BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Payudara Payudara ( mammary gland ) merupakan modifikasi khusus kelenjar keringat ( sudoriferous gland ) yang terletak diantara dua lapisan fasia supefisial otot pektoralis mayor, otot serratus anterior, dan otot oblikus eksternal (Green dalam Bieber, et al., 2006). Payudara terdiri atas lemak, kelenjar, dan jaringan ikat. Basis payudara terletak konstan pada dinding anterior dada mulai dari kosta kedua hingga keenam dan dibatasi sisi lateral sternum di medial menuju garis mid-aksilaris di lateral. Tiap payudara terdiri dari 15-30 lobus fungsional yang tersusun radial. Lobuslobus payudara dipisahkan oleh septa fibrosa (ligamentum suspensorium/Cooper’s ligament) yang memberikan struktur payudara. Tiap lobus akan bercabang menjadi lobulus dan berakhir pada duktus laktiferus yang menyatu pada puting. Bagian terminal duktus laktiferus melebar disebut sinus laktiferus (Faiz dan Moffat, 2004). Puting susu terdiri dari serat-serat otot polos dan satu-satunya struktur payudara yang dibentuk oleh otot. Stimulasi pada serat otot ini yang menyebabkan air susu keluar. Bagian lain dari payudara adalah areola, yang terdiri dari beberapa kelenjar keringat (sweat), kelenjar lemak (sebaceous), dan kelenjar aksesoris yang disebut Montgomery tubercles yang akan bertambah banyak selama kehamilan (Green dalam Bieber, et al., 2006). Jaringan payudara disuplai dengan baik oleh sistem arteri dan vena. Bagian medial dan sentral payudara disuplai oleh cabang anterior perforantes arteri torakika interna (arteri mammaria interna). Cabang arteri aksilaris, arteri torakika lateral memperdarahi daerah lateral. Drainase vena dan limfatik mengikuti arteri. Prinsip aliran balik vena pada payudara adalah vena torakika internal di medial, vena aksilaris di superolateral, dan vena interkostal ke vena
Universitas Sumatera Utara
vertebra dan vena azigos di posterior. Drainase limfatik terdapat di daerah aksila, infraklavikula, supraklavikula, dan daerah mediastinal (parasternal) (Green dalam Bieber, et al., 2006).
Gambar 2.1. Anatomi payudara (American Cancer Society, 2013)
Universitas Sumatera Utara
2.2. Kanker Payudara 2.2.1. Definisi Kanker Payudara Menurut American Cancer Society, kanker payudara adalah tumor ganas pada sel-sel payudara. Tumor ganas adalah sekelompok sel yang tumbuh secara abnormal melebihi batas. Sel-sel ini berkembang dari lesi prakanker menjadi lesi maligna dan menginvasi jaringan sekitarnya atau menyebar (metastasis) ke bagian tubuh lainnya. 2.2.2. Epidemiologi Kanker Payudara Kanker payudara adalah kanker yang paling sering terjadi pada perempuan di seluruh dunia, 16% dari semua kanker pada perempuan. Diperkirakan 519.000 perempuan meninggal pada tahun 2004 akibat kanker payudara. Meskipun kanker payudara dianggap sebagai penyakit negara maju, mayoritas (69%) dari semua kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang (WHO Global Burden of Disease, 2004). Data GLOBOCAN 2008 juga menyebutkan insidensi kanker payudara 23% dari total kasus kanker dan 14% dari kematian akibat kanker (Jemal, A, et al., 2011). Estimasi angka kesakitan di Indonesia menurut data GLOBOCAN (IARC, WHO) 2002 menempatkan kanker payudara di urutan pertama (26/100.000 prp). Hal ini juga didukung oleh data SIRS (Simtem Informasi Rumah Sakit) 2007 yang menunjukkan kanker payudara juga merupakan kanker terbanyak pertama (21,69%) diikuti kanker leher rahim (17%) terbanyak kedua (Rasjidi, 2009). 2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara Etiologi kanker payudara belum dapat diketahui dengan jelas tetapi banyak penelitian menyebutkan adanya hubungan beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Perlu diingat bahwa jika seorang perempuan memiliki faktor risiko, belum tentu perempuan tersebut pasti akan menderita kanker payudara. Faktor risiko utama adalah keadaan hormonal dan
Universitas Sumatera Utara
genetik (Rasjidi, 2009). Menurut American Cancer Society, faktor-faktor tersebut antara lain : a. Faktor risiko yang tidak bisa diubah : 1) Jenis kelamin Perempuan merupakan risiko utama untuk kanker payudara. Lakilaki juga dapat terkena, tetapi 100x lebih jarang oleh karena mempunyai lebih sedikit estrogen dan progesterone. 2) Umur Risiko untuk menderita kanker payudara meningkat seiring pertambahan usia. 3) Faktor genetik dan riwayat keluarga Adanya mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 yang dapat diturunkan (herediter). Dapat juga dilihat dari adanya riwayat kanker payudara pada keluarga. 4) Riwayat pribadi menderita kanker payudara Perempuan yang pernah terkena kanker payudara pada salah satu sisi, memiliki risiko 3-4 kali untuk terkena kanker pada sisi lainnya. 5) Ras dan etnik Perempuan kulit putih lebih sering terkena kanker payudara dibandingkan perempuan Afrika-Amerika, tetapi perempuan Afrika-Amerika lebih sering meninggal karena kanker payudara. 6) Densitas payudara Perempuan dengan jaringan payudara yang padat, kelenjar dan fibrous lebih banyak, risiko untuk terkena kanker payudara meningkat. 7) Riwayat kelainan payudara tertentu menigkatkan risiko untuk terkena kanker payudara. Kelainan tersebut antara lain : i.
Lesi non- proliferatif : kelainan ini mempunyai peluang kecil untuk menjadi kanker, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
-
Fibrokistik (fibrocystic disease)
-
Hiperplasia ringan (mild hyperplasia)
-
Adenosis (non-sclerosing)
-
Simple fibroadenoma (simple fibroadenoma)
-
Tumor phylloides (benign)
-
Mastitis
-
Tumor jinak lainnya : lipoma, hamartoma, hemangioma, neurofibroma
ii.
Lesi proliferatif tanpa kelainan atipik : kelainan ini menunjukkan pertumbuhan yang cepat sel-sel pada duktus dan lobus payudara, antara lain :
iii.
-
Hiperplasia duktus (non-atipik)
-
Fibroadenoma komplek
-
Adenosis (sclerosing)
-
Papillomatosis
Lesi proliferatif dengan kelainan atipik : kelainan ini lebih kuat meningkatkan risiko untuk kanker payudara 3,5 – 5 kali. -
Hiperplasia duktus atipik (atypical ductal hyperplasia)
-
Hiperplasia lobular atipik (atypical lobular hyperplasia)
8) Radiasi Pada anak-anak dan dewasa muda yang pernah mendapat radiasi, risiko untuk kanker payudara lebih tinggi. b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan reproduksi 1) Periode menstruasi Menarche usia dini (< 12 tahun) dan menopause terlambat (> 55 tahun) meningkatkan risiko kanker payudara karena papran estrogen yang lebih lama. 2) Paritas dan usia kehamilan pertama Perempuan
yang
belum
pernah
melahirkan/nullipara
dan
perempuan yang melahirkan anak pertama pada usia > 30 tahun punya risiko lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
3) Penggunaan kontrasepsi oral 4) Penggunaan hormon terapi setelah menopause 5) Menyusui Menyusui dapat menurunkan risiko terjadinya kanker payudara (efek protektif). c. Faktor-faktor yang berkaitan dengan gaya hidup 1) Alkohol Risiko kanker payudara meningkat berkaitan dengan asupan alkohol jangka panjang. 2) Obesitas Obesitas pasca menopause meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara oleh karena adanya estrogen yang dibentuk dari lemak. 3) Aktivitas fisik Aktivitas fisik yang rutin dan teratur dapat menurunkan risiko kanker payudara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Faktor Risiko Kanker Payudara Perkiraan Risiko
Faktor Risiko
Relatif
Usia tua
>4
Riwayat Keluarga •
Riwayat keluarga perempuan menderita kanker ovarium
>5
pada usia < 50 tahun •
Relatif satu tingkat pertama
>2
•
Relatif dua atau lebih (ibu, saudara perempuan)
>2
Riwayat pribadi •
Riwayat pribadi
3-4
•
Mutasi BRCA1/BRCA2 positif
>4
•
Hiperplasia atipikal pada biopsi payudara
4-5
•
LCIS atau DCIS
8-10
Riwayat reproduksi •
Menarche usia dini (<12 tahun)
•
Menopause terlambat
•
Usia melahirkan anak pertama >30 tahun/nullipara
2 1.5-2 2
(belum pernah melahirkan) Penggunaan estrogen/progesteron sebagai HRT
1.5-2
Riwayat penggunaan kontrasepsi oral
1.25
Faktor gaya hidup •
Obesitas
•
Sedentary lifestyle
1.3-1.5
•
Konsumsi alkohol
1.5
1,5-2
DCIS= ductal carcinoma in situ; HRT= hormone replacement therapy; LCIS= lobular carcinoma in situ
Sumber : Stopeck, et al., 2013 dalam http://emedicine.medscape.com/article/1947145-overview
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Patogenesis Kanker Payudara Patogenesis kanker payudara sama seperti kanker lainnya, yang disebut proses karsinogenesis. Proses tersebut melibatkan beberapa faktor, yaitu faktor yang tidak bisa diubah (melibatkan jenis kelamin, umur, genetik/riwayat keluarga), faktor yang berkaitan dengan reproduksi, dan gaya hidup. Interaksi ketiga faktor ini memicu proses karsinogenesis pada payudara.
Perusak DNA yang didapat (lingkungan) 1. Kimiawi 2. Radiasi 3. Virus
Sel normal Reparasi DNA berhasil
Mutasi diturunkan di dalam: 1. Gen yang berefek pada reparasi DNA 2. Gen yang berefek pada pertumbuhan sel
Kerusakan DNA Reparasi DNA gagal Mutasi di dalam genome sel somatik
Aktivasi onkogen pertumbuhanpromosi
Perubahan gen yang mengatur apoptosis
Ekspresi hasil produk gen yang berubah
Inaktivasi gen supresor kanker
Ekspansi klonal ↓ Mutasi tambahan (progresif) ↓
Neoplasma ganas
Heterogenitas
Gambar 2.2. Patogenesis neoplasia (Aziz dalam Prawirohardjo, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Klasifikasi dan Stadium Kanker Payudara Ada 2 macam klasifikasi kanker payudara, yaitu klasifikasi patologik dan klasifikasi klinik. Klasifikasi ini penting untuk menentukan prognosis. a. Klasifikasi patologik -
Kanker puting payudara, Paget’s disease. Kanker duktus laktiferus (non infiltrating carcinoma) : papillary dan comedo.
-
Kanker duktus laktiferus (infiltrating) : papillary, comedo, adeno carcinoma, medullary carcinoma.
-
Kanker dari lobulus : infiltrating dan non infiltrating.
b. Klasifikasi klinik -
Steinthal I
: kanker payudara sampai 2 cm besarnya dan tidak
mempunyai anak sebar. -
Steinthal II : kanker payudara besarnya 2 cm atau lebih dan mempunyai anak sebar di kelenjar aksila.
-
Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih, dan anak sebar di kelenjar aksila, infra dan supraklavikula; atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau kulit ; atau kanker payudara yang apert (memecah ke kulit).
-
Steinthal IV : kanker payudara dengan metastasis jauh, misalnya tengkorak, vertebra, paru-paru, hati, dan panggul. Klasifikasi Steinthal ini sering dipakai di klinik bedah (Wiknjosastro, 2009).
Klasifikasi klinik lainnya adalah sistem tumor-nodus-metastasis (TNM), ukuran tumor primer (T), ada atau tidak keterlibatan kelenjar limfe (N), dan adanya metastasis (M).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan AJCC (American Joint Committee on Cancer) Cancer Staging Manual, 6th Edition Klasifikasi
Definisi
Tumor Primer (T) Tx
Tumor primer tidak didapatkan
To
Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis
Karsinoma In Situ Tis (DCIS)
Duktal Karsinoma In Situ
Tis (LCIS)
Lobular Karsinoma In Situ
Tis (Paget)
Paget’s Disease tanpa adanya tumor
T1
Ukuran tumor < 2 cm T1mic
Mikroinvasif > 0,1 cm
T1a
Tumor > 0,1 cm ≤ 0,5 cm
T1b
Tumor > 0,5 cm ≤ 1 cm
T1c
Tumor > 1 cm ≤ 2 cm
T2
Tumor > 2 cm ≤ 5 cm
T3
Tumor > 5 cm Tumor dengan segala ukuran disertai
T4
dengan adanya perlekatan pada dinding toraks atau kulit T4a
Melekat pada dinding dada, tidak termasuk m. pectoralis mayor Edema (termasuk peau d’orange) atau
T4b
ulserasi kulit, atau adanya nodul satelit pada payudara
T4c
Gabungan antara T4a dan T4b
T4d
Inflammatory carcinoma
Kelenjar Limfe Regional (N) Nx
Kelenjar limfe regional tidak didapatkan
No
Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe
N1 N2
Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, bersifat mobile Metastasis pada kelenjar limfe ipsilateral,
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat digerakkan (fixed) Metastasis pada kelenjar limfe N3
infraklavikular, atau mengenai kelenjar mammae interna, atau supraklavikular
Metastasis (M) Mx
Metastasis jauh tidak didapatkan
Mo
Tidak ada bukti adanya metastasis Didapatkan metastasis yang telah mencapai
M1
organ
Sumber : Rasjidi, 2009
Tabel 2.3. Stadium Klinis Berdasarkan Klasifikasi TNM Kanker Payudara AJCC (American Joint Committee on Cancer) Cancer Staging Manual, 6th Edition Stadium
Ukuran tumor
Metastasis kelenjar Limfe
Metastasis jauh
0
Tis
N0
M0
I
T1
N0
M0
T0
N1
M0
T1
N1
M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
T0
N2
M0
T1
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N1, N2
M0
N apapun
M0
N3
M0
N apapun
M1
IIa
IIb
IIIa
IIIb
IV
T4 T apapun T apapun
TNM : Tumor Nodus Metastasis
Sumber : Rasjidi, 2009
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Gejala Klinis dan Penegakan Diagnosis Seiring dengan perkembangan teknologi, kanker payudara dapat terdeteksi dengan menggunakan mammografi, bahkan sebelum pasien merasakan adanya kelainan pada payudaranya. Tetapi pada dasarnya penegakan diagnosis kanker payudara meliputi : a. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik payudara dilakukan oleh tenaga medis (Clinical Breast Examination/CBE). Dasar pemeriksaan pada CBE adalah dengan menggunakan inspeksi dan palpasi untuk menemukan kelainan pada payudara seperti : benjolan/massa/tumor atau perubahan bentuk payudara, perubahan pada kulit payudara, nipple inversion, vena melebar, adanya ulserasi, Paget disease, edema atau peau d’orange. Massa/tumor pada kanker payudara bersifat keras, permukaan tidak teratur, bernodul, dan terfiksasi pada kulit atau otot. Pemeriksaan fisik payudara juga dapat dilakukan oleh pasien sendiri, yang disebut Breast Self- Examination. b. Pencitraan (imaging) Meliputi : mammografi, ultrasonografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI). Ultrasonografi dan MRI lebih sensitif daripada mammografi untuk kanker payudara invasif. c. Biopsi jarum (needle biopsy) Merupakan metode untuk memperoleh jaringan payudara tanpa operasi dan untuk melihat histopatologi payudara (Stopeck, et al., 2013).
2.2.7. Pengobatan Kanker Payudara a. Pembedahan Pembedahan dilakukan untuk mengangkat tumor (menurunkan risiko rekurensi lokal), menentukan stadium dan prognosis tumor dan KGB ( kelenjar getah bening) aksila. Pembedahan dapat berupa mastektokmi radikal yang dimodifikasi atau lumpektomi dengan radioterapi pasca operasi (Davey, 2006).
Universitas Sumatera Utara
b. Radioterapi Radioterapi ajuvan pada payudara mengurangi risiko rekurensi tumor lokal pasca operasi. Radioterapi KGB aksila dilakukan jika deseksi KGB aksila lengkap dan menunjukkan hasil positif (Davey, 2006). c. Kemoterapi Kemoterapi diberikan pada pasien dengan metastasis pada nodul dan telah mendapatkan pembedahan. Penggunaan kemoterapi dilakukan setelah prosedur bedah primer selesai dan sebelum terapi radiasi (Schorge, et al., 2008). d. Terapi hormonal Terapi hormonal ajuvan digunakan untuk tumor-tumor positif-reseptor estrogen. Termasuk hormon yang selektif terhadap estrogen reseptor seperti tamoksifen yang digunakan untuk perempuan pre atau pasca menopause, dan aromatase inhibitor pada perempuan pasca menopause (Schorge, et al., 2008).
2.2.8. Prognosis Kanker Payudara Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang membutuhkan waktu untuk berkembang, bukan terjadi hanya dalam waktu singkat. Namun, kanker payudara memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama jika terjadi metastasis. Prognosis kanker payudara sangat berkorelasi dengan gambaran tumor/stadium. Berikut merupakan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun dari tiap stadium kanker payudara menurut : •
Stage 0
: 99-100%
•
Stage I
: 95-100%
•
Stage II
: 86%
•
Stage III
: 57%
•
Stage IV : 20% (Stopeck, et al., 2013)
2.2.9. Pencegahan Kanker Payudara Kanker payudara dapat terjadi secara signifikan tanpa menimbulkan gejala yang berarti. Hal ini membuat penderita tidak waspada terhadap perubahan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi, sehingga pada saat terdiaognosis kanker payudara telah didapati metastasis dan penyebaran ke kelenjar limfe regional (Rasjidi, 2009). Menurt Rasjidi (2009) pencegahan dan pengendalian kanker payudara dibagi atas : a. Pencegahan primer, meliputi : 1) Promosi dan edukasi pola hidup sehat Semua
perempuan
baik
mempunyai
risiko
atau
tidak
perlu
memperhatikan gaya hidup mereka. Gaya hidup sehat mempunyai peranan penting dalam menurunkan risiko terjadinya kanker payudara. 2) Menghindari faktor risiko
Tabel 2.4. Perubahan Gaya Hidup Untuk Menurunkan Risiko Kanker Payudara Perubahan Gaya Hidup Untuk Menurunkan Risiko Kanker Payudara •
Kontrol Berat Badan
•
Hindari Merokok
•
Mengurangi konsumsi alkohol
•
Olahraga
•
Mengurangi paparan radiasi
Sumber : Rasjidi, 2009
b. Pencegahan sekunder, meliputi : 1) SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri/Breast Self-Examination) 2) Pemeriksaan klinis payudara (CBE/Clinical Breast Examination) 3) USG (Ultrasonography, untuk mengetahui ukuran dan batas-batas tumor 4) Mammografi, untuk melihat apakah ada kelainan sebelum timbul gejala dan adanya keganasan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Prosedur Baku Deteksi Dini Kanker Payudara American Cancer Society, 2003 Risiko rata-rata (asimptomatik) Usia 20-40 tahun •
BSE setiap bulan
•
CBE setiap 1-3 tahun
Usia > 40 tahun •
BSE setiap bulan
•
CBE setiap 1 atau 2 tahun
•
Mammografi setiap 1 tahun
BSE, breast self-exam; CBE, clinical breast exam Modified from Smith RA, Slaswow D, Sawyer KA, et al: American Cancer Society guidelines for breast cancer screening: update 2003. CA Cancer J Clin 2003;53:141-169
Sumber: Green dalam Bieber, et al., 2006
c. Pencegahan tertier, meliputi : 1) Pelayanan di rumah sakit (termasuk diagnosis dan pengobatan) 2) Perawatan paliatif
2.3. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) 2.3.1. Definisi SADARI Menurut IARC (International Agency for Research on Cancer), Breast Self-Examination (BSE) yang juga dikenal dengan istilah Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada waktu yang sama setiap bulan untuk memeriksa secara fisik apakah terdapat perubahan pada struktur payudara. SADARI terdiri dari dua komponen penting, yaitu melihat (inspeksi) dan palpasi. Dengan metode ini, perempuan dapat mengetahui struktur normal payudara mereka, sehingga jika terdapat kelainan mereka dapat mengenalinya segera.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Manfaat SADARI Manfaat utama SADARI adalah untuk meningkatkan kepedulian perempuan terhadap kesehatan payudara mereka. Perempuan harus memiliki perhatian lebih tentang struktur, topografi, dan bentuk payudaranya. Penelitian menunjukkan bahwa kanker payudara yang dideteksi dengan SADARI biasanya berada pada stadium awal dan memiliki ukuran tumor yang lebih kecil (Green dalam Bieber, et al., 2006). Namun, perlu kita ketahui bahwa SADARI tidak bisa mencegah seseorang untuk terhindar dari kanker payudara, karena SADARI memilik keterbatasan hanya sebagai pemeriksaan atau deteksi dini. Penelitian mengatakan perempuan yang teratur melakukan SADARI tiap bulannya akan lebih cepat mengetahui adanya tumor pada payudara dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan. Hal ini dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker payudara (Green dalam Bieber, et al., 2006). American Cancer Society juga menyebutkan bahwa dokter perlu memberikan edukasi dan instruksi bagaimana cara melakukan SADARI dengan benar, dan menyarankan agar melaporkan segera jika terdapat massa atau kelainan pada payudara meskipun ini belum tentu sebuah keganasan (Rasjidi, 2009).
2.3.3. Cara Melakukan SADARI Ketika seorang perempuan telah mencapai masa pubertas dan mulai mengalami perkembangan pada payudaranya, pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) perlu dilakukan. Hal ini dapat membuat perempuan lenih mengenal tubuhnya sendiri dan membentuk kebiasaan yang baik bagi kesehatannya. Setiap perempuan yang telah berusia lebih dari 20 tahun sebaiknya telah melakukan SADARI tiap bulannya (Rasjidi, 2009). SADARI dilakukan seminggu setelah siklus menstruasi, dimana pada saait itu densitas payudara rendah dan bagi perempuan pascamenopause dapat dilakukan pada tanggal yang mudah diingat, seperti tanggal lahir dan tanggal pertama setiap bulannya (Green dalam Bieber, et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rasjidi (2009) pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) terdiri dari dua bagian, meliputi inspeksi dan palpasi. Berikut ini merupakan tahapan dalam melakukan SADARI : 1. Berdiri di depan kaca agar dapat melihat payudara secara jelas. 2. Sambil kedua tangan di atas kepala, periksa apakah ada kelainan berupa retraksi, inflamasi, pembengkakan atau kemerahan di semua bagian kedua payudara. 3. Ulangi dengan kedua tangan diletakkan di pinggul. 4. Palpasi kedua tangan dengan jari, dengan gerakan memijat, awalnya periksa pada arah jam 12, kemudian arah jam 2 sampai kembali lagi arah jam 12 atau palpasi payudara secara sirkuler dan radial dari luar ke dalam atau sebaliknya, rasakan apakah ada benjolan. Berikan tekanan mulai dari superfisial kulit sampai ke dalam jaringan payudara. Juga perlu diperiksa “axillary tail” (kelenjar limfe aksila) pada tiap payudara, daerah supra/infraklavikula, dan leher. 5. Kemudian periksa puting dan areola. Juga puting perlu ditekan dengan lembut untuk melihat apakah ada discharge yang keluar. 6. Ulangi pemeriksaan palpasi sambil berbaring dengan mengganjal bahu menggunakan bantal dan tangan ipsilateral payudara yang akan diperiksa berada di belakang kepala.
2.3.4. Perubahan Struktur Payudara yang Dapat Diperiksa melalui SADARI a. Benjolan payudara Benjolan payudara didefinisikan sebagai setiap massa yang teraba pada payudara. Benjolan payudara merupakan tanda klinis paling sering muncul pada kelainan payudara jinak maupun ganas. Keadaan yang paling sering menimbulakan benjolan payudara adalah : -
< 35 tahun : fibroadenoma dan penyakit fibrokistik
-
> 50 tahun : karsinoma dan kista
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis banding benjolan payudara : 1) Pembengkakan seluruh payudara i. Bilateral : -
Kehamilan, laktasi
-
Hipertrofi idiopatik
-
Induksi oleh obat-obatan, misalnya stilboestrol, simetidin
ii. Unilateral : -
Pembesaran saat baru lahir
-
Pubertas
2) Pembengkakan terlokalisasi pada payudara i. Mastitis/abses payudara : -
Selama laktasi : merah, panas, benjolan yang nyeri tekan, gejala sistemik
-
Abses tuberkulosis : kronis, ‘dingin’, rekuren, sinus yang mngeluarkan sekret
ii. Kista : -
Galaktokel : lebih sering setelah melahirkan, nyeri tekan tetapi tidak meradang, berisi air susu
-
Penyakit fibrokistik : ireguler, batas tidak tegas, seringkali nyeri tekan
iii. Benjolan padat jinak : -
Fibroadenoma : menyebar, keras, batas tegas, regular, sangat mudah digerakkan
-
Nekrosis lemak : ireguler, batas tidak tegas, keras, penarikan kulit
-
Lipoma : batas tegas, lunak, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan
-
Kistosarkoma filoides : eksisi bedah luas (10% ganas)
iv. Benjolan padat ganas : -
Karsinoma : batas tidak tegas, keras, ireguler, penarikan kulit.
Universitas Sumatera Utara
-
Tahap lanjut : perlekatan menyebar, ulserasi, berjamur, peau d’orange
b. Nyeri payudara Mastalgia adalah nyeri yang terasa di payudara. Mastalgia siklikel adalah nyeri payudara yang bervariasi sesuai siklus menstruasi. Mastalgia nonsiklikal adalah nyeri yang hilang timbul atau tidak memiliki pola. 1) Keadaan yang bukan berasal dari payudara i. Penyakit kostokondritis : nyeri tekan sepanjang tepi medial iga, tidak terbatas pada daerah payudara di dinding dada, dapat menghilang dengan OAINS (Obat AntiInflamasi Non Steroid). ii. Penyakit Bornholm (pleurodinia epidemik) : nyeri nyata tanpa tanda fisik payudara, memburuk saat inspirasi, tidak didasari oleh penyakit pada dada, dapat menghilang dengan OAINS iii. Pleuritis iv. Angina : terdapat riwayat penyakit vaskular 2) Mastalgia akibat kelainan payudara i. Mastitis/abses payudara : -
Sistem laktasi : merah, panas, benjolan yang nyeri tekan, gejala sistemik
-
Abses nonlaktasi : rekuren, berhubungan dengan merokok dan ektasia duktal yang mendasari
ii. Kista sebasea terinfeksi : Benjolan tunggal pada kulit di daerah periareola, memiliki riwayat benjolan kistik yang tidak nyeri. iii. Penyakit fibrokistik : Ireguler, batas tidak tegas, mungkin berhubungan dengan benjolan, nyeri tekan lebih hebat daripada rasa nyeri. 3) Mastalgia tanpa kelainan payudara Nyeri biasanya terasa di seluruh payudara, sering memberat pada aksila, nyeri pada pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
c. Sekret putting susu (nipple discharge) Didefinisikan setiap cairan baik fisiologis atau patologis yang keluar dari payudara. Diagnosis banding nipple discharge, antara lain : 1) Sekret fisiologis i. Seperti susu atau jernih : laktasi, laktorea saat baru melahirkan dan pubertas. 2) Sekret patologis i. Hijau kekuningan serosa : penyakit fibrokistik, ektasia duktus mammaria. ii. Berdarah : papiloma duktal, karsinoma, ektasia duktus mammaria. iii. Pus ± susu : mastitis supuratif akut, tuberculosis (jarang) (Grace dan Borley, 2007).
2.4. Tindakan atau Praktik (practice) Menurut Notoatmodjo (2007) suatu sikap belum tentu dapat terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior), dengan kata lain tindakan merupakan sikap yang telah terwujud nyata. Untuk mewujudkan sikap tersebut menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung, antara lain fasilitas. Selain
itu juga
diperlukan faktor pendorong (support) dari pihak lain. Praktik atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan. 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2. Respons terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. 3. Mekanisme (mechanism) Apabila sesorang dapat melakukan sesuai urutan yang benar secara otomatis dan sudah merupakan kebiasaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Adopsi (adoption) Merupakan suatu tindakan yang telah berkembang dengan baik dan sudah bisa dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara