BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan atau Decision Support Sistem (DSS) merupakan sebuah sistem untuk mendukung para pengambil keputusan Manajerial dalam situasi keputusan semi terstruktur. DSS dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka (Alit. 2012). Dalam bukunya terbitan Tahun 1977, simon menguraikan istilah keputusan menjadi Keputusan terprogram dan Keputusan tak terprogram Keputusan terprogram yaitu bersifat berulang-ulang dan rutin. pada suatu tingkat tertentu dan prosedur telah di tetapkan untuk menanganinya sehingga ia dianggap suatu denovo (yang baru) setiap kali terjadi. Keputusan tak terprogram yaitu bersifat baru, tidak terstruktur, dan biasanya tidak urut. Ia juga menjelaskan bahwa dua jenis keputusan tersebut hanyalah kesatuan ujung yang terangkai secara hitam putih, sifatnya begitu kelabu atau tak jelas, namun demikian konsep keputusan terprogram dan tak terprogram sangatlah penting, karna masingmasing memerlukan teknik yang berbeda. Kontribusi Simon yang lain adalah penjelasan mengenai empat fase yang harus di jalani oleh Manajer dalam menyelesaikan masalah, fase tersebut adalah : a.
Aktivitas intelegensi, yaitu mencari kondisi dalam lingkungan yang memerlukan pemecahan.
b.
Aktivitas disain, yaitu menemukan, mengembangkan, dan menganalisis kemungkinan tindakan yang akan dilakukan.
c.
Aktivitas pemilihan, yaitu menentukan cara tindakan cara tertentu dari beberapa cara yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
7
d. Aktivitas peninjauan kembali, yaitu memberikan penilaian terhadap pilihan yang telah dilakukan (Saliman, 2010). Sedangkan menurut Mintzberg terkenal dengan teorinya mengenai peranan manajerial, teori ini mengemukakan sepuluh peranan manajerial yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu interpersonal, informasional, desisional. Peranan informasonal mengemukakan bahwa manajer mengumpulkan dan menyebarkan informasi, dan peranan desisional mengemukakan bahwa manajer menggunakan informasi dalam pembuatan berbagai jenis keputusan. Ada empat peranan desisional menurut mintzberg : a. Pengusaha, ketika manajer berperan sebagai pengusaha (entrepreneur) maka peningkatan hal ini yang bersifat permanent diabadikan sebagai organisasi. b. Orang yang menangani gangguan, ketika menajer berperan sebagai orang yang menangani gangguan (disturbace handler), maka ia akan memecahkan masalah yang belum di antisipasi. Ia membuat keputusan untuk merespon gangguan yang timbul seperti perubahan ekonomi, ancaman dari pesaing, dan adanya peraturan pajak baru. c. Pengalokasi sumber, dengan peranan sebagai pengalokasi sumber (resorce alocator), manajer diharapkan mampu menentukan pembagian sumber organisasi kepada berbagai unit yang ada misalnya pembuatan keputusan untuk menetapkan anggaran operasi tahunan. d. Negosiator, dalm peran sebagai negosiator (negotiator), manajer mengatasi perselisihan yang muncul dalam perusahaan dan perselisihan yang terjadi antara perusahaan dan lingkungannya (Kusnidar, 2010). DSS biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang, DSS yang seperti itu disebut aplikasi DSS. Aplikasi DSS digunakan dalam pengambilan keputusan. Aplikasi DSS menggunakan Computer Based Information Systems (CBIS) yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi, yang dikembangkan untuk mendukung solusi atas masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur. Aplikasi DSS menggunakan data, memberikan antarmuka pengguna yang mudah dan dapat menggabungkan pemikiran pengambil keputusan. DSS lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan
Universitas Sumatera Utara
8
pekerjaan yang bersifat analitis dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. DSS tidak dimaksudkan untuk mengotomatisasikan pengambilan keputusan tetapi memberikan perangkat interaktif yang memungkinkan pengambil keputusan untuk melakukan berbagai analisis menggunakan model-model yang tersedia (Tampubolon, 2010). Tujuan adanya SPK, untuk mendukung pengambil keputusan memilih alternatif hasil pengolahan informasi dengan model-model pengambil keputusan serta untuk menyelesaikan masalah yang bersifat semi terstruktur dan tidak terstruktur. SPK dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah. SPK dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan atau dioperasikan dengan mudah oleh orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi dan bersifat alternatif, serta SPK dirancang dengan menekankan pada aspek kemampuan adaptasi yang tinggi (Putra, 2015).
2.2 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan dapat dijelaskan melalui General Block Diagram seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan 2.2.1. Subsistem Manajemen Data Subsistem Manajemen Data memasukkan satu database yang berisi data yang relevan untuk situasi dan kondisi. Dikelola oleh perangkat lunak yang disebut Sistem Manajemen Database (DBMS/Data Management System).
Universitas Sumatera Utara
9
Subsistem manajemen data terdiri dari elemen-elemen berikut ini: -
Data Internal
-
Database
-
Data Eksternal
-
Data Privat
-
Data Ekstraksi
-
SistemManajemenDatabase.
2.2.2. Subsistem Manajemen Model Subsistem dari manajemen model dari Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari elemen-elemen berikut ini: -
Basis Model
-
Eksekusi Model
-
Integrasi Model
-
Perintah (Command Processor Model).
2.2.3. Subsistem Antarmuka Pengguna Istilah antarmuka pengguna mencakup semua aspek komunikasi antara pengguna dan sistem. Cakupannya tidak hanya perangkat keras dan perangkat lunak, tapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan kemudahan pengunaan, kemampuan untuk dapat diakses, dan interaksi manusia-mesin. 2.2.4. Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan Subsistem ini mendukung semua subsistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independen yang memberikan intelegensi untuk memperbesar pengetahuan si pengambil keputusan (Theorema, 2011).
2.3. Metode SMART SMART merupakan metode pengambilan keputusan multi kriteria yang dikembangkan oleh Edward pada tahun 1977. Teknik pengambilan keputusan multi kriteria ini didasarkan pada teori bahwa setiap alternatif terdiri dari sejumlah kriteria yang memiliki nilai – nilai dan setiap kriteria memiliki bobot yang menggambarkan seberapa penting ia dibandingkan dengan kriteria lain. Pembobotan ini digunakan untuk menilai setiap alternatif agar diperoleh alternatif terbaik. SMART menggunakan
Universitas Sumatera Utara
10
linear additive model untuk meramal nilai setiap alternatif. SMART merupakan metode pengambilan keputusan yang fleksibel. SMART lebih banyak digunakan karena kesederhanaanya dalam merespon kebutuhan pembuat keputusan dan caranya menganalisa respon. Analisa yang terlibat adalah transparan sehingga metode ini memberikan pemahaman masalah yang tinggi dan dapat diterima oleh pembuat keputusan. 2.3.1 Teknik Metode SMART Adapun langkah-langkah penyelesaian metode SMART adalah sebagai berikut : 1. Menentukan jumlah kriteria 2. Sistem secara default memberikan skala 0-100 berdasarkan prioritas yang telah diinputkan kemudian dilakukan normalisasi. Normalisasi =
𝑤𝑗 𝑤𝑗
(1) Keterangan : wj
w
: bobot suatu kriteria j
: total bobot semua kriteria
3. Memberikan nilai kriteria untuk setiap alternatif. 4. Hitung nilai utility untuk setiap kriteria masing-masing. (𝑪𝒎𝒂𝒙 − 𝑪𝒐𝒖𝒕𝒊 )
ui(𝒂i) = 100 (𝑪
𝒎𝒂𝒙−𝑪𝒎𝒊𝒏 )
%
(2) Keterangan : ui(ai) : nilai utility kriteria ke-1 untuk kriteria ke-i Cmax
: nilai kriteria maksimal
Cmin
: nilai kriteria minimal
Cout i
: nilai kriteria ke-i
5. Hitung nilai akhir masing-masing. ui(𝒂i) =
𝒎 𝑱=𝟏 𝒘𝒋 𝒖𝒊 (𝒂𝒊 )
(3)
Pemilihan keputusan adalah mengidentifikasi mana dari n alternatif yang mempunyai nilai fungsi terbesar (Kustianingsih. 2010).
Universitas Sumatera Utara
11
2.4. Metode ELECTRE Metode ELECTRE merupakan salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria berdasarkan pada konsep perangkingan dengan menggunakan perbandingan berpasangan dari alternatif-alternatif berdasarkan setiap kriteria yang sesuai. Metode ELECTRE digunakan pada kondisi dimana alternatif yang kurang sesuai dengan kriteria dieliminasi, dan alternatif yang sesuai dapat dihasilkan. Dengan kata lain, ELECTRE digunakan untuk kasus-kasus dengan banyak alternatif namun hanya sedikit kriteria yang dilibatkan. Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif yang lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (dibandingkan dengan kriteria dari alternatif yang lain) dan sama dengan kriteria lain yang tersisa (Putra, 2015). Metode ELECTRE berasal dari Eropa pada tahun 1960an. ELECTRE adalah akronim dari Eliminated Et Choix Traduistant la Realite atau dalam bahasa Inggris berarti Elimination and Choice Expressing Reality. Menurut Janko dan Bernoider (2005:1), ELECTRE merupakan salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria berdasarkan pada konsep outranking dengan menggunakan perbandingan berpasangan dari alternatif-alternatif berdasarkan setiap kriteria yang sesuai. Metode
ELECTRE digunakan pada kondisi dimana
alternatif yang kurang sesuai dengan kriteria dieliminasi dan alternatif yang sesuai dapat dihasilkan. Dengan kata lain ELECTRE digunakan untuk kasu-kasus dengan banyak alternatif namun hanya sedikit kriteria yang dilibatkan. (Akshareari, 2013). 2.4.1 Teknik Metode ELECTRE Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyelesaian masalah menggunakan metode ELECTRE adalah sebagai berikut: a.
Normalisasi matrik keputusan. Pertama yang dilakukan dalam metode ELECTRE adalah membentuk perbandingan berpasangan setiap alternatif pada setiap kriteria (aij). Nilai tersebut harus dinormalisasikan ke dalam suatu skala yang dapat diperbandingkan(xij ): 𝑴 𝟐 𝒊=𝟏 𝒂𝒊𝒋
Xij=
; untuk i=1,2,3…,m dan j=1,2,3,..,n
(4)
b. Menentukan Tabel Setelah dinormalisasi, langkah yang dilakukan oleh pengambil keputusan adalah memberikan
bobot
(faktor
kepentingan)
pada
setiap
kriteria
yang
Universitas Sumatera Utara
12
mengekspresikan kepentingan relatifnya (wi)dengan cara setiap kolom dari matriks X dikalikan dengan bobot-bobot yang ditentukan oleh pembuat keputusan. c. Menentukan Matriks Concordance dan Discordance Index Langkah yang ketiga adalah menentukan himpunan dari concordance dan Discordance, untuk setiap pasang dari alternatif k dan l (k.l =1,2,3,…,m dan k≠l) kumpulan kriteria j dibagi menjadi dua himpunan bagian, yaitu concordance dan Discordance. Bilamana sebuah kriteria dalam suatu alternatif termasuk concordance adalah: Ckl={j|𝒚𝒌𝒋 ≥𝒚𝒍𝒋 }; untuk j=1,2,3,…,N
(5)
Sebaliknya, komplementer dari himpunan bagian ini adalah Discordance, yaitu bila: Dkl={j|𝒚𝒌𝒋 <𝒚𝒍𝒋 }; untuk j=1,2,3,…,N
(6)
d. Menetukan matriks concordance dan Discordance. Langkah yang ke-empat adalah menetukan matriks concordance dan Discordance. Untuk menetukan nilai dari elemen-elemen pada matriks concordance adalah dengan menjumlahkan bobot-bobot yang termasuk dalam himpunan bagian concordance, secara matematisnya adalah sebagai berikut: Ckl = ∑j€Cklwj, untuk j=1,2,3…,N
(7)
Untuk menetukan nilai dari elemen-elemen pada matriks Discordance adalah dengan membagi maksimum selisih nilai kriteria yang termasuk dalam himpunan bagian Discordance dengan maksimum selisih nilai seluruh kriteria yang ada, secara matematisnya adalah : dkl = e.
𝒎𝒂𝒙 𝒚𝒌𝒋 −𝒚𝒍𝒋 𝒋𝝐𝑫𝒌𝒍
(8)
𝒎𝒂𝒙{|𝒚𝒌𝒋 −𝒚𝒍𝒋 |}∀𝒋
Menetukan matriks dominan concordance dan Discordance. Selanjutnya adalah menetukan matriks dominan concordance dan Discordance. Dominasi matriks concordance dibangun dengan menggunakan nilai threshold
Universitas Sumatera Utara
13
untuk indeks concordance, yaitu dengan membandingkan setiap nilai elemen matriks concordance dengan nilai threshold hanya akan memiliki kesempatan untuk mendominasi jika indeks concordance yang sesuai melebihi setidaknya pada nilai threshold tertentu yaitu : Ckl=c
(9)
Nilai threshold dapat ditentukan sebagai rata-rata indeks concordance, dengan nilai threshold adalah : 𝟏
c= 𝑴(𝑴−𝟏)
𝑴 𝒌=𝟏
𝑴 𝒍=𝟏 𝑪𝒌𝒍
(10)
Berdasarkan nilai threshold, nilai setiap element matrik F sebagai matrik dominan concordance ditentukan sebagai berikut: Fkl=1, jika Ckl ≥ c Fkl=0, jika Ckl ≥ c
(11)
demikian pula, dominasi matriks Discordance didefinisikan dengan menggunakan nilai threshold dimana didefinisikan sebagai berikut: d=
𝟏 𝑴(𝑴−𝟏)
𝑴 𝒌=𝟏
𝑴 𝒍=𝟏 𝒅𝒌𝒍
(12)
di mana nilai setiap elemen untuk matriks G sebagai matriks dominan Discordance ditentukan sebagai berikut: gkl=1, jika Ckl ≥ c gkl=0, jika Ckl ≥ c
(13)
f. Menentukan matrik dominan agregat sebagai matrik E Selanjutnya adalah menentukan matrik dominan agregat sebagai matrik E, yang setiap elemennya merupakan perkalian antara element matrik F dengan element matrik G , sebagai berikut : ekl = fkl x gkl
(14)
g. Mengeleminasi alternatif. Matrik E memberikan urutan pilihan dari setiap alternatif, yaitu bila ek l=1 maka alternatif Ak merupakan pilihan yang lebih baik daripada Al. sehingga baris dalam
Universitas Sumatera Utara
14
matrik E yang memiliki jumlah ekl=1 paling sedikit dapat dieliminasi, dengan demikian alternatif terbaik adalah yang mendominasi alternatif lainnya (Veryana, 2014). 2.5. Partai Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (UU No.2 Tahun 2008). Partai politik adalah institusi yang dianggap penting dalam sistem demokrasi modern. Partai politik memainkan peran sentral dalam menjaga pluralisme ekspresi politik dan menjamin adanya partisipasi politik, sekaligus juga persaingan politik. Secara umum Parpol adalah suatu organisasi yang disusun secara rapi dan stabil yang dibentuk oleh sekelompok orang secara sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan persamaan ideologi tertentu dan berusaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum untuk mewujudkan alternatif kebijakan atau program-program yang telah mereka susun.Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan programprogram yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu (Firmanzah. 2011). Menurut Prof Jimly Asshiddiqie, partai politik adalah pilar utama demokrasi. Oleh karena itu, sebuah partai politik harus kuat dan kokoh agar demokrasi yang ditopangnya menjadi kokoh pula. Itulah sebabnya diperlukan rambu-rambu hukum yang adil untuk mengatur tata cara pendirian dan pembubaran partai politik (Widayati, 2011). 2.5.1 DPRD (Legislatif) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah daerah sebagai mitra sejajar Pemerintah Daerah. Dalam Struktur pemerintahan daerah, DPRD berada di dua jenjang, yaitu di tingkat propinsi disebut DPRD Propinsi serta di tingkat Kabupaten/kota disebut DPRD Kabupaten/Kota (UU No.17 Tahun 2014).
Universitas Sumatera Utara