BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Persepsi Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsang yang masuk ke rangsang yang dihasilkan (Notoatmodjo, 2007). Lebih lanjut Notoatmodjo (2007) mengatakan perubahan-perubahan perilaku pada diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meski objeknya sama. Persepsi tidak dapat dipisahkan dengan sensasi, yaitu deteksi energi fisik yang dihasilkan oleh benda-benda fisik dan untuk membuat dunia yang mendera indera manusia menjadi sesuatu yang masuk akal, maka manusia melakukan persepsi. Sensasi dan persepsi merupakan dasar belajar, berpikir, dan bertindak meskipun proses ini bisa akurat atau terkadang tidak akurat. Persepsi adalah sekumpulan tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi suatu pola yang bermakna. Misalnya indera penglihatan manusia menghasilkan gambar dua dimensi pada bagian belakang mata, tetapi manusia mempersepsikan dunia dalam tiga bentuk dimensi. Indera pendengaran manusia mengirimkan nada C, E, atau G yang dimainkan bersamaan di atas sebuah piano, tetapi manusia mempersepsikan kunci C mayor dan bukan lagi nada-nada terpisah tersebut. Terkadang, sebuah gambaran sensorik menghasilkan persepsi yang berbeda-beda. (Wade and Carol, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak mencapai tujuan tertentu yang diwujudkan dalam bentuk perilaku. Perilaku dapat timbul karena emosi yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani. Oleh karena itu, perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan. Belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan (Notoatmodjo, 2007). Skiner (1938) seorang ahli psikologi, menyimpulkan bahwa perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespons. Teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skiner membedakan adanya dua respon yaitu : 1. Respondent respons atau reflexive merupakan respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang mana stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih. 2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reincofer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian mendapatkan penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan Notoatmodjo (2007) membagi perilaku berdasarkan bentuk respons terhadap stimulus menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus yang tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini hanya sebatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut
Universitas Sumatera Utara
covert behaviour atau unobservable behaviour, misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan. 2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dan dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya seorang ibu membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku perlu suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Pembentukan kebiasaan tersebut dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi masing-masing komponen perilaku (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulus yang diberikan sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua, yakni : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan termasuk lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, poltik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini yang paling sering mendominasi perilaku seseorang. Penelitian Rogers (1974) menyatakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru terjadi proses berurutan di dalam diri orang tersebut, yakni : 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation berarti menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Universitas Sumatera Utara
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus yang diberikan. Bila adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya bila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contohnya ibu-ibu menjadi peserta Keluarga Berencana, karena diperintahkan oleh lurah tanpa mengetahui makna dan tujuan Keluarga Berencana, maka mereka akan segera keluar dari keikutsertaannya dalam Keluarga Berencana setelah beberapa saat perintah tersebut diterima (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) membagi pengetahuan dalam enam tingkatan yaitu : 1. Tahu (know) Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterima. Misalnya dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (comprehension) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (aplication) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian. 4. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Sintesis (synthesis) Suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
ada.
Misalnya
dapat
menyusun,
merencanakan,
meringkas,
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap teori yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu di mana sikap masih merupakan
reaksi
tertutup
dan
predisposisi
tindakan
suatu
perilaku
(Notoatmodjo, 2007). Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek. 3. Kecenderungan unutk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh. Suatu sikap belum secara langsung terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan yang nyata, antara lain fasilitas. Di samping itu, juga diperlukan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (perception) merupakan praktik tingkat pertama berupa pengenalan dan pemilihan berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Misalnya seorang remaja berpikir untuk melakukan diet untuk membentuk tubuhnya seperti para model. Kondisi ini membuat remaja tersebut melakukan diet yang berarti membatasi dengan cermat konsumsi kalori atau jenis makanan tertentu yang bisa membuat berat badan berkurang dan tubuh tetap sehat atau sebalikya membahayakan diri sendiri. Setiap orang mengetahui bahwa dirinya hidup dalam dunia rasa yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, 25% dari masyarakatnya terutama wanita adalah supertaster yang merasakan bahwa sakarin, kafein, brokoli, dan banyak bahan lain sangat pahit. Selain itu, masyarakat Amerika Utara menikmati tiram mentah, salmon mentah yang diasapi, dan ikan herring mentah, namun merasa terganggu dengan makanan laut mentah yang terkenal di Jepang dan dalam sebuah budaya, beberapa orang dapat dengan rakus menghabiskan sebuah makanan yang membuat orang lain merasa muak. 2. Respons terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. Misalnya seorang ibu memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongmotongnya, lamanya memasak, mentup pancinya, dan sebagainya. 3. Mekanisme (mechanism) Seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah
merupakan
kebiasaan.
Misalnya
seorang
ibu
yang
sudah
mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 4. Adopsi (adoption) Suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tubuh Ideal Pada umumnya orang-orang yang memiliki berat badan berlebih berusaha menurunkan berat badannya dengan berbagai cara dan termotivasi oleh keinginan untuk kelihatan lebih menarik. Psikolog Universitas Yale, Dr. Kelly Brownell menyatakan bahwa memiliki tubuh ideal adalah adanya tanda yang mengontrol sesorang dari dunia luar yang berarti adanya kekuatan yang mengontrol dorongan hati untuk makan dan menjadi tidak aktif dan kekuatan tersebut tercemin lewat kerja keras, ambisi, dan tekad yang kuat. Ada anggapan lain bahwa memiliki tubuh yang sempurna berarti juga sukses, bahagia, dan mempunyai hubungan kasih. Setiap orang mempunyai daya tarik tersendiri dan hal tersebut merupakan suatu anugerah. Menarik secara fisik sering disamakan dengan kehidupan seksual. Penampilan mempunyai peranan penting dalam menarik lawan jenis tetapi tidak banyak pengaruhnya pada seksualitas (Abramson, 2007). Abramson (2007) mengungkapkan bahwa banyak orang yang mengalami obesitas, mengejar tubuh yang sempurna untuk menghindari stigma, dan diskriminasi. Ada asumsi bahwa obesitas disebabkan oleh faktor-faktor internal yang dapat dikontrol, namun individu yang bersangkutan kurang mempunyai kemauan dan disiplin diri. Stigma yang dialami orang-orang yang memiliki tubuh gemuk lebih dirasakan di kalangan wanita. Dalam budaya barat, laki-laki dihargai atas apa yang mereka capai dan kemudian penampilan mereka. Umumnya wanita dihargai karena penampilan daripada prestasi mereka. Wanita merasa malu bila tidak mempunyai tubuh yang ideal. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa penyebab paling tinggi tingkat depresi pada wanita adalah pentingnya memiliki tubuh yang langsing. Pada catatan sejarah, wanita gemuk dianggap ideal karena mencerminkan kekuatan reproduktif wanita. Saat ini, di sebagian besar wilayah Arab, wanita gemuk lebih diinginkan sebagai istri. Di Amerika tubuh gemuk dianggap menggairahkan dan seksi. Menurut psikolog Rita Freedman, tubuh langsing dijadikan simbol emansipasi,
simbol
seksualitas
nonreproduktif,
dan
kemandirian
(Abramson, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Menurut sebuah survei nasional pada tahun 2000 menyatakan bahwa 72% wanita Amerika dan 64% laki-laki tidak melakukan olahraga secara teratur. Kegiatan jasmani seperti olahraga merupakan unsur penting dalam gaya hidup sehat dan membentuk tubuh ideal. Berdasarkan survei rumah tangga di Indonesia pada tahun 2001 didapatkan sekitar 68% orang dewasa kurang melakukan aktivitas fisik. Pada data survei kesehatan nasional tahun 2003 memperlihatkan 81% orang yang berusia di atas 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik di waktu senggang (Maulana, 2009). Maulana (2009) menyatakan bahwa hal yang terpenting adalah jangan sampai membenci tubuh sendiri hanya karena kelebihan berat beberapa kilogram. Namun, perlakukan tubuh dengan adil dan pusatkan perhatian pada kualitas intelektualitas dan kepibadian.
2.3. Konsumsi Makanan Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh yang berguna bagi tubuh (Almatsier, 2001). Irianto (2007) menyatakan bahwa makanan adalah segala sesuatu yang dipakai atau yang dipergunakan oleh manusia supaya dapat hidup. Konsumsi makanan adalah semua zat gizi yang masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman. Baik atau tidaknya tingkat konsumsi makanan bergantung dari kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi, sedangkan kualitas menunjukkan macam-macam zat gizi yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi (Sulistyowati, 2009). Data Biro Pusat Statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa komposisi konsumsi energi makanan rata-rata sehari orang Indonesia 9,6% berasal dari protein, 20,6% dari lemak, dan 68,6% dari karbohidrat. Konsumsi energi rata-rata di Indonesia pada tahun 1996 adalah 73,3% berasal dari makanan pokok, 5,8% dari pangan hewani, 3,0% dari kacang-kacangan, 5,4% dari gula, 11,98% dari minyak dan lemak, dan 2,2% dari sayur dan buah-buahan. WHO (1990)
Universitas Sumatera Utara
menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat (Baliwati et al, 2004). Pada umumnya wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh dari 25% dianggap mengalami obesitas. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak bagi tubuhnya dan perlu juga diketahui lokasi penimbunan lemak dalam tubuh. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan di bokong sedangkan pada pria biasanya lemak ditimbun di sekitar perut. Pola makan yang tidak sehat merupakan pencetus berat badan berlebih dan penyebab obesitas termasuk di Amerika. Saat ini, masyarakat Amerika mengkonsumsi 23% gula lebih banyak dibandingkan tahun 1970. Salah satunya, soft drink merupakan sumber utama bahan makanan yang mengandung gula dan pada dewasa ini sangat digemari (Maulana, 2009). Direktorat BGM Depkes pada tahun 1996/1997 terhadap 10.949 orang dewasa terdiri dari 3.661 laki-laki (34,9%) dan 6.833 perempuan (65,1%) berumur 19-65 tahun yang dipilih secara acak di 14 kota menunjukkan prevalensi kegemukan pada laki-laki sebesar 12,8% dan pada perempuan 20,0% dengan ratarat 17,5%. Prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 2,5% dan pada perempuan 5,9% dengan rata-rata 4,7% (Baliwati et al, 2004). Baliwati et al (2004) menyatakan bahwa di Indonesia, jumlah penderita obesitas terus bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Susenas tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1% (kota) dan 0,7% (desa). Pada tahun 1999, angka tersebut meningkat menjadi 5,3% (kota) dan 4,3% (desa). Hasil pemantuan gizi lebih pada dewasa yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada orang dewasa adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita). Prevalensi obesitas tertinggi terjadi pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun sebesar 9,2%. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan bahwa lebih dari 64% orang dewasa mengalami kelebihan berat
Universitas Sumatera Utara
badan dan sekitar 59 juta orang mengalami obesitas. Studi yang dilakukan Rand Corporation menunjukkan bahwa pada antara tahun 1986 dan tahun 2000 jumlah penderita obesitas naik empat kali lipat. Pada tahun 1995, sebuah komite dari Institut Kedokteran dari Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat menyimpulkan bahwa genetika mempunyai pengaruh sangat rendah pada obesitas dalam suatu populasi dan sejauh ini berat badan dapat dihubungkan dengan pengaruh lingkungan (Maulana, 2009). Salah satu masalah serius saat ini adalah konsumsi makanan olahan. Makanan ini sering terlalu banyak mengandung zat aditif, gula, serta lemak. Kegemaran pada makanan olahan yang seperti ini menyebabkan remaja mengalami perubahan patologis yang terlalu dini. Kebiasaan makan semasa remaja akan berdampak dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia
lanjut.
Ketidakseimbangan
antara
asupan
dan
keluaran
energi
mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif (Arisman, 2004). Obesitas adalah penimbunan trigliserida yang berlebihan di jaringanjaringan lemak tubuh. Trigliserida banyak disimpan di balik lipatan lemak sehingga makin gemuk seseorang, makin banyak trigliserida yang menggelantung dan membuat kulit berlipat-lipat. Obesitas sering menjadi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit Jantung Koroner. Pasien obesitas cenderung disertai dengan hipertensi, diabetes melitus dan hiperlipidemia daripada orang kurus atau normal (Waspadji et al, 2003). Baliwati et al (2004) juga menyatakan Indonesia juga menghadapi masalah gizi lebih pada kelompok masyarakat tertentu dan gizi lebih berisiko terhadap penyakit kegemukan, diabetes, jantung, dan kanker. Hal ini juga dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi dan teknologi, termasuk pola kebiasaan makan yang berdampak pada perubahan pola penyakit. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal diperlukan pedoman jenis dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh individu secara rata-rata dalam sehari. Setiap individu memiliki kebutuhan zat gizi yang berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Tahap perkembangan Laju pertumbuhan bayi berumur kurang dari 1 tahun lebih cepat daripada tahap lainnya dalam kehidupan. Dalam usia 6 bulan, bayi yang sehat berat badannya mencapai dua kali lipat dari berat sewaktu lahir. Pertumbuhan pada masa kanak-kanak (growth spurt I), umur 1-9 tahun berlangsung lebih lambat tetapi kegiatan fisiknya meningkat dan hal ini memerlukan perimbangan terhadap besarnya tubuh, kebutuhan zat gizi tetap tinggi. Masa remaja disebut sebagai growth spurt II dengan kisaran usia 10-19 tahun dan pada masa ini terjadi pertumbuhan seksual, tinggi dan bobotnya bertambah, sistem kerangka tubuh pertumbuhannya lengkap, ukuran jantung, serta organ pencernaannya bertambah. 2. Faktor fisiologis tubuh Pada masa kehamilan diperlukan zat gizi untuk pertumbuhan janin dan organ reproduksi ibu. Pada semasa menyusui kebutuhan gizi lebih tinggi daripada sebelum hamil. 3. Keadaan sakit dan dalam penyembuhan Seseorang yang menderita penyakit yang disertai demam membutuhkan lebih banyak protein karena disebabkan pada masa ini akan banyak kehilangan nitrogen yang diperoleh dari perombakan protein. 4. Aktivitas fisik yang tinggi. 5. Ukuran tubuh (berat dan tinggi badan) Pada jenis kegiatan yang sama, orang yang besar menggunakan lebih banyak energi daripada yang kecil. Norma gizi yang dianjurkan, yaitu konsep jumlah yang dianjurkan sehari AKG (Angka Kecukupan Gizi). AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Energi diperlukan tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi tubuh dan aktivititas sehari-hari meliput i : 1. Energi luar, yaitu energi yang diperlukan untuk kegiatan otot. 2. Energi dalam, yaitu energi yang diperlukan untuk pekerjaan alat-alat tubuh.
Universitas Sumatera Utara
3. Energi yang diperlukan untuk pembentukan jaringan baru, berbagai proses metabolik dan memanaskan badan. Energi yang diperlukan tubuh diperoleh dari energi potensial yang tersimpan dalam makanan yang berupa energi kimia dan dilepaskan pada waktu terjadi proses metabolik (Baliwati et al, 2004). Baliwati et al (2004) menyatakan bahwa protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh dan merupakan bagian dari semua sel hidup. Seperlima dari berat tubuh orang dewasa merupakan protein, setengah jumlah protein terdapat di otot, seperlima terdapat di tulang, sepersepuluh terdapat di kulit, sisanya terdapat dalam jaringan lain, dan cairan tubuh. Tabel 2.1. Angka Kebutuhan Energi yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Golongan Umur
Energi (kkal)
Pria 16-19 tahun
2500
Wanita 16-19 tahun
2000
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998)
Universitas Sumatera Utara