BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah kondisi dimana adanya
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan oksigen di jaringan otot jantung (Amaylia Oehandian, 2007). Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut,yang terdiri dari Infrak Miokard Akutdengan ST-elevasi segmen (ST segment elevation myocardial infarction=STEMI),infrak miokard akut tanpa ST-elevasi segmen (non ST segment elevation myocardial infarction=NSTEMI),dan
angina
pectoris
tidak
stabil
(unstable
angina
pectoris=UAP).Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat,hanya perbedaannyahanya dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardium yang megalami kerusakan nekrosis (Amaylia Oehandian, 2007). Unstable Angina Pectoris(UAP)dan Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction(NSTEMI) merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis.Perbedaan antara Angina Pectoris Tidak Stabil(UAP) dengan Infrak Miokard Akut tanpa ST-elevasi(NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan kerusakan miokardium sehingga adanya merker kerusakan miokardium dapat diperiksa(Amaylia Oehandian, 2007). 2.1.1
Epidemiologi Umum Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang bermanifestasi klinis akut sebagai
sindroma koroner akut sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai dari Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.Hasil dari Euro Heart Survey of ACS(Carlo dkk,2011)dan data registrasi internasional
yang
besar
seperti
Global
Registry
of
Acute
Coronory
Events(GRACE),menekankan prognosis yang tidak diduga pada pasien dengan sindroma koroner akut, yang melibatkan lebih dari 22,00 pasien sindroma koroner akut ternyata menunjukkan peningkatan prognosis rata-rata kejadian sebanding
Universitas Sumatera Utara
dengan derajat tingkat keparahan penyakit yang menyertainya.Hal ini menunjukan bahwa sebanyak 30% pasien Infrak Miokard Akut Tanpa ST-elevasi Segmen (NSTEMI) dan 20% pasien dengan Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) mengalami Komplikasi mayor (kematian atau sindroma koroner non fatal)selama tahun pertama setelah perawatan di rumah sakit (Van der Welf dkk,2003). Data dari GRACE 2001,menunjukkan pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata yang terbanyak adalah IMA-STE (34%),IMA non STE (31%) dan APTS (29%)(Budaj dkk,2003). 40%
34%
30%
31%
29%
20% 7%
10% 0% STEMI
UA
NSTEMI
Other
Gambar 2.1. Data GRACE 2001 Angka morbilitas dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE
adalah 7% dibandingkan 4%,tetapi pada jangka panjang (4
tahun),angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibandingkan pasien IMA-STE (Rationale and Design of GRACE,2001). 2.1.2
Faktor Risiko Faktor
risiko
terjadinya
Sindroma
Koroner
Akut
(SKA)
dapat
dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu faktor risiko yang dapat di modifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia,jenis kelamin,ras,dan riwayat keluarga.Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu merokok,hiperlipidemia,diabetes mellitus,dan obesitas.
Universitas Sumatera Utara
1.
Usia Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat
sindroma koroner akut.Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.Kadar kolestrol pada lakilaki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun.Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.Pada perempuan sebelum menopause (45-0 tahun)lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama.Setelah menopause kadar kolestrol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki (Bahrudin, 2012). 2.
Jenis Kelamin Di Amerika Serikat gejala sindroma koroner akut sebelum umur 60 tahun
didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa lakilaki
mempunyai
risiko
sindroma
koroner
akut
2-3
kali
lebih
dari
perempuan(Bahrudin, 2012). 3.
Ras Perbedaan risiko sindroma koroner akut antara ras didapatkan sangat
menyolok,walaupun bercampur baur dengan
faktor geografis,sosial dan
ekonomi.Di Amerika Serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia (tidak termasuk negro) didapatkan risiko penyakit jantung koroner pada non caucasia kira-kira separuhnya(bahrudin, 2012). 4.
Riwayat Keluarga dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroneryaitu
saudara atau keluarga orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahunmeningkatkan kemungkinan timbulnya atereoklorisis premature.Besarnya pengaruh genetik dan lingkungan belum diketahui.Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk atreoklerosis yang nyata,atau yang cepat perkembangannya seperti pada gangguan lipid familial.Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat,seperti gaya hidup yang menimbulkan stres dan obesitas(Bahrudin, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasikan 1.
Merokok Pada saat ini merokok telah dimasukan sebagai salah satu faktor risiko
utama sindroma koroner akut.Disamping hiperkolesterolami orang yang merokok>20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama risiko lainnya.Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat penyakit jantung koronerpada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5 kali lebih dari pada bukan perokok.Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan kata lain dapat menyebabkan Tachikardi,vasokonstrisi pembuluh darah dan merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5%-10%.Hb menjadi carboksi-Hb.Disamping itu dapat menurunkan HDL kolestrol tetapi mekanismenya belum jelas.Makin banyak jumlah rokok yang dihidap,kadar HDL kolestrol makin menurun.Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok.Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes mellitusdisertai obesitas dan hipertensi,sehingga orang yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.Apabila berhenti merokok penurunan risiko sindroma koroner akut akan berkurang 50% pada akhir tahun petama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun (Bahrudin,2012). 2.
Hipertensi Komplikasiyang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik,terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati.Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah.Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium,arteri dan arterial sistematik,arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal.Kompilikasi terhadap jantung Hipertensi yang paling sering adalah kegagalan ventrikel kiri,ACS seperti angina pectoris dan miokard
Universitas Sumatera Utara
infrak.Dari penelitian 50% penderita miokard infrak.Dari 50% penderita miokard infrak menderita hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri akibat hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena: -
Meningkatnya tekanan darah Peningkatan
tekanan
darah
merupakan
beban
yang
berat
untuk
jantung,sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri(faktor miokard).Keadan ini tergantung dari berat dan lama hipertensi. -
Mempercepat timbulnya arterosklerosis Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahan terjadinya angina pectoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi disbanding orang normal.Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.Kejadian penyakit jantung koroner pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik.Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark.Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark.Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat-obatan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang nomal merupakan penunjang kesehatan yang utaman dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukkan Na dan K yang seluruhnyaadalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan tekanan darah sistolik,seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk.Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optional tekanan darahnya cenderung rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporan pada dekade terakhir ini telah terjadi
penurunan
angka kematian
penyakit
jantung koroner sebanyak
Universitas Sumatera Utara
25%.Keadaan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan penggobatan hipertensi,pemakaian betablocker dan bedah koroner seta perubahan kebiasaan merokok(Bahrudin,2012) 3.
Obesitas Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh>19%pada laki-laki dan
>21% pada perempuan.Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi,diabetes
mellitus,dan
hipertrigliseridemi.Obesitas
juga
dapat
meningkatkan kadarkolestrol dan LDL kolestrol.Risiko penyakit jantungakan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal.Penderita yang gemuk dengan kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolestrol dengan mengurangi
berat
badan
melalui
diet
ataupun
menambah
exercise(Bahrudin,2012). 4.
Dislipidemia Lipid
plasma
(kolesterol,trigliserida,fosfolipid,dan
asam
lemah
bebas)berasal dari makanan (ekosogen) dan sintesis lemah endogen.Kolestrol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis.Lipid terikat pada protein,karena lipid tidak larut dalam plasma.Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu ;kilomikron,VLDL,LDL dan HDL.LDL paling tinggi kadar kolestrolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida.Kadar protein tertinggi terdapat
pada
HDL.Peningkatan
kolesterol
LDL
dihubungkan
dengan
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,sementera kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner,sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.Risiko kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis untuk terjadi aterosklerosis(Bahrudin,2012). 2.1.4
Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan kelompok penyakit yang dikarakteristik
dengan produksi insulin yang insufisien atau kegagalan respon insulin yang adekuat, menimbulkan hiperglikemia. Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang paling sering di dunia, dialami sekitar 180 juta penduduk pada tahun 2008, dan diperkirakan mencapai 360 juta penduduk pada tahun 2030.Lima
Universitas Sumatera Utara
persen (5%) hingga 10 persen (10%) merupakan tipe-1 (tergantung-insulin ) dan 90% hingga 95% merupakan tipe-2 (tidak tergantung-insulin). Diabetes Mellitus, baik tipe-1 atau tipe-2, merupakan faktor risiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer dan stroke.Delapan puluh persen (80%) kematian pada pasien diabetes mellitus diakibatkan oleh aterosklerosi, dibandingkan dengan sekitar 30% pada pasien non diabetes mellitus.Rasio risiko relatifpenyakit jantung koronerbaik untuk laki-laki dan wanita dengan diabetes mellitussemakin meningkat,dengan insiden pada pasien diabetes mellitussekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan non diabetes mellitus.Dua tipe penyakit vascular yang timpul yaitu penyakit makrovaskular,menyebabkan aterosklerosis dan arteriosklerosis; dan penyakit mikrovaskular, menyebabkan retinopati, nefropati,dan kemungkinan oklusi arteri kecil pada jantung. Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko dari kejadian atrogenik dibandingkan
pada
non
DiabetesMellitus,
termasuk
hipertensi,
obesitas,abnormalitas lipid, insulin, dan peningkatan fibrogen plasma.Komplikasi penyakit diabetesmellituspada sistem kardiovaskular meliputi manifestasi makrovaskular meliputi aterosklerosis dan klasifikasi medial; manifestasi mikrovaskular meliputi retinopati dan nefropati, merupakan penyebab utama dari kebutaan dan gagal ginjal tahap akhir. Pemahaman mengenai kejadian yang dapat membahayakan jiwa disebabkan tidak hanya oleh perubahan pada vascular, tetapi juga gangguan pada perjalanan alami sirkulasi darah, kerentaan darah, dan kerentanan miokard menjadi karakteristik yang dikenal membuat pasien menjadi rentan, yang didefinisikan sebagai pasien yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian komplikasi kardiovaskular (European Heart Journal Supplements, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Kerentanan pasien dengan diabetes mellituspasien dengan risiko tinggi kejadian komplikasi kardiovaskular 2.1.4.1 Kerentanan Pembuluh Darah Selama berpuluh-puluh tahun,aterogenesis yang dikarakteristik dengan remodeling arteri dan menimbulkan akumulasi subendotel komponen lemah (plak),telah diketahui sebagai penyakit progresif dari pembuluh darah, yang menyebabkan reduksi diameter lumen hingga pada suatu kondisi dimana beberapa platelet aktif cukup untuk menutup pembuluh darah dan menghasilkan infrak miokard akut. Perkembangan lesi aterogenesis ini dipertimbangkan meliputi proses inflamasi yang kompleks.Tahap awal perkembangan plak dikenal dengan disfungsi endotel,dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko,selain interaksi langsung dari sitokin-peradangan jaringan,seperti TNF-a dan IL-6, mengaktifkan endotel.Sel-sel inflamasi akan memasuki dinding pembuluh darah,dan tahap ini dikenal dengan pembentukan fatty streak,dimana otot polos vascular berproliferasi dan bermigrasi dari media kedalam lesi yang menambah perkembangan lesi.Tahap berikutnya dikenal dengan pembentukan inti lipid
Universitas Sumatera Utara
nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan peningkatan aktivitas proteotik dan akumulasi lipid.Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah menjadi tidak stabil,yang dikarateristik dengan inti lipid nekrotik yang besar,infiltrasi sel inflamasi,dan kapsul fibrous yang tipis dan rapuh(European Heart Journal Supplements, 2012).
Gambar 2.3. Kerentanana Pembuluh Darah. 2.1.4.2 Kerentanan Darah Kerentanan darah merupakan komponen darah seperti mediator inflamasi,gangguan fungsi platelet, hiperkoagulabilitas dan hipofibrinolisis,seperti mikropartikel
(MPs)
yang
berkontribusi
terhadap
kejadian
kardiovaskular.(European Heart Journal Supplements, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Kerentanan Darah 2.1.4.3. Kerentanan Miokard Miokard dapat berkontribusi terhadap baik perkembangan sindroma koroner akutdan gagal jantung.Pada keadaan sindroma koroner akut,penyumbatan cabang arteri anterior desendens kiri pada satu pasien dapat menyebabkan infrak miokard yang tidak bergejala,sedangkan penyumbatan cabang sisi arteri kecil pada pasien yang lain menyebabkan kematian mendadak.Pemahaman diatas menunjukkan bahwa terdapat penanda yang berhubungan dengan iskemik aterosklerosis,seperti abnormalitas EKG, gangguan perfusi dan viabilitas,seperti abnormalitas gerakan dinding jantung.Gagal jantung kronik mempengaruhi satu dari lima pasien dengan Diabetes Mellitus,dan menyebabkan risiko hingga 4 kali lebih besar.Peningkatan risiko ini berhubungan dengan beberapa faktor risiko kardiovaskular,termasuk obesitas dan hipertensi,yang menyebabkan penyakit jantung koronerdan iskemik kardiomiopati(European Heart Journal Supplements, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Kerentanan Miokard 2.1.5
Patogenesis Mekanisme umum terjadinya sindroma koroner akut adalah rupture atau
erosi lapisan fibrotic dari plak arteri koronia. Hal ini mengawaliterjadinya agregrasi dan adhesi platelet, thrombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi
thrombus
distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan
tipisnya lapisan fibrotic, menyebabkantingginyarisiko rupture plak arteri korania. Pembentukan thrombus dan terjadinya vasokonstriksi yang disebabkan pelepasan serotonin dan tromboxanA2 oleh platelet mengakibatkan iskemik miokardium yang disebabkan oleh penurunan aliran darah koroner. Bagi pasien diabetes mellitusterjadinya akumulasi subendotel komponen lemak (plak),telah diketahui sebagai penyakit progesif dari dinding pembuluh darah, yang
menyebabkan
reduksi diameter lumen hingga pada suatu kondisi dimana beberapa platelet aktif cukup menutup pembuluh darah dan menghasilkan infrak
miokard akut.
Perkembangan lesi aterogenesis ini dipertimbangkan meliputi proses inflamasi yang kompleks. Tahap awal perkembangan plak dikenal dengan disfungsi endotel, dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko kadiovaskuler
Universitas Sumatera Utara
mengaruhi fase atereogenesis pasien dengan diabetes mellitus, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat rupture dan menyebabkan kejadian penyakit jantung koroner akut. Atreosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan pengesaran dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak. Atereosklerosis bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi yangdapat mempengaruhi sistem vaskuler seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal ini merupakan penyebab utama
penyakit arteri
koroner.Pada pasien diabetes mellituspenyebab aterosklerosis adalah disebabkan oleh perubahan-perubahan fungi sel endotel. Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis.Inflamasi dengan stres oksidatif dan aktivasi makrofag adalah mekanisme primer, diabetes mellitus,merokok,dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar angiotensin ll melalui stimulasi resptor AT-L, penyebab lain dapat berupa peningkatan creactive protein,peningkatan fibrinogen serum,resistensi insulin,stres oksidatif,infeksi dan penyakit periodontal. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel dan menyebabkan proliferasi sel otot polos,aktivasi respon imum dan inflamasi.LDL teroksidasi masuk kedalam tunika intima dinding arteri kemudian difagosit oleh makrofag.Makrofag yang mengandung oksi-LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan maka akan membentuk fatty streak.Pembentukan lesi tersebut dapat ditemukan pada dinding pembuluh darah sebagian orang termasuk anak-anak.Ketiga terbentuk,fatty streak memproduksi radikal oksigen toksik yang lebih banyak dan mengakibatkan perubahan inflamasi dan imunologis sehingga terjadi kerusakan yang lebih ptogresif.Kemudian terjadi proliferasi sel otot polos, pembentukan kolagen dan pembentukan plak fibrosa diatas sel otot polos tersebut.Proses tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi termasuk growth factor(TGF beta).Plak fibrosa akan menonjol ke lumen
Universitas Sumatera Utara
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah yang lebih distal,terutama pada saat olahraga sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten). Banyak
plak
yang
unstable(cendurung
menjadi
rupture)tidak
menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami rupture.Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga menyebabkan pendarahan lesi. Plak atherosclerosis dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan kerentanan terhadap rupture.Plak yang terjadi rupture plak kompleks.Plak yang unstable dan cendurung menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang diliputi oleh fibrosa caps yang tipis.Plak yang robek (ulserasi atau rupture)terjadi karenashear forces,inflamasi dengan pelepasan mediator inflamasi yang multiple,sekresi macrophage-deriveddegradavative enzyme dan apotosis sel pada tepi
lesi.Ketika
rupturterjadi
adhesi
platelet
terhadap
jaringan
yang
terpajang,inisiasi kaskade pembekuan darah,dan pembentukam thrombus yang sangat cepat.Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemik dan infrak (Amaylia Oehadian, 2007). 2.1.6
Diagnosis Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari tiga komponen utama, yaitu dari
anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker), antara lain : 1.
Anamnesis Pasien dengan sidroma koroner akut biasanya datang dengan keluhan nyeri
dada yang khas kardial (gejala kardinal), yaitu: a.
Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
b.
Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
c.
Penjalaran:
ke
lengan
kiri,
leher,
rahang
bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan. d.
Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
Universitas Sumatera Utara
e.
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.
f.
Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi
g.
Faktor risiko: laki-laki usia>40 tahun, wanita menopause, diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.
2.
Elektro Kardiografi Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST ≥ 1mV (
pada lead ekstremitas, atau≥ 2mV pada lead precordial) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil. Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium: a.
Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse
(simetris).Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.Jika terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. b.
ST-elevasi Segmen Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan
gelombang ST-elevasi Segmen menggambarkan jejak miokardium.Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam. c.
Muncul gelombang Q baru Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥ 0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap seumur hidup pasien.
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 2.1. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG Lokasi
Lead
Perubahan EKG
Anterios ekstensif
V1-V6
ST elevasi, gelombang Q
Anteroseptal
V1-V4
ST elevasi, gelombang Q
Anterolateral
V4-V6
ST elevasi, gelombang Q
Posterior
V1-V2
ST depresi, Gelombang Rtinggi
Lateral
I, aVL, V5, V6
ST elevasi, gelombang Q
Inferior
II, III, aVF
ST elevasi, gelombang Q
Ventrikel kanan
V4R, V5R
ST elevasi, gelombang Q
3.
Cardiac Marker Kerusakan
miokardium
dikenali
keberadaanya
antara lain
dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial : a.
Cardiac specific troponin (cTn) - Paling spesifik untuk infark miokard. - Troponin C à Pada semua jenis otot - Troponin I & T à Pada otot jantung - Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b.
Myoglobin - Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri -
c.
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
Creatine Kinase (CK) - Ditemukan pada otot, otak, jantung - Murah, mudah, tapi tidak spesifik
Universitas Sumatera Utara
d.
Lactat Dehidrogenase (LDH) - Ditemukan di seluruh jaringan - LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1 - Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e.
Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB) Tabel 2.2. Spesifik untuk miokard infark
Cardiac Marker
Meningkat
Puncak
Normal
cTn T
3 jam
12-48 jam
5-14 hari
cTn I
3 jam
24 jam
5-10 hari
CKMB
3 jam
10-24 jam
2-4 hari
CK
3-8 jam
10-36 jam
3-4 hari
Mioglobin
1-2 jam
4-8 jam
24 jam
24-48 jam
3-6 hari
8-14 hari
LDH
Tabel 2.3. Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI Perbedaan
APTS
NSTEMI
STEMI
Nyeri dada
<15 menit
>15 menit
>15 menit
EKG
Normal/iskemik
iskemik
evolusi
normal
meningkat
meningkat
Cardiac marker
(Fransiska Erwin l.A,S.Ked) 2.1.7
Penatalaksanaan
2.1.7.1 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tidak Stabil 1.
Tindakan Umum Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner,
pasien perlu di istirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen;pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi,2006).
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
Terapi medikamentosa : -
Obat anti iskemia
-
Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium
-
Obat anti agregasi trombosit
-
Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
-
Obat anti thrombin
-
Unfractionnated Heparin, low molecular weight heparin
-
Direct thrombin inhibitors.
Tindakan revaskularisasi pembuluh darah : Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di ventrikel kiri atau penyempitsn pada tiga pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan Coronary Artery Bypass Gragting (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi risiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruh dari pada bedah elektif.Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau bila kontraindikasi pembedahan, Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan pilihan utama.Pada angina tidak stabilperlu dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien. Pada risiko tinggi, seperti angina terusmenerus, adanya depresi segmen ST, kadar tropin meningkat, faal ventrikel yang buruh gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini. 2.1.7.2 Penatalaksanaan Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI) Pasien Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI) harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung.
Universitas Sumatera Utara
Empat komponen utama terapi harus dipertimbangan pada setiap pasien NSTEMI yaitu: -
Terapi anti iskemia
-
Terapi anti platelet/antikoagulan
-
Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)
-
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.
2.1.7.3 Penatalaksanan Infrak Miokard ST-elevasi (STEMI) ICCU: Aktivitas,Pasien harus istiharat dalam 12 jam pertama.Diet,karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infrak miokard,pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama.Diet mencakup lemah<30% kolari total dan kandungan kolesterol <300mg/hari.Menu harus diperkaya serat,kalium,magnesium,dan rendah natrium.Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga dianjurkan penggunan pencahar ringan secara rutin.Sedasi,pasien memerlukan sedasi selama perawatan,untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang. Terapi Farmakologis - Fibrinolitik - Antitrombotik - Inhibitor ACE - Beta-Blo1ker. 2.1.8.
Jenis-jenis Obat sindroma koroner akutdan mekanisme kerjanya. Menggunakan tahap awal dan cepat pengobatan pada pasien sindroma
koroner akut: a.
Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. b.
Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
Universitas Sumatera Utara
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat. c.
Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. d.
Acetyl salicyc acid (ASA) ASA merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif
pada
spektrum
Sindroma
Koroner
Akut
(SKA).Inhibisi
cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 76-162 mg. e.
Antitrombolitiklain (Clopidogrel, Ticlopidine) :Derivat
menghambatagregasi
platelet,memperpanjang
waktu
tinopiridin ini
perdarahan
dan
menurunkanviskositas darah dengan cara menghambat ADP (adenosine
Universitas Sumatera Utara
diphosphate)pada reseptor platelet, sehingga menurunkankejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard.Dapat dikombinasi dengan aspirin untuk prevensihombosis dan iskemi berulang pada pasien yang telah mengalamiimplantasi stent koroner. Padapemasanganstent koroner dapat memicuterjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah
dengan
Ticlopidine
2x250
pemberianaspirindosis mg/hari.Perlu
rendah
diamati
(100 mg/hari) bersama
efek
samping
netropenia
dantrombositopenia(meskipunjarang)
sampaidengandapatterjadi
purpuratrombotiktrombositopeniasehinggaperlu
evaluasihitung
sel
darahlengkappadaminggu II-III.Clopidogrel samaefektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasidengan
dengannetropeniadan
Aspirin
dan
namuntidak
lebihrendahkomplikasi
adakorelasi
gastrointestinalnyabila
dibandingkanaspiria meskipun tidakterlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien sindroma koroner akutyang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan transfusi darah.Clopidogrel 1x75 mh/hari peroral, cepat diabsorbsidan mulai bereaksisebagai antiplatet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40-60% inhibisi dicapai dalam 3-7 hari. Penanganansindroma koroner akut lebih lanjut: 1.
Heparin : Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat
baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudahpemantauannya(tanpa aPTI).Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsungpada
pembentukantrombin,
namun
dapat
merangsangaktivas
platelet.Dosis UFH yang dianjurkan terakhir ialah 60 ug/kg bolus, dianjurkan dengan infus 1.000 ug/jam pasiendenganberatbadan< 70 kg. 2.
LowMolecular Heparin Weight Heparin (LMWH : Diberikan pada APTS
atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibandingkan dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama, high bioavailabiliy, doseindependentlearance, mempunyai tatanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet tidak mengaktivasi platelet menurunkan faktor von Willebrand, kejadian trombositopenia sangat rendah, tidak perlu pemantauan PTT, rasio antifaktor Xa/IIa lebih tinggi, lebih banyak menghambat alur faktor jaringan, dan
Universitas Sumatera Utara
lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparia Enoxaparin, dan Fraxiparin. 3.
Warfarin
:
Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pengobatan
jangka panjang dan dapat memperoleh efek aritikoagulan secara dini. Tidak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin saja sehingga tidak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin. 4.
Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): Obat ini perlu diberikan pada
NSTEMI dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan Percutaneoas Coronary Intervention (PCD). PadaSTEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulant seperti thrombin, dan ADP, kolagen, dan serotonin. Ada tiga perparaf yaitu : Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara inhavena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara inbavena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan bahkan dapat meningkatkan mortalitas.Secara invitro, obat ini lebih kuat dari pada aspirin dan dapat dipergunakan untuk mengurangi akibat plak pada tindakan PCI.Namun, tetap perlu diamati ukomplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan
tidak
serius.Disebut
trombositopenia
berat
bila
jumlah
platelet<50.000ml. Obat-obatlain : l.
PenghambatBeta Andrenergik : Efeknya ialah menurunkanfrekuensi
debarjantungsehingga menyebabkan waktu diastolik lebih lama menurunkan kontraktilitas miokard dan bebanjantung, menghambatstimulasi katekolamin; serta
menurunkanpemakaianoksigen
APTS/NSTEMIdan mortalitas.Tetapi
dapat ingat
miokard.
menurunkan
kontraindikasinya
luasnya seperti
Obat
ini
infark,
baik
untuk
reinfark,
serta
bradikardi,
blok
AV,
asmabronkial,atauedemaparu akut.
Universitas Sumatera Utara
2.
Antagonis
Kalsium:Dapatdigunakanpada
APTSAISTEMIjikaada
kontraindikasi penghambatBeta adrenergik.Diltiazem jangan diberikanpada disfungsi ventrikel kiri dan ataugagaljantungkongestif.. 3.
PengbambatEnzimKonversiAngiotensin:Boleh
diberikan
pada
pasiendengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi < 40%) maupun gagal jantung koroner. Dalarnjangka pendek tidak banyak perubahan,namun akan banyak berarti dalam jangka panjang. Efeknyaialahmembatasi perluasan infark, menurunkan sistem neurohumoral,dan meningkatkanaliran darahkolateral. 4.
Magnesium :Tidak dianjurkan secararutin. Mempunyai efekmenurunkan
risiko aritmi ventrikel sehinggamenurunkanmortalitas. 5.
PenurunanKadar Lipid : Terutamagolongan statin yang dalam jangka lama
dapatmembantumemperbaikipasiensetelah infark miokard akut dan APTS Statinmempunyaimanfaat lebih, selain penurun kadar Lipid (LDL/TG) juga mempunyaiefek antitrombotik dan antiagregasiplatelet melalui mekanisme hambatanterhadapeNOS (Endothelial Cell
Nitric Axide Syrthase), sehingga
mencegahdisfungsi endoteldandisebutsebagaiefek "pleiotropic". 2.1.9
Penanganan Diabetes Mellitus pada Sindroma Koroner Akut Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa merupakan faktor
yangberkaitan dengan prognosis buruk pasca‐MI. Studi DIGAMI‐1 menunjukkan bahwa kontrol ketat kadar gula darah (awal dengan infus glukosa‐insulin, diikuti dengan 4 kali/hari injeksi insulin subkutan) menurunkan mortalitas absolut 11%, manfaat ini juga terlihat untuk 1 tahun hingga 3,5 tahun kemudian. DIGAMI‐2 menunjukkan bahwa yang penting adalah kontrol ketat glukosa darah, tidak tergantung obat yang digunakan (insulin atau obat oral antidiabet standard).DIGAMI‐1 dan ‐2 dilakukan pada pasien MI akut, tetapi diketahui bahwa control ketat glukosa darah ini juga bermanfaat untuk pasien NSTEMI.
2.1.10. Komplikasi
Universitas Sumatera Utara
Pasien dengan irama atrial fibrilasi AF yang baru muncul setelah serangan ima menunjukan peningkatkan angka risiko kejadian kardiovaskuler dan kematian.AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan ima dan menjadi predictor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) (Antoni dkk,2010). Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada ima Non STE dibandingkan dengan ima STE (13% vs 8%),namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara ima Non STE dan APTS (20%).
Gambar. 2.6. Komplikasi STEMI, Non STEAPTS
Universitas Sumatera Utara