BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Wacana Kritis Fairclough Analisis wacana dalam bentuk analisis wacana kritis (critical discourse analysis/CDA) berarti peneliti menganalisis wacana pada level naskah beserta sejarah dan konteks wacana tersebut. Penelaahaan atas wacana tidak hanya dilakukan pada level naskah namun dilanjutkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi naskah. Fokus analisis wacana kritis yaitu praktik kewacanaan yang mengonstruk representasi dunia dan subjek sosial, dan hubungan kekuasaan dan peran yang dimainkan praktik-praktik kewacanaan untuk melanjutkan kepentingan kelompok sosial khusus. Analisis wacana kritis, kritis di sini berarti bahwa tujuan analisis adalah mengungkap peran praktik kewacanaan dalam upaya melestarikan dunia sosial, termasuk hubunganhubungan sosial yang melibatkan hubungan kekuasaan yang tak sepadan. Tujuan analisis wacana kritis yaitu menjelaskan dimensi linguistik kewacanaan antara fenomena sosiokultural dengan proses perubahan dalam modernitas terkini. Selain itu, analisis wacana kritis bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara penggunaan bahasa dengan praktik sosial. Analisis wacana CDA memiliki beberapa model, salah satunya yaitu CDA model Norman Fairclough yang melihat teks (naskah) memiliki konteks. Menurut Fairclough, setiap penggunaan bahasa merupakan peristiwa komunikatif yang terdiri atas tiga dimensi berikut ini. -
Teks (tuturan, pencitraan, visual, atau gabungan ketiganya);
-
Praktik kewacanaan yang melibatkan pemroduksian dan pengonsumsian teks; dan
-
Praktik sosial (Jorgensen & Phillips, 2007:128).
11
Proses Produksi TEKS
Deskripsi (Analisis Teks)
Interpretasi (Analisis Proses) Proses Interpretasi
PRAKTIK KEWACANAAN
Eksplanasi (Analisis Sosial)
PRAKTIK SOSIOKULTURAL (situasional; institusional, dan kemasyarakatan) Dimensi-Dimensi Discourse
Dimensi- Dimensi Analisis Discourse
Gambar 1 CDA Norman Fairclough (Sumber: http://multiply.com)
12
Seperti tampak dalam Gambar 1, CDA Norman Fairclough melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”; “process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik sosio-kultural. Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/ teks) kita tidak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial dan kultural yang mempengaruhi pembuatan teks. Proses pengumpulan data yang multilevel dalam CDA Fairlough ini secara sederhana diperlihatkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough (Sumber: http://multiply.com)
No. 1
Level
Level
Masalah
Analisis
Teks
Mikro
Teknik Pengumpulan Data
-
Satu/lebih
metode
analisis
naskah
(sintagmatis atau paradigmatis) 2
Praktik
Meso
-
Wacana
Pengamatan
Terlibat
pada
Produksi
Naskah, atau -
Depth interview dengan pembuat naskah, atau
-
Secondary
data
tentang
pembuatan
naskah 3
Praktik
Makro
-
sosiokultural
Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian
-
Secondary data yang relevan dengan tema penelitian
-
Penelusuran
literatur
yang
relevan
dengan tema penelitian
Tabel
1
itu
memperlihatkan bahwa
untuk
memahami
wacana
perlu
mengumpulkan data pada level mikro, meso, hingga makro. 13
2.2.1 Teks Pada dimensi teks, Fairclough membaginya ke dalam tiga elemen dasar, antara lain representasi, relasi, dan identitas. 2.2.1.1 Representasi Yang ingin dilihat pada elemen representasi adalah bagaimana peristiwa, orang, kelompok, atau apapun, ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Representasi oleh Fairclough dapat dilihat dari dua hal. Pertama, representasi dalam anak kalimat. Kedua, representasi dalam kombinasi anak kalimat. Ketiga, representasi dalam rangkaian antarkalimat. 1. Representasi dalam anak kalimat Menurut Fairclough, ketika seseorang, kelompok, peristiwa, dan kegiatan ditampilkan dalam teks, pada dasarnya pemakai bahasa dihadapkan pada paling tidak beberapa pilihan, yaitu kosakata (vocabulary), metafora, dan tata bahasa (grammar). a. Kosakata (vocabulary) Pilihan kosakata yang dipakai terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa, seseorang, kelompok, atau kegiatan tertentu dikategorisasikan dalam suatu set tertentu. Kosakata ini sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan bagaimana realitas ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa itu memunculkan realitas bentukan tertentu. b. Metafora Pilihan pada metafora, menurut Fairclough merupakan kunci bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan yang lain. Metafora bukan hanya persoalan keindahan literer, tetapi juga dapat menentukan apakah realitas itu dimaknai dan dikategorikan sebagai positif ataukah negatif. c. Tata bahasa (grammar) Pada tingkat tata bahasa, analisis Fairclough terutama dipusatkan pada apakah tata bahasa ditampilkan dalam bentuk proses ataukah dalam bentuk partisipan. Dalam bentuk proses, apakah seseorang, kelompok, kegiatan ditampilkan sebagai tindakan, peristiwa, keadaan, ataukah proses mental. Ini terutama didasarkan pada bagaimana suatu tindakan hendak digambarkan. 14
Bentuk tindakan, menggambarkan bagaimana aktor melakukan suatu tindakan tertentu kepada seseorang yang menyebabkan sesuatu. Bentuk tindakan umumnya, anak kalimatnya mempunyai struktur transitif . (subjek + verb + objek) Bentuk peristiwa, memasukkan hanya satu partisipan dalam kalimat, baik subjeknya saja maupun objeknya saja. Bentuk keadaan, menunjuk pada sesuatu pada sesuatu yang telah terjadi tanpa menyebut dan dapat menyembunyikan subjek pelaku tindakan. Bentuk proses mental, menampilkan sesuatu sebagai fenomena, gejala umum, yang membentuk kesadaran khalayak, tanpa menunjuk subjek/ pelaku, dan korban secara spesifik. Bentuk partisipan, di antaranya, melihat bagaimana aktor-aktor ditampilkan dalam teks. Apakah aktor ditampilkan sebagai pelaku atau korban dalam pemberitaan. Sebagai pelaku, umumnya ditampilkan dalam bentuk kalimat aktif, di mana seorang aktor ditampilkan melakukan suatu tindakan yang menyebabkan sesuatu pada objek/ seseorang. Sebagai korban (atau objek) menunjuk pada sesuatu yang disebabkan oleh orang lain. Strategi wacana yang paling umum digunakan adalah bentuk kalimat pasif. Dalam bentuk ini, hanya ditampilkan korban, karena pelaku dapat disembunyikan atau dihilangkan dalam pemberitaan. Bentuk yang lainnya adalah dengan membentuk nominalisasi, di mana yang ditampilkan adalah bentuk dari suatu kegiatan tanpa perlu menunjuk kepada partisipan atau pihak-pihak yang terlibat.
2. Representasi dalam kombinasi anak kalimat Pada dasarnya, realitas terbentuk lewat bahasa dengan gabungan antara satu anak kalimat dengan anak kalimat yang lain. Gabungan antara anak kalimat ini akan membentuk koherensi lokal, yakni pengertian yang didapat dari gabungan anak kalimat satu dengan yang lain, sehingga kalimat itu mempunyai arti. Koherensi pada titik tertentu menunjukkan ideologi dari pemakai bahasa. Berikut bentuk-bentuk koherensi antara anak kalimat. Elaborasi. Anak kalimat yang satu menjadi penjelas dari anak kalimat yang lain. Anak kalimat kedua mempunyai fungsi untuk memperinci atau menguraikan anak 15
kalimat yang telah ditampilkan pertama. Umumnya bentuk ini dihubungkan dengan pemakaian kata sambung seperti “yang”, “lalu”, atau “selanjutnya”. Perpanjangan. Anak kalimat satu merupakan perpanjangan anak kalimat yang lain. Fungsi anak kalimat yang kedua adalah kelanjutan dari anak kalimat pertama. Perpanjangan ini dapat berupa tambahan (umumnya memakai kata hubung “dan”) atau berupa kontras antara satu anak kalimat dengan anak kalimat yang lain (umumnya memakai kata hubung “tetapi”, “meskipun”, “akan tetapi”, dan sebagainya) atau juga membuat pilihan yang setara antara satu anak kalimat dengan anak kalimat lain (umumnya memakai kata hubung “atau”). Mempertinggi, di mana anak kalimat yang satu posisisnya lebih besar dari anak kalimat yang lain. Misalnya, anak kalimat satu menjadi penyebab dari anak kalimat lain (umumnya memakai kata hubung “karena” atau “diakibatkan”). Penggunaan bentuk koherensi yang berbeda dapat membentuk pemaknaan yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh bagaimana satu fakta dihubungkan dengan fakta lain. Kalimat bahasa Indonesia menurut struktur gramatikalnya, dapat berupa kalimat tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-subordinatif).
Kalimat tunggal, menyatakan gagasan yang tunggal. Kalimat ini terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Kalimat majemuk setara, terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebih. Berikut empat jenis kalimat majemuk setara. a. Kalimat majemuk setara penjumlahan (perpanjangan), ditandai oleh kata hubung dan atau serta. b. Kalimat majemuk setara pertentangan (perpanjangan), ditandai oleh kata hubung tetapi. c. Kalimat majemuk setara perurutan (elaborasi), ditandai oleh kata hubung lalu dan kemudian. d. Kalimat majemuk setara pemilihan (perpanjangan), ditandai oleh kata hubung atau.
16
Kalimat majemuk tidak setara, terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat. Penanda anak kalimat ialah kata walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, setelah, sesudah, sebelum, kendatipun, sekalipun, bahwa, dan sebagainya.
Kalimat majemuk campuran, terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk taksetara (bertingkat).
3. Representasi dalam rangkaian antarkalimat Pada aspek ini berhubungan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih disusun dan dirangkai. Aspek ini untuk melihat bagian mana dalam kalimat yang lebih menonjol dibandingkan dengan bagian yang lain. Salah satu aspek penting adalah apakah partisipan dianggap mandiri ataukah ditampilkan memberikan reaksi dalam teks berita. Rangkaian antarkalimat menunjukkan makna yang ingin ditampilkan kepada khalayak. Agar padu, digunakan pengait antarparagraf, yaitu berupa 1) ungkapan penghubung transisi, 2) kata ganti, atau 3) kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan). Ungkapan pengait antarkalimat dapat berupa ungkapan penghubung/ transisi (Arifin dan Tasai, 2004: 115). a. Beberapa Kata Transisi Hubungan tambahan
: lebih lagi, selanjutnya, tambahan pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, di samping itu, lagi pula.
Hubungan pertentangan : akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya, 17
meskipun begitu, lain halnya. Hubungan perbandingan : sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan itu. Hubungan akibat
: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu.
Hubungan tujuan
: untuk itu, untuk maksud itu.
Hubungan singkatan
: singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.
Hubungan waktu
: sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian.
Hubungan tempat
: berdekatan dengan itu.
b. Kata Ganti. Ungkapan pengait antarkalimat dapat juga berupa kata ganti, baik kata ganti orang maupun kata ganti yang lain. Kata Ganti Orang Pemakaian kata ganti berguna untuk menghindari penyebutan nama orang berkali-kali. Kata ganti yang dimaksud adalah saya, aku, ku, kita, kami (kata ganti orang pertama), engkau, kau, kamu, mu, kamu sekalian (kata ganti orang kedua), dia, ia, beliau, mereka, dan nya (kata ganti orang ketiga). Kata Ganti yang Lain Kata ganti lain yang digunakan dalam menciptakan kepaduan antarkalimat ialah itu, ini, tadi, begitu, demikian, di situ, ke situ, di atas, di sana, di sini, dan sebagainya. c. Kata Kunci
2.2.1.2 Relasi Yang ingin dilihat pada elemen relasi adalah bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Menurut 18
Fairclough, paling tidak ada tiga kategori partisipan utama dalam media: wartawan (memasukkan di antaranya reporter, redaktur, pembaca berita untuk televisi dan radio), khalayak media, dan partisipan publik, memasukkan di antaranya politisi, pengusaha, tokoh masyarakat, artis, ulama, ilmuwan, dan sebagainya.titik perhatian dari analisis hubungan, bukan pada bagaimana partisipan publik tadi ditampilkan dalam media (representasi), tetapi bagaimana pola hubungan di antara ketiga aktor tadi ditampilkan dalam teks: antara wartawan dengan khalayak, antara partisipan publik, baik politisi, pengusaha, atau lainnya dengan khalayak, dan antara wartawan dengan partisipan publik tadi. Semua analisis hubungan itu diamati dari teks.
2.2.1.3 Identitas Yang ingin dilihat pada elemen identitas adalah bagaimana wartawan, khalayak, dan
partisipan
ditampilkan
dan
digambarkan
dalam
teks.
Pada elemen ini, melihat bagaimana identitas wartawan ditampilkan dan dikonstruksi dalam teks pemberitaan. Bagaimana wartawan menempatkan dan mengidentifikasi dirinya dengan masalah atau kelompok sosial yang terlibat.
2.2.2 Intertekstualitas Intertekstualitas merupakan salah satu gagasan penting dari Fairclough yang dikembangkan dari pemikiran Julia Kristeva dan Michael Bakhtin. Intertekstualitas adalah sebuah istilah di mana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan rantai dari komunikasi. Semua pernyataan/ ungkapan didasarkan oleh ungkapan yang lain, baik eksplisit mapun implisit. Istilah lainnya adalah dievaluasi, diasimilasi, disuarakan, dan diekspresikan kemabali dengan bentuk lain. Semua pernyataan, dalam hal ini teks, didasarkan dan mendasari teks lain. Menurut Bakhtin, wacana bersifat dialogis, seorang penulis teks pada dasarnya tidak berbicara dengan dirinya sendiri dan menyuarakan dirinya sendiri. Ia berhadapan dengan suara lain, teks lain.
19
Intertekstualitas secara umum, dapat dibagi ke dalam dua bagian besar; manifest intertectuality dan interdiscursivity. 1. Manifest intertectuality adalah bentuk intertekstualitas di mana teks yang lain itu muncul scara eksplisit dalam teks. Dalam manifest intertectuality, teks lain hadir secara eksplisit dalam teks, yang muncul misalnya dalam bentuk kutipan. Jenis dari manifest intertectuality, antara lain: representasi wacana, pengandaian, negasi, ironi, dan metadiscourse. 2. Interdiskursif, menurut Fairclough, dijalankan pada berbagai level: pada tingkat societals, institusional, personal, dan sebagainya. Berikut beberapa elemen dari interdiskursif. Genre, Tipe aktivitas (activity type), Style, dan Wacana.
2.2.3 Praktik Kewacanaan Analisis praktik kewacanaan dipusatkan pada bagaimana teks diproduksi dan dikonsumsi (Jorgensen & Phillips, 2007: 149; Eriyanto, 2008: 316). Kedua hal tersebut berhubungan dengan jaringan yang kompleks yang melibatkan berbagai aspek praktik diskursif. Ada 3 aspek penting dari faktor yang kompleks tersebut. 1. Individu wartawan Faktor ini berhubungan dan berkaitan dengan para profesional, yang melingkupi: a. latar belakang pendidikan mereka, b. perkembangan profesional, c. orientasi politik dan ekonomi para pengelolanya, d. keterampilan mereka dalam memberitakan secara akurat, 20
e. perilaku dan pemahaman terhadap nilai dan kepercayaan mereka, dan f. proses sosialisasi terhadap bidang pekerjaannya (sebagai pihak yang netral atau aktif dalam mengembangkan suatu berita). 2. Hubungan wartawan dengan struktur organisasi media Bagaimana hubungan antara wartawan dengan struktur organisasi media, yang terdiri atas: bentuk organisasi, promosi dan jenjang orang-orangnya, proses pengambilan keputusan, khususnya hal-hal yang berada di luar proses rutinitas media. 3. Praktik kerja/ rutinitas kerja dari produksi berita Produksi teks berhubungan dengan bagaimana pola dan rutinitas (media routine) pembentukan berita di meja redaksi.proses ini melibatkan banyak orang dan banyak tahapan dari wartawan di lapangan, redaktur, editor bahasa, samapai bagian pemasaran.
2.2 4 Praktik Sosiokultural Menurut Fairclough, praktik sosiokultural dapat diuraikan ke dalam tiga level analisis, antara lain sebagai berikut. 2.2.4.1 Situasional Teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas, unik, sehingga satu teks bisa jadi berbeda dengan teks yang lain. Kalau wacana dipahami sebagai suatu tindakan, maka tindakan itu sesungguhnya adalah upaya untuk merespon situasi atau konteks sosial tertentu. 2.2.4.2 Institusional Level institusional melihat bagaimana pengaruh institusi organisasi dalam praktik produksi wacana. Institusi ini bisa berasal dalam diri media sendiri, bisa juga kekuatankekuatan eksternal di luar media yang menentukan proses produksi berita. Ekonomi media merupakan faktor institusi yang penting, antara lain: -
pengiklan yang menentukan kelangsungan hidup media,
-
khalayak pembaca yang dalam industri modern ditunjukkan dengan data-data seperti oplah dan rating, dan
-
persaingan antarmedia.
21
2.2.4.3 Sosial Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap wacana yang muncul dalam pemberitaan. Menurut Fairclough, wacana yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat. Dalam level sosial, budaya masyarakat, misalnya, turut menentukan perkembangan dari wacana media.berbeda dari aspek situasional yang lebih mengarah pada waktu atau suasana yang mikro, aspek sosial lebih melihat pada aspek makro seperti sisitem politik, sistem ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. 2.3 Iklan Kampanye Televisi Pertama-tama perlu diperjelas mengenai istilah kampanye. Dari Wikipedia Indonesia, kampanye adalah sebuah tindakan politik yang bertujuan untuk mendapatkan pencapaian dukungan. Usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok. Kampanye biasa juga dilakukan guna mempengaruhi, menghambat, membelok pencapaian, Dalam sistem politik demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian dukungan, di mana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis merupakan tindakan politik yang berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di dalam suatu institusi. Kampanye umumnya berbentuk slogan, pembicaraan, barang cetakan, penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, simbol-simbol. Pada sistem politik otoliter, kampanye sering dapat dilakukan ke dalam bentuk tindakan intimidasi, propaganda, atau dakwah. Kampanye dijalankan pada awalnya bertujuan untuk sebuah rekayasa pencitraan, kemudian berkembang menjadi upaya persamaan pengenalan sebuah gagasan atau isu. Selanjutnya penjelasan mengenai iklan televisi. Dikutip dari Peni, iklan televisi dituntut untuk memiliki estetika yang menyangkut indra pendengaran dan penglihatan. Untuk itu copywriting untuk iklan televisi memiliki karakteristik tertentu. Iklan televisi memiliki beberapa karakteristik khusus. Pertama, pesan dari produk dapat dikomunikasikan secara total, yaitu audio, visual, dan gerak. Hal ini mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja kreatif untuk mengkombinasikan gerakan, 22
kecantikan, suara, warna, drama, humor, dan lain-lain. Kedua, iklan di televisi memiliki sarana paling lengkap untuk eksekusi. Ketiga, iklan ditayangkan secara sekelebat. Dengan sifatnya yang audio-visual, rancangan iklan di televisi memuat: 1. Script yang terdiri dari dua kolom. a. Satu kolom sebelah kiri dibuat untuk melukiskan rentetan adegan. Kolom kiri ini disebut dengan judul visual atau video. b. Kolom sebelah kanan dibuat untuk menjelaskan suara apa saja yang harus atau akan terdengar pada saat visual ditampilkan. Script ini merupakan panduan untuk membuat storyboard. 2. Gambar Gambar yang ditampilkan, yaitu seperti produk yang ditawarkan, gambar orang, kartun, maupun adegan lain sesuai dengan jalannya cerita yang tertera dalam script. Rancangan iklan televisi yang memuat script dan gambar. Keduanya inilah yang disebut dengan storyboard. Storyboard ini merupakan panduan bagi film director atau sutradara pada saat shooting dilaksanakan. Gambar-gambar dalam storyboard menggambarkan lajur visual dalam script. Di samping itu, teks (yang dalam storyboard biasanya ditulis di bawah atau disamping gambar) melukiskan kolom atau lajur audio/ sound dalam script. Menulis script sebaiknya jangan terlalu rinci dalam hal teknik pengambilan gambar, agar tidak membatasi kebebasan sutradara atau kameraman dalam melakukan pengambilan gambar. Gambar-gambar yang ada pada storyboard hanyalah key frames (gambar utama dari serangkaian adegan). Dalam satu detik, film bergerak terdiri dari 24 -25 frame. Tidak mungkin strory board dibuat untuk memenuhi tuntutan tersebut. Jumlah 24-25 frame tersebut disebut kecepatan normal untuk mata manusia. Bila kurang dari jumlah tersebut, hasil filmnya akan menjadi film berkecepatan lamban (slow motion). Jika kebetulan copywriter memang menguasai bidang kamera, sebaiknya dibicarakan secara lisan dengan sutradara. Memang idealnya, seorang copywriter iklan televisi – mengenal atau mempelajari bagaimana membuat film. Dia harus tahu teknik dasar menggunakan kamera (termasuk istilah-istilahnya) agar mampu meningkatkan kreativitas dalam menciptakan film iklan. Kecuali itu, pengetahuan ini diperlukan agar nantinya ketika storyboard itu diproduksi, ia 23
dapat mengerti penjelasan dari sutradara dan biasa berkomunikasi dengan kameraman di lapangan. Bahkan sampai hasil shooting itu disunting, ia mampu berdiskusi dengan penyunting film. Berikut ini peralatan untuk memproduksi iklan televisi. 1. Tokoh, dapat terdiri dari bintang film, tokoh masyarakat, anak-anak, ataupun tokoh kartun yang mampu mendukung gambaran brand. 2. Suara manusia atau voice biasanya disingkat VO. 3. Suara manusia terdiri dari suara perempuan atau female voice yang disingkat FVO dan suara laki-laki male voice yang disingkat MVO 4. Musik 5. Lagu/jingle 6. Sound effect (SFX) 7. Visual effect 8. Super (super imposed), yaitu huruf, tulisan, atau gambar grafis yang dimunculkan atau dicetak di atas gambar. Biasanya super menampilkan nama atau merk produk, nama perusahaan, slogan, dan lain-lain dengan maksud melengkapi atau memperjelas pesan. 9. Warna Untuk membuat iklan televisi terlebih dahulu orang-orang kreatif merancangnya dalam bentuk script dan storyboard. Setelah disetujui oleh pengiklan barulah rancangan iklan itu dibuat di production house. Publik yang menjadi sasaran iklan adalah anggota masyarakat, calon konsumen, dan konsumen (atau siapa saja yang memerlukan produk). Jika pesan dalam iklan kampanye televisi telah sampai pada publik, maka setidaknya dapat menjadi referensi untuk selanjutnya dipilih salah satu sesuai dengan keinginan hati dan sejalan dengan pemikiran mereka. Partai politik yang berkampanye dengan beriklan di televisi memiliki tujuantujuan yaitu, mempertahankan simpatisan partai mereka supaya tetap memilih partai mereka dan tidak berpindah ke partai lain. Juga untuk mendapatkan kembali pemilih yang hilang, setelah berpindah ke partai lain. Selain itu, untuk merekrut pemilih baru.
24
Disebutkan oleh Eddy Yehuda bahwa periklanan merupakan suatu proses, yakni proses pembuatan iklan. Periklanan yang baik itu ditentukan oleh: pemilihan media oleh media bayer, kreatifnya iklan di biro iklan, pesan yang kreatif (yang dirancang oleh Visualiser dan Copywriter), serta pesan iklan sangat persuasif bagi konsumen. Di samping itu, produknya sendiri harus menarik untuk dibeli, di antaranya harganya bersaing, kemasannya menarik, distribusinya merata, promosi yang gencar, dan sebagainya. Menurut Peni, sifat audio-visual yang dimiliki iklan televisi, menjadi kekuatan sebagai media yang dapat mempengaruhi persepsi publik. Selain itu, dengan jutaan pasang mata yang menonton secara teratur iklan televisi, dimanfaatkan oleh partai politik sebagai pengiklan dengan efisiensi biaya sehingga menjangkau massa yang lebih luas. Kelemahan yang terdapat pada iklan televisi yaitu biaya produksi dan siar, membuat pengiklan, dalam hal ini partai politik yang umumnya baru dan partai-partai kecil, memutar otak atau membatasi untuk beriklan di televisi atau bahkan menghindarinya dan mencari cara lainnya untuk berkampanye. Peni menyebutkan, besarnya biaya ini dihitung dari pembayaran artis, production house, dan membeli waktu media televisi yang sangat besar.
2.4 Pemilu dan Partai Politik Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan. Sistem Pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
25
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka. Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi antara lain sebagai sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana recruitment politik, dan sarana pengatur konflik. Jelang Pemilu 2009, ditilik dari kecenderungan memilih terdapat 4 kelompok pemilih terhadap partai politik peserta pemilu, seperti dikutip dari rubrik Opini Media Indonesia (20 November 2008) “Pemilih Adalah Raja” oleh Dr. Ali Masykur Musa (anggota DPR) berikut ini. Dijelaskan olehnya bahwa tren pemilih kian mengerucut ke dalam empat kelompok. Pertama, pemilih tetap (permanent voter) atau biasa disebut pemilih loyal (loyal voter). Mereka menjadi anggota parpol dan memilih parpol, tidak sekadar ikut-ikutan, melainkan berposisi secara ideologis sebagai konstituen permanen parpol. Karena mempunyai keterkaitan kultural, historis, dan ideologis, kelompok ini cenderung setia dan tak dapat digoyahkan. Kedua, pemilih pemula, pemilih ini rata-rata berusia 17 hingga 22 tahun. Para pemilih pemula ini relative kurang mempunyai literasi politik memadai sehingga mereka cenderung “ikut-ikutan” tren di lingkungan mereka tinggal. Paling tidak mereka akan memilih parpol yang dianggap mempunyai citra gaul dan budaya pop. Ketiga, pemilih pindah haluan (swing voter). Kelompok ini rata-rata adalah mereka yang tidak mempunyai keterkaitan apapun dengan parpol manapun. Namun tak menutup kemungkinan terjadi peralihan pemilih dari kelompok permanent voter karena dimotivasi akumulasi kekecewaan terhadap parpol lama dan mereka beralih ke parpol baru. Keempat, massa mengambang (floating mass). Kelompok ini tidak terikat dengan parpol tertentu, yang karenanya mereka belum menentukan pilihan. Dalam beberapa studi kelompok ini bahkan menduduki porsi terbesar dalam suatu pemilihan. Salah satu pintu kemenangan politik bagi parpol atau calon pemimpin adalah sebaik apa mereka mampu
26
menggarap massa mengambang ini. Masa mengambang inilah yang berpotensi besar menjadi golput. Setelah pemungutan suara terhadap partai politik dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
2.5 Politik dan Kekuasaan 2.5.1 Politik Politik adalah bermacam-macam dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuantujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Hal ini dikarenakan politik menyangkut kegiatan berbagai-bagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang perorang (individu). 2.5.2 Kekuasaan Manusia mempunyai bermacam-macam keinginan dan tujuan yang ingin sekali dicapainya. Untuk itu dia sering merasa perlu untuk memaksakan kemauannya atas orang atau kelompok lain. Hal ini menimbulkan perasaan pada dirinya bahwa mengendalikan orang lain adalah syarat mutlak untuk keselamatannya sendiri. Maka dari itu bagi orang banyak, kekuasaan itu merupakan suatu nilai yang ingin dimilikinya. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial. Menurut Ossip K Flechtheim, kekuasaan sosial adalah “keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan, dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain … untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan” (Social power is the sum total of all those capacities, relationships, and processes by which compliance of others is secured ... for ends determined by the power holder). Definisi yang diberikan oleh Robert M. MacIver adalah “Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan 27
jelas memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia” (Social power is the capacity to control the behavior of others either directly by flat or indirectly by the manipulation of available means). Iklan politik merupakan alat untuk mempromosikan partai – baik program, visi, maupun misinya – yang secara tidak langsung memiliki kemampuan dalam mempengaruhi, mengendalikan, bahkan menciptakan perubahan sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan kekuasaan sosial tampak dalam iklan politik.
2.7 Perubahan Sosial Dalam penelitian ini digunakan model CDA Fairclough yang mengintegrasikan wacana pada perubahan sosial. Untuk itu, perlu adanya penjelasan mengenai pembahasan yang satu ini. Pertama, perubahan sosial (masyarakat) diartikan sebagai perubahan, perkembangan dalam arti positif maupun negatif. Perubahan ini dapat terjadi pada struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan, dan persebaran penduduk. Menurut Ranjabar (2008: 12), perubahan dalam masyarakat telah ada sejak zaman dahulu. Bedanya dengan masa kini adalah perubahan-perubahan tersebut terjadi dengan sangat cepat sehingga kadang-kadang membingungkan manusia yang menghadapinya. Proses-proses perubahan sosial pada dewasa ini dapat diketahui dari adanya ciriciri atau tanda-tanda tertentu. Di antaranya, differential social organization, kemajuan di bidang IPTEK mendorong perubahan pemikiran (ideologi, politik, dan ekonomi), mobilitas, culture conflict, perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan, dan kontroversi (pertentangan). Hal-hal seperti, penemuan-penemuan baru, struktur sosial (perbedaan posisi dan fungsi dalam masyarakat), inovasi, perubahan lingkungan hidup, ukuran penduduk dan komposisi penduduk, serta inovasi dalam teknologi merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial. Toleransi, sistem terbuka lapisan masyarakat, penduduk yang heterogen, rasa tidak puas, karakter masyarakat, pendidikan, dan ideologi merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan sosial. 28
Di samping itu, dalam perubahan sosial pun terdapat hambatan yang menghalanginya, antara lain kehidupan masyarakat yang terasing, perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang sangat tradisional, adanya kepentingan yang tertanam, adanya prasangka, serta adat istiadat atau kebiasaan. Faktor-faktor seperti adanya kepentingan individu dan kelompok, timbulnya masalah sosial, kesenjangan budaya, serta kehilangan semangat hidup adalah risiko perubahan sosial.
29