5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Radikal Bebas
2.1.1. Definisi Radikal Bebas Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau fragmen molekul yang mengandung satu atau lebih berelektron elektron pada atom atau molekul orbital (Halliwell& Gutteridge, 1999). Dalam konsentrasi yang tinggi, radikal bebas akan membentuk stress oksidatif, suatu proses penghancuran yang dapat merusak seluruh sel tubuh (Pham-Huy et al, 2008). Proses kerusakan tubuh ini terjadi bila tidak diimbangi dengan kadar antioksidan tubuh yang baik. Radikal bebas merupakan molekul yang kehilangan satu atau lebih elektron pada permukaan kulit luarnya. Contohnya, O2 merupakan struktur normal dengan elektron yang lengkap dari oksigen. Bila kehilangan elektronnya, struktur kimianya berubah menjadi O2- atau dinamakan Superoksida yang merupakan salah satu radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
2.1.2. Struktur Kimia Atom terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi, atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi kimia.
Universitas Sumatera Utara
6
Karena
atom-atom
berusaha
untuk
mencapai keadaan
stabilitas
maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya dengan : 1. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan luarnya. 2. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam rangka melegkapi lapisan luarnya. Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA. Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yangterambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi kerusakan sel tersebut.
Gambar 2.1. Struktur radikal bebas (Sumber: www.coconutcreamcare.com, 2012)
Universitas Sumatera Utara
7
Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara : 1. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua. Proses ini jarang terjadi pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion. 2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal 3. Penambahan elektron pada molekul normal
Pada radikal bebas elektron yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi muatan elektrik dari molekulnya, dapat bermuatan positif, negatif, atau netral (Droge, 2002 dalam Arief, 2006).
2.1.3. Tipe Radikal Bebas Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikalderivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-), radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO-), dan radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi 4glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-). Radikal yang mengandung nitrogen jugaditemukan, misalnya radikal fenyldiazine (Proctor, 1984 dan Araujo et. al, 1998 dalam Arief 2006). Tabel 2.1. menunjukkan struktur radikal bebas biologis yang menggangu sel-sel tubuh.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1. Struktur Radikal Bebas Biologis Kelompok Oksigen Reaktif O2-
Radikal superoksida (Superoxide Radical)
-OH
Radikal hidroksil (Hydroxyl Radical)
ROO-
Radikal peroksil (Peroxyl Radical)
H2O2
Hidrogen Peroksida (Hydrogen peroxide)
1
Oksigen tunggal ( Single oxygen)
O2
NO
Nitrit oksida (Nitric oxide)
ONOO
Nitrit perokside (Nitric peroxide)
HOCl
Asam hipoklor ( Hypochlorous acid)
(Sumber: Arief, 2006)
2.1.4. Sumber Radikal Bebas Radikal bebas dapat berasal dari: 1. Endogen a. Mitokondria Di antara berbagai organel dalam sel, mitokondria adalah tempat utama pembentukan ROS selama proses metabolisme normal. Beberapa studi meyakini bahwa 90% pembentukan ROS dihasilkan di mitokondria (Fletcher, 2010). Fosforilasi oksidatif selular mengakibatkan pengurangan univalen oksigen dan pembentukan ROS. Beberapa reaksi enzimatik lain di mitokondria juga berperan dalam reduksi univalen atau divalen O2 sehingga membentuk O2- atau H2O2. Contohnya, Xantine oksidase dapat menghasilkan O2- atau H2O2 saat mengkonversi hypoxantine menjadi xantine sebelum dikonversi menjadi asam urat (Vallyathan dan Shi, 1997).
b. Mikrosom
Universitas Sumatera Utara
9
Mikrosom merupakan tempat kedua terbanyak dalam memproduksi radikal bebas. Pada saat berlangsungnya proses transpor elektron, terbentuk O2- dan H2O2. Autooksidasi dari sitokrom P-450 dan oksidasi dari NADPH oleh NADPH dehidrogenase akan memicu terbentuknya O2-. Aktivasi nukleofil melalu proses reduksi oleh flavin monooxygenase system merupakan proses lain terbentuknya ROS di mikrosom (Vallyathan dan Shi, 1997).
c. Enzim Beberapa enzim dapat memproduksi O2- dalam sel. Dalam keadaan hipoksia, oksidasi xantine dan hipoxantine oleh xantine oksidase menghasilkan O2-
yang akan memicu kerusakan sel. Indole amine
dioxgenase, enzim yang umumnya terdapat di jaringan kecuali di hati, terlibat dalam pembentukan O2-. Tryptophan dehydrogenase yang terdapat di sel hati juga memproduksi O2- ketika bereaksi dengan triptophan (Vallyathan dan Shi, 1997).
d. Fagosit Fagosit
dapat
memproduksi
ROS
dalam
perannya
melawan
mikroorganisme, partikel asing, dan stimulus-stimulus lain. Aktivasi fagosit memicu suatu respiratory burst, yang ditandai dengan peningkatan uptake O2, metabolisme glukosa, dan penggunaan NADPH. NADPH-oksidase mengkatalisis reaksi tersebut, dan memicu pembentukan ROS (Vallyathan dan Shi,1997).
2. Eksogen a. Obat-obatan Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk
Universitas Sumatera Utara
10
aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (Proctor, 1984 dan dalam Arief, 2006).
b. Radiasi : Radioterapi
memungkinkan
terjadinya
kerusakan
jaringan
yang
disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler (Dorge, 2002 dalam Arief, 2006).
c. Asap rokok : Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliput i semiquinone moieties dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan
Universitas Sumatera Utara
11
pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas (Dorge, 2002 dan Proctor, 1984 dalam Arief, 2006).
2.1.5. Efek Radikal Bebas dalam Tubuh Dalam jumlah yang berlebihan, radikal bebas dan oksidan dapat mengakibatkan suatu proses penghancuran yang disebut oxidative stress, suatu proses penghancuran yang mempengaruhi struktur sel seperti protein, lipid, lipoprotein, dan DNA. Jika tidak diregulasi dengan baik, oxidative stress dapat menyebabkan berbagai penyakit kronik dan degeneratif seperti stoke (Dorge, 2002).
Berikut ini merupakan contoh penyakit dan sistem yang terganggu akibat radikal bebas: 1. Kanker 2. Kardiovaskular 3. Neurologi 4. Respiratori 5. Artritis Reumatoid 6. Nefropati 7. Penyakit Mata 8. Gangguan pada Janin
2.2. Rokok 2.2.1. Pengertian Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya
Universitas Sumatera Utara
12
mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (PP No.109 tahun 2012).
2.2.2. Kandungan Rokok Setiap kali menghirup asap rokok, baik sengaja atau tidak, berarti juga menghisap lebih dari 4.000 macam racun diantaranya bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan bahan yang digunakan dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), racun serangga (DDT), gas beracun (hydrogen cyanide) (Sitepoe, 2000). Asap rokok merupakan campuran berbagai bahan kimia. Beberapa kandungan rokok seperti karbon monoksida (CO), hidrogen sianida (HCN), dan nitrogen oksida (NO) merupakan gas. Komponen lainnya, seperti formaldehida, benzene, akrolein merupakan molekul yang meudah menguap yang terdapat dalam asap rokok. Nikotin, fenol, poliaromatik hidrokarbon (PAHs) merupan molekul mikro padat yang tersimpan dalam asap rokok (Harris, 2000). Tar mengandungi sekurang-kurangnya 43 bahan kimia yang diketahui menjadi penyebab kanker (karsinogen). Bahan seperti benzopyrene yaitu sejenis policyclic aromatic hydrocarbon (PAH) telah lama diketahui sebagai agen yang memicu proses kejadian kanker (Sitepoe, 2000). Nikotin memiliki efek yang serupa dengan heroin, amfetamin, dan kokain. Nikotin mempengaruhi sistem mesolimbik di otak dan menimbulkan efek ketagihan bahkan ketergantungan kepada pengguna. Nikotin memiliki beberpa efek dalam tubuh. Nikotin dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer. Karbon monoksida mengurangi jumlah oksigen yang beredar dalam pembuluh darah perokok. CO berikatan dengan Hb sehingga jumlah Hb yang dapat mengikat O2 menurun begitu juga dengan oksigen yang sampai pada organ dan jaringan. Sebagai konsekuensinya, jantung memompa darah lebih cepat untuk mengkompensasi kebutuhan O2 di jaringan.
2.2.3. Penyakit yang disebabkan oleh Rokok
Universitas Sumatera Utara
13
Merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain: 1. Kanker, yaitu kanker paru, laring, esofagus, kavitas oral, faring, hidung dan sinus, lambung, pankreas, dan kanker colorectum (American Cancer Society, 2014). 2. Penyakit Paru, seperti bronkitis, penyakit paru obstruktif kronik, emfisema, bronkiektasis, dan reactive airway disease (Hadjiliadis, 2014). 3. Penyakit Jantung Koroner (Sitepu, 2000)
2.3.
Antioksidan
2.3.1. Pengertian Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dapay menurunkan risiko terjadinya penyakit kronis seperti kanker dan jantung koroner (Amrun et al, 2007). Antioksidan memiliki fungsi untuk menghentikan atau memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh, sehingga dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Hernani dan Rahardjo, 2005).
2.3.2. Mekanisme Kerja Antioksidan dapat digolongkan menjadi enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSH, Prx). Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten (pro vitamin A), dan asam askorbat (vitamin C) (Rohmatussolihat, 2009). Superoksida dismutase berperan dalam melawan radikal bebas yang terbentuk di mitokondria, sitoplasma, dan bakteri aerob dengan mengurangi bentuk radikal bebas superoksida (Rohmatussolihat, 2009). Antioksidan yang terdapat dalam tanaman bekerja dalam beberapa mekanisme. Beberapa antioksidan menghambat pembentukan ROS, beberapa
Universitas Sumatera Utara
14
merupakan enzim yang menghancurkan ROS, beberapa merupakan molekul kecil larut air yang menetralkan radikal bebas, dan beberapa menyerap elektron atau energi yang berlebih dari ROS (Halliwell and Gutteridge, 2007). Contoh-contoh antioksidan alami dijelaskan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Tipe, Mekanisme, dan Sumber Antioksidan Alami Antioksidan
Peran
Mekanisme
Sumber
Asam askorbat (Vitamin C)
Menetralkan ROS
Memberi elektron pada ROS sehingga stuktur ROS menjadi seimbang Mengambil elektron dan/atau energi
Sayur dan buah, seperti stroberi, kiwi, bunga kol
Memutus ikatan rantai pada tekanan parsial oksigen yang rendah, komplemen kerja dari Vit.E ”Sacrificial interaction”
Wortel, tomat, labu, melon, sayuran hijau, paprika
Vitamin E, Menetralkan isomer tokoferol ROS dan dan tokotrienol memutuskan Karotenoid
Flavonoid
ikatan rantai Memutus ikatan rantai
Menetralkan ROS
Sayuran (bayam), biji-bijian
hijau kacang,
Apel, teh, buah beri, ceri, buah sitrus, daun parsley
Dikutip dari “Halliwell and Gutteridge, (2007)”
2.3.3. Sumber Antioksidan 1. Vitamin A Vitamin A penting untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi dalam tubuh manusia antara lain penglihatan, diferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung. Angka kecukupan gizi vitamin A pada pria diatas 10 tahun sekitar 600 retinol ekivalen (RE), sedangkan pada wanita, untuk usia 10-18 tahun
Universitas Sumatera Utara
15
membutuhkan 600 retinol ekivalen (RE) dan 500 RE pada wanita dengan usia diatas 19 tahun. Vitamin A terdapat dalam pangan hewani, sedangkan karoten lebih banyak terdapat dalam pangan nabati (Almatsier, 2009).
Tabel. 2.3. Nilai vitamin A berbagai bahan makanan (Retinol Ekivalen (RE) /100 g) Bahan Makanan Hati Sapi
RE
Bahan Makanan
13170
RE
Daun Katuk
3111
Kuning Telur Bebek
861
Sawi
1940
Kuning Telur Ayam
600
Kangkung
1890
Ayam
243
Bayam
1827
Ginjal
345
Ubi jalar merah
2310
Ikan sardin (kaleng)
250
Mentega
1287
Minyak ikan
24000
Margarin
600
Minyak kelapa sawit
18000
Susu bubuk “full cream”
471
Minyak hati ikan hiu
2100
Keju
225
Wortel
3600
Susu kental manis
153
Daun singkong
3300
Susu segar
Daun Pepaya
5475
Mangga masak pohon
Daun Lamtoro
5340
Pisang raja
285
Daun tales
3118
Tomat masak
450
Daun melinjo
3000
Semangka
177
39 1900
Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan, FKUI, 1992 dalam Almatsier, 2009
2. Vitamin E (tokoferol)
Universitas Sumatera Utara
16
Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin radikal bebas. Vitamin E atau tokoferol memiliki beberapa jenis diantaranya alfa-, beta-, gama-, deltatokoferol, dan tokotrienol. Alfatokoferol adalah bentuk vitamin E paling aktif, dan digunakan sebagai standar pengukuran vitamin E dalam makanan. Hewan tidak dapat membentuk vitamin E, sehingga kebutuhan vitamin E manusia didapatkan dari sumber pangan nabati. Angka kecukupan vitamin E untuk pria dan wanita diatas 15 tahun adalah 15 mg (Almatsier, 2009)..
Tabel 2.4. Nilai alfa- dan gama tokoferol dalam bahan makanan (mg/100 gram) Bahan Makanan
Alfa-tokoferol (mg)
Gama-tokoferol (mg)
Serealia
0,88
0,77
Kacang-kacangan
0,72
5,66
Biji-bijian
9,92
10,97
Sayuran
0,81
0,14
Buah-buahan
0,27
-
Daging
0,31
0,21
Telur
1,07
0,35
Susu
0,34
-
Minyak babi
1,37
0,7
Mentega
1,95
0,14
Margarin
18,92
26,62
Sumber: M. Belizzi, 1986/1987, dalam Garrow, J.S. dan W.P.T. James, Human Nutrition and Dietetics, 1993, hlm. 231 dalam Almatsier, 2009
3. Vitamin C
Universitas Sumatera Utara
17
Vitamin C memiliki banyak fungsi dalam tubuh diantaranya sebagai koenzim atau kofaktor. Vitamin C adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk mereduksi dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Angka kecukupan vitamin C untuk pria diatas 16 tahun sekitar 90 mg, sedangkan untuk wanita diatas 16 tahun sekitar 75 mg. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan lelah, lemah, napas pendek, kejang otot, kulit menjadi kering, kurang nafsu makan, anemia, depresi, gangguan saraf, dan perdarahan gusi (Almatsier, 2009).
Tabel 2.5. Nilai Vitamin C berbagai bahan makanan (mg/100 gram) Bahan Makanan
mg
Bahan Makanan
mg
Daun singkong
275
Jambu monyet
197
Daun katuk
200
Gandaria (masak)
110
Daun melinjo
150
Jambu biji
95
Daun pepaya
140
Pepaya
78
Sawi
102
Mangga muda
65
Kol
50
Mangga masak pohon
41
Kol kembang
65
Durian
53
Bayam
60
Kedondong (masak)
50
Kemangi
50
Jeruk manis
49
Tomat masak
40
Jeruk nipis
27
Kangkung
30
Nenas
24
Ketela pohon kuning
30
Rambutan
58
Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan, FKUI, 1992 dalam Almatsier, 2009
2.3.4. Bahan Pangan yang Mengandung Antioksidan Beberapa bahan pangan yang mengandung antioksidan alami yang biasa kita temui sehari-hari:
Universitas Sumatera Utara
18
1. Tomat Tomat kaya akan vitamin C, potasium, serat, dan vitamin A serta beta-karoten yang disebut sebagai likopen yang diyakini mengandung antioksidan. Likopen dapat menurunkan risiko terjadinya kanker seperti kanker prostat, kanker lambung, dan kanker tenggorokan. 2. Wortel Wortel mengandung beta-karoten, vitamin A, serat, dan gula. Dalam setiap 100 gram wortel segar terdapat beta-karoten sebanyak 6-20 mg dan vitamin C sebanyak 5-10 mg. 3. Kelapa Air kelapa muda dapat berfungsi sebagai antioksidan yang mengandung glukosa, mineral, kalium, dan asam amino. Dalam 100 gram daging kelapa terdapat 2 mg vitamin C. 4. Cabai Kandungan dalam cabai adalah vitamin C, A, thiamin, niacin, riboflavin, dan vitamin E. Kandungan vitamin A cabai 470 SI dan vitamin C 18 mg. Cabai dapat melancarkan peredaran darah. 5. Mentimun Kandungan kimia dalam buah mentimun antara lain saponin, glutation, protein, lemak, karbohidrat, karoten, terpenoid, vitamin B, vitamin C, kalsium, posfor, dan mangan. Dalam setiap 100 gram mentimun mengandung vitamin C sebanyak 8 mg. 6. Anggur Kandungan buah anggur adalah senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol. Sementara yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan adalah senyawa antosianin. Anggur dapat melancarkan buang air kecil, meringankan kandungan asam urat dalam darah, dan memelihara kesehatan hati (Rohmatussolihat, 2009).
2.4. Pengetahuan dan Sikap 2.4.1. Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
19
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indrayang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif ada 6 yaitu: 1. Tahu (know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall). Dalam kaitannya pengetahuan ibu dalam upaya melatih balita untuk mengontrol buang air kecil maupun besar serta melatih balita untuk buang air kecil maupun besar pada tempatnya.
2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpratasikan materi tersebut dengan benar. Setelah ibu mengetahui toilet training, maka berlanjut ketahap memahami. Kemampuan pengasuh dalam memahami toilet training ditentukan oleh seberapa banyak materi yang telah diingatnya mengenai pengajar toilet training, serta seberapa tinggi kemampuan pengasuh balita dalam mengartikan dan memberikan makna terhadap materi toilet training.
3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Setelah ibu tetang toilet training mengetahui diharapkan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari.
4. Analisis (Analysis)
Universitas Sumatera Utara
20
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen bagaimana kemampuan ibu dalam melaksanakan toilet training.
5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan komponen-komponen di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi, bagaimana penilaian ibu terhadap perilaku tolet training.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu : 1. Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula menyelesaikan hal-hal baru tersebut. 2. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas. 3. Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring, apakah sesuai dengan kebudayaan dan agama yang dianut. 4. Pengalaman
Universitas Sumatera Utara
21
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, artinya, pendidikan yang tinggi, pengalaman akan luas sedang umur bertambah tua. 5. Sosial Ekonomi Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga. 2.4.2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
22
Sikap dibentuk berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dimiliki seseorang, komponen afektif berhubungan tentang perasaan atau emosi seseorang, dan komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimilikinya. Interaksi dari ketiga komponen ini mempengaruhi sikap yang dimiliki suatu individu, bila salah satu saja dari ketiga komponen ini tidak konsisten, maka sikap seseorang terhadap suatu objek pun akan berubah. Sikap memiliki intensitas atau kedalaman, yang artinya kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama antar setiap individu walaupun arah sikap antar individu tersebut sama. Meskipun sikap seseorang terhadap sesuatu sama, negatif ataupun positif, terdapat perbedaan kekuatan sikap antara individu tersebut (Azwar, 1998 dalam Lukiono, 2010). Sikap bukan merupakan bawaan sejak lahir, sikap dapat dipengaruhi melalui interaksi sosial. Interaksi sosial ini meliputi hubungan antara individu dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis. Sebagai individu atau anggota suatu komunitas sosial, akan terjalin interaksi atau hubungan satu sama lain yang akan mempengaruhi seseorang dalam sikap ataupun perilaku. Sikap adalah determinan perilaku karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi (Winardi, 2007 dalam Lukiono, 2010).
Universitas Sumatera Utara