BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stroke Menurut World Health Organisation (WHO), stroke adalah timbulnya gejala klinis akibat gangguan otak yang berkembang cepat secara spesifik atau global serta gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau dapat menyebabkan kematian tanpa penyebab yang jelas selain gangguan vaskular. Dari data Riskesdas (2007), stroke merupakan penyakit gangguan fungsi saraf lokal dan/atau global yang muncul secara mendadak, progresif dan cepat pada otak and disebabkan gangguan suplai darah ke otak non traumatik. Menurut Sacco R. L. et al. (2013), defnisi stroke diperbaharui dimana stroke iskemik adalah sebuah kejadian disfungsi neurologik yang disebabkan oleh fokal serebral, tulang belakng atau retina infark; stroke yang disebabkan oleh intraserebral hemoragik adalah tanda-tanda klinis disfungsi neurologis yang berkembang pesat disebabkan oleh darah yang mengumpul dalam parenkim otak atau sistem ventrikel secara fokal yang tidak disebabkan trauma; stroke yang disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid adalah tanda-tanda disfungsi neurologis dan/ atau sakit kepala yang berkembang rapid karena perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid (ruang antara membran subarakhnoid dan pia mater dari otak atau sumsum tulang belakang) yang tidak disebabkan oleh trauma. Definisi yang diusulkan oleh AHA/ASA untuk Transient Ishemic Attack (TIA) adalah disfungsi neurologis dengan episode yang bersifat sementara disebabkan oleh otak secara fokal, sumsum tulang belakang atau iskemia tanpa infark akut.
2.2
Klasifikasi Stroke Berdasarkan klasifikasi modifikasi Marshall, stroke dibagi atas: 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a) Stroke Iskemik i. Transient Ischemic Attack (TIA) ii. Trombosis serebri iii. Emboli serebri b) Stroke Hemoragik: i. Perdarahan intraserebral ii. Perdarahan subarakhnoid 2. Berdasarkan stadium: a) Transient Ischemic Attack (TIA) b) Stroke in evolution c) Completed stroke 3. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah): a) Sistem karotis b) Sistem vertebrobasilar
2.3. Faktor Resiko Stroke Menurut American Heart Association (2012) dan (Go A. S. et al., 2012): 1. Faktor Resiko yang tidak dapat diubah: a) Umur Resiko stroke meningkat dengan usia. Setelah usia 55, resiko stroke menjadi dua kali lipat untuk setiap 10 tahun selama masa hidupnya.
b) Jenis Kelamin Menurut National Stroke Association (NSA), wanita menderita stroke lebih banyak setiap tahun daripada laki-laki, karena wanita hidup lebih lama daripada laki-laki dan stroke lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua. Setiap tahun sekitar 55.000 lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki memiliki stroke, tetapi kejadian stroke lebih tinggi pada pria daripada wanita di usia muda. Selain itu, perempuan dua kali lebih mungkin meninggal karena stroke daripada kanker payudara setiap tahunnya.
c) Ras Ras Amerika afrika memiliki dua kali stroke dibanding dengan ras Caucasians karena ras Amerika afrika memiliki resiko kejadian hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas.
d) Faktor Keturunan Dalam Framingham Heart Study (FHS), kejadian stroke iskemik pada orang tua pada berusia 65 tahun berkaitkan dengan peningkatan 3 kali lipat dalam resiko stroke iskemik pada keturunannya, walaupun telah melakukan penyesuaian untuk faktor resiko stroke lain.
e) Gen Menurut Sharma P. (2013), gene yang dijumpai pada pasien stroke adalah HDAC9, PITX2, CDKN2A/B, NINJ2, ZFHX3, AGTRL1, CELSR1, PDE4D, ALOX5AP, PRKCH dan rs556621. Dari data Genome-wide Association Study (GWAS) dari journal Stroke Genetic (2011), sejumlah besar gangguan monogenik yang jarang dapat menyebabkan stroke. Antara gen tunggal yang terjadi modifikasi adalah: a) NOTCH3 (Neurogenic locus notch homolog protein 3) b) HTRA1(HtrA serine peptidase 1) c) COL41 (gene encoding type IV collagen alpha 1 chain) d) TREX1(Three prime repair exonuclease 1) e) Cystathione β synthase f) MTHFR (Methylene-tetrahydrofolate reductase) g) Β-Globin f) Riwayat stroke dan Transient Ischemic Attack (TIA) Seseorang yang sudah memiliki satu atau lebih riwayat TIA hampir 10 kali lebih mungkin mengalami stroke dibanding orang pada usia yang sama yang belum pernah mengalami TIA.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi: a) Hipertensi Sekitar 77% dari mereka yang mengalami stroke pertama memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mm Hg. Pasien diabetes dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mm Hg memiliki sekitar setengah resiko seumur hidup dari pasien stroke dengan hipertensi.
b) Merokok Seorang perokok memiliki 2 sampai 4 kali peningkatan resiko stroke dibandingkan dengan bukan perokok atau mereka yang telah berhenti lebih dari 10 tahun. Merokok merupakan faktor resiko stroke iskemik dan perdarahan subarakhnoid. Merokok meningkatkan resiko tekanan darah tinggi-faktor resiko tunggal terbesar untuk stroke. Bahan kimia dalam rokok termasuk karbon monoksida, arsenik, formaldehyde dan sianida merusak dinding pembuluh darah, ini menyebabkan aterosklerosis. Hal ini meningkatkan kemungkinan pembentukan bekuan darah pada arteri ke otak dan jantung dapat memblokir arteri menyebabkan terjadi stroke. Nikotin menyebabkan pembuluh darah menyempit, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Karbon monoksida dalam asap tembakau adalah gas beracun yang ditemukan dalam car exhaust fumes; itu menghalangi pembuluh darah oksigen vital. Karbon monoksida bergabung ke hemoglobin dan pada beberapa perokok, setengah dari darah membawa karbon monoksida tetapi bukan oksigen. Merokok meningkatkan LDL dan menurunkan HDL. Merokok juga meningkatkan resiko stroke pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi oral.
c) Diabetes Mellitus Kejadian stroke iskemik terjadi akibat DM pada semua usia, tetapi paling menonjol sebelum usia 55 tahun pada populasi orang Hitam dan
sebelum usia 65 tahun pada populasi orang Putih. Pada orang dengan riwayat TIA atau stroke ringan, gangguan toleransi glukosa hampir dua kali lipat resiko stroke dibandingkan pada orang dengan kadar glukosa normal dan tiga kali lipat resiko bagi mereka yang memiliki DM.
d) Fibrilasi Atrial Fibrilasi atrial memiliki resiko 5 kali lipat pada semua usia. Kejadian stroke meningkat dari 1,5% pada usia 50-59 tahun ke 23,5% pada usia 8089 tahun. Di antara 2.580 peserta yang berusia lebih dari 65 tahun dengan hipertensi dan telah diimplantasi cardiac rhythm device yang termasuk atrial lead, 35% menimbulkan subklinis tachyarrhythmias (kadar denyut atrial lebih dari 190 per menit bertahan sekurang-kurangnya 6 menit). Hal ini dapat meningkatkan resiko stroke iskemik atau emboli sistemik sebanyak 2,5 kali lipat.
e) Penyakit Arteri Perifer Penyakit arteri perifer adalah penyempitan pembuluh darah yang mensuplai darah ke kaki dan otot lengan yang disebabkan oleh penumpukan lemak plak di dinding arteri. Pasien stroke dengan penyakit arteri perifer memiliki resiko lebih tinggi dari penyakit arteri karotis.
f) Hiperkolesterolemia Data dari Honolulu Heart Program/ / NHLBI menemukan bahwa pada laki-laki Jepang berusia 71-93 tahun, konsentrasi rendah kolesterol HDL lebih mungkin untuk dihubungkan dengan future risk tromboemboli stroke daripada yang konsentrasi kolesterol HDL tinggi. Namun, metaanalisis dari 23 studi yang dilakukan di wilayah Asia-Pasifik menunjukkan tiada signifikan hubungan antara kadar HDL rendah dan resiko stroke.
g)
Penyakit Sel Sabit
Ini adalah kelainan genetik yang terutama mempengaruhi anakanak ras African-American dan ras Hispanic. "Sickled" sel darah merah kurang mampu untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh dan organ. Selsel ini juga cenderung menempel pada dinding pembuluh darah, yang dapat memblokir arteri ke otak dan menyebabkan stroke.
h) Ateroslerosis Aterosklerosis adalah penumpukan plak (deposit lemak dan sel-sel lain) secara progresif dalam dinding arteri. Hal ini dapat menyumbat arteri dan menghambat aliran darah ke otak atau bagian tubuh lain, membuat seseorang lebih beresiko untuk mendapat stroke, TIA atau penyakit jantung lainnya.
i) Obesitas Obesitas dan berat badan yang berlebihan membuat orang lebih cenderung memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi dan diabetes dan ini dapat meningkatkan resiko stroke.
g) Pola makan Diet tinggi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Diet tinggi natrium (garam) dapat meningkatan tekanan darah. Diet dengan kelebihan kalori dapat menyebabkan obesitas. Selain itu, diet yang mengandung lima atau lebih porsi buah dan sayuran per hari dapat mengurangi resiko stroke.
h) Aktifitas fisik Dari data NOMAS, sebuah kohort prospektif yang mencakup orang dewasa ras orang Putih, ras orang Hitam, dan ras Hispanik di perkotaan ditindaklanjuti selama rata-rata 9 tahun, didapati bahwa aktifitas fisik yang sedang sampai berat dikaitkan dengan penurunan sebanyak 35% secara keseluruhan dalam resiko stroke iskemik dibandingkan dengan
yang tidak melakukan aktifitas fisik. Dalam kelompok ini juga menemukan bahwa hanya olahraga sedang intensitas sampai olahraga berat intensitas dikaitkan dengan kejadian stroke berkurang, sedangkan latihan ringan (seperti berjalan) tidak menunjukkan manfaat. i) Konsumsi alkohol Alkohol merupakan racun pada otak dan pada tingkatan yang tinggi dapat mengakibatkan otak berhenti fungsi. Hubungan antara konsumsi alkohol dan stroke iskemik menunjukkan pola kurva J, yang berarti bahwa pada orang yang konsumsi alkohol moderat, resiko stroke adalah yang terendah, sementara konsumsi alkohol berat meningkatkan resiko stroke. Resiko perdarahan otak meningkat secara linear apabila konsumsi alkohol meningkat: semakin tinggi jumlah alkohol yang dikonsumsi, semakin tinggi resiko stroke.
2.4. Etiologi Penyakit jantung yang menyebabkan stroke dapat berasal dari kongenital, penyakit rematik katup, prolapsus katup mitral, foramen ovale paten, endokarditis, miksoma atrium, aritmia dan operasi jantung; penyebab monogenik terjadinya stroke berasal dari pembuluh darah kecil, antaranya ialah Cerebral autosomal dominant arteriopathy with Subcortical Infarcts and Leukoencephalopathy (CADASIL), Cerebral Autosomal Recessive Arteriopathy with Subcortical Infarcts and
Leukoencephalopathy
(CARASIL),
Hereditary
endotheliopathy
with
retinopathy, nephropathy and stroke (HERNS), vaskulopati dan Fabry’s disease; berasal dari pembuluh darah besar adalah aterosklerosis prematur, diseksi (spontan atau traumatik), gangguan metabolik yang diwariskan (homocystinuria, Fabry’s disease, Pseudoxanthoma elasticum, sindrom MELAS), displasia fibromaskular,
infeksi,
vaskulitis
(penyakit
vaskular
kolagen),
penyakit
Moyamoya, radiasi dan penyalahgunaan narkoba; penyebab stroke disebabkan oleh penyakit hematologi adalah keadaan hiperkoagulasi (sindrom antifosfolipid antibodi, defisiensi antitrombin iii atau protein S atau C, ketahanan terhadap aktivasi protein C, peningkatan viii faktor), disseminated intravascular
coagulation, trombositosis, polisitemia vera, trombotik trombositopenia purpura dan oklusi vena (dehidrasi, infeksi parameningeal, meningitis, neoplasma, polisitemia, leukemia, penyakit radang usus) (Kes V.B. et al. 2012). Selain itu, penyebab lain yang menyebabkan terjadi stroke ialah trauma, malformasi vaskular (arteriovenous malformation dan cerebral cavernous (venous) malformation), angiopati amyloid serebral, acute hemorrhagic leukoencephalitis, koagulopati dan obat antikoagulasi (Simon R.P., 2009).
2.5. Patofisiolofi Stroke 2.5.1. Stroke Iskemik Menurut Rohkman (2011) autoregulasi serebrovaskular biasanya mampu mempertahankan relatif konstan aliran darah otak (cerebral blood fow) 50-60 ml/100 g jaringan otak / menit selama tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure) tetap dalam kisaran 50-150mmHg. Aliran darah otak daerah (rCBF) yang harus disesuaikan sesuai dengan kebutuhan metabolik lokal (coupling of CBF and metabolisme). Jika MAP turun di bawah 50 mmHg, dan keadaan patologis tertentu (misalnya, iskemia), regulasi mengalami kegagalan dan jumlah CBF menurun. Stenosis atau oklusi pembuluh darah menginduksi vasodilatasi kompensasi downstream, yang meningkatkan volume otak darah dan CBF (vascular reserve). Defisit neurologis utama muncul hanya ketika CBF turun di bawah ambang batas iskemia kritis (20 ml/100 g / menit). Tingkat cedera otak lokal tergantung pada: a) Ketersediaan aliran kolateral b) Durasi insufisiensi hemodinamik c) Kerentanan lokasi otak tertentu yang terkena Jika CBF yang cukup tidak dipulihkan kembali, disfungsi neurologis klinis terbukti terjadi (gangguan metabolisme serebral). Sekiranya CBF berkurang dengan parah secara berkepanjangan di bawah ambang batas infark, 8-10 min/100 g / ml menyebabkan progresif dan ireversibel abolition semua proses metabolisme seluler & kerusakan struktural (nekrosis). Infark terjadi ketika hipoperfusi paling parah; daerah jaringan sekitar zona infark dimana CBF terletak antara ambang
iskemia dan infark disebut penumbra iskemik. Jaringan otak di zona infark tidak dapat dipulihkan lagi, sementara penumbra iskemik beresiko, tetapi berpotensi dipulihkan. Semakin lama iskemia berlangsung, infark lebih cenderung akan terjadi (Rohkman, 2011). Menurut Maas M.B. dan Safdieh J. E. (2009), kejadian stroke iskemik dapat dibagi kepada beberapa kategori: 1. Thrombosis Pembentukan gumpalan di arteri yang bertahan cukup lama untuk menyebabkan iskemik pada jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh yang terkena. Thrombosis selalu dipicu oleh kelainan patologi dalam endotelium lokal. Plak aterosklerotik secara inheren prothrombotic, overexpressing activator inhibitor-1
plasminogen.
Chlamydia
pneumonia
dikaitkan
dengan
plak
aterosklerotik dan aktivitas inflamasi mengaktifkan makrofag dan sel-T. Dalam large-vessel trombosis, aspek luminal plak ateromatosa dapat terdegradasi oleh metalloproteinase menyebabkan ruptur dan menghasilkan lesi ulserasi dengan sifat yang sangat thrombogenik. Ulserasi (koreng) dapat menyebabkan trombosis in situ atau embolisasi bahan trombotik di lokasi ulserasi tersebut. Pembuluh darah yang berukur kurang dari 200μm diameter menimbulkan deposisi lipohyaline pada media serta fibrous intimal proliferation karena terpapar kepada hipertensi atau hiperglikemia untuk waktu yang lama menyebabkan infark lakunar kecil yang sering asimptomatik. Dalam heparin induced thrombocytopenia tipe 2, disfungsi trombosit immune-mediated dapat menyebabkan stroke trombosis pada arteri serebral aterosklerotik yang sudah protrombik atau disebabkan emboli agregat platelet (gumpalan putih) ke dalam pembuluh darah tanpa bukti
angiografik
aterosklerosis. Trombosis dapat terbentuk dalam arteri ekstrakranial dan intrakranial apabila kasar dan terbentuk plak di sepanjang pembuluh darah yang terluka. Cedera endotel (akibat kekasaran pada pembuluh darah) membolehkan trombosit untuk adhere and aggregate, lalu koagulasi diaktifkan dan trombus berkembang
menjadi plak. Apabila aliran darah yang melalui sistem ekstrakranial dan intrakranial menurun, sirkulasi kolateral akan mempertahankan fungsi otak. Ketika kompensasi mekanisme sirkulasi kolateral gagal, perfusi akan terganggu, menyebabkan penurunan perfusi dan sel mati.
2. Embolism a) Stasis aliran darah di posterior atrium kiri dan appendage yang terkait dengan atrail fibrilasi akan menyebabkan resiko yang lebih tinggi untuk pembentukan trombotik. b) Infeksi endokarditis terdiri platelet, fibrin dan bakteri dapat termasuk fragmen ke dalam sirkulasi serebral. c) Endokarditis nonbacterial (marantic) boleh berlaku pada kondisi keganasan atau kondisi peradangan lainnya. d) Artery-to-artery embolization: Plak ateromatosa pada aorta dan karotis dapat terjadi ulserasi dan mechanically disrupted menyebabkan embolisasi kolesterol dan trombus. Selain itu plak ateromatosa terjadi pada diseksi arteri akibat trombus yang terbentuk di lokasi gangguan endotel. e) Paradoxical embolization merupakan embolism otak dimana embolinya berasal dari bagian tubuh selain dari jantung, aorta atau arteri karotis atau vertebrobasilar.
3. Obliteration of arterial lumen Penyempitan pembuluh darah dapat disebabkan oleh non-inflamasi vaskulopati, inflamasi atau infeksi vaskulitis, vasospasm atau kompresi oleh massa ekstrinsik.
4. Hipoperfusi sistemik Terjadi disebabkan penurunan tekanan arteri.
Menurut Prabal Deb (2009), apabila trombosis atau emboli menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan otak, terjadinya iskemik kaskade pada tingkat
selular. Iskemia menyebabkan kerusakan otak dengan mengaktifkan kaskade iskemik yang berkembang mengakibatkan penurunan jumlah oksigen dan glukosa menyebabkan kegagalan produksi tinggi energi fosfat seperti ATP. Berbagai mekanisme yang terlibat dalam cedera jaringan adalah: 1. Terjadi kekurangan penyimpanan energi selular karena penurunan fungsi mitokondria. Hal ini akan menyebabkan deplesi energi yang berlebihan dan dapat memicu kematian sel akibat apoptosis; durasi 5 – 10 menit oklusi dapat menyebabkan kematian otak ireversibel. 2. Kehilangan fungsi membran pompa ion menyebabkan iskemia. Hal ini akan menyebabkan pasokan energi yang tidak memadai pada tingkat sel, menyebabkan kerusakan gradient ion (Influx: Na, Ca, dan Cl, efflux: K). Pemasukan air menyebabkan pembengkakan yang cepat dari neuron dan glial (edema sitotoksik). 3. Pelepasan neurotransmitter eksitatori Kaskade iskemik merangsang pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamat dan asparate) di otak. Pelepasan neurotransmitter yang tidak terkendali pada daerah iskemik akan mengaktifkan transmisi synaptic excitotoxicseperti N-methyl-d-aspartate (NMDA), amino-3-hydroxy-5methyl-4-propionate (AMPA) or kainite receptors, yang memungkinkan terjadi Na dan Ca influx. 4. Apoptosis Sel mati terprogram terjadi pada neuron perifer. Kerusakan iskemik menyebabkan respon awal di gen ekspresi Bcl - 2 dan p53 akan melepaskan molekul proapoptotik (misalnya sitokrom c dan apoptons). Ini akan mengaktifkan kaskade dan gen lain yang menyebabkan kematian sel.
2.5.2. Stroke Hemoragik Menurut Magistris S. (2013), ICH terdiri dari 3 fase: 1. Perdarahan awal
Perdarahan awal adalah disebabkan oleh rupturnya arteri serebral yang dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko stroke. Hasil ICH tergantung kepada dua fase yang mengembang selanjutnya. 2. Ekspansi hematoma Berlaku
selepas
beberapa
jam
munculnya
gejala
awal,
melibatkan peningkatan tekanan intrakranial (ICP) yang mengganggu integritas jaringan lokal dan blood-brain barrier. Selain itu, hambatan pada aliran vena menginduksi pelepasan tromboplastin, mengakibatkan terjadinya koagulopati lokal. Ekspansi hematoma berhubungan dengan hiperglikemia, hipertensi dan antikoagulasi pada 1/3 pasien ICH. Ukuran hematoma >30ml berhubungan dengan peningkatan kematian yang tinggi.
3. Edema peri-hematoma Edema serebral terbentuk sekitar hematoma setelah terjadi peradangan dan gangguan BBB. Edema peri-hematoma merupakan penyebab utama untuk kerusakan neurologis dan develops over days setelah simptom awal. Perdarahan intraserebral meluas ke dalam ventrikel serebral akan menyebabkan perdarahan intraventicular (IVH) hampir 40% kasus. Menurut Giraldo (2013), terjadi perdarahan subaraknoid (SAH) dengan berdarah dalam ruang subarachnoid menyebabkan yang sering meningkatkan tekanan intrakranial selama berhari-hari atau beberapa minggu. Vasospasme sekunder dapat menyebabkan iskemia otak fokal; sekitar 25% pasien mengembangkan tanda-tanda serangan iskemik transient (TIA) atau stroke iskemik. Otak edema dan resiko vasospasme dan infark berikutnya tertinggi antara 72 jam dan 10 hari. Hidrosefalus akut sekunder juga umum. Kejadian ruptur kedua (perdarahan ulang) kadang-kadang terjadi, paling sering dalam waktu sekitar 7 hari.
2.6. Gejala Klinis
Berdasarkan data dari National Heart, Lung and Blood Institute (2014), tanda-tanda dan gejala stroke sering berkembang dengan cepat. Namun, mereka dapat berkembang selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Jenis gejala tergantung pada jenis stroke dan area otak yang terpengaruh. Durasi gejala berlangsung lama dan seberapa parah
mereka bervariasi antara orang yang
berbeda. Tanda dan gejala stroke: a) Kelemahan mendadak b) Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh c) Bingung d) Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan e) Kesulitan melihat pada satu atau kedua mata f) Masalah pernapasan g) Rasa pusing, kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, dan jatuh tanpa penjelasan h) Kehilangan kesadaran i) Sakit kepala tiba-tiba dan parah
2.7. Diagnosis 2.7.1.
Anamnesa Anamnesis sebaiknya mencakup (American Heart Association, 2007):
a) Waktu terjadinya stroke b) Riwayat penyalahgunaan obat, migraine, kejang, infeksi dan trauma c) Kehamilan d) Memiliki faktor resiko penyakit jantung dan aterosklerosis
2.7.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik berdasarkan American Heart Association (2007): a) Penilaian ABC menggunakan pulse oximetry b) Penilaian suhu tubuh c) Pemeriksaan kepala dan leher:
i.
Tanda-tanda kejang atau trauma seperti laserasi ledah dan luka memar.
ii.
Penyakit karotid (bruits)
iii.
Penyakit jantung kongestif (distensi vena jugularis)
d) Pemeriksaan jantung: i. Mengidentifikasi
keadaan
jantung
seperti
iskemik
miokard,
abnormalitas pembuluh darah, irregular rhythm dan diseksi aorta pada kasus yang jarang terjadi. e) Pemeriksaan respiratori dan abdomen i. Untuk menemukan kelainan komorbiditas f) Pemeriksaan kulit dan ekstremitas: i. Mengetahui lebih dalam mengenai kondisi sistemik seperti ii.
disfungsi hepar, coagulopathies dan gangguan platelet (jaundice, purpura dan petechia)
2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium Beberapa tes harus dilakukan secara rutin pada pasien yang dicurigai stroke iskemik untuk mengidentifikasi kondisi sistemik dan dapat mempengaruhi pengobatan (American Heart Asscociation, 2007): a) Glukosa darah b) Elektrolit c) Hitung darah lengkap dengan hitung trombosit, protrombin waktu (international normalized ratio) dan activated partial thromboplastin time d) Elektrokardiogram (EKG) e) Cardiac enzyme test f) Tes kehamilan g) Arterial blood gas h) Blood alcohol level i) Toxicology screen
2.7.4. Pemeriksaan Radiologi
Menurut American Heart Association (2007), temuan pencitraan otak, termasuk ukuran, lokasi, dan distribusi vaskular infark tersebut, serta adanya perdarahan, mempengaruhi baik jangka pendek dan jangka panjang keputusan pengobatan. Antaranya ialah non-contrast-enhanced CT, multimodal CT scan (perfusion CT: Whole-brain perfusion CT, Dynamic perfusion CT scan dan CT Angiography), multimodal MRI (Diffusion-weighted imaging MRI dan MR Angiography) dan pencitraan otak dan pencitraan pembuluh darah yang lain (Single-photon emission CT dan Transcranial Doppler ultrasonography, Carotid Duplex sonography dan Catheter angiography).
2.8. Gaya Hidup 2.8.1. Pola Makan Berdasarkan Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat, pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang biasa dimakan mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang penduduk dalam frekuensi dan jangka waktu tertentu. Kisaran distribusi energi gizi makro dari pola konsumsi penduduk Indonesia berdasarkan data Riskesdas (2010) adalah 9-14% energi protein, 2436% energi lemak, dan 54-63% energi karbohidrat. Anjuran kisaran penyebaran energi gizi makro (AMDR) bagi penduduk Indonesia dalam estimasi kecukupan gizi ini adalah 5-15% energi protein, 25-35% energi lemak, dan 40-60% energi karbohidrat, yang penerapannya tergantung umur atau tahap pertumbuhan dan perkembangan. 1. Karbohidrat Menurut Ari Yuniastuti (2008), karbohidrat terbagi kepada 2 golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks penting dalam ilmu gizi. Penggolongan karbohidrat terdiri atas: a) Monosakarida i. Glukosa (dekstrosa, gula anggur atau gula darah) ii. Fruktosa (gula buah)
iii. Galaktosa (berasal dari pencernaan laktosa, tidak terdapat bebas dalam alam) b) Disakarida i. Sukrosa (gula tebu) ii. Maltosa (terdapat dalam kecambah butiran, dikenal sebagai gula malt) iii. Laktosa (gula susu) c) Polisakarida i. Pati Karbohidrat yang paling banyak terjumpa di alam. Sumber yang paling kaya adalah padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Selain itu, pati tidak terlarut dalam air dingin dan terjadi perombakan antara menjadi dekstrin (hasil akhir dari hidrolisis). ii. Glikogen Dikenal sebagai pati hewan, dibentuk dalam tubuh dari glukosa dan disimpan dalam hati dan otot, digunakan jika diperlukan sebagai sumber energi, larut dalam air. iii. Selulosa Manusia kurang mampu mencernakannya, bertindak sebagai serat dalam makanan. Karbohidrat mempunyai beberapa fungsi antara ialah sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak dan membantu pengeluaran feses dengan cara mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk feses. Secara nasional, rata-rata konsumsi karbohidrat penduduk Indonesia 255 gram per hari atau 61,0% dari total konsumsi energi. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan konsumsi karbohidrat 50–60% dari total konsumsi energi, berarti konsumsi karbohidrat penduduk Indonesia sedikit lebih dari anjuran PUGS tersebut (Riskesdas, 2010).
2. Protein Menurut Ari Yuniastuti (2008), protein merupakan zat yang paling terbanyak dalam tubuh. Pangan sumber protein hewani adalah daging ayam, sapi,
ikan, telur, susu dan produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung protein adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Fungsi protein ialah: a) Pembentukan jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh. b) Memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan yang aus, rusak atau mati. c) Membentuk enzim pencernaan dan metabolism serta antibodi dengan menyediakan asam amino. d) Mengatur keseimbangan air dalam intraseluler, ekstraseluler/interseluler dan intravaskuler. e) Mempertahankan kenetralan (asam-basa) tubuh. Menurut Riskesdas (2010), rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia 62,1 gram per hari atau 13,3% dari total konsumsi energi. Ini berarti kontribusi konsumsi protein penduduk Indonesia kurang dari 15,0% dari total konsumsi energi sesuai pola makan seimbang.
3. Lemak Menurut Ari Yuniastuti (2008), lemak merupakan simpanan energi bagi manusia dan hewan. Lemak dapat digolongkan sebagai berikut: a) Lemak dalam tubuh, yaitu lipoprotein: i. HDL (High Density Lipoprotein) ii. LDL (Low Density Lipoprotein) iii. VLDL (Very Low Density Lipoprotein) iv. Glikolipid b) Lemak yang terdapat dalam bahan pangan dan dapat digunakan oleh tubuh manusia: i. Trigliserida ii. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid-SAFA) iii. Asam lemak tidak jenuh (Monosaturated Fatty Acid-MUFA) dan Asam Lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid-PUFA) iv. Fosfolipid
v. Kolesterol
Terdapat beberapa fungsi lemak: a) Sebagai pembangun/pembentuk susunan tubuh. b) Pelindung kehilangan panas tubuh. c) Sebagai penghasil asam lemak esensial. d) Sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. e) Sebagai pelumas diantara persendian. f) Sebagai agen pengemulsi yang akan mempermudah transport substansi lemak keluar masuk melalui membran sel. g) Sebagai prekursor dari prostaglandin yang berperan mengatur tekanan darah, denyut jantung dan lipolisis. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan ang dimasak dengan lemak atau minyak. Kontribusi energi dari lemak bagi dewasa (20%-30%) ; bagi bayi berumur 1 hingga 11 bulan (55%) ; anak dari umur 1 tahun hingga 3 tahun (30%-40%) dan bagi anak berumur 4 tahun hingga 18 tahun (20%30%). Menurut data Riskesdas (2010), rata-rata konsumsi lemak penduduk di Indonesia adalah 47,2 gram atau 25,6% dari total konsumsi energi. Ini berarti konsumsi energi dari lemak pada penduduk Indonesia lebih dari 25% dari total konsumsi energi (lebih dari anjuran PUGS).
4. Minuman kopi Konsumsi kopi dapat mengurangi resiko stroke seperti peradangan subklinis dipudarkan, stres oksidatif berkurang dan peningkatan sensitivitas insulin. Wanita yang mengkonsumsi 4 cangkir kopi per hari memiliki resiko 20% lebih rendah signifikan dari total stroke dibandingkan dengan mereka yang jarang (< 1/bulan) minum kopi berdasarkan dari NHS. Menurut studi ATBC dengan perokok laki-laki, resiko terjadi infark serebral adalah 23% lebih rendah di antara
pria yang mengkonsumsi 8 cangkir kopi per hari dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi 2 cangkir per hari. Sebuah uji klinis terbaru menunjukkan bahwa konsumsi tinggi disaring kopi (8 gelas / hari) versus tidak ada konsumsi menyebabkan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi serum interleukin-18 dan 8-isoprostan dan peningkatan yang signifikan dalam adiponektin, total kolesterol, HDL kolesterol, dan konsentrasi A-I apolipoprotein (Larsson S.C., 2011). Dengan 2 kelompok mengkonsumsi kopi, resiko stroke lebih rendah di antara bukan perokok tapi tidak di kalangan perokok dan dapat dihipotesiskan bahwa potensi manfaat kopi mengurangi resiko stroke tidak dapat mengimbangi efek yang merugikan dari merokok terhadap kesehatan. Sebagian besar dari studi ini menunjukkan bahwa meskipun asupan kafein meningkatkan tekanan darah, konsumsi kafein yang rutin dapat melemahkan efek ini. Selain itu, sebuah studi menemukan bahwa konsumsi 3 cangkir kopi per hari meningkatkan resiko stroke di antara pasien hipertensi berpotensi meningkatkan resistensi kardiovaskular dan menurunkan aliran darah otak, yang mengganggu sudah rusak sistem vaskular pada pasien ini (Lopez-Garcia E., 2009).
2.8.2. Beraktivitas Fisik Menurut WHO, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Menurut Heart & Stroke Foundation (2013), kepentingan beraktifitas fisik ialah meningkatkan fitness otot dan kardiorespirasi; meningkatkan kesehatan tulang dan fungsional; mengurangi resiko hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, kanker payudara dan kanker usus besar dan depresi; mengurangi resiko jatuh serta patah tulang pinggul atau tulang belakang; dan merupakan dasar untuk keseimbangan energi dan mengontrol berat badan. Terdapat beberapa contoh beraktifitas fisik yaitu: a) Endurance adalah kegiatan terus menerus seperti berjalan kaki, bersepeda dan tenis. Mereka sangat bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan sistem peredaran darah. Bertujuan untuk 150 menit seminggu.
b) Strength, seperti membawa bahan makanan, pekerjaan halaman berat atau latihan beban dapat memperkuat otot-otot dan tulang dan memperbaiki postur tubuh. Bertujuan untuk setidaknya dua kali seminggu. c) Flexibility, seperti peregangan, yoga, pekerjaan rumah tangga atau bermain golf menjaga otot rileks.