BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hepatitis B
2.1.1. Definisi Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh VHB. Hepatitis B yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut manakala hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut sebagai hepatitis B kronis (Sanityoso, 2006).
2.1.2. Etiologi Menurut Sanityoso (2006), sifat-sifat agen penyebab bagi penyakit ini adalah seperti berikut: 1. Virus hepatitis B (VHB) a) Virus DNA hepatotropik, Hepadnaviridae b) Terdiri atas 6 genotipe (A sampai H), terkait dengan derajat beratnya dan respon terhadap terapi c) 42nm partikel sferis dengan: i.
Inti nukleokapsid, densitas elektron, diameter 27 nm.
ii.
Selubung luar lipoprotein dengan ketebalan 7 nm.
d) Inti VHB mengandung, ds DNA partial (3,2kb) dan: i.
Protein polimerase DNA dengan aktivitas reverse trancriptase.
ii.
Antigen hepatitis B core (HbcAg), merupakan protein struktural.
iii.
Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non structural yang bekolerasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif HBV.
e) Selubung lipoprotein VHB mengandung: i.
Antigen permukaan hepatitis B (HbsAg), dan tiga selubung protein: utama, besar dan menengah.
ii.
Lipid minor dan kompenen karbohidrat.
Universitas Sumatera Utara
iii.
HbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22nm atau tubular.
f) Satu serotipe utama dengan banyak subtipe berdasarkan keanekaragaman protein HbsAg. g) VHB mutan merupakan konsekuensi kemampuan proof reading yang terbatas dari reverse transcriptase atau munculnya resistensi. Hal tersebut meliputi: i.
HbeAg negatif mutasi precore/core.
ii.
Mutasi yang diinduksi oleh vaksin VHB.
iii.
Mutasi oleh karena lamivudin.
h) Hati merupakan tempat utama replikasi di samping tempat lainnya.
2.1.3. Epidemiologi Menurut Dienstag (2008), masa inkubasi bagi virus hepatitis B adalah 30180 hari dan rata-rata sekitar 60-90 hari. VHB biasanya menyerang dewasa muda (kebanyakkannya disebabkan oleh penyakit menular seksual dan secara prekutan), bayi dan juga anak-anak. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonates dan 50% persen bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Virus hepatitis B ditemukan dalam darah dan berbagai sekret tubuh sepeerti saliva, keringat, urin, sekret nasofaring, sperma, air susu ibu dan feses; dengan demikian penularan dapat berlangsung secara parenteral dan non parenteral. Penularan VHB melalui tinja jarang ditemukan, berbeda dengan virus hepatitis A. Hepatitis B penularannya cenderung secara parenteral, melalui darah karena luka, suntikan, gigitan, infus, transfusi dan lain-lain (Atmosukarto, 1991)
2.1.4. Patogenesis Setelah terinfeksi dengan VHB, VHB yang terdapat di dalam darah akan dibawa ke hepar. Di hepar, VHB akan menyerang sel-sel hepar dan akan terjadi proses replikasi virus. Infeksi VHB merupakan self-limiting karena kebanyakan pasien mempunyai sistem pertahanan tubuh yang efektif. Namum, hampir 6 - 10%
Universitas Sumatera Utara
daripada individu yang terinfeksi dengan VHB tidak mampu mengeradikasi virus tersebut dan akhirnya menjadi karier VHB yang kronis (Morgan K.,2006). Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ke tiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis. Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadap virus hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus HBV, yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi, kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), VHB DNA, HBeAg (hepatitis B antigen), AST (aspartate aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, VHB DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat. Sebaliknya 3-5% penderita dewasa dan 95% neonatus dengan sistem imunitas imatur serta 30% anak usia kurang dari 6 tahun masuk ke kemungkinan ke dua dan ke tiga; akan gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier inaktif atau menjadi hepatitis B kronis. Tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat mengakibatkan terjadinya proses inflamasi jejas (injury), fibrotik akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatf. Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan insersi
Universitas Sumatera Utara
suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepa-toseluler (Suharjo, 2006).
2.1.5. Transmisi VHB dapat ditularkan melalui cairan tubuh, penetrasi jaringan (perkutan) dan permukosa. Transmisi VHB yang sering terjadi adalah melalui perinatal misalnya dari ibu ke bayi (biasanya terjadi semasa proses kelahiran), hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama, pekerja kesehatan atau pekerja yang terpapar dengan darah (Shepard, Simard, Finelli, Fiore, dan Bell, 2006)
2.1.6. Manifestasi Klinis Pada infeksi yang sembuh spontan : 1. Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut. 2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal dan gejala gastrointestinal, seperti: a) Malaise, anoreksia, mual dan muntah. b) Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia. 3. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada virus hepatitis A (VHA) dan virus hepatitis E (VHE), pada virus yang lain secara insidious. 4. Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi virus hepatitis A. 5. Immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi VHB, jarang pada infeksi virus lain. 6. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap. 7. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat. 8. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hepar.
Universitas Sumatera Utara
9. Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien (Sanityoso, 2006)
2.1.7. Penatalaksanaan Jika pasien terinfeksi dengan virus hepatitis B dan sembuh spontan, pasien tersebut hanya perlu dirawat jalan, kacuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan diare. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan juga perlu dihindari (Sanityoso, 2006). Menurut Kumar dan Clark’s (2009), untuk hepatitis B yang akut dan pasien mempunyai gejala klinis, dapat diberikan antiviral seperti lamivudine. Namun, tidak ada data yang terkontrol tentang efikasi obat ini. Menurut Soemohardjo dan Gunawan (2006), pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk poenderita yang sudah didiagnosa menderita hepatitis B kronik yaitu; 1. Kelompok Imunomodulasi a. Interferon b. Timosin alfa1 c. Vaksinasi terapi 2. Kelompok Terapi Antivirus a. Lamivudin b. Adefovir Dipivoksil
Tujuan pengobatan hepatitis B adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas hati (liver injury) dengan cara melakukan replikasi virus atau menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB). Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, serokonversi HbeAg tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons tetapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
2.1.8. Prognosis Menurut Dienstag J. L. (2008), 95-99% dari pasien hepatitis B yang akut, sembuh secara total. Namun, prognosis penyakit hepatitis B memburuk pada pasien yang lanjut usia dan pasien yang mempunyai penyakit lain. Bagi penderita yang telah didiagnosa menderita penyakit hepatitis B yang kronis, prognosisnya baik jika pasien mendapat terapi yang baik sehingga dapat memperbaiki kondisi pasien. Perubahan dari fase akut ke fase kronik sangat bergantung pada umur pasien dan cara terinfeksi. Prognosis memburuk pada pasien-pasien yang menderita sirosis hati. Karsinoma hepar merupakan komplikasi tersering bagi infeksi VHB yang kronik.
2.2. Imunisasi hepatitis B Pelaksanaan vaksinasi terhadap virus hepatitis B pada manusia, pertama kali dilakukan oleh Krugman dan koleganya pada tahun 1971 yaitu dengan menggunakan sediaan serum yang diperoleh dari karier virus hepatitis B dan diinaktifasi menggunakan pabas. Hasilnya 20 dari 29 anak terlindung dari infeksi virus hepatitis B. Imunitas dijumpai pada anak-anak yang mempunyai antibodi terhadap Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg). Hasil ini memacu perkembangan pembuatan vaksin hepatitis B lebih maju, terutama untuk produksi skala besar dari plasma karier (Suwandi, 1991). Menurut Lubis (2004), saat ini setidaknya ada 3 tipe vaksin yaitu: i.
Derivat dari plasma karier Vaksin ini berasal dari plasma dan merupakan generasi pertama. Dalam pemberiannya tidak dijumpai efek samping yang serius dan daya lindung yang dihasilkannya tidak berbeda dengan vaksin generasi kedua.
Universitas Sumatera Utara
ii.
Rekombinan DNA recombinant vaccine, adalah HBsAg yang telah dimurnikan yang mana komposisinya identik dengan generasi pertama yaitu vaksin yang berasal dari plasma.
iii.
Polipeptida Vaksin ini sampai sekarang hanya eksperimental dan penggunaannya belum lagi ditetapkan. Menurut Depkes (2005), Markum (1997), Ranuh (2001) dalam Harahap
(2008), imunisasi hepatitis B adalah salah satu dari lima jenis imunisasi dasar yang telah diwajibkan oleh Pemerintah bagi seluruh bayi atau anak Indonesia. Sesuai dengan jadwal pemberiannya, maka imunisasi dasar ini seharusnya sudah lengkap diberikan pada bayi sebelum usia satu tahun. Imunisasi hepatitis B posyandu umumnya diberikan sebanyak 3 kali (HB 1, HB 2 dan HB 3) dengan interval waktu pemberian satu bulan yaitu 0 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.
Pemberian vaksinasi hepatitis B biasanya diberikan secara suntikan. Apabila vaksin disuntikkan, tubuh akan membentuk anti-HBs. Satu seri vaksinasi yang tepat dapat membentuk antibodi yang cukup pada 95% orang sehat. Respons pembentukan antibodi berkurang pada usia lebih tua dan adanya gangguan daya tahan tubuh. Pada bayi dan anak respons umumnya sangat baik dan menghasilkan kadar antibodi yang tinggi walaupun dengan dosis yang lebih rendah dari orang dewasa. Berapa lama antibodi dapat bertahan dalam tubuh belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan lebih dari 5 tahun. Perlindungan dalam 5 tahun pertama kehidupan sudah cukup baik untuk mengurangi jumlah pengidap kronik, sekalipun booster tidak diberikan. Menurut World Health Organization (WHO), vaksin hepatitis B merupakan vaksin yang selamat dan terbukti keberkesanannya. Pemeberian vaksin hepatitis B sangat dianjurkan kepada semua bayi baru lahir dan kepada semua anak sehingga berusia 18 tahun. Vaksinasi Hepatitis B juga sangat direkomendasikan kepada kelompok populasi yang mempunyai resiko tinggi untuk terinfeksi dengan virus hepatitis B yaitu : a) Individu yang mempunyai banyak pasangan seks
Universitas Sumatera Utara
b) Pekerja kesehatan seperti dokter dan perawat c) Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B d) Pengguna jarum suntik e) Penerima tranfusi darah f) Penerima transplantasi organ (WHO, 2008) Menurut Canadian Immunization Guide Seventh Edition (2006), indikasi titer anti-HBs yang protektif adalah sebanyak 10mIU/ml atau lebih. Kebanyakkan golongan dewasa mempunyai anti-HBs yang rendah. Oleh sebab itu, imunisai hepatitis B tambahan (booster) direkomendasikan kepada mereka yang beresiko tinggi seperti pekerja kesehatan.
2.3. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca ndra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni : a. Tahu (know) Merupakan mengingati suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingati kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan,
dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. d. Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis) Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.4. Tindakan Tindakan merupakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu: a. Persepsi (perception) Merupakan suatu proses mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan pratek tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guide response) Merupakan suatu kebolehan dalam melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat dua. c. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
Universitas Sumatera Utara
d. Adopsi (adoption) Merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudag berkembang dengan baik (Notoatmodjo, 2003)
Universitas Sumatera Utara