BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Akne Vulgaris
2.2.1. Defenisi Akne Vulgaris Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007). Defenisi lain akne vulgaris atau disebut juga common acne adalah penyakit radang menahun dari apparatus pilosebasea, lesi paling sering di jumpai pada wajah, dada dan punggung. Kelenjar yang meradang dapat membentuk papul kecil berwarna merah muda, yang kadang kala mengelilingi komedo sehingga tampak hitam pada bagian tengahnya, atau membentuk pustul atau kista; penyebab tak diketahui, tetapi telah dikemukakan banyak faktor, termasuk stress, faktor herediter, hormon, obat dan bakteri, khususnya Propionibacterium acnes, Staphylococcus albus, dan Malassezia furfur, berperan dalam etiologi (Dorland, 2002).
2.1.2. Klasifikasi Akne Menurut plewig dan kligman (1975) dalam Djuanda (2003) akne diklasifikasikan atas tiga bagian yaitu: (1)
Akne vulgaris dan varietasnya yaitu akne tropikalis, akne fulminan, pioderma fasiale, akne mekanika dan lainnya.
(2)
Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya yaitu akne kosmetika, akne pomade, akne klor, akne akibat kerja, dan akne diterjen.
(3)
Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya yaitu solar comedones dan akne radiasi.
2.1.3. Epidemiologi Akne Vulgaris Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Baru pada masa remajalah akne vulgaris menjadi salah satu problem. Umumnya insiden terjadi
Universitas Sumatera Utara
pasa umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan masa itu lesi yang pradominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa dan Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada Negro (Wasiaatmadja, 2007).
2.1.4. Etiologi dan Patogenesis Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit yang disebabkan multifaktor, menurut Pindha (dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya 2004) faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya akne adalah: 1.
Faktor genetik. Faktor genetik memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45% remaja yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita akne, dan hanya 8% bila ke dua orang tuanya tidak menderita akne.
2.
Faktor ras. Warga Amerika berkulit putih lebih banyak menderita akne dibandingkan dengan yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih berat dibandingkan dengan orang Jepang.
3.
Hormonal. Hormonal dan kelebihan keringat semua pengaruh perkembangan dan atau keparahan dari jerawat (Ayer J dan Burrows N, 2006). Beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat mempengaruhi akne. Pada wanita, 6070% akne yang diderita menjadi lebih parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah menstruasi.
4.
Diet. Tidak ditemukan adanya hubungan antara akne dengan asupan total kalori dan jenis makanan, walapun beberapa penderita menyatakan akne bertambah parah setelah mengkonsumsi beberapa makanan tertentu seperti coklat dan makanan berlemak.
Universitas Sumatera Utara
5.
Iklim. Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi pada stratum koreneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne. Pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk akne.
6.
Lingkungan. Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.
7.
Stres. Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita stres emosional. Mekanisme yang tepat dari proses jerawat tidak sepenuhnya dipahami, namun
diketahui dicirikan oleh sebum berlebih, hiperkeratinisasi folikel, stres oksidatif dan peradangan. Androgen, mikroba dan pengaruh pathogenetic juga bekerja dalam proses terjadinya jerawat (Thiboutot, 2008). Perubahan patogenik pertama dalam akne adalah 1) Keratinisasi yang abnormal pada epitel folikel, mengakibatkan pengaruh pada sel berkeratin di dalam lumen. 2) Peningkatan sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Penderita dengan akne vulgaris memiliki produksi sebum yang lebih dari rata-rata dan biasanya keparahan akne sebanding dengan produksi sebum (Pindha dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya 2004). 3) Proliferasi proprionebacterium akne dalam folikel. 4) Radang (Darmstadt dan Al Lane dalam Nelson 2000). Lesi akne vulgaris tumbuh dalam folikel sebasea besar dan multilobus yang mengeluarkan produknya ke dalam saluran folikel. Lesi permukaan akne adalah komedo, yang merupakan kantong folikel yang berdilatasi berisi materi keratinosa berlapis, lipid dan bakteri. Komedo sendiri terdiri atas dua jenis yaitu: 1)
Komedo terbuka, dikenal sebagai kepala hitam, memiliki orifisium pilosebasea patulosa yang member gambaran sumbatan. Komedo terbuka lebih jarang mengalami radang.
Universitas Sumatera Utara
2)
Komedo tertutup atau kepala putih. Papula radang atau nodula tumbuh dari komedo yang telah rupture dan
mengeluarkan isi folikel ke dermis bawahnya, menginduksi radang neutrofilik. Jika reaksi radang mendekati permukaan, timbul papula dan pustule, jika infiltrat radang terjadi pada dermis lebih dalam, terbentuk nodula. Supurasi dan reaksi sel raksasa yang kadang-kadang terjadi pada keratin dan rambut di sebabkan oleh lesi nodulokistik. Nodulokistik bukan merupakan kista yang sesungguhnya tetapi massa puing-puing radang yang mencair (Darmstadt dan Al Lane dalam Nelson 1999).
2.1.5. Gejala Klinis Akne Vulgaris Akne vulgaris ditandai dengan empat tipe dasar lesi : komedo terbuka dan tertutup, papula, pustula dan lesi nodulokistik. Satu atau lebih tipe lesi dapat mendominasi; bentuk yang paling ringan yang paling sering terlihat pada awal usia remaja, lesi terbatas pada komedo pada bagian tengah wajah. Lesi dapat mengenai dada, pungguang atas dan daerah deltoid. Lesi yang mendominasi pada kening, terutama komedo tertutup sering disebabkan oleh penggunaan sediaan minyak rambut (akne pomade). Mengenai tubuh paling sering pada laki-laki. Lesi sering menyembuh dengan eritema dan hiperpigmentasi pasca radang sementara; sikatrik berlubang, atrofi atau hipertrofi dapat ditemukan di sela-sela, tergantung keparahan, kedalaman dan kronisitas proses (Darmstadt dan Al Lane dalam Nelson 1999). Akne dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetika. Komedo adalah gejala patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berawarna hitam mengandung unsure melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsure melanin disebut komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo) (wasitaatmadja, 2007) Gradasi yang menunjukkan berat ringannya akne diperlukan untuk pengobatan.
Ada berbagai pola pembagian gradasi akne yang dikemukakan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut wasitaatmadja (1982) dalam Djuanda (2003) di Bagian Imu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo membuat gradasi sebagai berikut: 1) Ringan, bila beberapa lesi tak beradang pada satu predileksi, sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi, sedikit lesi beradang pada satu predileksi. 2) Sedang, bila banyak lesi tak beradang pada satu predileksi, beberapa lesi tak beradang lebih dari satu predileksi, beberapa lesi beradang pada satu predileksi, sedikit lesi beradang pada lebih dari satu predileksi. 3) Berat, bila banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi, banyak lebih beradang pada satu atau lebih predileksi.
2.1.6. Pengobatan Akne Vulgaris Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan topikal, obat sistemik, bedah kulit atau kombinasi cara-cara tersebut. a)
Pengobatan topikal. Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi. Obat topikal terdiri atas: bahan iritan yang dapat mengelupas kulit; antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel akne vulgaris; anti peradangan topikal; dan lainnya seperti atil laktat 10% yang untuk menghambat pertumbuhan jasad renik.
b)
Pengobatan sistemik. Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan pertumbuhan jasad renik di samping juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi perkembangan hormonal. Golongan obat sistemik terdiri atas: anti bakteri sistemik; obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea; vitamin A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi; dan obat lainnya seperti anti inflamasi non steroid.
Universitas Sumatera Utara
c)
Bedah kulit. Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering menimbulkan jaringan parut (Wasitaatmadja, 2007).
2.1.7. Pencegahan Akne Vulgaris Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari jerawat adalah sebagai berikut: a)
Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipis sebum dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat serta melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran.
b)
Menghindari terjadinya faktor pemicu, misalnya : hidup teratur dan sehat, cukup berolahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres; penggunaan kosmetika secukupnya; menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok, dan sebagainya.
c)
Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya serta prognosisnya.
Hal ini penting terhadap usaha penatalaksanaan yang
dilakukan yang membuatnya putus asa atau kecewa (Wasitaatmadja, 2007).
2.1.8. Prognosis Akne Vulgaris Umumnya prognosis penyakit baik. sebelum mencapai usia 30-40an.
Akne vulgaris umumnya sembuh
Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap
sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat hingga perlu di rawat inap di rumah sakit (Wasitaatmadja, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Remaja 2.3.1. Definisi Remaja Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang
dikemukakan oleh Calon dalam Monks (1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Ottorank (dalam Hurlock, 1990) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisik dan psikisnya secara optimal, remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja dikelompokkan menurut rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan kesehatan anak. Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18 tahun (IDAI 2009). Sedangkan menurut Undang-Undang No 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk
Universitas Sumatera Utara
anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Sementara itu, menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Menurut Soetjiningsih (dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya 2004) dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa berdasarkan dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut: 1. Masa remaja awal atau dini (Early adolescene): umur 11-13 tahun. 2. Masa remaja pertengahan (Middle adolescene): umur 14-16 tahun. 3. Masa remaja lanjut (Late adolescene): umur 17-20 tahun. Tahapan ini mengikuti pola yang kosisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri walau tidak memiliki batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berlangsung secara berkesinambungan.
2.3.2. Jerawat Pada Remaja Menurut Litt (dalam Nelson 1999) respon kulit sebagai suatu ciri kelamin sekunder selama masa pubertas, menggambarkan peningkatan kadar androgen dengan bertambahnya ukuran dan sekresi folikel sebasea dan sekresi kelenjar apokrin, manifestasi yang paling sering di jumpai adalah timbulnya jerawat. Adanya akne dapat membuat hidup menjadi tidak menyenangkan, dan akne sering sekali terjadi pada orang-orang yang berusia belasan dan dua puluhan tahun, yang merupakan kelompok umur yang paling tidak siap menghadapi dampak psikologis akne. Bagian wajahlah yang paling sering terkena akne, dan bagi remaja wajah bernilai penting, yang berkaitan dengan pengembangan citra dirinya. Pada masa-masa ketika akne menyerang, hubungan utama selain dengan keluarganya dan lingkungan teman-teman sesama jenis yang erat menjadi semakin penting. Hendaknya disadari pula jika dampak psikologis dari akne tidak selalu berhubungan dengan derajat keparahan sebagaimana yang dianggap orangorang. Seorang anak muda bisa menghabiskan waktunya merenungi nasibnya dengan berlama-lama di depan cermin, tidak peduli apakah yang tampak di sana hanya beberapa bintik atau ratusan. (Graham dkk, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Ketika remaja mulai memberikan perhatian atas penampilannya, jerawat menjadi hal yang penting. Oleh karenanya, pemberian pengobatan walaupun pada anank yang masih sangan muda dapat memperbesar cintra dirinya dan dianggap tepat (Litt dalam Nelson 1999).
2.3.
Pengetahuan dan Sikap
2.3.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: 1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yangh diterima. 2. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi
(Application),
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-
kata
kerja:
dapat
menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenialain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada (Notoatmodjo,2007).
2.3.2. Sikap Secara sederhana sikap didefenisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal (Rahayuningsih dalam Psikologi umum 2 2008). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.
Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah. 4. Bertangguang jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo,2007).
Universitas Sumatera Utara