan dari produk ini, biayanya murah, sehingga mendorong produksinya dan aplikasi terus berkembang. Salah satu bahan plastik yang umum digunakan untuk daur ulang adalah polipropilen (PP). Monomer-monomer penyusun rantai polipropilen adalah propilena yang diperoleh dari pemumian minyak bumi. Propilena, merupakan senyawa vinil yang memiliki struktur CH2=CH-CH3. Secara industri polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalisasi koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linear yang terbentuk -A-A-A-A- dengan A merupakan propilena. Polipropilena biasanya didaur-ulang dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5". Berdasarkan struktur rantainya polipopilena terdapat tiga susunan gugus metil terhadap bidang utama rantai-rantai karbon, atau terdapat tiga isomer (taktisitas):
Universitas Sumatera Utara
1.
Isotaktik: Gugus-gugus metil berada pada sisi-sisi yang sama
C H
CH3 C
C
H
H 2.
CH3 C
C H
H CH3 C
C
H
H
H
CH3 C H
Sindiotaktik: Gugus-gugus metil tertata secara berselang-seling pada sisi rantai
H C H 3.
H
H
H
H
H CH3 C
C
H
H C
C H
H CH3 C
C
H
H C
H CH3 H CH3 Ataktik: Gugus-gugus metil tertata secara acak pada rantai polipropilena .
C H
CH3 C H
C
H
H
H
H
H
CH3 C H
C H
H C
C H
CH3
CH3 C H
Krisatlinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas
yang tinggi
menyebabkan regangannya tinggi dan kaku. Dalam polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana atom-atom yang terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,5°C dan membentuk rantai zig-zag planar. Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintetik isotaktik sehingga kekristalinnya tinggi. Karena keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas (Julinawati, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik, Polipropilena memiliki titik lebur ~160°C (320°F), sebagaimana yang ditentukan Differential Scanning Calorimetry. Ciri-ciri plastik jenis ini biasanya transparan tetapi tidak jernih atau berawan, keras tetapi fleksibel, kuat, permukaan berlilin, tahan terhadap bahan kimia, panas dan minyak. Merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk kemasan pangan, tempat obat, botol susu, sedotan. Polipropilena juga lebih kuat dan lebih tahan dari polietilena. Polypropylene memiliki sifat-sifat yang serupa dengan polyethylene Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas dan pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan bahan thermoseting. Sifat- sifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat pada polyethylene. Tahan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik dari pada polyethylene massa jenis tinggi. Polypropylene paling umum digunakan untuk cetakan plastik, dimana hal ini disuntikkan ke dalam cetakan sementara cair, membentuk bentuk kompleks dengan biaya yang relatif rendah dan volume tinggi; contoh termasuk tutup botol, botol, dan alat kelengkapan. Polypropylene memiliki rumus molekul (C 3 H 6 ) n . Massa jenisnya rendah (0,90 - 0,92) termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer, dapat terbakar bila dinyalakan dibandingkan polyethylene massa jenis tinggi. Titik lelehnyanya tinggi sekali (176°C), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatannya lebih tinggi tetapi tahan impaknya lebih rendah terutama pada temperatur rendah.Sifatsifat umun polipropilena dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.4 Sifat Umum Polipropilena Deskripsi 0
Polipropilena 3
Densitas pada suhu 20 C (gr/cm ) 0
Suhu melunak ( C) 0
0,90 149
Titik lebur ( C)
170
Kristalitas (%)
60-70
Indeks fluiditas
0,2-2,5
Universitas Sumatera Utara
2
11000-13000
Modulus elasitas (kg/cm ) 2
Tahanan volumetrik (Ohm/cm ) 8
Konstanta dielektrik (60-10 cycles) Permeabilitas gas
17
10
2,3 -
Nitrogen
4,4
Oksigen
23
Gas Karbon
92
Uap air
600
2.2.1 Sifat-sifat Polipropilena Poliproilena mempunyai konduktifitas panas yang rendah (0.12 w/m), tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut organk, bahan kimia organik, uap air, minyak, asam dan basa, isolator yang baik tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh 160°C dan suhu dekomposisi 380°C. Pada suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluena, dalam silena larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida (Al Malaika, 1997). Sifat-sifat polipropilena serupa dengan sifat-sifat polietilen. Massa jenisnya rendah (0,90 – 0,92). Termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan, titik lunaknya tinggi sekali (176°C, Tm), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan impaknya rendah terutama pada suhu rendah. Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik daripada polietilen dengan permukaan yang mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan resin termoset. Sifatsifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat listrik polietilen. Ketahanan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen massa jenis tinggi. Ketahanan
Universitas Sumatera Utara
retak-tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada suhu biasa hanya memuai. Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polietilen yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya. Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah 0°C dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik.Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilena (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya. Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hydrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Hafizullah, 2011) Polipropilena isotaktik memiliki sifat kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik, resistensi terhadap asam, alkali dan pelarut. Densitas polipropilena berkisar antara 0,90–0.91, titik leleh (T m ) dari 165oC–170oC, dan dapat digunakan sampai 120oC dengan suhu dekomposisi 380oC (Julinawati, 2013).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Penggunaan Polipropilena
Polipropilena merupakan suatu polimer ideal yang sering digunakan sebagai lembar kemasan. Polipropilena memiliki sifat kelembaban yang baik kecuali terjadi kontak dengan oksigen. Oksigen yang masuk kedalam sistem akan dapat mempengaruhi makanan atau materi lain yang ditutup dengan polipropilena. Lapisan yang terlindung oleh polipropilena tersebut diharapkan dalam kondisi kedap udara agar dapat dengan maksimal melindungi kandungan materi yang terbungkus di dalamnya. Untuk pemanfaatan kegunaan dari polipropilena tersebut, dapat dilakukan modifikasi terhadap polipropilena. Lembar propilena yang sangat tipis dipakai sebagai dielektrik dalam pulsa berdaya tinggi tertentu serta kondensator frekuensi radio. Kebanyakan barang dari plastik polipropilen juga untuk digunakan untuk keperluan medis atau labolatorium karena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Sifat tahan panas ini menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel ditingkat konsumen. PP merupakan sebuah polimer utama dalam barang-barang tak tertenun. Sekitar 50 % digunakan dalam popok atau berbagai produk sanitasi yang dipakai untuk menyerap air (hidrofil), bukan yang secara alami menolak air (hidrofobik). Penggunaan tak tertenun lainnya yang menarik adalah saringan udara, gas, dan cairan dimana serat bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa dilipat atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5 sampai 30 mikron. Aplikasi ini bisa ditemukan di dalam rumah sebagai saringan air atau saringan tipe pengondisian udara. Wilayah permukaan tinggi serta polipropilena hidrofobik alami yang tak tertenun merupakan penyerap tumpahan minyak yang ideal dengan perintang apung yang biasanya diletakkan di dekat tumpahan minyak di sungai. PP digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida (PVC) sebagai insulasi untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen) dalam lingkungan ventilasi rendah, terutama sekali diterowongan. Ini karena PP mengeluarkan sedikit asap serta halogen yang tak bertoksik, yang akan menghasilkan asam dalam kondisi suhu tinggi. PP dibentuk dalam pencetakan plastik dimana ia disuntikkan ke dalam cetakan keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk yang kompleks pada volume yang tinggi dan
Universitas Sumatera Utara
biaya yang relatif rendah. Hasilnya bisa berupa tutup botol, botol, dll. Polipropilena yang diproduksi dalam bentuk lembaran telah digunakan secara meluas untuk produksi stationary folder, pengemasan, dan kotak penyimpanan. Warna yang beragam, durabilitas, serta sifat resistensi PP terhadap debu membuatnya ideal sebagai sampul pelindung untuk kertas serta berbagai bahan yang lain. Sedangkan polipropilena daur ulang dapat digunakan untuk membuat sikat gigi, corong minyak, dan kabel baterai. Karakteristik di atas juga membuat PP digunakan dalam stiker kubus rubik. Expanded polipropilena (EPP) merupakan bentuk busanya polipropilena. Karena kekakuannya yang rendah, EPP tetap mempertahankan bentuknya sesudah mengalami benturan. EPP digunakan secara luas dalam miniatur pesawat dan kendaraan yang dikontrol radio lainnya. Dikarenakan kemampuannya menyerap benturan, EPP menjadi bahan yang ideal untuk pesawat RC bagi para pemula dan amatir 2.3 Nanoteknologi Nanoteknologi secara teori adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena atau sifatsifat sebuah material atau objek dalam skala nanometer, besarannya adalah besaran panjang, ruang, bukan detik, atau waktu atau nano yang lain, ini nanoruang. Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena karakteristik, sifatsifat objek atau material. Nanoteknologi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengontrol zat, material dan system pada skala nanometer, sehingga menghasilkan fungsi baru yang belum pernah ada. Menurut Kawai, nanoteknologi merupakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyusun satu persatu atom atau molekul, sehingga tercipta dunia baru (Nurul, 2008). Nanosains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu objek atau material dalam skala nanometer (1 nm = 1/1.000.000.000 m). dapat dipahami bahwa 1 per 1.000.000.000 meter adalah sebuah ukuran yang sangat kecil sekali.
Perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya
perbandingan antara bola bumi dengan bola pimpong. Banyak industri yang menggunakan teknologi nano, misalkan saja industri keramik, industri-industri yang tidak terlalu tinggi/besar, industri polymer, ban,
Universitas Sumatera Utara
kosmetik, pangan, otomotif. Pada industri otomotif, 95% teknologi nano dapat diterapkan, juga pada industri cat, kimia, dan lampu. Pada industri elektrik 35% telah menggunakan nano meskipun impor, namun sebenarnya peluang penelitian nano untuk memperbaiki kreasi-kreasinya sangat besar. Sebagai contoh, perkembangan nanoteknologi dalam dunia computer telah mengubah tidak hanya ukuran computer semangkin ringkas, namun juga peningkatan kemampuan dan kapasitas yang luar biasa. Sehingga memungkinkan penyelesaian program-program raksasa dalam waktu yang singkat. Seperti halnya computer, poduk hand phone telah di-upgrade sedemikian rupa dengan nanoteknologi sehingga berharga lebih murah dengan kemampuan dan kapasitas yang jauh lebih baik. Ball mill biasa digunakan untuk mencampur dan meratakan. Di tahun 70-an Ball mill ditemukan oleh Hock dengan temannya. Ball mill dapat membuat partikel amofus dan partikel nano, maka di luar negeri hampir semua peneliti nano pasti memiliki Ball mill, karena ini adalah cara yang cepat untuk mendapatkan partikel nano. Pada saat ini, di seluruh dunia telah mengeksplorasi karakter dan sifat-sifat nano dengan cepat. Oleh karena itu cara yang cepat dan sederhana adalah melalui penggunaan alat Ball mill (milling berenergi tinggi). Di China dan India, perindustriannya banyak menggunakan teknologi nano. Industri mereka dapat mengejar ketertinggalan dari negara maju. Dahulu di awal tahun 90-an, barang-barang produksi China memiliki kualitas yang buruk tapi saat ini dengan menggunakan teknologi nano, China dan India dapat mengejar ketertinggalan mereka dari negara maju terutama di bidang otomotif. Negara-negara di Asia seperti Cina, Korea dan Thailand, secara nasional telah menerapkan strategi pengembangan nanoteknologi. Dalam rangka peningkatan daya saing produk industri Indonesia, maka salah satu focus pengembangan nanoteknologi yang perlu dilakukan berdasarkan potensi yang dimiliki adalah pengembangan nanomaterial. Ada tiga isu dalam pengembangan nanomaterial, yaitu: 1. Bagaimana membuat partikel yang berukuran nano (nanomaterial) sebagai bahan baku produk nano,
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana mengkarakterisasi (sifat-sifat dan fenomena) nanopartikel yang telah dibuat, 3. Bagaimana manyusun kembali nanopartikel dan mensintesanya menjadi produk akhir yang sesuai dengan yang diinginkan. Pembuatan
nanomaterial
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
dua
pendekatan, yaitu pendekatan top-down dan botton-up. Dalam pendekatan top-down, pertama bulk material dihancurkan dan dihaluskan sedemikian rupa sampai berukuran nano meter. Kemudian dari partikel halus yang diperoleh, dibuat material baru yang mempunyai sifat-sifat dan performa yang lebih baik dan berbeda dengan material aslinya. Pendekatan top-down dapat meliputi teknik pembuatan peralatan elektronik dari semikonduktor silicon yang dibentuk sesuai pola tertentu. Pendekatan top-down dapat dilakukan dengan teknik MA-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) atau MM-PM (mechanical milling-powder metallurgy), dimana material dihancurkan sampai menjadi bubuk dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran partikelnya sampai berukuran puluhan nm. Kemudian, bubuk yang telah halus disinter (bakar) dengan kondisi tertentu sehingga didapatkan material final yang memiliki sifat-sifat dan performan yang sangat unggul berbeda dengan bulk material aslinya. Sebagai contoh, nanobaja diperoleh dari penghalusan partikel bubuk besi dan karbon dengan teknik MA sampai berukuran 30 nm, kemudian disinter pada suhu mendekati suhu eutectoid (A1: 723oC) pada tekanan 41 MPa dalam suasana gas nitrogen. Nanobaja berstruktur halus (mencapai beberapa puluh nm) memiliki kekuatan dan umur 2 kali lipat. Teknologi ini sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya. Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan menyusun dan mengontrol atom demi atom atau molekul demi molekul sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi tertentu yang diinginkan. Misalnya kumpulan atom karbon didesain sedemikian rupa sehingga membentuk struktur heksagonal sehingga menghasilkan berlian yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Pada saat yang bersamaan, sekumpulan atom karbon dapat disusun membentuk struktur segienam
Universitas Sumatera Utara
rombik sehingga menjadi arang yang sangat lunak sekali. Dengan nanoteknologi dimungkinkan membuat berlian buatan sesuai yang diinginkan (Nurul, 2008). Penerapan nanoteknologi pada bahan baku local dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan nilai ekonominya secara signifikan. Sebagai contoh adalah pada proses pengolahan mineral pasir besi. Produk samping dari pasir besi setelah dipisahkan secara magnetik, menghasilkan mineral silica dan alumina, yang jika dibuat dalam ukuran nano dapat diterapkan untuk beton berkekuatan tinggi, bahan sensor, membran, dan lain-lain. Untuk mengolah mineral alam yang dimiliki sebelum memasuki proses sintesa nano, maka penguasaan berbagai teknologi penunjang yang meliputi teknik separasi, purifikasi, ekstraksin dan lain sebagainya harus menjadi prioritas untuk dikembangkan. Dengan memadukan teknologi sintesa nanomaterial dan teknologi penunjang dimungkinkan diperoleh sebuah produk awal nanomaterial yang bernilai tinggi (Nurul, 2008). 2.4 Nanokomposit Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya. Dalam pembuatan nanokomposit, suatu matriks harus diisikan dengan bahan penguat dan penghubung lainnya supaya dapat memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan dengan sifat-sifat bahan tunggal. Sering matriks yang berasal dari bahan organik dengan pengisinya yang berasal dari bahan anorganik tidak mampu menjadi homogen, disebabkan oleh berbedanya energi permukaan dari kedua bahan tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, maka pengisinya dapat dimodifikasi dengan bahan organik dalam hal ini surfaktan, seperti alkylammonium (Jin, 2003). Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua
Universitas Sumatera Utara
dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit, dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube. Polimer – nanokomposit biasanya merupakan bahan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit, dan bentonit. Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada matriks polimer. Antara Karet alam dan bentonit mempunyai sifat yang berbeda. Untuk mempersatukan kedua bahan yaitu karet alam yang bersifat nonpolar dan bentonit yang bersifat polar dibutuhkan zat pemersatu yang biasa disebut compatibilizer. Compatibilizer yang biasa digunakan adalah zat yang identik dengan matriks polimer serta dapat mengikat filler itu sendiri. Bahan compatibilizer yang sering digunakan dalam pembuatan polimer–nanokomposit adalah PP–g–MA. Compatibilizer memegang peranan penting dalam proses compounding. Peran compatibilizer sama seperti peran emulsifier dalam teknologi emulsi. Compatibilizer yang paling banyak
digunakan adalah kopolimer baik tipe blok maupun graft (Liza, 2005; dan Dhena, 2011). Dalam pembuatan komposit, suatu matriks harus diisikan dengan bahan penguat dan penghubung lainnya supaya dapat memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan dengan sifat-sifat bahan tunggal. Sering matriks yang berasal dari bahan organik dengan pengisinya yang berasal dari bahan anorganik tidak mampu menjadi homogen, disebabkan oleh berbedanya energi permukaan dari kedua bahan tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, maka pengisinya dapat dimodifikasi dengan bahan organik dalam hal ini surfaktan, seperti alkylammonium (Jin, 2003). Nanokomposit digunakan juga dalam pengolahan limbah cair yang dikeluarkan oleh industri tekstil mengandung berbagai zat pewarna berbahaya. Semikonduktor oksida logam seperti TiO 2 , ZnO, Fe 2 O 3 , sering digunakan sebagai katalis dalam penanganan berbagai polutan organik dan zat pewarna. Fotoaktivitas oksida-oksida logam tersebut dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan ukuran partikel hingga 1-
Universitas Sumatera Utara
10 nanometer. Semikonduktor yang dibuat hingga ukuran tersebut dikenal sebagai nanopartikel (Wijaya, 2005). Nanopartikel dapat dibuat dengan cara mengembankan oksida logam dalam bahan inang, seperti polimer, lempung dan zeolit. Sebagai bahan inang, lempung lebih mudah diperoleh dan lebih murah dibandingkan dengan bahan lain karena keberadaannya yang melimpah dan tersebar luas di alam terutama di Indonesia. Lempung yang digunakan adalah jenis bentonit yang memiliki kemampuan mengembang serta kapasitas tukar kation yang tinggi. Modifikasi dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan, dimana lempung yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi organofilik. Lempung hasil modifikasi disebut organoclay (Syuhada, dkk, 2009). Pada sistem konvensional, sebagai penguat polimer digunakan bahan pengisi dengan ukuran mikron. Biasanya bahan pengisi dalam ukuran mikro tidak dapat menghasilkan produk yang baik, karena pendispersiannya yang tidak merata di dalam matriks polimer. Polimer nanokomposit merupakan alternative yang lebih menjanjikan dibandingkan sistem konvensional. Pola pendispersian bahan pengisi di dalam matriks polimer terdiri dari tiga tipe. Pada matriks polimer Jika polimer tidak dapat memenuhi ruang (interkelasi) di antara lapisan silikat, maka komposit yang dihasilkan adalah (a) mikrokomposit. Mikrokomposit ini memiliki sifat yang sama dengan komposit konvensional. Dua tipe komposit yang lain (b dan c) adalah nanokomposit. Jika salah satu atau beberapa rantai polimer masuk (menyisip) di antara lapisan silikat maka terbentuk struktur interkelasi. Pembentukan nanopartikel dari beberapa penelitian memiliki aktivitas yang lebih besar sebagai katalis Selective Catalytic Reduction (SCR) dibandingkan Bulk (Fatimah, 2009). Penyebaran clay berukuran nanometer membentuk nanokomposit menunjukkan sifat superior dibandingkan komposit yang dibuat serat. Hanya penambahan clay yang sangat sedikit (<5% berat) ke dalam matrik polimer, dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, sifat gas barrier, kestabilan dimensi, dan tidak mudah terbakar (Kusmono, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Nanokomposit yang dihasilkan mempunyai struktur multi layer, yaitu alternasi polimer dan lapisan silika. Struktur eksfoliasi atau delaminasi terbentuk jika lapisan silikat seluruhnya terdispersi di dalam matriks polimer. Konfigurasi dimana nanokomposit tersebar di dalam matriks polimer menghasilkan perubahan yang signifikan dalam sifat gas barrier, heat deflection temperature, dimensi, dan ketahanan api karena terjadi interaksi yang maksimum antara polimer dan clay (Manias, 2001). Ada tiga metoda yang biasa digunakan untuk sintesa polimer – clay nanokomposit (Utracki, 2002), yaitu: 1. In Situ Polimerization In Situ polymerization merupakan metoda yang pertama ditemukan untuk sintesa polimer–clay nanokomposit menggunakan poliamid-6 oleh S. Fujiwara dan Sakamoto (Manias, 2001). Pada metoda ini organoclay dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut monomer. Monomer kemudian berpindah ke silikat, sehingga polimerisasi dapat terjadi di antara lapisan silikat. Reaksi polimerisasi ini dapat terjadi dengan proses pemanasan, radiasi, atau menggunakan inisiator. 2. Metoda Pelarut Pada prinsipnya metoda ini hampir sama dengan in situ polymerization. Mula-mula organoclay dilarutkan dengan pelarut seperti toluen atau n,n dimetil formamid. Polimer yang telah dilarutkan kemudian ditambahkan ke dalam larutan organoclay sehingga polimer dapat terinterkelasi di antara lapisan silikat. Tahap terakhir adalah menghilangkan pelarut dengan evaporasi, biasanya dalam kondisi vakum. Keuntungan proses ini adalah interkelasi nanokomposit dapat dilakukan pada polimer nonpolar atau yang mempunyai polaritas rendah. Kekurangan dari metoda ini adalah penggunaan pelarut yang sukar diaplikasikan di dunia industri karena pelarut yang dibutuhkan jumlahnya cukup besar dan membutuhkan biaya tinggi. 3. Melt Compounding Pada metoda ini, pencampuran organoclay dan termoplastik polimer dengan compatibilizer dilakukan dalam Twin Screw Extruder pada kondisi leleh dan diharapkan terjadi interkelasi yang maksimum antara polimer dan organoclay. Sejak ditemukannya metoda ini oleh Giannelis, hal ini merupakan penemuan yang penting
Universitas Sumatera Utara
untuk dunia industri dimana memungkinkan terjadinya pencampuran antara polimer dan organoclay tanpa menggunakan pelarut (Dhena, 2011).
2.5 Surfaktan Cetil Trimetil Amonium Bromida Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorbsi pada perbatasan (interfasa) disebut dengan bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan. Surfaktan mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan permukaan bahan yang dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agents), dan sebagai bahan penglarut (solubilizing agents). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda dari molekul tersebut. Struktur kimia surfaktan mempengaruhi sifat kelarutan yang cocok untuk aktifitas surfaktan tersebut tergantung pelarut dan dan kondisi yang digunakan. Di dalam bentuk surfaktan yang umum, “kepala” menggambarkan gugus yang larut dalam air, sering disebut gugus hidrofil atau gugus lipofob dan “ekor” menggambarkan gugus lipofil atau hidrofob di dalam air (Oktaviani, 2011). Setrimonium Bromida (bahasa Inggris: Cetyl trimethylammonium bromide, CTAB) adalah senyawa organik dengan rumus kimia (C 16 H 33 )N(CH 3 ) 3 Br, yang merupakan salah satu komponen dari antiseptik topikal yang disebut setrimida. Kation dari setrimonium adalah agen kimiawi yang sangat efektif untuk melawan bakteri dan fungi. CTAB dalam larutan akan terionisasi menjadi CTA+ dan Br-. Karena akan terbentuk ion CTA+ yang bersifat amphifilik maka CTAB disebut sebagai deterjen kationik. Ujung yang bersifat hidrofilik atau sering disebut sebagai “kepala” adalah gugus amonium. Ujung yang bersifat hidrofobik atau disebut sebagai “ekor” adalah rantai hidrokarbonnya yang tersusun atas gugus setil. Modifikasi permukaan bentonit penting dilakukan untuk dapat terbentuknya misibilitas dan dispersi dari bentonit sehingga akan didapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Dalam melakukan modifikasi organik terhadap lapisan bentonit yang anorganik juga harus diperhatikan. Dalam keadaan murni, lapisan silikat hanya larut dengan polimer hidrofilik, seperti poli etilena oksida atau poli vinil alkohol. Untuk
Universitas Sumatera Utara
membuat lapisan silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan mengubah permukaan lapisan silikat yang hidrofil menjadi organophilik, sehingga memungkinkan terjadi interkalasi dengan berbagai polimer (Julinawati, 2013).
2.6 Grafting Divinil Benzena pada Polipropilena Rumus molekul divinil benzena C 10 H 10 , titik didihnya 195oC, tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter, dan memiliki titik nyala 76oC. Divinil benzena (DVB) adalah suatu zat pengikat-silang yang menambah sifat polimer. Divinil benzena dibuat dengan cara dehidrogenasi campuran isomer dietilbenzena. Monomer komersial dari divinil benzena adalah meta-DVB dan para-DVB. Tabel berikut adalah sifat-sifat dari divinil benzena. Tabel 2.5 Sifat-Sifat dari Divinilbenzena (DVB) Sifat Nilai Berat Molekul (g/mol)
130,91
o
195
o
-45
o
65,6
Titik Didih, C Titik Beku, C Titik Nyala, C
(Wulandari, 2011) Ketika bereaksi bersama-sama dengan polimer, divinil benzena dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin polyester. Stirena dan divinil benzena bereaksi secara bersama-sama menghasilkan kopolimer stirena-divinil benzena. Pada pabrik plastik, divinil benzena digunakan dalam industri plastik untuk mengikat silang dan memodifikasi material-material dan untuk membantu proses kopolimerisasi. Dapat juga meningkatkan resistansi terhadap tekanan retak, bahan kimia, panas distorsi, kekerasan dan kekuatan. (James,W., 2005).
Universitas Sumatera Utara
CH2
H2C Gambar 2.2 Struktur divinil benzene
Reaksi grafting divinil benzena pada polipropilena dapat terjadi selama proses pembuatan papan partikel. Mekanisme reaksi diperkirakan berlangsung melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi diawali dengan dekomposisi inisiator oleh termal sehingga terbentukan radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas ini akan menyerang ikatan rangkap dari divinil benzena dan terbentuk radikal divinil benzena. Kemudian radikal divinil benzena ini berikatan dengan polipropilena dan terbentuk ikatan silang. Adanya ikatan silang ini akan menambah kekuatan sifat mekanik papan partikel (Eddyanto, 2007). CH3 H3C CH3 CH2
H3C
CH3
CH3 CH3
H3C
H3C
+ CH3
H3C H2C
H3C
CH3
CH3 CH3
H3C
H3C CH3
Polipropilena
DVB
PP - g - MA
Gambar 2.3 Reaksi antara polipropilena dengan divinil benzena
Universitas Sumatera Utara
Reaksi pengikatan silang antara rantai polipropilena dengan molekul-molekul divinil benzena berlangsung seperti pada gambar 2.3. Disamping terjadinya reaksi pengikatan silang, reaksi polimerisasi divinil benzena membentuk homopolimer sangat mungkin terjadi karena adanya inisiator benzoil peroksida sebagai sumber radikal bebas dan reaksi ini tidak diharapkan.
2.7 Grafting Maleat Anhidrat Maleat anhidrat banyak digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrat dapat dibuat dari asam maleat. Maleat anhidrat dengan berat molekul 98,06 dapat larut dalam air, meleleh pada temperatur 57-60oC, mendidih pada 202oC dan spesifik grafiti 1,5. Maleat anhidrat adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat Anhidrat mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi. Dalam penelitian yang dilakukan Pranata (2009), maleat anhidrat dapat menempel (tergrafting) pada matriks HDPE.
2.7.1
Inisiator
Inisiator sering digunakan untuk membentuk radikal bebas. Beberapa alasan mengapa digunakan peroksida sebagai inisiator yaitu: a. Kecepatan dekomposisi peroksida b. Keraktifan radikal dalam penyerapan atom hidrogen pada polimer c. Proses awal dekomposisi untuk menghasilkan radikal bebas bergantung pada kekuatan reaksi dan variasi proses d. Keraktifan radikal dalam penyerapan atom hidrogen pada polimer e. Waktu paruh peroksida f. Sifat fisik peroksida Gambar dekomposisi dari benzoil peroksida dapat dilihat pada gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Mekanisme dekomposisi dari benzoil peroksida (BPO) (Carry, M.,1998)
2.7.2
Reaksi Grafting
Sebuah kopolimer graft adalah sebuah polimer dimana menempel satu atau lebih spesies blok pada rantai. Contoh:
M = monomer G = rantai cabang X = unit rantai yang diserang Pada polimer graft dapat bersifat homopolimer dan kopolimer.
2.7.3
Mekanisme Coupling
Polimer yang mengandung hidrogen yang aktif digunakan untuk sintesis kopolimer graft. poly (etilena oksida) adalah grafting yang mudah kedalam nilon. Faktor – faktor yang mempengaruhi daerah grafting pada polimer adalah: (a) Struktur dasar sebuah polimer (b) Struktur dasar monomer dan comonomer
Universitas Sumatera Utara
(c) Struktur dan konsentrasi inisiator (d) Efisiensi kecepatan proses; Efisiensi kecepatan monomer dan inisiator dengan polimer. Efisiensi kecepatan proses menentukan konsentrasi reaktan. (e) Suhu; proses suhu yang tinggi secara umum menyebabkan polimer mengalami degradasi, mengurangi half-life inisiator, mengubah kecepatan atau kespesifikan reaksi (Sigh, R.P. 1992).
2.7.4
Mekanisme Grafting MA ke dalam PP
Mekanisme grafting MA ke dalam PP dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Tahap Dekomposisi Peroksida 2. Tahap Inisiasi 3. Tahap Propagasi 4. Tahap Transfer Rantai 5. Tahap Terminasi
Dekomposisi Peroksida O
O O
O
suhu = 140oC
O
O
Benzoilperoksil radikal
Benzoil Peroksida
Inisiasi CH3 H
CH3
C
C
C
C
H
H
H
H
H O O
+
Benzoilperoksil radikal
H
CH3 H
CH3
C
C
.
C
C
H
H
O OH
+
H
Polipropilena
Universitas Sumatera Utara
Propagasi CH3 H
H
.
C
C
CH3
H
H
H
O
+
C
C
O
O
O
O
O
H Maleat Anhidrat
.H
H
C
C
C
C
H
CH3 H
CH3
Transfer Rantai O
O
H
O
O
.H
H
C
C
C
C
H
CH3 H
+
CH3
O
H
CH3 H
CH3
H
C
C
C
C
C
C
H
H
H
H
O
H
H
C
C
H
CH3 H
H
H
CH3 H
CH3
C
C
.
C
C
H
H
H
H
+
Terminasi O
O
H
O
O
.H
H
C
C
C
C
H
CH3 H
CH3
+
O
O
H
H
C
C
H
CH3 H
CH3
H
C
C
.
C
C
C
C
H
H
H
CH3 H
H
H
+
CH3
H
CH3 H
CH3
C
C
C
H
C
H
Universitas Sumatera Utara
2.8 Pengujian dan Karakterisasi 2.8.1
Analisa Difraksi Sinar-X (XRD)
Metode analisis difraksi sinar-X dilakukan dengan menimbang sekitar 0,5 gram bubuk sampel yang akan dianalisis diletakkan dalam tempat sampel dan ditentukan langsung dalam difraktometer sinar-X Shimadzu model XRD 6000 menggunakan radiasi Cu Kα. Sampel yang dianalisis dapat digunakan kembali untuk analisis lainnya. Pada waktu suatu sampel dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh sampel dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut.Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Penyebab meningkatnya basal spacing d 001 adalah terjadi karena kemampuan swelling pada saat interkalasi. Lapisan-lapisan silikat pada bentonit dapat terbuka semakin lebar ketika kation-kation yang ada tertukar oleh spesies pemilar yang ukurannya lebih besar. Keberadaan spesies pemilar terkalsinasi akan meningkatkan jarak antar lapis yang menyebabkan peningkatan harga d 001 . (Sutha, 2008; Wijaya, 2004 dan Fatimah, 2009).
2.8.2
Penentuan Gugus Fungsional
Sistem analisa spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi suatu material. Analisa infra merah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing bahan dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Penentuan gugus fungsional dilakukan dengan alat FTIR model Shimadzu 8201 PC dengan metode padatan (bubuk). Sebanyak 0,2 mg lempung yang akan dianalisis dihomogenkan dengan 20 mg bubuk KBr (perbandingan 1%) kemudian dengan
Universitas Sumatera Utara
tekanan 2000 psi ditekan hingga menjadi pelet yang tipis dan transparan. Pelet tersebut kemudian diletakkan dalam sel dan analisis spektra dilakukan pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1 (Wijaya, 2004). Hasil analisis dengan FTIR untuk bentonit memperlihatkan adanya serapan pada bilangan gelombang 3435 cm-1 merupakan serapan dari HO–H yang terserap yang merupakan serapan khas yang nampak untuk semua anggota smektit. Selanjutnya serapan pada bilangan gelombang 1637,5 cm-1 merupakan serapan dari H 2 O secara lengkung (O-H tekuk). Serapan gugus OH yang cukup kuat menunjukkan kuatnya ikatan OH dengan kation-kation yang ada pada antar lapis bentonit (Wijaya, 2005).
2.8.3
Pengujian Morfologi
Mikroskop pemindai elektron (SEM) adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan
ke
monitor.
Pada
monitor
akan
diperoleh
gambar
yang
khas
menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga
Universitas Sumatera Utara
dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).
2.8.4
Analisis Termal Bahan Polimer
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Differensial Thermal Analysis (DTA) adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk menentukan sifat termal suatu bahan polimer. DTA merupakan suatu metode yang dapat mencatat perbedaan suhu antara sampel dan senyawa pembanding, baik terhadap waktu ataupun suhu. Dalam bidang polimer DTA sering digunakan untuk menentukan temperatur leleh (T m ) dan temperatur gelas (T g ). Temperatur leleh adalah temperatur pada saat polimer mengalami pelelehan secara sempurna, sedangkan temperatur transisi gelas (T g ) adalah temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat polimer dari elastis menjadi kaku. Metode DTA mempunyai kelebihan dapat memberikan hasil yang spesifik untuk suatu sampel, karena tidak ada dua materi yang memberikan suatu kurva yang sama persis walaupun mempunyai perbedaan yang sangat kecil dari struktur kristal dan komposisi kimia. Puncak-puncak yang dihasilkan akan berbeda baik dari luas ataupun bentuk puncak sehingga kurva yang dihasilkan khas untuk setiap jenis material. Kekurangan DTA adalah terlihat perbedaan yang nyata pada jangkauan temperatur yang lebar sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai jangkauan tersebut, dan kurva yang dihassilkan sangat tergantung pada peralatan dan teknik penentuan sehingga untuk jenis material yang sama jika dianalisis dengan dua alat yang berbeda akan memberikan kurva yang sedikit berbeda.
Universitas Sumatera Utara