BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami trauma gigi sulung yang mengakibatkan hilangnya struktur giginya disaat anak mulai menyadari pentingnya penampilan, maka mereka akan mencoba menutup diri dan tidak tersenyum.4 Trauma pada gigi sulung umumnya akan melibatkan satu atau dua gigi.6,9 Namun, walaupun hanya melibatkan satu atau dua gigi, trauma adalah salah satu kejadian yang paling umum menimpa anak yang sering ditemui oleh dokter gigi anak.5,6,15 Hal ini terlihat dari beberapa survei yang mencapai persentase yang tinggi untuk prevalesi trauma gigi sulung di beberapa negara yang berbeda di dunia.16 Berdasarkan survei di Brazil pada tahun 2006, anak usia 1-5 tahun memiliki data persentase kejadian trauma gigi sulung terbesar sekitar 36,8%, sedangkan pada tahun 2007 persentase kejadian trauma gigi sulung pada anak usia ½-5 tahun di Brazil menurun mencapai 9,4%. Survei pada tempat penitipan anak di Nigeria dan Brazil tidaklah berbeda jauh, di Nigeria pada tahun 1996 persentase kejadian trauma gigi sulung pada anak usia 1-5 tahun mencapai 30,8 % sedangkan pada tempat penitipan di Brazil angka kejadian trauma gigi sulung pada anak usia 0-6 tahun mencapai 35,5%. Hanya hasil penelitian melalui kuesioner di wilayah Afrika Selatan yang persentase kejadian traumanya terlihat berbeda, prevalensi kejadian trauma gigi sulung pada anak usia 1-5 tahun mencapai 15% (Tabel 1).16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Prevalensi trauma gigi sulung di beberapa wilayah di dunia berdasarkan survei berbasis populasi 16 Wilayah Tahun Usia % Tempat survey (tahun) Nigeria, Otuyemi dkk. 1996 1-5 30,8 Pusat penitipan Afrika Selatan, Hargreaves dkk.
1999
1-5
15,0
Kuesioner
Brazil, Kramer dkk.
2003
0-6
35,5
Pusat penitipan
Brazil, Granville-Garcia dkk.
2006
1-5
36,8
TK
Brazil, Oliveira dkk.
2007
1/2-5
9,4
TK
Sebagian besar trauma gigi sulung terjadi pada usia 1,5-2,5 tahun, gigi yang paling sering mengalami trauma adalah insisivus sentralis maksila, namun gigi sulung anterior rahang atas berisiko lebih rendah mengalami kehilangan ruang kecuali jika avulsi terjadi sebelum gigi kaninus erupsi.10,12 Penyebab dari trauma itu sendiri dapat terjadi langsung atau tidak langsung, dan didukung oleh faktor predisposisi yang meliputi faktor eksternal karena permainan yang berbahaya dan faktor internal karena posisi gigi anterior yang protrusif atau juga usia.17 Penyebab trauma secara garis besar juga berhubungan dengan usia anak.10,17,18 Trauma pada gigi sulung terjadi pada usia 1,5-2 tahun, yakni pada saat anak belum dapat berjalan stabil. Seiring dengan anak mulai dapat berjalan sendiri, sering kali mereka terjatuh ke arah depan dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Antara usia 5-11 tahun, trauma terjadi karena terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari, dan bersepeda.10,17 Dalam hal jenis kelamin, distribusi angka kejadian trauma juga mengalami perbedaan, didapat bahwa pada anak laki-laki dan wanita hingga umur 9 tahun tidak begitu nyata. Namun, setelah usia tersebut trauma pada gigi anterior pada anak lakilaki cenderung dua kali lebih banyak dibanding pada anak perempuan, hal ini terjadi akibat aktifitas anak laki-laki yang lebih aktif berpartisipasi dalam permainan olahraga dibandingkan dengan anak perempuan.6,17 Penyebab utama trauma gigi pada anak-anak adalah karena terjatuh dan penyebab trauma gigi yang paling serius adalah kekerasan fisik pada anak. Selain
Universitas Sumatera Utara
trauma pada giginya, 50% anak yang mengalami kekerasan fisik juga mengalami trauma pada kepala dan lehernya. Namun pada masa gigi sulung frekuensi terjadinya fraktur (38 anak) lebih besar dibandingkan dengan luksasi (9 anak) ataupun avulsi (2 anak) (Tabel 2).2
Tabel 2. Jenis trauma pada anak (gigi) dalam hubungannya dengan penyebab dan lokasi2 Jenis Penyebab Lokasi Total Terjatuh Olahraga PerkelahiRumah Sekolah Jalan Trauma an
Cedera pada jaringan lunak Cedera gigi Luksasi
4
0
0
4
0
9* (15**)
0
1 (2)
8 (14)
Avulsi
2 (3)
0
0
1 (1)
1 (2)
Fraktur
38 (45)
2 (3)
0
36 (43)
3 (4)
2 (3)
0
4
0
10 (17)
1 (3)
0 40 (48) 1 (1) Total
53 (63)
2 (3)
1 (2)
49 (58)
1 (4)
3(6)
56 (58)
*orang **jumlah gigi
2.2 Klasifikasi Trauma Salah satu klasifikasi yang terbaik yang telah diterima secara internasional adalah klasifikasi WHO (badan kesehatan dunia). Klasifikasi ini dianggap lebih baik karena memiliki format yang deskriptif dan didasari oleh pertimbangan klinik dan anatomik. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan
Universitas Sumatera Utara
pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.7,14,19
2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa meliputi beberapa hal yaitu : a) Retak mahkota adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal. b). Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja. c). Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. d). Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa. e). Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa. f). Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa. g). Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa.18
Gambar 1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa20
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung Kerusakan pada tulang pendukung terbagi atas 6 yaitu: a). Kominusi soket alveolar rahang atas. b) Kominusi soket alveolar rahang bawah adalah hancurnya kompresi soket alveolar bersamaan dengan adanya luksasi dan lateral luksasi. c). Fraktur dinding soket alveolar rahang atas. d). Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau ligual dari dinding soket rahang bawah. e). Fraktur prosesus alveolaris rahang atas. f). Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi. g). Fraktur rahang atas. h). Fraktur rahang bawah adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang bawah dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.18
2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu: a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi. b). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. c). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang. e). Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek. f). Avulsi adalah pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.18
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal20
2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu: a). Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel. b). Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa. c). Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.18
2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma Seorang anak yang mengalami trauma gigi dan dibawa ke dokter gigi, maka yang terpenting yang pertama sekali dilakukan adalah memeriksa anak berkaitan lukanya dan menanyakan keterangan yang berhubungan agar perawatan dapat direncanakan dengan baik.10 Data keterangan baik keterangan kesehatan umum
Universitas Sumatera Utara
maupun keterangan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu informasi penting yang dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan serta dapat membantu dokter gigi belajar dari cedera gigi sebelumnya. Riwayat kesehatan lengkap hanya dimiliki oleh anak yang melakukan perawatan rutin ke dokter giginya, namun pada beberapa anak dokter gigi haruslah menanyakan tentang riwayat kesehatan, baik itu riwayat kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulutnya.8,10 Riwayat kesehatan umum yang berhubungan dan dapat mempengaruhi perawatan gigi adalah penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan syaraf, dan status profilaxis tetanus. Dalam menggali informasi kesehatan gigi dan mulut sang anak, pertanyaan yang terpenting adalah mengenai kapan, dimana, dan bagaimana kecelakaan itu terjadi.10 Dalam hal riwayat kesehatan umum, dokter gigi haruslah sangat waspada terhadap potensi masalah sehingga harus mempersiapkan dahulu rujukan medis yang tepat tanpa penundaan.8 Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, dan keluhan pasien. Sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat perkembangan akar, ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, kelainan pada jaringan pendukung, serta keadaan benih gigi permanen.17 Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
riwayat,
pemeriksaan
klinis,
dan
pemeriksaan penunjang berupa radiografi, tes elektrik dan uji termal. Pada frakturfraktur yang dapat terlihat secara klinis yaitu seperti fraktur enamel, fraktur mohkota, avulsi, displacement umumnya dapat ditegakkan hanya dengan riwayat dan pemeriksaan klinis. Untuk kasus fraktur yang diperkirakan terjadi di bagian akar gigi atau tulang alveolus maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa radiografi untuk memastikannya.6,11 Dalam proses menegakkan diagnosis, ada baiknya dokter gigi mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir
Universitas Sumatera Utara
yang dianjurkan. Formulir ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter gigi dalam melakukan perawatan selanjutnya.6
2.4 Penanganan Darurat, Perawatan, dan Pencegahan Trauma Trauma gigi pada anak haruslah diperlakukan sebagai keadaan darurat, sehingga harus dilihat sesegera mungkin pada hari yang sama, karena hasil perawatan darurat yang optimal akan mempengaruhi perawatan selanjutnya. Pembahasan perawatan trauma gigi anak selanjutnya dengan orang tua ataupun guru dapat dilakukan melalui telepon untuk menggantikan pemeriksaan langsung pada anak. Setelah anak mengalami trauma pada gigi sulungnya, dokter gigi tidaklah lagi hanya sebatas pada perawatan trauma gigi sulung saja, namun pencegahan dampak trauma selanjutnya terhadap gigi permanen anak menjadi hal yang harus diperdulikan4,12
2.4.1 Penanganan darurat Trauma gigi dapat menjadi luka yang tidak begitu serius jika masyarakat menyadari langkah-langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari perawatan segera. Dalam penanganan darurat juga harus dipertimbangkan pula bagaimana riwayat kesehatan anak, pola tingkah laku anak dan bentuk trauma yang terjadi pada anak. Hal ini diperlukan, untuk menentukan perawatan yang tepat dan dapat menjaga keselamatan gigi permanen muda anak.4,12 Trauma pada gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan. Oleh karena itu, dokter gigi haruslah memikirkan kemungkinan perkembangan tetanus setelah trauma dan harus melakukan tindakan pertolongan pertama yang memadai. Setelah pemeriksaan yang memadai, dokter gigi juga harus menentukan status imunisasi anak, melakukan debridement luka, penjahitan, dan atau kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak dilakukan sesegera mungkin.8 Tidak hanya pada jaringan lunak saja, trauma pada gigi yang menyebabkan hilangnya sebagian kecil struktur gigi haruslah diperlakukan dengan hati-hati.
Universitas Sumatera Utara
Penanganan darurat trauma yang hanya mengenai enamel saja atau hanya menyebabkan retaknya enamel, dapat hanya dengan menghaluskan struktur gigi yang kasar saja. Namun, pemeriksaan menyeluruh tetap saja diperlukan, pasien harus kembali diperiksa pada 2 minggu dan 1 bulan setelah trauma. Trauma gigi yang meluas ke dentin memerlukan restorasi sementara langsung atau pelindung selain prosedur diagnostik yang lengkap. Sedangkan trauma pada pasien anak yang mengakibatkan terpaparnya pulpa kerapkali menjadi tantangan dokter gigi dalam mendiagnosis maupun dalam perawatannya. Namun, dalam perawatan pada trauma gigi yang pulpanya terpapar adalah bagaimana mempertahankan vitalitas pulpa.8
2.4.2 Perawatan trauma Perawatan trauma gigi telah diketahui akan tetapi perawatan trauma gigi tersebut cenderung diabaikan.14 Penelitian Ana mendapatkan dari 164 sampel anakanak usia 1-5 tahun, sebagian besar anak yang mengalami trauma gigi (79,9%) tidak mendapatkan tindakan apapun dari orang tuanya, sedangkan perawatan segera setelah trauma terjadi memiliki persentase yang sangat kecil sekitar 15,2% (Tabel 3).21
Tabel 3. Tindakan orang tua pada anak yang mengalami trauma gigi 21 Tindakan orang tua Frekuensi (n) Relatif Frekuensi (%) Mencari perawatan segera
25
15,2
Mencari perawatan kemudian
8
4,9
Tidak melakukan perawatan
131
79,9
Total
164
100
Pada trauma yang cukup parah, dimana melibatkan bibir dan jaringan intra oral yang mengalami perdarahan, orang tua akan mencari seorang dokter untuk melakukan perawatan darurat sesegera mungkin. Setelah luka jaringan lunak dijahit, anak barulah dirujuk ke dokter gigi anak atau dokter gigi umum untuk mengevaluasi trauma giginya.4,12
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Pencegahan Trauma The American Academy of Pediatry Dentistry (APPD) mendorong pengunaan alat pelindung, salah satunya mouthguards, yang dapat membantu mendistribusikan kekuatan dampak, sehingga mengurangi risiko trauma parah.12 Tidak hanya itu, pencegahan pada komplikasi yang tidak diinginkan akibat trauma yang lebih lanjut dapat dicegah dengan informasi dini, setelah terjadinya trauma pada gigi sulung anterior anak, dokter gigi dapat menginformasikan orang tua tentang kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi seperti komplikasi pulpa, penampilan, saluran sinus vestibular, atau perubahan warna mahkota yang terkait dengan saluran sinus dapat dipastikan dengan tepat waktu, dan juga perdarahan yang serius.4 Meminimalkan komplikasi demi perkembangan gigi permanen muda.12 Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada gigi gigi permanen adalah enamel hipoplasia, hipokalsifikasi, dilaserasi pada mahkota atau akar maupun gangguan dalam pola erupsi gigi permanen.12
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Teori Terjatuh
Prevalensi dan Etiologi
Kecelakaan
Trauma Bermain
Gigi Sulung ,
Battered Child Syndrome
Klasifikasi WHO
Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa
Kerusakan pada Tulang Pendukung
Riwayat, Klinis, dan Diagnosis
Mengurangi
Kerusakan pada Jaringan Periodontal
Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut
Penanganan Darurat dan Perawatan
Pencegahan Trauma
2.6 Kerangka Konsep Faktor risiko: • Jenis kelamin • Usia kejadian trauma
Trauma gigi sulung anterior menurut klasifikasi WHO yang dilihat secara klinis. Ditinjau dari:
• Etiologi : Terjatuh, Bermain, Kecelakaan, Bersepeda, Battered Child Syndrome • Lokasi Kejadian • Tindakan orang tua
Universitas Sumatera Utara