BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pedikulosis Kapitis
2.1.1
Definisi Pedikulosis kapitis adalah infestasi pada rambut dan kulit kepala yang
disebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis yang termasuk golongan famili Pediculidae.Pediculus humanus var. capitis termasuk ektoparasit yang menghisap darah manusia (Handoko, 2013; Rassami dan Soonwera, 2012). 2.1.2
Etiologi Pediculus humanus var. capitis berbentuk lonjong, pipih dorso-ventral,
mempunyai dua mata dan tiga pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika menghisap darah.Kepalanya berbentuk segitiga, segmen toraks bersatu dan abdomen bersegmen.Ujung setiap kaki dilengkapi dengan kuku.Terdapat dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Betina mempunyai panjang badan sekitar 1,2-3,2 mm, sedangkan lebarnya hanya setengah dari panjang badannya. Jantan berukuran lebih kecil daripada betina dan jumlahnya hanya sedikit (Sutanto, 2008; Handoko, 2013).Binatang ini tidak bisa terbang maupun melompat (Rassami dan Soonwera, 2012). Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa.Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur sampai dewasa rata-rata 18 hari, sedangkan yang dewasa dapat hidup selama 27 hari (Sutanto, 2008).Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut yang mengikuti tumbuhnya rambut yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang.Pediculus dewasa lebih menyukai rambut bagian belakang kepala (Handoko, 2013).
2.1.3
Epidemiologi Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda, rata-rata usia tiga
sampai dua belas tahun (Frankowski dan Boccini, 2010) dan cepat meluas dalam lingkungan yang padat, misalnya sekolah, penjara, asrama dan panti asuhan (Akturk et al., 2012). Tambahan pula dalam kondisi higienitas yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut dan rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita). Cara penularannya biasanya melalui perantara
(benda),
misalnya
sisir,
bantal,
kasur,
dan
topi
(Handoko, 2013; Marcdante, 2014). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang dan lebih sering menyerang anak perempuan dibanding anak laki-laki.
Prevalensi
pedikulosis
kapitis
di
Turki
sekitar
0,7-59%
(Akturk et al., 2012), di Eropa 0,48-22,4%, di Inggris 37,4%, di Australia 13%, di Afrika 58,9%, di Amerika 3,6-61,4 % (Guenther, 2015). Di negara berkembang, contohnya Malaysia dan Thailand, prevalensinya mencapai 35% dan 23,48% (Rassami dan Soonwera, 2012). Sedangkan di Indonesia belum ada data statistik yang jelas tentang penyakit ini. 2.1.4
Gejala Klinis Gejala klinis penyakit ini yang dominan adalah rasa gatal, terutama di
daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala.Kemudian karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan diserta pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk (Pasricha, 2002; Handoko, 2013). 2.1.5
Dampak yang Ditimbulkan Pedikulosis Kapitis Ada banyak dampak yang ditimbulkan oleh pedikulosis kapitis, baik
dampak kesehatan, ekonomi, bahkan psikososial yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang.
Berbagai dampak tersebut antara lain adalah: (1)
Dampak kesehatan; (2) Dampak Ekonomi; dan (3) Dampak Psikososial. Dampak Kesehatan. Selain menimbulkan kelainan pada rambut dan kulit kepala, pedikulosis kapitis juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang lain berupa: (a) Limfadenopati dan (b) Anemia defisiensi besi. Limfadenopati.Infeksi berat pada kulit kepala yang disebabkan pedikulosis kapitis dapat menimbulkan reaksi peradangan lokal berupa pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) regional
terutama
pada
bagian
oksiput
dan
retroaurikular
(Guenther, 2015; Handoko, 2013).Anemia defisiensi besi.Penelitian yang dilakukan oleh Guess et al. (2011) menunjukkan bahwa infestasi pedikulosis kapitis yang berat menimbulkan komplikasi berupa anemia defisiensi besi. Dampak Ekonomi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2013), biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mengatasi masalah pedikulosis kapitis mencapai satu juta dolar per tahun. Biaya ini termasuk, pengobatan dan program pengendalian penularan kutu (Pediculus) di sekolah. Dampak Psikososial. Anak-anak yang menderita penyakit ini cenderung mengalami masalah psikis yaitu merasa malu, rendah diri, merasa terisolasi, takut, bahkan frustasi akibat stigma masyarakat yang menganggap pedikulosis kapitis identik dengan higienitas yang buruk, kemiskinan, dan kurangnya perhatian dari orangtua penderita (Cohen, 2013). Berbagai dampak tersebut dapat mempengaruhi aktivitas harian seseorang, bahkan kualitas hidupnya, termasuk konsentrasi belajar. Pedikulosis kapitis menimbulkan menimbulkan gangguan konsentrasi dengan beberapa mekanisme yaitu : (1) Gatal menyebabkan gangguan tidur; (2) Anemia defisiensi besi; dan (3) Dampak psikis yang mempengaruhi konsentrasi belajar. Gatal menyebabkan gangguan tidur. Pedikulosis kapitis menimbulkan gejala klinis utama berupa rasa gatal pada kulit kepala. Rasa gatal ini disebabkan injeksi saliva kutu ke dalam kulit kepala dan menyebabkan reaksi alergi. Saliva P.
humanus var. capitis mengandung enzim hyaluronidase yang merupakan enzim pendegradasi hyaluronan (HA) dan bahan-bahan glikosaminoglikan lain dari matriks ekstraseluler. Enzim ini bekerja untuk memperluas lesi gigitan sehingga mempermudah kutu untuk menghisap darah (Volfova et al., 2008). Komponen lain yang terdapat dalam saliva binatang ini antara lain antitromboksan, antiserotonin, antitrombin, penghambat faktor Xa, enzim aphyrase, dan prostaglandin yang menghambat vasokonstriksi pembuluh darah dan mencegah agregasi platelet dan sebagai antikoagulan. Aktivitas komponen-komponen tersebut mengakibatkan koagulasi darah terhambat sehingga memudahkan kutu menghisap darah (Mumcuoglu et al., 1996). Aktivitas berbagai enzim tersebut menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat
dan
menyebabkan
reaksi
gatal
pada
kulit
kepala
(Krenn dan Aspock, 2012). Reaksi alergi ini biasanya muncul setelah empat sampai enam minggu setelah infestasi berkembang. Rasa gatal yang berlebihan menyebabkan gangguan tidur akibat aktivitas kutu yang meningkat di malam hari (Cohen, 2013). Gangguan tidur yang persisten akan menimbulkan dampak negatif berupa menurunnya daya konsentrasi, penurunan ketajaman memori, sensorik, motorik, dan kognitif (Tanjung, 2004). Hal yang sama juga terdapat pada penelitian yang dlakukan oleh Heukelbach (2004) yang menunjukkan bahwa rasa gatal yang intens menyebabkan gangguan tidur dan menyebabkan gangguan konsentrasi sehingga performa pasien dalam kegiatan sehari-hari terganggu. Misalnya, terhambatnya pencapaian prestasi yang maksimal bagi seorang pelajar. Anemia defisiensi besi.Anemia defisiensi besi yang merupakan komplikasi dari pedikulosis kapitis menyebabkan pasien marasa lesu, mengantuk di kelas dan mempengaruhi
kinerja
belajar
dan fungsi
kognitifnya
termasuk
untuk
berkonsentrasi. Dampak psiskis mempengaruhi konsentrasi belajar. Dampak psikis (mental) yang ditimbulkan oleh penyakit ini menyebabkan penderita mengalami gangguan konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2002) bahwa salah
satu faktor yang berperan penting pada daya konsentrasi seseorang adalah fakor internal. Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah dan rohaniah (psikis). Seseorang yang mengalami gangguan dari salah satu atau kedua faktor tersebut akan mengalami gangguan konsentrasi. Dari teori yang sudah dijelaskan sebelumnya, peneliti dapat membuat kerangka sistematis seperti berikut:
Pedikulosis Kapitis
Gatal di malam hari
Anemia defisiensi besi
Gangguan Tidur Persisten
Lesu, mengantuk, dll
Stigma Sosial
Malu, Cemas, Frustasi, dll
Gangguan Konsentrasi Belajar
Gambar 2.1 Mekanisme gangguan konsentrasi belajar pada pedikulosis kapitis
2.2
Konsentrasi Belajar
2.2.1
Definisi Konsentrasi Belajar Konsentrasi berasal dari bahasa inggris dalam bentuk kata kerja (verb)
yaitu concentrate, yang berarti memusatkan, dan dalam bentuk kata benda (noun), yaitu concentration, yang berarti pemusatan. Secara garis besar, konsentrasi didefinisikan sebagai suatu proses pemusatan pikiran kepada suatu objek tertentu.Dalam melakukan suatu konsentrasi, orang harus berusaha keras agar segenap perhatian panca indera dan pikirannya hanya boleh fokus pada satu objek saja. Pancaindera, khususnya mata dan telinga tidak boleh terfokus kepada halhal lain, pikiran tidak boleh memikirkan dan teringat masalah-masalah lain (Hakim, 2002). Selain itu, menurut Slameto (2003), konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap mata pelajaran
dengan mengenyampingkan hal lainnya yang tidak berhubungan
dengan pelajaran. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar merupakan suatu proses pemusatan perhatian seseorang terhadap suatu objek yang berkaitan dengan belajar dengan menggunakan seluruh pancaindera dalam prosesnya. 2.2.2
Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Konsentrasi Belajar Hakim (2002) menyimpulkan bahwa gangguan konsentrasi dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu (a) Faktor internal dan (b) Faktor eksternal Faktor Internal. Faktor internal merupakan faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal terbagi menjadi dua garis besar yaitu (1) Faktor jasmaniah dan (2) Faktor rohaniah. Faktor jasmaniah, faktor penyebab gangguan konsentrasi yang bersumber dari kondisi jasmani seseorang yang tidak berada di dalam kondisi normal atau mengalami gangguan kesehatan, misalnya mengantuk, lapar dan haus, gangguan pancaindera,
gangguan pencernaan, gangguan jantung, gangguan pernapasan, gangguan di kulit yang menyebabkan gatal dan perih, gangguan saraf dan otak, tidak betah diam (hiperaktif), serta sedang tidak enak badan seperti demam, pusing, dan gangguan kesehatan lainnya. Faktor rohaniah, faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari mental seseorang (rohaniah) yang sedang mengalami berbagai macam gangguan, mulai dari gangguan mental ringan (masih dalam batas normal) sampai pada gangguan mental berat (abnormal). Beberapa gangguan mental yang dapat menyebabkan gangguan konsentrasi seseorang antara lain seperti tidak tenang atau tidak betah diam yang berasal dari bawaan atau masalah tertentu, gugup, emosional, tidak sabar, mudah tergoda terhadap sesuatu yang terlihat atau terdengar, mudah cemas, tidak dapat mengendalikan khayalan, tidak percaya diri, atau sedang dihinggapi penyakit mental tertentu seperti stres, trauma, frustasi, psikosomatis, neurosis, dan depresi mulai dari ringan sampai berat. Faktor Eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari luar diri seseorang misalnya, ruangan yang tidak nyaman, udara yang berpolusi, aroma tidak sedap, suhu udara yang terlalu panas, tempat yang bising, atau hubungan yang tidak baik dengan teman di sekitar. 2.2.3
Masalah-Masalah yang Timbul Akibat Gangguan Konsentrasi
Gangguan konsentrasi dapat menimbulkan beberapa masalah baik ringan maupun berat. Adapun beberapa masalah akibat gangguan konsentrasi tersebut yaitu gangguan konsentrasi menyebabkan hambatan di dalam semua kegiatan sehari-hari, termasuk belajar bagi seorang pelajar. Terganggunya konsentrasi menyebabkan seorang pelajar sulit untuk mencapai prestasi akademik yang maksimal (Hakim, 2002). Selain itu, gangguan konsentrasi yang kronik akan menyebabkan kecenderungan seseorang untuk terkena stres, was-was, grogi, dan tidak tenang karena pada dasarnya gangguan konsentrasi merupakan kelemahan seseorang untuk mengendalikan dirinya (Hakim, 2002).