BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANAK Berdasarkan United Nations Convention on the Rights of the Child yang ditandatangani pada tahun 1989 oleh 192 negara, anak didefinisikan sebagai manusia yang berusia di bawah 18 tahun. Secara biologis nya, anak adalah individu yang berada dalam kelompok pertumbuhan dan perkembangan, di antara fase infan dan dewasa. Infan dan anak-anak tidak mampu membuat keputusan secara sendiri dan memerlukan bantuan dari orang tua. Individu yang berusia 18 tahun dan ke atas dikenal sebagai remaja dan sudah mampu mengambil sebarang keputusan mengikut undang-undang. Anak-anak dengan usia di antara 8 sampai 9 tahun sudah mampu untuk memahami cara kerja tubuhnya dan prosedur yang mudah.
Pada usia
menjelang 14 sampai 15 tahun, anak-anak atau remaja muda sudah mampu memahami dan mengerti kondisi tubuhnya, matang secara emosi dan sudah mampu mengambil keputusan sendiri (Alpert, 2006).
2.2 TOKSIKOLOGI Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari bahan kimia terhadap organisme hidup.
Toksikologi klinis adalah bidang ilmu
kedokteran yang memberikan perhatian terhadap penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari bahan toksik tersebut. Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik (Mukono, 2002). Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis. Faktor utama yang berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan toksisitas dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi dan frekuensi paparan. Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umunya melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit dan jalur lainnya. Durasi dan frekuensi paparan bahan polutan juga dapat diterangkan dengan percobaan binatang (Mukono, 2002). Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung kepada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimi terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi kerana sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan terus menerus dari bahan toksik (Mukono, 2002). Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah pemberian bahan kimia/polutan.
Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi yang
timbul akibat bahan kimia selang beberapa waktu dari waktu pemberian.
Efek
setempat atau lokal didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang pertama kali antara sistem biologi dan bahan toksikan (Mukono, 2002). Tempat penyerapan utama bagi toksikan adalah saluran pencernaan, paru dan kulit.
Toksikan yang diabsorbsi oleh paru biasanya berupa gas seperti karbon
monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida serta partikel berupa aerosol. Partikel dengan ukuran 5 mikrometer atau lebih besar biasanya ditimbun pada daerah nasofaringeal. Partikel di daerah ini dapat dihilangkan saat pembersihan hidung atau saat bersin. Partikel yang larut akan dilarutkan dalam mukus dan dibawa ke faring atau diserap epitel masuk ke darah. Partikel dengan ukuran 2 hingga 5 mikrometer ditimbun pada daerah trakeobronkeolus paru, tempat ia akan dibersihkan oleh pergerakan silia saluran pernafasan (Mukono, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.3 ROKOK Kebiasaan merokok merupakan satu perbuatan yang buruk, bukan saja kepada diri sendiri, melainkan kepada orang di sekitarnya. Diperkirakan hampir satu pertiga penduduk laki-laki di dunia mempunyai kebiasaan merokok di dalam kehidupan sehari-hari.
Selain mengancam kesehatan manusia, perokok atau orang-orang di
sekitarnya, asap rokok juga boleh menyebabkan masalah polusi udara (WHO 2006). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, kandungan rokok adalah sangat berbahaya kepada kesehatan manusia.
Di antaranya, dapat ditemukan
metanol, nitrobenzena, karbon monoksida, butana, raksa, vinil klorida, toulena, ammonia, arsenik, kadmium, stearik, sianida dan berbagai macam bahan kimia lainnya.
Bahan-bahan kimia ini merupakan sumber bahan kimia dalam produk-
produk berbahaya seperti racun tikus, bahan api kenderaan dan pelarut industri (Bagian Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005). Namun begitu, bahan utama dalam pembuatan rokok adalah tembakau yang merupakan faktor risiko kepada berbagai jenis kanker seperti kanker pankreas, kanker esofagus, kanker paru, kanker payudara dan kanker mulut. Selain itu, tembakau juga dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan kronik, strok, osteoporosis, penyakit jantung, kemandulan, gejala putus haid awal, keguguran dan kecacatan pada janin, bronkitis, emfisema dan batuk (National Poison Centre, 2008). Zat-zat lain yang turut berperan menyebabkan kanker pada perokok mahupun perokok pasif adalah zat karsinogenik. Di antara zat-zat karsinogenik yang dikatakan boleh menyebabkan kanker adalah vinil klorida, benzopyrene dan nikotin.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Nikotin: Nikotin merupakan satu zat kimia yang bersifat adiktif. Nikotin memasuki sirkulasi darah apabila perokok aktif menggigit ujung rokok atau menelan asap rokok. Pada perokok pasif, nikotin memasuki sistem sirkulasi darah apabila asap rokok dihirup secara tidak sengaja. Kebanyakan perokok aktif, akan menelan asap rokok kira-kira 10 kali selama 5 menit pada sebatang rokok yang dinyalakan. Maka, jika perokok aktif tersebut merokok hampir 30 batang rokok per hari, dia akan memasukkan 300 sedutan nikotin ke dalam tubuhnya (Bagian Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005). Setelah memasuki sirkulasi darah, nikotin akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon epinefrin. Epinefrin akan merangsang sistem saraf pusat dan meningkatkan tekanan darah, respirasi dan denyut jantung.
Glukosa akan
dikeluarkan ke sirkulasi darah ketika nikotin menekan pengeluaran insulin di pankreas. Hal ini menyebabkan perokok aktif mempunyai peningkatan kadar gula darah yang kronik (National Institute on Drug Abuse, National Institute of Health, 2009). Nikotin juga meningkatkan produksi dopamin yang memicu pada rangsangan kesenangan di otak. Pada perokok aktif yang telah lama merokok, stimulasi yang berkepanjangan di sistem saraf pusat akan menyebabkan timbulnya gejala adiktif. Walaupun nikotin bersifat adiktif dan dapat menjadi toksik jika diambil dalam kuantiti yang berlebihan, namun nikotin tidak menyebabkan kanker. (National Institute on Drug Abuse, National Institute of Health, 2009).
2.3.2 Gas Karbonmonoksida (CO) Gas karbonmonoksida ini merupakan gas yang bersifat toksik yang bertentangan dengan gas oksigen dalam transpor hemoglobin. Terdapat 2-6% gas CO pada saat merokok. Gas CO yang dihisap oleh perokok paling rendah 400 ppm (part per milyar) yang dapat meningkatkan kadar karboksi-hemoglobin dalam darah
Universitas Sumatera Utara
sejumlah kira-kira 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Apabila kebiasaan merokok ini diteruskan, maka terjadinya polisitemia yang akan mempengaruhi sistem saraf pusat (Sitepoe, 2000).
2.3.3 Timah Hitam (Pb) Timah hitam merupakan salah satu komponen partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Apabila seseorang menghisap satu bungkus rokok per hari berarti individu terbabit menghasilkan 10 mikrogram timah hitam. Sedangkan batas bahaya kadar timah hitam dalam tubuh adalah 20 mikrogram per hari (Sitepoe, 2000).
2.3.4 Zat-zat lain: Rokok atau pun asap rokok mempunyai campuran bahan kimia yang kompleks.
Antaranya adalah karbon monoksida, tar, formaldehid, sianida dan
ammonia yang bersifat karsinogenik.
Karbon monoksida meningkatkan resiko
berlakunya penyakit kardiovaskular. Paparan kepada tar dapat meningkatkan resiko penyakit kanker paru, emfisema dan masalah pada bronkiol (National Institute on Drug Abuse, National Institute of Health, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.4 MEROKOK Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang sedang dibakar adalah 900°C untuk ujung rokok yang dibakar dan 30°C untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen; komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel (Sitepoe, 2000). Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok yang dihisap mengandung kira-kira 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Adapun komposisi asap rokok yang dihisap tergantung berbagai faktor yaitu jenis tembakau, pemprosesan tembakau, bahan pembalut rokok, serta ada tidaknya filter (Sitepoe, 2000).
2.5 PEROKOK PASIF Perokok pasif adalah orang yang dipaksa menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok di sekitarnya.
Kepekatan bahan kimia beracun yang
terkandung dalam asap rokok adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepekatan asap rokok yang disedut oleh perokok secara aktif. Dikatakan hampir 4000 bahan kimia berbahaya dikeluarkan dari asap rokok.
Walaupun perokok pasif tidak
merokok secara langsung, namun asap aliran sisi ataupun sidestream smoke yang keluar dari puntung rokok mengandungi dua kali lebih banyak nikotin dan lima kali lebih banyak karbon monoksida.
Juga dikatakan bahawa asap aliran sisi ini
mempunyai 50 kali lebih banyak bahan kimia atau zat karsinogenik yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kanker dan mengandungi tiga kali lebih banyak tar (Bagian Pendidikan Kesehatan Malaysia, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005). Dibandingkan dengan perokok aktif atau perokok primer, perokok pasif mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengidap berbagai jenis penyakit seperti penyakit jantung (30%) dan kanker (25%). Hal ini adalah karena 60-75% dari asap rokok akan dihirup oleh perokok pasif. Efek jangka panjang yang dapat dialami oleh perokok pasif ini adalah meningkatnya resiko kanker paru dan penyakit jantung serta masalah pernafasan seperti radang paru dan bronkitis. Efek jangka pendek atau efek langsung yang boleh dilihat pada perokok pasif ini adalah bersin dan batuk, sakit kerongkong dan sakit kepala (Bagian Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005). Asap rokok juga dapat memberi dampak negatif pada ibu hamil dan janin yang dikandung.
Di antaranya adalah keguguran dan kematian janin di dalam
kandungan, plasenta abrupsi, tumbuh kembang janin terganggu serta bayi dengan berat badan lahir rendah. Anak-anak yang terpapar pada asap rokok juga mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai masalah kesehatan. Mereka cenderung untuk mendapat masalah seperti batuk, asma, infeksi pada paru dan telinga, perkembangan otak akan terjejas, kanker otak, leukimia dan sindrom kematian mendadak pada bayi (Sitepoe, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.6 MEKANISME PERTAHANAN PARU (BATUK) Saluran pernafasan merupakan penyambung utama antara paru dan udara atmosfera atau di luar tubuh, yang mana bukanlah sentiasa bersih dan steril. Hidung merupakan filter utama yang berperan dalam mencegah dari sebarang partikel besar memasuki tubuh. Sinus paranasal rongga hidung diselaputi oleh epitel bersilia yang akan membawa partikel-partikel yang besar masuk ke faring. Partikel-partikel yang lebih kecil ukurannya, yaitu kurang daripada 10 mikrometer dapat melewati trakea dan bronkus, di mana ia akan menumpuk di mukosa (Lipson & Weibenrger, 2008). Sel-sel silia yang melapisi saluran pernafasan, dari laring ke bronkiol akan bergerak tanpa henti untuk menolak keluar mukus menuju rongga mulut. Pergerakan silia pada saluran pernafasan yang lebar adalah sangat cepat dengan kadar 10mm/menit.
Selain itu, makrofag yang berada di alveolus juga berperan
memusnahkan partikel-partikel tersebut yang akan menghasilkan antibodi (Lipson & Weibenrger, 2008). Mekanisme refleks juga berperan dalam melindungi paru dari sebarang patogen dan mekanisme refleks yang paling penting adalah reaksi batuk. Batuk merupakan ekspirasi yang kuat dari mulut untuk mengeluarkan sebarang benda asing dari saluran pernafasan. Batuk dapat terjadi secara volunter atau dapat dipicu oleh refleks iritasi pada hidung, sinus, faring, laring, trakea, bronkus atau bronkiol (Lipson & Weibenrger, 2008). Sewaktu batuk, akan terjadi inspirasi dalam di mana udara akan memenuhi hampir 60-80% jumlah kapasitas paru. Glottis akan menutup, otot-otot pernafasan berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intratoraks lalu menyebabkan glottis membuka secara tiba-tiba, dan mengeluarkan udara secara kuat daripada saluran pernafasan (Lipson & Weibenrger, 2008).
2.7 BATUK
Universitas Sumatera Utara
Batuk merupakan gejala yang sering pada gangguan saluran pernafasan. Batuk dapat terjadi pada stimulasi di reseptor-reseptor iritasi pada mukosa saluran pernafasan. Batuk secara definisinya adalah ekspirasi eksplosif yang memberikan satu bentuk mekanisme perlindungan yang normal untuk membersihkan cabang trakeobronkiol dari sekresi dan benda asing. Orang awam sering datang ke dokter dengan keluhan batuk karena rasa yang tidak nyaman dan menganggu aktivitas seharian (Gwilt C., et al, 2008). Batuk melibatkan arkus refleks yang kompleks bermula dengan stimulasi pada reseptor iritan. Reseptor-reseptor ini lebih banyak berada di saluran pernafasan. Pusat batuk pula berda di bagian medula. Batuk yang efektif teragntung pasa kebolehan untuk mencapai aliran udara yang tinggi dan tekan intratoraks dalam membantu pengeluaran mukus yang menempel di dinding saluran pernafasan (Boulet L., et al, 1998).
2.7.1 Etiologi: Batuk dapat dipicu oleh berbagai iritan dari sumber eksternal seperti asap rokok, debu dan benda asing, juga dapat disebabkan oleh sumber internal seperti sekresi dari saluran pernafasan atas dan isi dari lambung. Rangsangan-rangsangan dari sumber eksternal dan internal ini akan menstimulasi reseptor di saluran pernafasan terutamanya di faring dan laring atau di saluran pernafasan bawah (Lipson & Weibenrger, 2008). Apabila batuk yang dialami pasien dipicu oleh gangguan di saluran pernafasan atas atau isi lambung pada penderita refluks gastroesofagus, faktor penyebabnya tidak diketahui dan batuknya akan berlanjutan (Lipson& Weibenrger, 2008). Paparan yang lama dan berkepanjangan kepada sumber iritan seperti asap rokok dapat menyebabkan terjadinya proses inflamasi pada saluran pernafasan. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini akan menyebabkan reaksi batuk dan selanjutnya, menjadikan saluran pernafasan lebih sensitif pada sumber iritan yang lain. Kebanyakan gangguan atau masalah medis yang bersangkutan dengan inflamasi, konstriksi, infiltrasi atau kompresi saluran pernafasan akan menimbulkan gejala batuk (Lipson & Weibenrger, 2008). Inflamasi kebiasaannya terjadi disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan, seperti infeksi virus maupun bakteri. Untuk bronkitis yang disebabkan oleh virus, inflamasi
pada
saluran
pernafasan
kadang-kadang
berlangsung
lama
dan
menimbulkan gejala batuk yang berkepanjangan untuk beberapa minggu. Infeksi pertussis dan asma juga dapat menimbulkan gejala batuk pada pasien. Namun, batuk yang disertai dengan asma, seringkali ditandai dengan adanya mengi atau wheezing ( Lipson & Weibenrger, 2008). Selain daripada itu, neoplasma maupun tumor yang berada di salur pernafasan juga dapat menyebabkan timbulnya keluhan batuk.
Hal ini disebabkan, massa
tersebut akan menekan atau kompresi salur pernafasan dan sebagai mekanisme normal, reaksi batuk akan terjadi dalam usaha tubuh untuk mengeluarkan massa dari sistem pernafasan. Penyakit paru parenkimal juga dapat menimbulkan gejala batuk. Antaranya ialah penyakit paru interstisial, pnuemonia dan abses paru (Lipson & Weibenrger, 2008).
2.7.2 Klasifikasi: Batuk tipe akut biasanya terjadi apabila adanya infeksi pada salur pernafasan seperti rinitis, bronkitis, pneumonia dan sinusitis. Batuk tipe ini juga diakibatkan oleh paparan dari bahan-bahan iritasi seperti asap rokok. Batuk akut berlangsung dalam waktu kurang dari 3 minggu (Lipson & Weibenrger, 2008). Batuk tipe subakut dapat berlangsung dalam waktu 3 hingga 8 minggu. Batuk tipe ini sering kali disebabkan oleh post-infections, di mana proses inflamasi pada salur pernafasan masih berlaku yang disertai dengan infeksi virus, Pertussis atau infeksi Chlamydia. Jika pasien dengan batuk tipe subakut ini bukan disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
kejadian setelah infeksi, pemeriksaan lanjut dilakukan untuk mengetahui faktor penyebabnya (Lipson & Weibenrger, 2008). Batuk yang berlangsung lebih dari 8 minggu digolongkan ke dalam batuk tipe kronik. Pada perokok aktif, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kemungkinan berlaku penyakit paru obstruktif tipe kronik atau karsinoma bronkogenik.
Pada
pasien yang tidak merokok dan mempunyai radiograf dada yang normal serta tidak mengambil sebarang obat ACE inhibitor, batuk tipe kronik yang dialaminya mungkin disebabkan oleh sindroma batuk pada saluran pernafasan atas atau postnasal drip, asma dan refluks lambung. Bronkitis tipe eusinofilik juga dapat menimbulkan gejala batuk kronik (Lipson & Weibenrger, 2008).
2.7.3 Komplikasi: Komplikasi yang sering terjadi pada batuk adalah nyeri dada dan ketidakselesaan pada dinding abdomen, inkontinensia urin dan penat. Jarang, namun batuk yang paroksismal atau berterusan boleh menyebabkan sinkop atau pingsan. Hal ini adalah karena adanya kenaikan pada tekanan intratoraks dan tekanan alveolus yang membawa kepada penurunan aliran balik darah ke vena yang menyebabkan penurunan kardiak output (Lipson & Weibenrger, 2008). Dalam kasus tertentu seperti pada pasien dengan myeloma ganda, osteoporosis dan metastase kanker ke tulang, batuk dapat menyebabkan fraktur pada tulang iga (Lipson & Weibenrger, 2008).
Universitas Sumatera Utara