BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.I. DEFENISI Kanker payudara adalah penyakit heterogen yang ekstrim disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan faktor risiko lingkungan yang menyebabkan akumulasi perubahan progresifitas genetik dan epigenetik sel kanker payudara (Conzen SD, Grushko TA, 2008). 2.2. EPIDEMIOLOGI Di Amerika berdasarkan data American Cancer Society, Surveillance Research, 2011, Angka kejadian kanker payudara lebih tinggi di non-Hispanik perempuan kulit putih dibandingkan dengan wanita Amerika Afrika untuk sebagian kelompok umur. Namun, perempuan Afrika Amerika
memiliki tingkat insiden yang lebih tinggi sebelum usia 40 tahun dan lebih
mungkin untuk meninggal akibat kanker payudara pada setiap usia. Di Indonesia, Kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker leher rahim diantara kanker yang menyerang wanita Indonesia. Prevalensi kanker payudara di Indonesia adalah 109 per 100.000 penduduk (WHO, 2008). Sedangkan menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) jenis kanker tertinggi di rumah sakit di Indonesia pasien rawat inap tahun 2008 adalah jenis kanker payudara yaitu sebanyak 18,4% yang kemudian disusul oleh kanker leher rahim (10,3%). Kanker payudara lebih sering menyerang wanita yang sudah berusia diatas 30 tahun, dan sekarang banyak wanita usia remaja menderita kanker payudara. Hal ini didukung berdasarkan laporan WHO pada tahun 2005 jumlah wanita khususnya remaja penderita kanker payudara mencapai 1.150.000 orang, 700.000 diantaranya tinggal di Negara berkembang temasuk Indonesia. Menurut data di Divisi Bedah Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan, terdapat 1.427 penderita kanker payudara pada kurun waktu 2011-2013. Jumlah penderita 10 jenis kanker terbanyak di Indonesia pada tahun 2004-2006 dapat dilihat pada gambar 2.1. Dari gambar tersebut diketahui bahwa jumlah penyakit kanker tertinggi di Indonesia selama tahun 2004-2006 adalah kanker payudara diikuti dengan kanker leher rahim.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 : Situasi Penyakit Kanker di Indonesi tahun 2004-2006 (Sumber : SIRS 2007, Ditjen Yanmedik, Depkes RI) Di RS Adam Malik sendiri insiden penderita kanker payudara meningkat setiap tahunnya, data tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini dari tahun 2010-2012. Dan ratarata pasien datang sudah pada stadium lokal lanjut. Sehingga pendekatan terapi menjadi hal yang menjadi masalah hingga saat ini (diagram 1a,1b,1c).
Gambar 2.2 : Insidensi Kanker Payudara di RSUP H, Adam Malik tahun 2010-2012. ( Sumber data bagian sub Divisi B. Onkologi 2012)
Universitas Sumatera Utara
a. Karakteristik Penderita kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan 2010.
b. Karakteristik Penderita Kanker Payudara di RSUP H. Adam Malik Medan 2011
c. Karakteristik Penderita Kanker Payudara di RSUP H. Adam Malik Medan 2012 Gambar 2.3 : Karteristik penderita kanker payudara RSUP diadam malik- medan 2010-2012 ( Sumber data bagian sub Divisi B. Onkologi 2012)
2.3.SUBTIPE KANKER PAYUDARA Penggolongan subtipe kanker payudara berdasarkan pemeriksaan Immunohistochimie (IHC), ( Asako O, et al, 2013) yaitu : -
Luminal A : ER/PR (+), HER2 (-), Ki67 < 25%.
-
Luminal B (HER2 (-)) : ER/PR (+), Ki67 > 25%.
-
Luminal B (HER2 (+)) : ER/PR (+), HER (+), any Ki67.
-
HER2 : ER/PR (-), HER2 (+).
-
TN : ER/PR (-), HER2 (-)
Universitas Sumatera Utara
Ini adalah subtipe yang paling sering ditemukan tetapi tidak semua tumor akan mempunyai gambaran seperti tersebut di atas. Adakalanya kanker payudara tidak dapat digolongkan seperti itu tetapi termasuk dalam penggolongan lainnya yaitu : •
Luminal ER-/AR+: (overlapping dengan apokrin dan disebut opokrin molekuler) – teridentifikasi sebagai subtipe androgen responsif yang akan memberikan respon terhadap pemberian terapi antihormonal dengan bicalutamide
•
Claudin-low: tipe yang lebih jarang; sering triple-negative, tetapi dibedakan dengan adanya ekspresi yang rendah dari sel – sel protein penghubung termasuk E-cadherin dan sering disertai infiltrasi limfosit.
Luminal A •
Sel - sel kanker yang berasal dari inti (luminal) sel duktus kelenjar payudara.
•
Tumor Luminal A : o
Reseptor estrogen positif (ER+) dan/ atau reseptor progesteron positif (PR+), HER2/neu-negatif (HER2-), Ki67 rendah.
o
Grading rendah dan sedang.
Subtipe ini cenderung mempunyai prognosis yang paling baik, dengan survival rates yang tinggi dan recurrence rates yang rendah. Hanya 12 - 15 % dari luminal A tumor mempunyai mutasi p53, yaitu faktor tumor supresor gen yang dihubungkan dengan prognosis yang buruk. Pengobatan utama kanker jenis ini adalah terapi hormonal. Hanya kanker yang memiliki ER dan PR positif yang dapat diberikan hormonal neoadjuvan atau terapi endokrin. Sudah diketahui bahwa ternyata Luminal A tidak respon terhadap pemberian kemoterapi sehingga kemoterapi neoadjuvan bukan merupakan pilihan pada penderita dengan faktor proliferasi rendah (Ki-67 < 14%) dan pada ‘classical’ pure type lobular cancer (HER2-negatif, grading 1–2, reseptor homon positif). Luminal B Tumor luminal B merupakan sel kanker payudara yang berasal dari inti (luminal) sel duktus kelenjar payudara yang mempunyai : Reseptor esterogen positif (ER+) dan/atau reseptor progesteron positif (PR+), Ki67 yang tinggi > 14% (mempunyai aktifitas proliferasi yang tinggi) dan atau HER2/neu-
Universitas Sumatera Utara
positif (HER2+). Tumor luminal B lebih sering ditemukan pada umur muda di bandingkan dengan
tumor luminal A. Beberapa faktor yang menyebabkan
prognosisnya lebih buruk adalah : •
Grading tumor yang tinggi
•
Ukuran tumor lebih besar
•
Kelenjer limfe positif
•
Mutasi gen p53 (hampir 30 %)
Pada kanker luminal B, selain terapi hormonal, direkomendasikan pemberian kemoterapi anthracyclines and taxanes. Apalagi bila terdapat HER2 positif ( HER2+) yang merupakan indikasi pemberian kemoterapi dilanjutkan dengan terapi hormonal dan anti HER2. 2.4. BIOLOGI MOLEKULER KANKER PAYUDARA 2.4.1. Human Epidermal Reseptor (HER2) HER2 ( HER-2/neu, erbB2) merupakan anggota family erbB/HER dari reseptor transmembran tirosin kinase yang dikode oleh gen HER2. Gen HER2 merupakan protoonkogen yang ditemukan pada kromosom 17 dan berfungsi sebagai reseptor membran sel. Gen HER2 mengkode glikoprotein transmembran 185-kDa yang memiliki aktifitas intrinsik protein kinase. HER family berperan penting untuk mengatur pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan diferensiasi sel. Gen HER2 berperan dalam regulasi pertumbuhan, proliferasi, dan pembelahan sel normal, namun mengekspresikan reseptor di permukaan sel dalam jumlah sedikit. Reseptor HER2 terdiri atas domain ekstraseluler, domain transmembran, dan domain intraseluler (Gray MJ, Gallick GE, 2010; Grushko TA, Olopade OI, 2008) Reseptor HER2 dianggap sebagai orphan receptor karena tidak memiliki ligan spesifik sehingga tidak dapat dikenali dan diaktifkan oleh ligan EGF. Sedangkan, reseptor dari anggota family HER lainnya memiliki ligannya masing – masing. Namun reseptor HER2 mampu untuk membentuk heterodimer. Bentuk heterodimer tersebut merupakan hasil dari kombinasi antara reseptor HER2 dengan berbagai reseptor lainnya dalam family HER, sehingga membentuk kompleks reseptor heterodimer. Oleh karena itu, ligan (EGF) akan mengikat kompleks reseptor heterodimer pada permukaan sel sehingga menyebabkan aktifasi protein intrinsik tirosin kinase. Hasilnya adalah transmisi sinyal growth factor akan melewati membran sel menuju bagian intraselluler dari nukleus, sehingga akan mengaktifkan gen HER2 (Brennan PJ, et al, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Semua sel epitel yang normal mengandung 2 kopi gen HER2 dan mengekspresikan reseptor HER2 di permukaan sel dalam jumlah sedikit. Pada beberapa kasus selama transformasi onkogenik, jumlah gen HER2 meningkat sehingga menyebabkan peningkatan jumlah reseptor HER2 di permukaan mRNA dan peningkatan jumlah reseptor HER2 di permukaan sel. HER2 onkogen berhubungan dengan keagresifan tumor dan meningkatnya amplifikasi gen tersebut. Selain itu berperan juga dalam tumorgenesis dan metastasis. Ekspresi gen HER2 yang menyimpang ini dijumpai di berbagai sel kanker (Gray MJ, Gallick GE, 2010; Grushko TA, Olopade OI, 2008) . Amplifikasi gen HER2 pada kanker payudara diperkirakan 20 – 30%. Peningkatan ekspresi gen HER2 menyebabkan peningkatan proliferasi, metastasis, dan menginduksi angiogenesis dan anti-apoptosis. Aktifasi gen HER2 memerlukan heterodimer dengan reseptor dari family HER lainnya. Namun heterodimer reseptor dari HER2 memiliki perbedaan tingkat stimulasi mitogenik. Kompleks reseptor heterodimer HER2 dengan HER3 merupakan kompleks reseptor yang sering ditemukan pada sel kanker (Gray MJ, Gallick GE, 2010). Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi her2 ; (1) overekspresi her 2 meningkatkan properti sel - sel kanker metastasis, seperti angioinvasi, angiogenesis dan ke (2) menyebabkan resistensi terhadap terapetik menyebabkan respon buruk terhadap terapi, hal ini mungkin juga berhubungan absennya respon hormon steroid pada HER2 +. Ke (3) proliferasi yang tinggi dengan karakteristik persentase tinggi pada fase –S.yang diduga berhubungan dengan ukuran tumor. HER2 memiliki korelasi yang sangat kuat dengan tumor grading tinggi. Kurangnya reseptor esterogen dan meningkatnya level S-phase, MIB-1 dan KI-67. (Conzen SD; Grushko TA, Devita Jr, et al, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 : overekspresi HER2 (Sumber : Franscisco JE, et al, 2005)
HER2 positif sering diasosiasikan dengan diferensiasi yang buruk, metastase ke kelenjar getah bening, rekurensi, dan tingkat kematian yang tinggi sehingga prognosisnya buruk (Payne SJL, 2008). Peneliti lain menyatakan bahwa ekspresi HER-2/neu yang tinggi berhubungan dengan derajat histopatologi yang tinggi, ketahanan yang menurun, dan respons terhadap methotrexate dan modulator reseptor hormonal yang menurun, dan respon terhadap doxorubicine yang meningkat. Selain itu juga dikaitkan dengan ukuran tumor yang lebih besar, metastase ke kelenjar getah bening, serta angka ketahanan yang lebih buruk (Lee A, 2007). Status HER-2 merupakan faktor prediktif untuk respons terhadap kemoterapi dengan menggunakan trastuzumab (HerceptinTM, Genetech, South San Fransisco, CA, USA). Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang pada beberapa studi terbukti memperbaiki survival baik sebagai agen tunggal maupun kombinasi dengan kemoterapi pada penderita kanker
payudara
dengan
metastase.
Pernah
dilaporkan
pula,
lapatinib
(Tykerb;
GlaxoSmithKline, Philadelphia, USA) yang merupakan inhibitor terhadap HER-2 dan EGFR tyrosine kinase, menunjukkan hasil yang baik dengan kombinasi capecitabine (Payne SJL., 2008). Imunohistokimia digunakan untuk mendeteksi ekspresi protein HER-2. Saat ini antibodi yang banyak digunakan adalah CB11 (Novocastra, Newcastle upon Tyne, UK), TAB 250 (Zymed, San Fransisco, CA, USA), dan polyclonal anti-sera A0485 (Dako Cytomation). Validasi dari metode imunohistokimia memastikan bahwa imunoreaktivitas pada membran yang kuat hanya terdeteksi pada kasus-kasus yang secara Fluorescence in situ hybridization
Universitas Sumatera Utara
(FISH) positif. Skor untuk menilai ekspresi HER-2 terdiri dari grade 0 sampai +3, berdasarkan pada penilaian intensitas reaksi dan persentase sel-sel yang positif. Yang terhitung positif hanya reaksi membran yang komplit pada area yang invasif, sehingga membentuk gambaran yang menyerupai ‘chicken wire’. (Payne SJL, 2008) Panduan yang dipakai saat ini menyatakan bahwa pada kasus-kasus borderline (HER2 positif 2) perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan FISH. Analisa imunohistokimia harus diulang atau dikonfirmasi dengan FISH apabila : kontrol tidak sesuai dengan harapan, didapatkan banyak artefak, sampel menunjukkan reaksi positif kuat pada membran sel duktuli normal (kontrol internal) yang menunjukkan adanya antigen retrieval yang berlebih. Fluorescence in situ hybridization (FISH) adalah teknik sitogenetik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya kromosom atau bagian dari suatu kromosom dengan hibridisasi probe DNA kromosom yang telah terdenaturasi dengan menggunakan fluorescence. Sebaiknya sampel untuk pemeriksaan FISH tidak disimpan selama > 6 bulan. Hendaknya dilakukan pemeriksaan dengan HE juga untuk menentukan lokasi dari tumor yang invasif. FISH (Fluoresence In Situ Hybridization). Tes in menggunakan probe fluorescent untuk mengecat gen Her-2 pada sel tumor untuk mengetahui jumlah kopi gen itu normal atau tidak. Sel normal mempunyai 2 kopi gen HER2. Jika test FISH mendeteksi lebih dari 2 kopi gen HER2 berarti sel tersebut abnormal dan HER2 positif. Abnormalitas ini menunjukkan adanya amplifikasi gen Her-2. Hasil test dilaporkan positif atau negaitf. Chromogenic in situ hybridization (CISH) menyerupai FISH namun menggunakan metode chromogenic untuk mendeteksi, sehingga dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan jaringan dan prosedur hibridisasinya serupa dengan FISH. Makna dari overekpresi HER2 itu sendiri memiliki arti yang sangat penting untuk prognostik dan terapetik terhadap kanker payudara. -
Faktor prognosis: Berasosiasi sangat kuat terhadap agresifitas penyakit dan prognosis buruk.
-
Faktor prediktif: o Identifikasi dari pasien yang respon terhadap terapi anti her 2 (traztuzumab). o Prediksi status HER2 yang realtif resisten terhadap terapi hormon. o Memprediksi sensitivitas terhadap anthracyclin dan taxane based regimens. o Indikasi terhadap penurunan sensitifitas terhadap tamoxifen dan CMF.
Universitas Sumatera Utara
HER2 Normal HER2 Overekspresi Gambar 2.5 : gambaran HER 2(-) dan HER2 (+) dengan pemeriksaan FISH (Sumber : Ahmad B, MD; Miraca Life Science, 2014).
Gambar 2.6 : Overekspresi HER2 pada Kanker Payudara (Sumber : Dikutip dari “Experience Trastuzumab in Breast Cancer Management” Oleh dr. Kamal Basri siregar Sp.B (K) Onk sub divisi b. Onkologi RSUP H.Adam Malik –Medan)
Universitas Sumatera Utara
Over expresi her2 (-)
Over expresi her 2 (+1)
Over expresi HER2 (+2)
Over expresi HER2 (+3)
Gambar : Tingkat Ekspresi HER2 dengan pemeriksaan IHC (Sumber : David G,et al, American society for Clinical Pathology, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Algortma Pemeriksaan HER2
Algoritma pemeriksan HER2 dengan Fluorescence in situ hybridization (FISH) dan Chromogenic in situ hybridization (CISH) menyerupai FISH namun menggunakan metode chromogenic. (dikutip dari Improving outcomes for patients with HER2-positive (Trastuzumab) Oleh dr. Kamal Basri siregar Sp.B (K) Onk sub divisi b. Onkologi RSUP H.Adam Malik –Medan). 2.4.2, Ki67 Ki67 adalah protein yang ditemukan di dalam inti sel yang berhubungan dengan proses proliferasi sel,ditemukan oleh Gerdes et al. pada awal tahun 1980, di Universitas Kiel, Jerman. Angka 67 adalah urutan nomor kloning dari sebanyak 96 piringan yang telah diberi label dalam penelitian pada universitas tersebut. Antigen ini diambil dari tubuh tikus yang telah disuntik dengan antigen inti yang berasal dari cell line yang diturunkan dari limfoma Hodgkin manusia (Yerushalmi et al, 2010).
Ki-67 merupakan protein inti non histon yang mempunyai dua isoform dengan berat molekul 359kD dan 320kD, sedangkan gen ini terletak pada kromosom 110q25, Protein ini
Universitas Sumatera Utara
ditemukan terutama pada korteks nukleolus dan pada komponen fibrin yang padat di nukleolus selama fase interfase. Selama proses mitosis kromosom - kromosom tersebut mengumpul ke arah tepi (Urruticoechea et al., 2005; Yerushalmi et al., 2010). Waktu paruh Ki67 diperkirakan berkisar antara 60 sampai 90 menit.
Dilakukan
dengan
pemeriksaan
imunohistokimia.,
dan
menunjukkan
Ki67
diekspresikan pada fase siklus sel pada S,G1,G2, dan fase M, tetapi tidak ditemukan pada fase G0. Pada sampel yang diambil dari jaringan payudara yang normal juga diekspresikan dengan kadar rendah (<3% dari sel) pada sel yang ER negatif, tetapi tidak pada ER positif. Diartikan, dengan pemeriksaan imunostaining antibody monoclonal Ki67, hal ini memungkinkan menilai perkembangan sel neoplasma populasi (Inwald CE, et al. 2013).
Gambar : Ki-67 positive staining in an early relapsing breast cancer, magnification × 400. (Kristiina Joensuu et all, Breast Cancer: Basic and Clinical Research 2013:7 23–34)
Pada konsensus St Gallen tahun 2011 dan 2013, merekomendasikan pemeriksaan Ki67 untuk penentuan proliferasi dan dan pembedaan tumor luminal A dan luminal B yang diperkenalkan oleh Perou et al. pada konsensus St gallen 2013 mayoritas ahli memutuskan Ki67 memberikan nilai pada pemberian kemoterapi adjuvant pada kasus tertentu(Inwald CE, et al. 2013). Metode yang digunakan dalam menganalisa Ki67 (Inwald CE, et al. 2013) yaitu : •
Pewarnaan imunohistokimia dilakukan dan proporsi sel – sel ganas pewarnaan positif untuk antigen Ki67 dievaluasi secara kuantitatif dan visual menggunakan mikroskop cahaya.
Universitas Sumatera Utara
•
Nilai Ki67 yang di dapat sebagai persentase menandai sel yang positif ganas dengan menggunakan anti-human Ki67 monoclonal antibody MIB1, yang merupakan salah satu antibodi yang paling umum digunakan dan merupakan standar baku emas.
•
Nilai persentase Ki67 di defenisikan sebagai persentase sel tumor yang berwarna positif di antara sel – sel ganas yang diperiksa.
•
Nilai batasan Ki67 adalah 14 % berdasarkan pengalaman ahli patologi yang berbeda serta yang direkomendasikan secara internasional saat ini.
•
Spesimen secara lengkap diperiksa dan diselidiki untuk pewarnaan imunohistokimia inti sel tumor. Penilaian
dilakukan dengan memperhatikan bagian tumor secara
keseluruhan dan tidak dibatasi hanya pada bagian yang banyak sel tumornya atau ke bagian yang secara jelas ditemukan positif yaitu bagian yang invasif atau di bagian yang nekrosis.
Ekspresi Ki67 biasanya diperkirakan sebagai persentasi sel tumor yang positif pewarnaan dengan antibodi, dengan pewarnaan inti menjadi kriteria yang paling umum dari indeks proliferasi. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa Ki67 adalah faktor prognostik dalam berbagai jenis tumor ganas. Pada kanker payudara, kebanyakan penelitian menunjukkan secara jelas, hubungan yang signifikan secara statistik dengan hasil klinis, baik pada analisis univariat dan multivariate. Sebuah hubungan yang kuat telah dicatat antara persentase sel yang positif Ki67 dengan grading inti, usia, dan tingkat mitosis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kanker payudara dengan overekspresi Ki67 lebih dari 20 – 50% merupakan risiko tinggi untuk terjadi penyakit berulang, menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan hasil klinis, seperti disease-free survival dan overall survival (Taneja P, et all, 2010). Ki67 adalah protein yang ditemukan di dalam inti sel yang berhubungan dengan proses proliferasi sel. Tingginya ekspresi Ki67 berhubungan dengan prognosis buruk pada penderita kanker payudara dengan memendeknya disease-free survival dan overall survival (Jeong S et al ,2011).
2.5. USIA SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK KANKER PAYUDARA Usia sudah lama diduga sebagai faktor prognostik penderita kanker payudara, dengan usia lebih tua mengalami perkembangan penyakit yang lambat, dan pada usia muda perkembangan penyakit yang agresif. Menurut konsensus National Institute of Health (1993)
Universitas Sumatera Utara
yang sejak saat itu dipublikasikan pada Journal of The National Cancer Institute Monographs, yang menyatakan usia muda merupakan faktor prognostik yang merugikan, walaupun tentang pengobatannya masih kontroversi. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan terapi yang cocok untuk pasien usia muda, premenopause, dan post menopause (Duus JE,et al. 2006). Kanker payudara adalah penyakit yang sering dijumpai pada usia tua. Usia rata-rata ketika didiagnosis penderita kanker payudara adalah 63 tahun, dengan 30 % wanita yang menjalanai usia 70 tahunan atau lebih (American Cancer Society : Breast Cancer Facts and Figures 2003). Terminologi usia tua telah dijelaskan dalam penelitian yang berbeda antara usia diatas 60 tahun dan diatas 80 tahun. Pasien usia tua yang menderita kanker payudara adalah kelompok yang unik untuk mendapatkan pengobatan, disebabkan mereka mempunyai harapan hidup yang terbatas, tingginya insidensi penyakit penyerta, dan tidak toleran terhadap pengobatan. Menurut data di USA tahun 1973 sampai tahun 1984 menunjukkan angka survival relatif lebih buruk pada usia di bawah 35 tahun dan di atas 85 tahun. Menurut penelitian di Norwegia pada tahun 1955 sampai tahun 1980 angka survival buruk pada usia di bawah 35 tahun dan di atas 75 tahun. Menurut data dasar dari populasi Danish menunjukkan bahwa pasien yang di diagnosis dibawah 35 tahun, begitu juga usia 35 sampai 39 tahun mempunyai resiko kematian yang tinggi dibandingkan usia 45 tahun sampai 49 tahun ( Kroman N, et al. 2000). Menurut penelitian Jay RH dan Monica M (1996), usia lebih muda berhubungan dengan meningkatnya frekwensi variasi gambaran patologi invasi pembuluh limfatik, grade 3 histologi, reseptor estrogen yang negatif, dan adanya gambaran extensive intraductal component (EIC). Dalam penelitiannya membagi usia penderita kanker payudara menjadi 4 kelompok berdasarkan gambaran patologi yaitu : usia < 35 tahun, 35-50 tahun, 51-65 tahun, dan >65 tahun. Dimana pada masing – masing kelompok umur ini memberikan gambaran histopatologi yang berbeda, dilihat dari extensive intraductal component (EIC), lymphatic vessel invasive (LVI) dan, mononuclear cell reaction (MCR). Usia muda merupakan faktor penting yang berhubungan dengan hasil pengobatan yang buruk. Kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita usia 35-54 tahun, maka perlu dilakukan pengelompokan umur sebagai faktor risiko terjadinya kanker payudara tanpa mengesampingkan faktor genetik berupa dijumpainya mutasi genetik.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Charmaini K.S et all, 2004 membuat pengelompokan umur terhadap faktor risiko terjadinya kanker payudara; •
High risk women, yaitu wanita yang memiliki mutasi genetik.
•
Moderate risk women , yaitu usia 40-49 tahun.
•
Low risk women, yaitu 50- 79 tahun.
Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk melihat faktor prognostik usia dihubungkan dengan HER2, maupun dihubungkan dengan Ki67. Sebuah penelitian Finnish melaporkan bahwa overekspresi onkoprotein HER2 menurun seiring dengan usia (Holli K, Isola J, 1997).
Tetapi beberapa penelitian lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan
overekspresi HER2 dihubungkan dengan usia, penelitian ini juga menunjukkan ekspresi Ki67 ditemukan lebih tinggi pada populasi yang lebih muda (Goldhirsch A, et al, 2002).
Universitas Sumatera Utara