4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lipoprotein 2.1.1 Definisi Lipoprotein Lipoprotein adalah berbagai jenis kompleks lipid-protein yang berfungsi sebagai transport lipid di dalam darah. Partikel lipoprotein terdiri dari inti trigliserida atau ester kolesterol berbentuk bulat hidrofobik yang dikelilingi satu lapisan fosfolipid, kolesterol, dan apolipoprotein yang amfipatik. (Dorland, 2011).
2.1.2 Jenis-Jenis Lipoprotein Lipoprotein di dalam tubuh terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan densitasnya dan fungsinya, yaitu: (tabel 1) 1. Kilomikron 2. Very Low Density Lipoprotein (VLDL). 3. Intermediate Density Lipoprotein (IDL). 4. Low Density Lipoprotein (LDL). 5. High Density Lipoprotein (HDL).
Universitas Sumatera Utara
5
Tabel 2.1. Jenis lipoprotein dalam plasma normal Komponen (%) Lipoprotein Fungsi fisiologis TG Ch Pl Pr Transport trigliserida dari Kilomikron
sistem pencernaan ke
5
3
2
60
20 14
6
20
40 22 18
B-100, E
7
50 22 21
B-100
5
25 26 44
A-1, A-II, A-IV
Transport trigliserida endogen dari hepar ke
B-48, C-II, C-
90
jaringan dan hepar
VLDL
Apolipoprotein
III, A-IV, E
B-100, C-II, CIII, E
jaringan IDL
LDL
HDL
Merupakan bagian dari metabolisme VLDL Transport kolesterol dari hepar ke jaringan Transport kolestrol dari jaringan ke hepar
TG, Trigliserida; Ch, Cholesterol; Pl, Phospholipid; Pr, Protein. (Kwan et al, 2007)
2.1.3 Metabolisme Lipoprotein Lipoprotein terdiri atas inti non-polar yang dibentuk oleh triasilgliserol dan ester kolesterol dan dikelilingi oleh selapis fosfolipid amfipatik dan kolesterol. Bagian protein pembentuk lipoprotein disebut apolipoprotein atau apoprotein. Terdapat 4 jenis utama apolipoprotein yaitu apo A, B, C, dan E. Tiap lipoprotein dapat tersusun oleh satu atau lebih apolipoprotein. Contohnya pada HDL, apolipoprotein utamanya adalah apo A, sedangkan pada LDL yang utama adalah apo B-100 yang juga ditemukan pada VLDL. (Murray et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
6
Gambar 2.1. Struktur Lipoprotein (Murray et al, 2006)
Apolipoprotein mempunya beberapa fungsi, yaitu: 1. Dapat membentuk struktur dari lipoprotein. Contoh: Apo B 2. Dapat menjadi kofaktor enzim. Contoh: Apo C-II kofaktor enzim dari lipoprotein lipase, Apo A-1 kofaktor lechitin yang merupakan kolesterol acyltransferase, dll. 3. Dapat bertindak sebagai ligand untuk interaksi dengan reseptor lipoprotein di jaringan. Contoh: Apo B-100 dan Apo E sebagai ligand untuk reseptor LDL, Apo A-1 untuk reseptor HDL, dll. Metabolisme Lipoprotein terdiri dari 2 jalur yaitu jalur eksogen dan jalur endogen. Pada jalur eksogen, kilomikron membawa lipid yang diserap di usus melalu sirkulasi sistemik. Selanjutnya kilomikron akan dikatabolisme oleh enzim Lipoprotein Lipase (LPL) dan menghasilkan asam lemak bebas yang akan diserap oleh hepar, otot, dan jaringan adiposa. Kilomikron yang telah dikatabolisme tadi telah berkurang ukurannya dan disebut sebagai kilomikron sisa yang akhirnya akan dibawa ke hepar oleh LDL. (Kwan et al, 2007).
Universitas Sumatera Utara
7
Pada jalur endogen, hepar akan membuat dan mensekresikan VLDL yang akan membawa trigliserida dari hepar ke jaringan perifer. VLDL akhirnya akan dihidrolisa oleh LPL dan menghasilkan asam lemak bebas yang akan diserap oleh otot dan jaringan adiposa dan VLDL tadi akan menjadi IDL karena ukurannya yang berkurang. IDL dapat langsung kembali ke liver atau dihidrolisa lagi menjadi LDL oleh Hepatic Trygliceride Lipase (HTGL). LDL yang terbentuk pada proses ini sudah tidak memiliki kadar trigliserida sebanyak IDL maupun VLDL, namun tetap memiliki kadar kolesterol yang cukup tinggi. (Kwan et al, 2007). LDL utamanya membawa kolesterol ke hepatosit, tapi juga dapat membawa kolesterol ke jaringan. LDL di serap kembali oleh hepar melalui receptor LDL dengan bantuan apo B-100 yang dikandungnya. Proses ini dapat menyerap 60-80% dari kadar LDL yang ada dalam plasma. Sisanya akan diserap melalui reseptor spesifik lain seperti LDL Receptor-Related Protein (LRP) maupun reseptor scavenger. LDL yang telah teroksidasi (oxLDL) masih dapat diserap oleh reseptor scavenger di makrofag maupun di sel otot polos dari pembuluh darah. Ketika makrofag sudah penuh dengan ester kolesterol, akan terbentuk foam cell yang merupakan salah satu tahap perkembangan atherosklerois. LDL yang sudah kehilangan sebagian besar lipidnya, akan berubah menjadi small dense LDL (sdLDL) yang mempunyai afinitas lebih rendah terhadap reseptor LDL namun lebih rentan terhadap oksidasi sehingga dibersifat lebih atherogenik dibanding LDL dengan ukuran partikel lebih besar. (Kwan et al, 2007). HDL berperan dalam membawa kolesterol dari jaringan kembali ke hepar. HDL yang disintesis oleh hepar dan intestinal masih berupa prekursor HDL berbentuk disc-shaped. Prekursor HDL dapat menyerap asam lemak bebas dari membran sel dengan bantuan ATP Binding Cassette Transporter 1, Apo A-1, dan Apo A-IV. Apo A-1 juga akan mengaktifkan enzim Lechitin:Cholesterol Acyltransferase (LCAT) yang akan mengesterifikasi kolesterol bebas sehingga membuat transport kolesterol lebih efisien. Prekursor HDL yang telah mengalami proses ini akan menjadi HDL3.
Universitas Sumatera Utara
8
Selanjutnya HDL3 akan menerima kolesterol dari Scavenger Reseptor B1 (SR-B1), kolesterol ini kemudian akan di esterifikasi oleh LCAT, dan membentuk HDL2 yang densitasnya lebih rendah dan ukuran partikelnya lebih besar. Kemudian HDL2 akan mengalami tiga jalur pemrosesan. 1. HDL2 yang memiliki banyak Apo E akan diambil oleh hepar melalui reseptor LDL. 2. Ester kolesterol yang terakumulasi dalam HDL2 dapat diambil langsung oleh SR-B1. Reseptor ini terutama terdapat di hepar dan di jaringan steroidogenik non plasental. 3. Ester kolesterol dari HDL2 akan dipindahkan oleh cholesteryl ester transfer protein menuju ke lipoprotein lain yang kaya akan trigliserida. (Kwan et al, 2007).
Gambar 2.2. Jalur metabolisme lipoprotein normal. ABCA1, ATP Binding Cassette Transporter 1; CE, Cholesteryl Ester; CETP, Cholesteryl Ester Transfer Protein; FFA, Free Fatty Acid; HTGL, Hepatic Triglyceride Lipase; LCAT, Lecithin: Cholesterol Acyltransferase; LDL-R, LDL Receptor; Lp(a), Lipoprotein (a); LPL, Lipoprotein Lipase; LRP, LDL Receptor Related Protein; SR B1, Scavenger Receptor B1; TG, Triglyceride. (Kwan et al, 2007)
Universitas Sumatera Utara
9
2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan sekelompok kelainan yang ditandai adanya resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat, dan meningkatnya produksi dari glukosa (Powers, 2005).
2.2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus Tipe 2 Menurut American Diabetes Association (2004), kriteria diagnostik untuk Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut: 1. HbA1C ≥ 6.5%. 2. Kadar gula darah (KGD) puasa≥ 126 mg/dL (11.1mmol/L). Puasa dilakukan selama minimal 8 jam sebelum tes dilakukan. 3. KGD 2 jam setelah dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau setelah makan≥ 200 mg/dL. TTGO dilakukan menggunakan 75g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air. 4. Pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia (poliuria, polidipsia, polifagia), KGD sewaktu (random) ≥ 200 mg/dL. Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diatas yang dilakukan pemeriksaan berulang pada hari yang berbeda untuk memastikan pasien menderita DM atau tidak (ADA, 2004).
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.3 Faktor Resiko Diabetes Mellitus tipe 2 Faktor resiko dari diabetes menurut American Diabetes Association pada tahun 2004 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2 1.
Riwayat keluarga penderita diabetes (orang tua atau saudara).
2.
Obesitas (IMT ≥ 25 kg/m2).
3.
Kebiasaan inaktifitas fisik.
4.
Ras.
5.
Riwayat diagnosa gula darah puasa terganggu atau toleransi glukosa terganggu sebelumnya.
6.
Riwayat diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi > 4kg.
7.
Hipertensi (Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg).
8.
Kadar HDL plasma ≤ 35 mg/dL (0.90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2.82 mmol/L).
9.
Riwayat menderita Polycystic Ovary Syndrome atau Acanthosis Nigricans.
10. Riwayat penyakit vaskular.
2.2.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Diabetes Mellitus tipe 2, terdapat 3 kelainan patofisiologis, yaitu: sekresi insulin yang terganggu, resistensi insulin, dan produksi glukosa hepatik yang berlebih. Obesitas (terutama obesitas sentral) sangat sering ditemukan pada kasus DM tipe 2. Sel adiposit menghasilkan sejumlah produk biologis seperti leptin, TNF-α, asam lemak bebas, resistin, dan adiponektin yang memodulasi sekresi insulin, kerja insulin, dan berat badan yang berakibat terjadinya resistensi insulin. Pada tahap awal, hasil tes toleransi glukosa akan tetap normal meskipun terjadi resistensi insulin karena terjadi kompensasi oleh sel beta pankreas yang akan memproduksi insulin lebih banyak. Semakin lama resisten dan hiperinsulinemia terjadi, sel beta pankreas tidak mampu lagi untuk memproduksi insulin sehingga semakin lama insulin di dalam plasma akan terus berkurang.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.3. Perubahan metabolik saat perkembangan DM tipe 2. Pada saat seseorang menjadi semakin resisten terhadap insulin (dari titik A ke titik B), sekresi insulin akan meningkat. Kegagalan kompensasi dengan cara meningkatkan sekresi insulin terjadi pada Impaired Glucose Tolerance (IGT, point C) atau toleransi glukosa terganggu dan juga pada DM tipe 2 (point D). NGT, Normal Glucose Tolerance; IGT, Impaired Glucose Tolerance. (Powers, 2005)
2.2.4.1 Resistensi Insulin Menurunnya kemampuan insulin untuk bekerja pada jaringan merupakan fitur yang menonjol dari DM tipe 2 dan terjadi akibat pengaruh genetik dan obesitas. Resistensi insulin menyebabkan menurunnya penggunaan glukosa oleh jaringan yang memiliki reseptor insulin hingga 30-60% juga meningkatkan pengeluaran glukosa oleh hepar yang akhirnya akan menyebabkan hiperglikemia. Pengeluaran glukosa yang meningkat akan menyebabkan meningkatnya kadar gula darah puasa sedangkan menurunnya penggunaan glukosa oleh jaringan akan meningkatkan kadar gula darah 2 jam post-prandial. Mekanisme molekuler terjadinya resistensi insulin pada DM tipe 2 sampai saat ini masih belum jelas, namun diduga terjadinya defek pada enzim phosphatidylinositol-3-kinase (PI-3kinase) yang akhirnya akan mengurangi translokasi dari GLUT4 yang membawa glukosa ke membran plasma.
Universitas Sumatera Utara
12
Ada teori lain yang mengungkapkan bahwa meningkatnya kadar asam lemak bebas, yang merupakan fitur utama dari obesitas, juga berkontribusi terhadap patogenesis DM tipe 2. Asam lemak bebas dapat mengganggu penggunaan glukosa di otot skeletal, meningkatkan produksi glukosa oleh liver, dan mengganggu fungsi sel beta pankreas yang memproduksi insulin. (Powers, 2005).
2.2.4.2 Sekresi Insulin Terganggu Sekresi insulin berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin (gambar 2.3). pada DM tipe 2, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk menjaga kadar gula darah tetap normal. Awalnya, defek dari kelenjar sekretori insulin masih ringan dan masih berespon terhadap stimulasi sekretorik dari zat non-glukosa seperti arginin. Akhirnya, defek sekretorik meningkat hingga insulin yang dihasilkan tidak lagi adekuat untuk menjaga kadar gula darah. Penyebab terjadinya sekresi insulin yang berkurang pada DM tipe 2 masih belum jelas, diperkirakan defek pada genetik, yang juga berhubungan dengan resistensi insulin, menyebabkan kegagalan dari sel beta pankreas. Pengaruh perubahan metabolik (glucose toxicity) pada DM juga dapat berdampak negatif terhadap fungsi pankreas yang menyebabkan hiperglikemia bertambah parah. Peningkatan kadar asam lemak bebas (lipoptoxicity) dan makanan belemak juga dapat menyebabkan penurunan fungsi pankreas. (Powers, 2005).
2.2.4.3 Meningkatnya Produksi Glukosa Hepatik Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hepar menunjukkan kegagalan dari hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis yang akhirnya akan menyebabkan hiperglikemia puasa dan menurunnya penyimpanan glikogen di hepar saat setelah makan. (Powers, 2005).
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus Menurut Powers dalam Kasper (2005), komplikasi DM dapat dibagi menjadi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut adalah ketoasidosis diabetik (DKA) dan Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS). Yang membedakan antara DKA dan HHS adalah pada HHS tidak terjadi perubahan pH darah sedangkan pada DKA terjadi perubahan pH darah menjadi lebih asam. Sedangkan komplikasi kronik dapat dibagi lagi menjadi komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular antara lain: 1. Mata
: Retinopati dan macular edema
2. Saraf
: Neuropati sensori, motorik, dan otonom
3. Ginjal : Nefropati
Komplikasi makrovaskular antara lain: 1. Penyakit arteri koroner. 2. Penyakit vaskular perifer. 3. Penyakit serebrovaskular. Selain komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular terdapat juga komplikasi jenis lain yang tidak dapat digolongkan menjadi kedua jenis diatas, yaitu: 1. Gastrointestinal
: Gastroparesis, diare.
2. Genitourinari
: Uropati, disfungsi seksual.
3. Dermatologi
: Ulkus diabetik, gangren.
4. Infeksi. 5. Katarak. 6. Glaukoma.
2.3 Dislipidemia 2.3.1 Definisi dislipidemia Dislipidemia merupakan suatu kelainan dari metabolisme lipoprotein yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan yang utama adalah meningkatnya kadar kolesterol total,
Universitas Sumatera Utara
14
meningkatnya kadar LDL dan trigliserida dan menurunnya kadar HDL. Kadar profil lipid pada orang normal tanpa riwayat penyakit lain menurut A.D.A.M (2013) adalah: •
Kadar HDL > 50 mg/dL.
•
Kadar LDL 70-130 mg/dL.
•
Kolesterol total < 200 mg/dL.
•
Kadar Trigliserida 10 – 150 mg/dL.
2.3.2 Etiologi Dislipidemia Etiologi dari dislipidemia terbagi menjadi 2 jenis yaitu etiologi primer dan sekunder. Etiologi primer disebabkan adanya mutasi genetik yang menyebabkan berlebihnya produksi dari trigliserida dan LDL atau adanya defek dari metabolisme trigliserida dan LDL atau kurangnya produksi dari HDL atau meningkatnya metabolisme dari HDL. Etiologi primer antara lain: •
Familial Hypercholesterolemia
•
Familial Defective Apo B-100
•
PCSK9 gain of function mutations
•
Polygenic Hypercholesterolemia
•
Lipoprotein Lipase Deficiency
•
Apo C-II Deficiency
•
Familial Hypertiyglyceridemia
•
Familial Combined Hyperlipidemia
•
Familial Dysbetalipoproteinemia
•
Primary Hypoalphalipoproteinemia
•
Familial Apo A/Apo C-III Deficiency/Mutation
•
Familial LCAT Deficiency
•
Fisheye Disease
•
Familial HDL Deficiency
Universitas Sumatera Utara
15
Sedangkan etiologi sekunder disebabkan oleh gaya hidup seperti banyak makan berlemak, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, serta akibat lain seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis, hipotiroidism, sirosis bilier primer, konsumsi obat tertentu seperti thiazide, β-blocker, retinoid, obat anti retroviral, estrogen, progestin, dan steroid (Goldberg, 2013). Distribusi lemak juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya dislipidemia. Menurut Howard et al pada tahun 2003, seseorang dengan deposit lemak yang berlebih di daerah abdomen (obesitas sentral) mempunyai resiko lebih besar mengalami resistensi insulin dibandingkan dengan orang yang lemaknya tersebar di seluruh tubuh. Resistensi insulin yang terjadi menyebabkan terganggunya aktivitas dari lipoprotein lipase yang merupaka enzim yang berperan dalam metabolisme lipoprotein. Obesitas sentral ditandai dengan meningkatnya ukuran lingkar pinggang dimana pada laki laki > 90cm dan pada perempuan > 80cm.
2.3.3 Dislipidemia pada Diabetes Mellitus tipe 2 Pasien
DM
tipe
2
biasanya
mengalami
dislipidemia
akibat
hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi. Kedua hal tersebut mempunya beberapa efek pada metabolisme lipid, yaitu: 1. Menurunnya aktivitas lipoprotein lipase sehingga menyebabkan menurunnya katabolisme kilomikron dan VLDL. 2. Meningkatkan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa. 3. Meningkatkan sintesis asam lemak bebas di hepar. 4. Meningkatkan produksi VLDL di hepar. Dislipidemia yang terjadi pada DM tipe 2 adalah meningkatnya kadar trigliserida plasma akibat meningkatnya kadar VLDL dan lipoprotein sisa, meningkatnya LDL dan menurunnya kadar HDL. Dislipidemia pada DM erat kaitannya dengan meningkatnya resiko komplikasi kardiovaskular akibat hiperglikemia dan hiperlipidemia. Menurut ADA dan American Heart Association, pasien DM harus mengontrol kadar lipidnya hingga mencapai: LDL < 100 mg/dL, HDL > 40 mg/dL pada laki
Universitas Sumatera Utara
16
laki dan > 50 mg/dL pada perempuan, serta trigliserida < 100 mg/dL untuk menghindari terjadinya komplikasi kardiovaskular. (Rader and Hobbs, 2005)
Universitas Sumatera Utara