4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bihun Bihun berasal dari bahasa Tionghoa, yaitu “Bi” artinya beras dan “Hun” artinya tepung. Sebenarnya bihun atau mihun merupakan salah satu jenis makanan dari Tiongkok, bentuknya seperti mie namun lebih tipis. Bahan baku bihun sendiri terbuat dari tepung beras. Makanan tersebut sangat terkenal dari negara China dan Asia Selatan, seperti India. Bihun adalah salah satu bahan makanan pokok yang sesungguhnya cukup familiar di tengah masyarakat Indonesia. Namun kepopuleran bihun masih kalah jauh dibandingkan dengan mie, lebih-lebih lagi dengan mi instan. Padahal potensi ekonomis bihun sangat besar, juga lebih cocok untuk ketahanan pangan di Indonesia karena bahan bakunya adalah beras. Dalam bahasa inggris disebut rice vermicelli atau rice noodles atau rice sticks (Kurnia., 2011). Biasanya bihun dijual dalam keadaan kering di pasar. Sebelum diolah menjadi masakan, bihun direndam dahulu dalam air mendidih ± 3 menit lalu ditiriskan agar teksturnya menjadi lunak, sehingga mudah diolah menjadi aneka masakan. Jika ingin rasa bihun yang lebih gurih, bisa juga direndam dalam kuah kaldu yang mendidih, baru kemudian diolah. Bihun yang siap diolah hanya bertahan satu hari jika disimpan pada suhu udara terbuka, namun jika dimasukkan kedalam kulkas bisa bertahan 4-5 hari dengan catatan harus membuang semua air pada saat meniriskannya dan ditaruh dalam wadah bersih kedap udara. Bihun bisa dijadikan berbagai macam olahan masakan, seperti untuk isian pastel, lumpia, pie,
Universitas Sumatera Utara
5
bihun goreng, bihun rebus, campuran soto dan ketoprak, bahkan menjadi schootel bihun (Wardani., 2011). Bihun merupakan produk makanan yang tergolong basic food atau seni komoditi yaitu jenis produk makanan sebagai bahan baku yang harus diolah terlebih dahulu untuk menjadi makanan yang siap saji. Produk ini biasa disebut industrial product atau bisnis to bisnis product, artinya pembeli kebanyakan dari para pedagang yang akan mengolah produk ini menjadi bahan yang siap untuk dikonsumsi. Bahan baku pembuatan bihun adalah beras dan tepung dengan komposisi bahan 95:5 (Rohmat., 2011). Meskipun bihun yang diproduksi mempunyai bermacam-macam jenis, namun bahan baku dan proses produksinya sama, yang membedakan adalah berat bihun tiap ball dan kemasannya saja. Terdapat produk olahan beras lain yang mempunyai bentuk hampir sama dengan bihun yaitu sohun. Namun, perbedaannya ada pada bahan dasar pembuatnya. Bihun menggunakan amilosa sebagai bahan dasar dan dalam pembuatannya dikukus dan direbus, sedangkan sohun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan dalam pembuatannya harus direbus (Yulianti., 2002). 2.2 Cara Pembuatan Bihun Bahan baku bihun terdiri atas bahan baku utama yaitu beras. Pada pembuatan bihun, beras digiling menjadi tepung kemudian dimasak dan dicetak menjadi benang-benang, lalu dilipat dalam bentuk empat persegi panjang, kemudia dikeringkan. Jenis beras yang baik untuk digunakan adalah beras pera (kadar amilosa 27-30%), misalnya PB5, PB36, IR42, dan IR66. Beras pera akan menghasilkan bihun yang tidak lengket bila dimasak, sedangkan penggunaan
Universitas Sumatera Utara
6
beras pulen (kadar amilosa 15-18%) akan menghasilkan bihun yang lembek dan lengket. Beras yang digunakan sebagai bahan baku sebaiknya beras giling dari gabah yang baru dipanen agar bihun tidak mudah tengik (Astawan.,1999). Cara pembuatan bihun instan: 1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang ditambahkan kedalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami proses pemasakan tahap pertama 2.
Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang. Kalau pada pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada adonan yang dimasak).
3.
Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan lembut. Ukurannya yang halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah meyerap air pada saat dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibanding bihun biasa.
4.
Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena pati bihun telah matang sempura maka proses pemasakan bihun instan tentu saja mejadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa (Kurnia., 2011).
Universitas Sumatera Utara
7
2.3 Syarat Mutu Bihun Tabel 2.1 Syarat mutu bihun berdasarkan SNI 01-2975-2006 adalah No
Satuan
Persyaratan
1.1 Bau
-
Normal
1.2 Warna
-
Normal
2
Benda asing
-
Tidak ada
3
Daya tahan
-
Tidak hancur jika direndam dalam air pada suhu kamar selama 10 menit
4
Kadar air
% fraksi massa
maks 12
5
Kadar abu
% fraksi massa
maks 1
6
Protein (N x 6,25)
% fraksi massa
maks 4
7
Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb)
mg/kg
maks 1,0
7.2 Tembaga (Cu)
mg/kg
maks 10.0
7.3 Seng (Zn)
mg/kg
maks 40,0
7.4 Raksa (Hg)
mg/kg
maks 0,05
8
Arsen (As)
mg/kg
maks 0,5
9
Cemaran mikroba :
9.1 Angka lempeng total
koloni/g
maks 1,0x108
9.2 Kapang
koloni/g
maks 1,0x104
9.3 E.coli
APM/g
<3
1
Kriteria Uji Keadaan:
2.4 Logam 2.4.1 Logam Tembaga (Cu) Tembaga adalam logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Tembaga melebur pada suhu 1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+ ), tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga bisa larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga (Vogel.,1994).
Universitas Sumatera Utara
8
Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Dalam melakukan fungsinya dalam tubuh, tembaga banyak berinteraksi dengan seng, moliben, belerang, dan vitamin C. Tembaga ada dalam tubuh sebnayak 20-120 mg. Sekitar 40% ada dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat pada seruloplasmin, 30% pada transkuprein dan selebihnya pada albumin dan asasm amino (Almatsier.,2009). 2.4.1.1 Fungsi Tembaga Dalam Tubuh Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Tembaga merupakan bagian dari enzim metaloprotein yang terlibat dalam fungsi rantai sitokrom dalam oksidasi di dalam mitokondria, sintesis protein-protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah serta dalam sintesis pembawa rangsang saraf (neutrotansmitter) seperti noradrenalin dan neuropeptida, seperti ensefalin. Sebagian besar tembaga di dalam sel darah merah terdapat sebagai metaloenzim superoksida dismutase yang terlibat di dalam pemunahan radikal bebas (sebagai antioksidan). Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari ferritin dalam hati. Sebagai bagian dari enzim seruloplasmin, tembaga berperan dalam perubahan asam amino tirosin menjadi melanin, yaitu pigmen rambut dan kulit. Kekurangan tembaga
Universitas Sumatera Utara
9
dikaitkan dengan albinisme, yaitu kekurangan warna kulit dan rambut. Disamping itu tembaga berperan dalam pengikatan silang kolagen yang diperlukan untuk menjaga kekuatannya (Almatsier.,2009). 2.4.2 Logam Seng (Zn) Seng adalah logam yang putih-kebiruan, logam ini cukup mudah ditempa dan liat pada 110-150ºC. Zink melebur pada 410ºC dan mendidih 906ºC. Logamnya yang murni, melarut lambat sekali dalam asam dan dalam alkali adanya zat-zat pencemar atau kontak dengan platinum atau tembaga, yang dihasilkan oleh penambahan beberapa tetes larutan garam dari logam-logam ini, mempercepat reaksi. Ini menjelaskan larutnya zink-zink komersial. Mudah larut dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer dengan mengeluarkan hidrogen (Vogel.,1994). Logam seng merupakan salah satu dari golongan logam esensial dan terdapat pada kebanyakan makanan, khususnya pada makanan yang kadar proteinnya tinggi seperti kerang dan makan-makanan laut, lainnya seperti gandum, hati, ragi, dan daun-daunan yang mengadung logam seng cukup untuk kebutuhan manusia (Simanjuntak.,1994). Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel. Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot, dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Darmono.,1995).
Universitas Sumatera Utara
10
2.4.2.1 Fungsi Seng Dalam Tubuh Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh.Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degredasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Misalnya, sebagai bagian dari karbonik anhydrase dalam sel darah merah, seng berperan dalam pemeliharaan keseimbangan asam basa dengan cara membantu mengeluarkan karbon dioksida dari jaringan serta mengangkut dan mengeluarkan karbon dioksida dari paru-paru pada pernapasan. Enzim yang sama berperan dalam pengeluaran ammonia dan dalam produksi hidroklorida yang diperlukan untuk pencernaan. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma. Seng juga berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh sel B. Karena seng berperan dalam reaksi-reaksi yang luas, kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan (Almatsier.,2009). 2.4.3 Logam Arsen (As) Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu-abu seperti baja, getas dan memiliki kilap logam. Jika dipanaskan arsenik bersublimasi dan timbul bau seperti bawang putih yang khas, ketika dipanaskan dalam aliran udara yang bebas, arsenik terbakar dengan nyala biru, menghasilkan asap putih arsenik(III) oksida. Semua senyawa arsenik beracun. Unsur ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, tetapi larut dengan mudah dalam asam nitrat encer (Vogel.,1994).
Universitas Sumatera Utara
11
2.4.3.1 Toksitas Arsen Dalam Tubuh Masuknya arsen kedalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan/minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus kemudian masuk ke peredaran darah. Sekitar 90% arsen yang terabsorpsi dalam tubuh manusia tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran pencernaan, limfa dan paru-paru. Juga tersimpan dalam jumlah sedikit dalam rambut dan kuku serta dapat terdeteksi dalam waktu lama, yaitu beberapa tahun setelah keracunan kronis. Di dalam darah yang normal ditemukan arsen 0,2µg/100ml. Sedangkan pada kondisi keracunan ditemukan 10µg/100ml dan pada orang mati keracunan arsen ditemukan 60-90µg/100ml. Arsen anorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka dihati dan ginjal (Darmono.,2006). Kegunaan Arsen adalah sebagai campuran dalam insektisida, dipakai dalam konduktor listrik, tetapi tidak sebagus logam lain, sebagai pembasmi gulma dan bahan pengawet kayu, dipakai untuk mewarnai kertas yang dibuat untuk dinding, karena harganya relatif murah (Darmono.,1995). 2.5 Spektrofotometri Serapan Atom 2.5.1 Prinsip Dasar Analisa SSA Metode Spektrofotometri Serapan Atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom menyerap cahaya tersebut pada panjang geombang tertentu,
Universitas Sumatera Utara
12
tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalkan unsur Na pada nomor atom 11 mempunyai konfiguurasi elektron 1𝑠 2 2𝑠 2 2𝑝6 3𝑠1 , tingkat dasar untuk elektron valennsi 3, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energi 2,2eV ataupun ketingkat 4p dengan energi 3,6eV, masing-masing sesuai panjang gelombang 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantar panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis-garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya (Khopkar.,1990). 2.5.2 Instrumentasi
Gambar 2.1 Skema Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) (Day, R.A. Jr.,Underwood A.L.1988)
Universitas Sumatera Utara
13
A. Lampu Katoda Berongga Lampu katoda berongga terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda atau anoda. Katoda tersebut berbentuk silinder berongga yang terbuat dari atau yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa. Tabung lampu tersebut diisi dengan gas mulia neon atau argon, intensitas pancaran lampu yang lebih tinggi (Khopkar.,1990). B. Nyala Larutan cuplikan masuk ke dalam nyala melalui alas nyala, berupa tetesan-tetesan yang sangat halus. Pada alas nyala ini sudah mulai terjadi penguapan air dari tetesan-tetesan tersebut, sebagian dari larutan cuplikan akan memasuki bagian nyala yang disebut kerucut dalam sebagai butir-butir halus yang padat. Pada unit kerucut dalam ini terjadi penguapan pelarut lebih lanjut dan peguraian cuplikan menjadi atom-atom (atomisasi), dan di dalam bagian ini pula terjadi proses penyerapan sinar oleh atom-atom dan proses eksitasi. Sesudah masuk ke dalam daerah kerucut dalam, maka atom-atom akan memasuki bagian nyala yang disebut daerah reaksi. Di dalam daerah reaksi ini, atom-atom tersebut bereaksi dengan oksigen menjadi oksida-oksida. Oksida yang terbentuk dalam daerah reaksi tersebut kemudian akan memasuki lapisan luar nyala dan seterusnya keluar meninggalkan nyala (Ismono., 1981). C. Monokromator Tujuan monokromator adalah untuk memilih garis pancaran tertentu dan mengecilkannya dari garis-garis lain dan kemungkinan dari pancaran pita molekul. Kisi difraksi pada umumnya lebih sering digunakan oleh prisma dan
Universitas Sumatera Utara
14
akibatnya instrumen kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang jangkan panjang gelombang yang lebih besar (Basset.,1994). D. Detektor Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak memberikan respon terhadap emisi yang berasal dari eksitasi termal (Khopkar.,1990). E. Rekorder Sistem pencatat yang digunakan pada instrumen SSA berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima melalui bentuk digital, berarti sistem pencatat mencegah atau mengurangi kesalahan dalam pembacaan skala secara paralaks, kesalahan interpolasi diantara pembacaan skala dan sebagainya, serta menyeragamkan tampilnya data, yaitu dalam satuan absorbansi, bahkan dengan adanya suatu mikroprosesor dapat dimungkinkan pembacaan langsung konsentrasi daripada analit di dalam sampel yang dianalisis (Haswell.,1991).
Universitas Sumatera Utara