4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lokasi dan Keadaaan Geografis Kelurahan Aur Kota Medan merupakan wilayah yang memiliki kepada tan penduduk tertinggi ke 2
di
Sumatera
Utara
(Profil
Kesehatan
Provins i
Sumatera
Utara,
2008).Berdasarkan data kependudukan Tahun 2010, penduduk Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.712.236 jiwa, dengan jumla h wanita lebih besar dari pria.Perkembangan terakhir berdasar kan Surat Keputusan Gubernur Tingkat I Sumatera Utara tahun 1996, secara administrasi Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan yang mencakup 151 k elurahan (Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2006-2010 Pemko Medan). Kecamatan Medan Maimun merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas wilayah sekitar 3,345 km². Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 6 Kelurahan, yakni : Kampung Baru, Sei Mati, Sukaraja , Aur , Hamdan, dan Jati. Kelurahan Aur terdiri dari 10 lingkungan, dengan batas -batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kesawan Kecamatan Medan Barat. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Suka Raja Kecamatan Medan Maimun. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Masjid Kecamatan Medan Kota. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Hamdan Keca matan Medan Maimun. Jumlah total penduduk Kelurahan Aur tahun 2012 adalah 9079 jiwa (Ekspose Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun, 2012). Di Kecamatan Medan Maimun terdapat sungai Deli yang memiliki pengaruh yang cukup besar bagi wilayah Kota Medan.Sungai ini digunakan sebagai sumber air untuk masyarakat yang menduduki daerah sekitar sungai (Laporan Medan Maimun, 2013).
5
Air merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Di Indonesia, akses terhadap air bersih masih menjadi masalah. Sebagian besa r air tawar yang digunakan berasal dari air sungai. Ketersediaan air bersih secara umum disebabkan oleh dua faktor , yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam disebabkan secara alamiah bentukan (kondisi) wilayahnya yang memang sulit untuk mendapatkan air sehingga tidak tersedianya air.Faktor manusia yaitu dikarenakan tercemarnya air bersih akibat aktifitas manusia (Pus pitasari, 2009). Masyarakat yang mengkonsumsi air tercemar dapat membawaimplikasi buruk karena adanya kandungan berbagai macam penyak it yang dapat timbul melalui air (Yuniarno, 2005).
2.2.
Status Gizi
2.2.1. Definisi Status Gizi Kata gizi berasal dari bahasa arab“ghidza”, yang berarti “makanan”.Secara klasik kata gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses -proses kehidupan dalam tubuh. Sekarang kata gizi mempunyai pen gertian yang lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dika itkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier, 2009). Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi.Status gizi dikatakan baik bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan.Status gizi tidak seimbang dapat diinterpretasikan dalam bentuk gizi kurang sedangkan status gizi lebih bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan.Sehingga status gizi merupakan keadaan tubu h sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2009). Status gizi seseorang ditentukan oleh kualitas makanan yang dikonsumsi dan kemampuan tubuh untuk memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan metabolik. Hal ini mencakup tentang penyerapan makanan, sisa pembuangan dan sintesis biokimia yang penting untuk keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan tubuh (Laditan,
6
1983 dalam Amosu et al, 2011). Anak usiadibawah 5 tahun atau balita membutuhkan pasokan nutrisi yang tinggi karena pada masa ini mereka sangat aktif dan pertumbuhannya juga sangat cepat, sehingga sangat penting untuk perkembangan fisik, mental, dan sosial (Amosu et al, 2011).
2.2.2. Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi Status Gizi Balita berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2007) adalah sebagai berikut: a. Status Gizi berdasarkan indikator BB/U Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum, tidak spesifik.
Tinggi rendahnya prevalensi gizi
buruk dan kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut. b. Status gizi berdasarkan indikator TB/U Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik. c. Status gizi berdasarkan indikator BB/TB Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam keada an demikian berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus.
7
Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks adalah sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Indeks
Ambang Batas (Z-Score)
Kategori Status Gizi
Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Gizi Buruk
< -3 SD
Anak Umur 0 - 60 Bulan
Gizi Kurang
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Gizi Baik
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih
> 2 SD
Panjang Badan menurut Umur (PB/U)
Sangat Pendek
< -3 SD
atau Tinggi Badan menurut Umur
Pendek
-3 SD sampai dengan < -2 SD
(TB/U)
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Tinggi
> 2 SD
Berat Badan menurut Panjang Badan
Sangat Kurus
< -3 SD
(BB/PB)
Kurus
-3 SD sampai dengan < -2 SD
atau Berat Badan menurut Tinggi
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Badan (BB/TB) Anak Umur
Gemuk
> 2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Umur
Sangat Kurus
< -3 SD
(IMT/U)
Kurus
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak umur 0 – 60 Bulan
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk
> 2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Umur
Sangat Kurus
< -3 SD
(IMT/U)
Kurus
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak Umur 5 – 18 Tahun
Normal
-2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk
> 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas
> 2 SD
0 – 60 Bulan
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010
2.2.3. Penilaian Status Gizi Penilaian
status
gizimerupakan bagian integraldariperawatan
balita
karenagizimempengaruhirespon balitaterhadap penyakit.Penilaian status gizi dan pertumbuhan merupakan bagian yang penting pada evaluasi klinis dan perawatan pada balita.Penilaian status gizi anak tidak hanya berguna untuk memahami status
8
kesehatan masyarakat tetapi juga untuk perencanaan kebijakan nasional dan regional (Longkumer, 2012). Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah g rafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0 -5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000 (Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak bahwa untuk menilai status gizi anak diperlukan standar antropometri yang mengacu pada Standar World Health Organization (WHO) dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur 2 bulan.
b.
Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.
c. Ukuran Tinggi badan (TB) digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan yang diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannnya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm. d. Gizi Kurang dan Gizi Buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk). e. Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
9
f. Kurus dan Sangat Kurus ad alah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus).
Penilaian status gizi meliputi : 1. Anamnesis ( Riwayat makanan) Riwayat makanan merupakan komponen penting pada penilaian status gizi.Anamnesis makanan tidak hanya memberikan informasi mengenai jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, tetapi juga mengetahui bagaimana pola makan dan perilaku k eluarga (Maqbool A, Olsen I.E, dan Stallings V.A, 2008). Informasi tentang konsumsi makanan dapat dilakukan dengan cara survei dan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi sedangkan secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan(Yuniastuti, 2008). Kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi dapat dinilai dengan menggunakan metode: a. Food Records Dengan metode ini responden mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama seminggu (Yuniastuti, 2008). b. Metode recall 24 jam Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan (Yuniastuti, 2008). c. Food frequency questionaire Metode
ini
dimaksudkan
dikenal
dengan
metode
untuk
memperoleh
frekuensi
informasi
pola
makanan, makan
seseorang.Untuk itu, diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen, yaitu daftar jenis makanan dan frekuensi konsumsi makanan (Yuniastuti, 2008). 2. Pemeriksaan Tanda-tanda Klinik
10
Penilaian tanda-tanda klinik berdasarkan pada perubahan yang terjadi yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan asupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel di mata, kulit, rambut, mukosamulut, dan organ yang dekat dengan permukaan t ubuh seperti kelenjar tiroid. Tabel 2.2 Pemeriksaan Tanda -tanda Klinik Tanda Klinik
Kemungkinan kekurangan zat gizi
Pucat pada kongjungtiva
Anemia
Bitot spot
Kurang vitamin A
Angular stomatitis
Riboflavin
Gusi berdarah
Kurang vitamin C
Pembesaran kelenjar gondok
Kurang yodium
Udema pada anak balita
Kurang energy protein
Sumber : Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007
3. Pemeriksaan Laboratorium Tes laboratorium cukup membantu, tapi kurang penting pada sebagian besar penilaian status gizi pada anak -anak.Pemeriksaan ini dapat diperoleh dari serum plasma, urin, tinja, r ambut, dan kuku (Maqbool A, Olsen I.E, dan Stallings V.A, 2008). 4. Pengukuran Antropometri Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007). Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein.Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposi si tubuh.Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh ( fat mass) dan bukan lemak tubuh ( non-fat mass) (Yuniastuti, 2008).
11
a.
Massa Tubuh 1. Berat Badan Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral tulang. Untuk menilai status gizi biasanya berat badan dihubungkan dengan pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan.
b.
Pengukuran Linear (panjang) 1. Tinggi Badan Pengukuran tinggi badan seseorang pada prinsipnya adalah mengukur jaringan tulang skeletal yang terdiri dari kaki, panggul, tulang belakang, dan tulang tengkorak. Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total tinggi atau panjang yang diukur secara rutin. Tinggi badan yang dihubungkan dengan umur dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu. 2. Panjang Badan Panjang badan dilakukan pada balita yang berumur kurang dari dua tahun atau kurang dari tiga tahun yang sukar untuk berdiri. 3. Lingkar Kepala Biasanya
digunakan
untuk
mendeteksi
kelainan
seperti
hydrocephalus (ukuran kepala besar) atau microcephaly (ukuran kepala kecil).Untuk melihat pertumbuhan kepala balita dapat digunakan grafik Nellhaus. 4. Lingkar Dada Pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun sehingga biasa digunakan pada anak berusia 2 -3 tahun.Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita.
12
5. Lingkar Lengan Atas Lingkar lengan atas (LILA) biasa digunakan pada anak balita.Pengukuran ini mencerminkan cadangan energy sehingga pengukuran ini dapat mencerminkan status kurang energi protein (KEP) pada balita. c.
Komposisi Tubuh Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi pada penderita KEP.Antropometri jaringan dapat dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi di masyarakat.
Frekuensi
pengukuran
antropometri
pada
anak -anak
yang
direkomendasikan berdasarkan American Academy of Pediatrics memiliki pola pengukuran untuk pasien yang ada di rumah sakit dan tergantung pada usia pasien, penyakit, dan derajat intervensi nutrisi yang diberikan (lihat pada tabel). Tabel 2.3. Frekuensi Pengukuran An tropometri pada Anak-anak Umur
Berat badan
Tinggi Badan
Lingkar Kepala
Prematur
Setiap hari
Setiap minggu
Setiap minggu
Cukup bulan = 12 bulan
3x/minggu
Setiap bulan
Setiap bulan
1-2 tahun
3x/minggu
Setiap bulan
Setiap bulan
2-20 tahun
2x/minggu
Setiap bulan
Indikasi
0-2 bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
2-6 bulan
Setiap 2 bulan
Setiap 2 tahun
Setiap 2 tahun
6-24 bulan
Setiap 3 bulan
Setiap 3 tahun
Setiap 3 tahun
2-6 tahun
Setiap tahun
Setiap tahun
-
6-10 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 2 tahun
-
11-20 tahun
Setiap tahun
Setiap tahun
-
Di Rumah Sakit
Pasien Rawat Jalan
Sumber : American Academy of Pediatrics ( 2008)
13
2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi a.
Konsumsi Makanan dan infeksi Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setin ggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan zat -zat gizi esensial (Almatsier, 2009).Infeksi dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asupan makanan menjadi rendah yang akhirnya menyebabkan kurang gizi (Depar temen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007). Prevalensi berat badan rendah pada anak-anak di India adalah yang tertinggi di dunia.Anak kekurangan gizi di India sebagian besar diakibatkan oleh infeksi serta pemberian makanan yang tidak tepat (Yeleswara pu B.K dan Nallapu S.S.R, 2012).
b.
Sanitasi Lingkungan Lingkungan yang buruk seperti air minum tidak bersih, tidak adanya saluran penampungan air limbah, tidak menggunakan kloset yang baik, juga kepadatan penduduk yang tinggi dapat menyebabkan penyebaran kuman penyakit (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).
c.
Tingkat Pendapatan Kehidupan di desa, terutama dalam pemberian atau penyajian makanan keluarga kebanyakan masih kurang mencukupi sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh.Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung) dua kali dalam sehari dengan lauk pauknya kerupuk dan ikan asin.(Kartasapoetra dan Marsetyo, 2008). Orang tua yang memiliki pendapatan yang rendah dapat mempengaruhi keseha tan anak-anak (Nakahara S et al, yang dikutip oleh Yeleswarapu B.K, 2012).Krisis
14
ekonomi di Indonesia tergambar dari tingginya angka prevalensi gangguan pertumbuhan pada anak (Atmarita dalam Saraswati, 2009). d.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan juga ter masuk dalam faktor ini.
Tingkat
pendidikan
dengan
berhubungan
meningkatnya
pendidikan
dengan
status
kemungkinan
gizi
karena
akan
meningkatkan
pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi anak stunted 64,7 % terdapat pada ibu dengan pendidikan rendah dibandingkan anak dari ibu dengan pendidikan tinggi yaitu 32,1 % . Sejalan dengan penelitian Sularyo (1987) bahwa tingkat pendidikan orang tua berpe ran terhadap pengasuhan, pertumbuhan, dan perkembangan anak, termasuk dalam tumbuh kembang anak (Saraswati, 2009) e.
Budaya Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan, seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tertentu. Seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).
f.
Faktor Demografi Faktor demografi seperti peningkatan jumlah penduduk, tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, jarak kelahiran dipertimbangkan. sebagai faktor yang juga berpengaruh terhadap status gizi masyarakat (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).
g.
Politik dan Kebijakan Politik yang tidak stabil khus usnya peperangan atau lainnya akan berdampak pula pada status gizi masyarakat. Perbaikan status gizi masyarakat sangat tergantung pada kebijakan pemerintah seperti kebijakan
ekspor-impor,
kebijakan
harga,
kebijakan
yang
15
berhubungan dengan gizi dan kesehata n, kebijakan pertanian (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007). h.
Geografi dan Iklim Geografi dan iklim berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat hidup sehingga berhubungan dengan produksi makanan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).
i.
Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan adalah aktivitas sehari-hari yang menghasilkan pendapatan untuk
pemenuhan
kebutuhan
zat
gizi
keluarga
(Saraswati,
2009).Setelah dilakukan penimbangan, anak -anak dari ibu yang tidak bekerja secara signifikan lebi h tinggi daripada anak-anak dari ibu yang bekerja (yeleswarapu B.K dan Nallapu S.S.R, 2012) .Status gizi anak pada ibu yang bekerja lebih rendah daripada status gizi anak pada ibu yang tidak bekerja.Pengaruh pekerjaan ibu terhadap status gizi anak sangat komplit, meskipun sebenarnya bisa diharapkan bahwa ibu yang bekerja lebih dapat menyediakan kebutuhan keluarga mereka (Powel dan McGregor yang dikutip oleh Yeleswarapu B.K dan Nallapu S.S.R, 2012).Pekerjaan ibu tampaknya mempengaruhi status gizi anak, meskipun analisis statistik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (Mittal et al yang dikutip oleh Yeleswarapu B.K dan Nallapu S.S.R, 2012). Anak yang dirawat oleh ibunya sendiri lebih unggul daripada anak yang dirawat oleh anggota keluarga lainnya (Jain SCM et al yang dikutip oleh Yeleswarapu B.K dan Nallapu S.S.R, 2012).