BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Coklat Komoditi coklat mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia karena mempunyai sumber devisa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang permintaan setiap tahunnya terus meningkat. Coklat banyak dikonsumsi karena rasa dan aromanya yang khas sebagai penyedap makanan, minuman, dan sebagai campuran obatobatan. (Djafar, 1998). Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1998) sistematika tanaman ini sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Anak Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Anak Kelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Marga
: Theobroma
Jenis
: Theobroma Cacao L
Banyak varietas dari tanaman coklat yang dapat diolah, tanaman coklat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Criollo dan Forastero. Pada jenis criollo, bentuk biji bulat, keping biji (kotiledon) bewarna putih, kulit buah kasar, berbenjol-benjol, dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga mudah pecah. Sedangkan pada jenis Forastero, bentuk bijinya lonjong (oval), pipih, dan keping bijinya (kotiledon) bewarna ungu gelap, permukaan kulit buahnya relatif halus karena alur-alurnya dangkal. Kulit buah ini tipis tetapi keras (liat). Umumnya, jenis Forastero inilah yang paling banyak dikonsumsi karena pertumbuhan tanamannya kuat dan cepat, daya hasilnya tinggi, dan relatif tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit. (Simpson and Conner, 1986) Coklat merupakan suatu jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan dan minuman, biji coklat mengandung lebih kurang 1 % alkaloid, theobromine, yang mana mengandung sedikit cafein yang mampu merespon sifat stimulasi. Selain itu coklat juga
Universitas Sumatera Utara
mengandung 30 sampai 50 % minyak lemak (fatty oil), 15 % protein, dan 15 % pati. Minyak yang mudah menguap (volatile oil) akan hilang selama proses pemasakan. (Hill, F.,1951) Tabel 2.1. Analisa kandungan senyawa kimia dalam Buah Coklat NO
Senyawa Kimia
Kandungan Maksimum (%) Buah
Kulit
1
Air
3,2
6,6
2
Lemak
5,7
5,9
3
Abu
4,2
20,7
4
Total Nitrogen
2,5
3,2
5
Theobromin
1,3
0,9
6
Kafein
0,1
0,3
7
Pati
9,0
5,2
8
Serat
3,2
19,2
Sumber : www.Food-Info.net/uk/qa/qa/FP48
2.2. Pengertian Nata de Cacao Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan bewarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacer xylinum pada permukaan nata media cair yang mengandung gula. Nata dapat terbuat dari bahan baku air kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu (whey tahu). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut dengan nata de coco, dari whey tahu disebut dengan nata de soya, dan dari cairan lendir kakao disebut nata de cacao. Bentuk, warna, tekstur, dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda. Pada proses pengolahan biji kakao dilakukan fermentasi terhadap biji basah yang berlendir. Biji ditumpuk didalam peti fermentasi yang didasarnya berlubang-lubang. Selama fermentasi berlangsung, cairan lendir kakao akan menetes dari bagian bawah peti fermentasi. Cairan ini dapat dijadikan media untuk produksi nata. (Hasbullah, 2007). Menurut Warisno, ada beberapa teknik membuat nata. Setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Menentukan teknik yang akan dipakai sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor pendukung yang paling sesuai dengan kondisi setempat. Contohnya kemudahan memperoleh semua bahan yang diperlukan, harganya murah, prosesnya relatif sederhana, dan hasil yang diperoleh memuaskan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan masing-masing cara membuat nata.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Cara Membuat Nata. Cara Membuat Cara Pertama
Kelebihan -
Starter yang
Kekurangan -
Untuk pemula
(menggunakan
dihasilkan
harus membeli
bibit Acetobacter
berkualitas baik
bibit Acetobacter
Starter bisa dibuat
xylinum
xylinum yang
-
dibeli)
setiap minggu
-
-
Kotoran air
sesuai dengan
kelapa muncul
kebutuhan
kepermukaan
Membuat nata de
tidak terlihat jelas
coco bisa dilakukan sekaligus dengan membuat starter Cara Kedua (tidak
-
Bahan baku
-
Bibit yang
menggunakan bibit
terutama nanas
dihasilkan kurang
Acetobacter
mudah diperoleh
bagus
xylinum yang
-
Menghasilkan limbah nanas
dibeli) -
Jika bibit yang dibutuhkan banyak, cara ini tidak ekonomis karena membutuhkan nanas yang banyak
Sumber : Warisno, 2004 Produksi nata de cacao dapat dilakukan dalam skala rumah tangga atau skala industri kecil. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan nata de cacao adalah starter nata (Acetobacter xylinum), cairan pulpa yang telah diencerkan , gula pasir, khamir/ yeast, urea, asam cuka ( untuk mengatur keasaman media), dan air bersih .
Universitas Sumatera Utara
Proses pembuatan nata de cacao terdiri dari beberapa tahapan yaitu: 1. Pengenceran dan penyaringan cairan pulpa 2. Perebusan 3. Inokulasi dengan starter 4. Fermentasi 5. Pemanenan, penetralan, penambahan gula, dan pengemasan Proses ini berlaku juga untuk pembuatan dan peremajan kultur starter nata de cacao yang umumnya dilakukan setiap dua minggu sekali dan telah setiap sekitar tiga hari sebelum proses fermentasi untuk produk nata dilakukan, dimana penyimpanan starter nata biasanya menggunakan wadah botol kaca. Pengenceran pulpa dilakukan dengan perbandingan satu bagian ditambah sembilan belas bagian air atau dengan pengenceran 20 kali. Tujuan pengenceran ini adalah untuk mengurangi intensitas warna coklat pada produk nata yang dihasilkan (Elisabeth anggraeni D, 2007).
2.3. Zat- zat nutrisi yang ditambahkan pada media fermentasi nata de cacao Menurut Muljono, rancangan bangun medium nutrient untuk pertumbuhan dan pembentukan produk nata merupakan langkah penentu dalam menjamin keberhasilan eksperimen atau pelaksanaan produksi. Konstituen kimiawi medium harus memenuhi semua kebutuhan elemen massa sel dan produk, dan harus dapat memasok energi secukupnya untuk sintesis dan pemeliharaan. Juga harus dicukupi nutrient spesifiknya seperti vitamin dan mineral yang diperlukan sangat sedikit. Tabel 2.3 Komposisi elemental tipikal untuk mikroorganisme Elemen
Bobot kering sel persen
Karbon
50
Nitrogen
7 - 12
Fosfor
1-3
Sulfur
0,5 - 1,0
Magnesium
0,5
Sumber : Wang,1979
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.Gula Sebagai Sumber Karbon Karbohidrat adalah kelompok nutrient yang penting dalam susunan makanan sebagai sumber energi. Senyawa-senyawa ini mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan dihasilkan oleh tanaman dengan proses fotosintesa. Sukrosa merupakan suatu senyawa yang dikenal sehari-hari dalam rumah tangga sebagai gula dan dihasilkan dalam tananaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa . ( Gamman and Sherrington, 1992) Mikrobia membutuhkan tersedianya karbohidrat, protein, lemak, mineral dan sedikit zat-zat gizi didalam bahan pangan yang asli. Tampak bahwa mikrobia pertama-tama menyerang karbohidrat, kemudian protein dan berikutnya lemak. Bahkan terdapat tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat, yang pertama gula kemudian alkohol, kemudian asam. Karena kebutuhan yang pertama bagi aktifitas mikrobia adalah energi, maka tampak bahwa bentuk yang paling dapat disediakan sesuai dengan tingkat kesukaan adalah rantai karbon CH 2 , CH, CHOH, dan COOH. Mikrobia digunakan untuk memfermentasikan gula dengan oksidasi sempurna, oksidasi parsial, fermentasi alkohol, fermentasi asam laktat, fermentasi butirat, dan kegiatankegiatan lainnya. ( Desrosier, W.N.,1988) Fermentasi
didefinisikan
sebagai
perombakkan
anaerob
karbohidrat
yang
menghasilkan pembentukan produk fermentasi yang stabil. Perubahan gula menjadi alkohol dapat ditunjukkkan seperti pada reaksi dibawah ini : C 6 H 12 O 6
2 C 2 H 5 OH + 2 CO 2
glukosa
etil alkohol
karbondioksida
Organisme berbentuk batang, gram negative, dalam marga Acetobacter dapat melakukan oksidasi etanol sebagai berikut: C 2 H 5 OH + O 2
CH 3 COOH
+ H2O
etanol
asam asetat
air
oksigen
( Volk and Wheeler, 1990) Bakteri pembentukan “nata” bila ditumbuhkan dalam medium yang mengandung gula, dapat merubah 19% gula menjadi sellulosa. Selulosa yang terbentuk dalam medium tersebut berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk jaringan seperti tekstil. Pada medium cair bakteri ini membentuk suatu massa yang kokoh dan dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri itu sendiri terperangkap dalam massa fibriler yang terbentuk. Sintesa polisakarida oleh bakteri yang tergolong “bacterial polisakarida” sangat dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion logam tertentu yang dapat mengkatalisasi
Universitas Sumatera Utara
atau menstimulasi aktivasi bakteri yang bersangkutan. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion kovalen seperti Mg2+, Ca2+, dan yang lainnya diperlukan untuk mengkontrol kerja enzim ekstraselluler dan membentuk ikatan dengan polisakarida tersebut.( Wahyudin et al , 2003 ).
2.3.2 Urea Sebagai Sumber Nitrogen Untuk proses fermentasi dibutuhklan sejumlah senyawa sumber nitrogen dan mineral (baik mineral makro, maupun mikro). Salah satu contoh formulasi mineral dan nitrogen adalah seperti: NH 4 NO 3 , KH 2 PO 4 , MgSO 4 .7H 2 O, dan HCl untuk mengatur pH 3,4 – 3,5. Biasanya, mineral mikro (tembaga, mangan, magnesium, besi, seng dan molybdenum) tidak perlu ditambahkan, karena pada bahan baku sumber karbon yang dipakai untuk produksi secara kormesial, mineral tersebut sudah terdapat dalam jumlah yang cukup banyak. ( Muljono et al ) Menurut Warisno, urea yang digunakan pada pembuatan nata berfungsi untuk membersihkan air kelapa dari berbagai kotoran. Selain itu, berfungsi juga untuk memperlancar proses pembuatan bibit nata (starter). Urea bisa menurunkan kemasaman larutan hingga memiliki pH 3-4. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion kovalen seperti Mg2+, Ca2+, dan lainnya sangat diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ekstrakselluler dan mambentuk ikatan dengan polisakarida tersebut.
2.3.3. Nutrisi lainnya Meskipun dalam bahan yang akan difermentasikan (bahan dasar) telah mengandung zat makanan yang cukup untuk keperluan pertumbuhan mikroba tetapi untuk melengkapinya senyawa yang mungkin kurang, sering ditambahkan sejumlah unsur-unsur tertentu kedalam substrat, antara lain : NH 4 NO 3 sebagai sumber nitrogen, dan KH 2 PO 4 sebagai sumber posfat. Beberapa unsur dari mineral tertentu yang ditemukan dalam komponen-komponen seluler dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit oleh mikroorganisme. Sodium, potassium, dan magnesium dibutuhkan dalam jumlah besar dibandingkan dengan besi, tembaga, mangan, senga, dan kobalt. Fermentasi permukaan pada media cair menggunakam media cair pada wadah dangkal (tidak perlu dalam), sehingga memperluas bidang kontak antara media dengan
Universitas Sumatera Utara
oksigen di udara. Berbagai komposisi media telah disarankan untuk fermentasi ini, diantaranya seperti berikut: Tabel. 2.4 Komposisi media menurut Curie,1917 ( didalam Prescot dan Dunn) Komposisi
Konsentrasi ( g/L )
Sukrosa
125 - 150
NH 4 NO 3
2 - 25
KH 2 PO 4
0,75 – 1,0
MgSO 4 .7H 2 O
0,20 – 0,25
HCL 5 N (agar pH menjadi 3,4 – 3,5; 5-4 mL)
2.4. Pengaruh pH Pengukuran pH merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukkan produk. Sebagian besar organisme dapat berfungsi dengan baik dalam selang pH antara 3-4 unit pH. Ukuran pH untuk laju pertumbuhan maksimum sering kali dalam selang 1-12 unit. Karena sangat pentingnya pH maka sebagian besar proses fermentasi dikendalikan dengan cara buffer atau sistem pengendali pH. Berbagai cara umum dapat dilakukan untuk menjaga tingkat pH walaupun mungkin saja terdapat keadaan yang bersifat khusus. Biasanya bakteri dapat tumbuh dalam pH 4-8, khamir biasanya lebih senang dalam pH 3-6, kapang pada pH 3-7 dan sel-sel kariotik yang lebih tinggi 6,5-7,5. Sebagai konsekuensinya maka pH dapat digunakan untuk menjaga agar kontaminasi minimal. Umpamanya fermentasi khamir pada pH 3 tidak akan terkontaminasi bakteri (Muljono, 1992). Untuk mendapatkan pH yang optimum perlu dilakukan dengan menambahkan asam misalnya asam sitrat, tartrat, atau asam malat dan dengan menambahkan basa KOH. Selama proses fermentasi berlangsung pH akan menurun dari pH semula. Penurunan pH selama fermentasi adalah disebabkan sebagian glukosa diubah menjadi asam-asam organik (Prescott and Dunn, 1959). Aktivitas pembentukan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Asam asetat glasial ditambahkan kedalam medium untuk menurunkan pH medium yang optimum yaitu 4. Sedangkan suhu memungkinkan pembentukan nata berhasil dengan baik adalah pada suhu kamar antara 28-320C (Wahyudin et al, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Jenis Bakteri Pembentukan Nata ( Acetobacter xylinum ) Bakteri pembentukan “nata” termasuk golongan Acetobacter, yang mempunyai ciriciri antara lain gram negatif, katalis positif, oksidasi negatif, dan merupakan bakteri aerob. Acetobacter sp merupakan bakteri yang lebih baik untuk memproduksi asam dan lebih umum digunakan secara kormesial pada produksi vinegar karena kemampuannya untuk mengoksidasi asam asetat menjadi karbon dioksida dan air (Adams, 1995). Menurut warisno, biakan murni Acetobacter xylinum digunakan sebagai starter yang bisa menggumpalkan air kelapa hingga menjadi nata de coco. Biakan murni ini bisa diperbanyak menjadi bibit atau starter. Bibit atau starter berisi mikroba dengan jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasi kedalm media fermentasi. Species Acetobacter yang telah dikenal antara lain Acetobacter Aceti, Acetobacter Orleanensis, Acetobacter Liquafacients dan Acetobacter xylinum. Meskipun mempunyai ciriciri yang hampir sama dengan spesies lain, namun Acetobacter xylinum tetap dapat dibedakan dengan spesies lain. Karena sifatnya yang unik, yaitu bila ditambahkan pada medium gula, membentuk polisakarida yang dikenal dengan “sellulosa ekstraselluler”. Selain itu mempunyai aktifitas oksidasii lanjutan atau “over oxydizer”, yaitu mampu mengoksidasi lebih lanjut asam asetat menjadi CO 2 dan H 2 O. Sifat inilah yang umumnya mempunyai sifat “under oxydizer”, yaitu hanya mengubah alkohol menjadi asam asetat ( Wahyudin et al, 2003).
2.6. Pembuatan Starter Bakteri digunakan dalam skala industri untuk menghasilkan berbagai macam zat kimia, enzim, asam amino, vitamin, dan substansi lain. Dilihat dari sudut perindustrian, mikroorganisme merupakan “pabrik zat kimia” yang mampu melakukan perubahan yang dikehendaki. Mikroorganisme merombak bahan mentah (beberapa komponen dari medium tempat tumbuhnya dan yang dapat di anggap sebagai substrat) dan mengubah bahan mentah ini menjadi suatu produk baru (Irianto, 2006 ). Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisologis yang siap di inokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan berwarna putih. Lapisan inilah yang disebut nata, semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm.
Universitas Sumatera Utara
Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah di inokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikriba tidak optimum bagi fermentasi dan tingkat kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan di disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media yang akan di fermentasikan menjadi nata (Hasbullah, 2007)
2.6.1. Dengan Menggunakan Media agar Menurut Warisno, pada cara ini alat yang digunakan adalah sebagai berikut: botol kaca, ruang inkubasi, wadah perebus media, timbangan, dan pH meter, sedangkan bahan yang digunakan adalah: biakan murni Acetobacter xylinum, glukosa 100 gram, urea 5 gram, air kelapa 1 liter dan asam asetat 25% untuk mengatur pH menjadi 3-4. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut: a. 1 Liter air kelapa didiamkan beberapa menit, kemudian disaring dengan beberapa lapisan kain kassa, kemudian dipanaskan sambil diaduk-aduk. Setelah mendidih, ditambahkan (a) asam asetat 25% sebanyak 10 mL dan (b) gula sebanyak 100 gram. Campuran ini diaduk sampai gula larut. Larutan ini disebut air kelapa asam bergula. b. Urea sebanyak 5 gram di larutkan dalam 1 liter air kelapa, kemudian dididihkan, lalu dituangkan dalam air kelapa asam bergula. c. Ketika masih panas, media dipindahkan kedalam beberapa botol bermulut lebar, masing-masing sebanyak 200 ml. Botol ditutup dengan kapas steril. Setelah dingin, ditambahkan 4 mL suspensi mikroba. Setelah itu, media di inkubasi pada suhu kamar selama 6-8 hari (sampai terbentuk lapisan putih pada permukaan media).
2.6.2. Dengan Menggunakan buah Nanas Pada cara ini alat yang digunakan adalah: pisau stainless, parut atau belender, timbangan, wadah plastik, botol jar, kertas koran bekas, karet, dan ruang inkubasi, sedangkan bahan yang digunakan adalah: buah nanas yang sudah matang 3 kg, air bersih 1,5 liter dan gula pasir 0,5 kg. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut: a. Buah nanas dikupas, lalu dicuci dengan air bersih dan dipotong kecil-kecil dengan ukuran 2x2 cm atau 1x1 cm. b. Buah nanas dihancurkan dengan menggunakan belender atau bisa juga buah nanas yang masih utuh diparut. c. Hancuran buah nanas diperas hingga sari buahnya habis.
Universitas Sumatera Utara
d. Air perasan nanas dicampur dengan air dan gula, diaduk hingga semua bahan tercampur rata, lalu direbus. e. Dimasukkan bahan biakan kedalam botol jar yang sudah di sterilkan, lalu ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet. f. Dibiarkan botol-botol yang berisi bahan biakan didalam ruang fermentasi selama 1 minggu hingga terbentuk lapisan tipis yang berwarna putih. Lapisan inilah yang dinamakan Acetobacter xylinum.
2.7. Aktivitas Pembentukan Nata Aktivitas pembentukan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Asam asetat glasial ditambahkan kedalam medium untuk menurunkan pH medium yang optimum yaitu pH 4. Sedangkan, suhu memungkinkan pembentukan nata berhasil dengan baik adalah pada suhu kamar antara 28-320C. Sintesa polisakarida oleh bakteri yang tergolong “bacterial polisakarida” sangat dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion logam tertentu yang dapat mengkatalisasi atau menstimulasi aktivasi bakteri yang bersangkutan. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion kovalen seperti Mg2+, Ca2+ dan lainnya sangat diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ekstraselluler dan membentuk ikatan dengan polisakarida tersebut. ( wahyudin et al , 2003 ) Fermentasi nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini: 1. Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum. Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan. Pemeliharaan tersebut meliputi: 1) Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan 2) Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum fermentasi. 2. Pembuatan Starter 3. Fermentasi Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah di inokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisis aerob ( membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup
Universitas Sumatera Utara
tebal (1,0-1,5 cm). Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari ke 15 hari. Jika fermentasi tetap diteruskan, kemungkinan permukaan nata akan mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar. Nata yang dihasilkan berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dari sellulosa. Lapisan nata mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih (Hasbullah, 2007).
Universitas Sumatera Utara