ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aktivitas Eksentrik 2.1.1 Definisi aktivitas eksentrik Aktivitas eksentrik adalah aktivitas fisik yang melibatkan satu atau lebih otot berkontraksi eksentrik. Kontraksi eksentrik adalah kontraksi yang terjadi pada saat otot mengalami penambahan panjang. Kontraksi eksentrik merupakan respons segera dari regangan eksentrik yang membuat otot mengalami penambahan panjang. Bila respons tersebut terhambat maka otot berpotensi mengalami kerusakan (Paulsen, 2009). Gaya otot (recoil force) yang dihasilkan merupakan respons anti gaya terhadap regangan eksentrik gaya berat (weight force). Besaran usaha yang harus direspons otot minimum sama atau lebih besar dari hasil kali gaya berat dengan jarak beban dari tumpuan. Kontraksi eksentrik merupakan bagian dari mekanisme otot untuk mempertahankan integritas mikrostruktur sarcomere dari potensi kerusakan. Kerusakan mulai terjadi bila besaran gaya otot gagal mengkompensasi gaya berat (Camerron, 1992; Mc Ardle, 2010). Posisi tumpuan memiliki peran kunci terhadap respons kontraksi otot melawan anti gaya eksentrik. Sistem keseimbangan tourque membagi beban otot berdasarkan posisi tumpuan menjadi tiga kelas. Kelas pertama meletakan posisi tumpuan berada diantara gaya berat dan gaya otot. Posisi gaya berat di kelas kedua terletak diantara gaya otot dan tumpuan. Posisi gaya otot di kelas ketiga
7 DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
terletak diantara gaya berat dan tumpuan. Aplikasi dari setiap sistem keseimbangan tourque dapat dilihat pada gambar 2.2
M
O
Gambar 2.1 Analisis gaya dari kontraksi eksentrik melawan gaya berat dari beban. Besarnya gaya tolak otot M menentukan dampak dari regangan yang ditimbulkan oleh berat beban. Bila regangan yang terjadi lebih besar dari kontraksi eksentrik menyebabkan kerusakan otot (Cameron, 1992)
Gambar 2.2 Sistem keseimbangan tourque menyebabkan perbedaan berat beban otot merespons regangan eksentrik (Cameron, 1992)
Apabila besar gaya otot dan gaya berat dianggap sama, maka dampak terbesar regangan eksentrik diterima otot dari kelas ketiga, berurutan kemudian kelas kedua dan yang terkecil dari kelas pertama. Rasio antara lengan gaya berat dengan lengan gaya otot ditemukan paling besar pada kelas ketiga. Apabila besar
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
gaya otot dan gaya berat tidak dianggap sama, maka dampak regangan eksentrik diterima otot gastrocnemius pada kelas kedua. Beban yang ditanggung oleh gaya otot berasal dari berat badan yang besarnya dapat 10 kali lipat atau lebih dari berat otot gastrocnemius. Aktivitas lari downhill merupakan implementasi dinamis dari sistem keseimbangan kelas kedua (Cameron, 1992). Komponen dari aktivitas fisik melipuri aspek frequency, intensity, time dan type. Frekuensi menentukan berapa banyak aktivitas fisik yang sama dilakukan, bisa 1x,2x,3x dan seterusnya. Intensitas menentukan besaran beban dari aktivitas fisik, mulai dari intensitas ringan, sedang, sub maksimal dan maksimal. Waktu atau durasi menentukan periodesasi suatu aktivitas fisik berlangsung. Aspek tipe menentukan jenis aktivitas fisik yang dilakukan, seperti aktivitas eksentrik (lari downhill) atau konsentrik (lari uphill). Aktivitas pada penelitian ini adalah lari downhill pada treadmill yang memiliki sudut kemiringan -15 °, sesaat (satu kali). Durasi latihan ditentukan dari prosen kapasitas (daya tahan) berlari semaksimal mungkin. Jenjang ukuran yang menjadi rujukan meliputi intensitas ringan (0-50% maksimal), intensitas sedang (50-70 % maksimal), intensitas sub maksimal (7085% maksimal), dan intensitas maksimal (85-100% maksimal). Bila terukur kapasitas kerja (daya tahan) maksimal adalah 10 menit, maka intensitas maksimal ditentukan 85-100 % dari 10 menit, yaitu antara 8,5 – 10 menit (Robergs, 2006).
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
Tabel 2.1 Kategorisasi intensitas berdasarkan persentase kapasitas kerja maksimal (Robergs, 2006) % Kapasitas kerja maksimal
Kategori intensitas
0 – 50
Ringan
50 – 70
Sedang
70 – 85
Sub maksimal
85 – 100
Maksimal
2.1.2 Kontraksi eksentrik dalam olaharaga Kontraksi eksentrik otot sering dijumpai, menjadi bagian yang sulit dipisahkan dan hampir tak mungkin dihindari dalam aktivitas olahraga. Contoh olahraga yang melibatkan kontraksi eksentrik ditemukan pada aktivitas berlari menuruni bukit (downhill) pada kompetisi triathlon atau cross country, deselerasi setelah finish dari nomer lari sprint 100 meter dan fase angkatan awal pada cabang olahraga angkat berat nomer snatch (Faulkner, 2003). Durasi pemulihan dari aktivitas olahraga yang melibatkan kontraksi eksentrik relatif lebih lama (> 3 hari). Durasi yang lama dibutuhkan bukan untuk memulihkan kelelahan otot, namun dibutuhkan untuk memperbaiki otot yang mengalami kerusakan (Paulsen, 2009). Setiap saat, disengaja atau tidak, kerusakan otot mengiringi aktivitas eksentrik. Kerusakan otot pada aktivitas eksentrik menyebabkan kekakuan, penurunan kekuatan (strength), penurunan range of motion (ROM) (Nosaka, 2002), penurunan daya tahan (Paschalis, 2005), timbulnya nyeri dan keradangan di sekitar myotendon junction (Lapointe, 2001; Fatourus, 2010). Dampak kerusakan otot berlangsung selama 4-7 hari setelah aktivitas eksentrik. Atlet yang
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
menderita cidera setelah melakukan aktivitas eksentrik membutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang dari jedah waktu antar kompetisi. Sebagian atlet tersebut mundur dari kompetisi, namun sebagian lain yang dipaksakan bertanding gagal menampilkan performa terbaik (Mc Ardle, 2010). Kerusakan otot yang mengiringi kontraksi eksentrik dipelajari melalui model aktivitas statis dan dinamis. Cybex6000 digunakan Paulsen (2009) untuk menciptakan gaya eksentrik pada otot quadricep femoris atlet secara statis. Selain manusia, mencit merupakan binatang coba yang sering digunakan sebagai model pada protokol lari downhill treadmill. Mencit merupakan hewan yang mudah dibreeding, mudah dihomogenkan dan pelari yang handal, sehingga menjadi rujukan sebagai model yang baik untuk aktivitas lari volunteer dan involunteer (Kregel, 2006). Aktivitas berlari downhill menimbulkan kerusakan otot yang lebih besar daripada aktivitas berlari uphill dan flat. Kerusakan otot ditemukan jauh lebih besar bila sudut kemiringan pijakan kaki saat berlari diperbesar. Kerusakan otot terbesar ditemukan pada aktivitas berlari downhill dengan sudut kemiringan terbesar dan waktu tempuh terlama (Kregel 2006). Aktivitas lari downhill berbeda antara yang dilakukan mencit dan manusia. Perbedaan tersebut terletak pada biomekanika posisi pijakan kaki saat berlari, otot yang menanggung beban eksentrik dan besar beban yang ditanggung. Manusia berlari menggunakan 2 kaki sebagai pijakan sedangkan mencit menggunakan 4 kaki sebagai pijakan berlari. Gaya yang melawan berat badan saat berlari ditanggung keseluruhan oleh tungkai manusia, berbeda dengan tungkai mencit yang hanya menanggung sebagian saja. Otot yang terdampak gaya eksentrik pada manusia terdiri atas gastrocnemius, soleus dan hasmtring. Otot gastrocnemus dan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
soleus saja yang terdampak gaya eksentrik saat mencit berlari downhill, karena mencit tidak dapat berdiri tegak selama berlari (Kregel 2006). Lari treadmill merupakan bentuk aktivitas involunteer yang memicu stres. Bioritmis mencit berbeda dengan manusia; pada umumnya tikus aktiv di malam hari dan istirahat di pagi sampai siang hari. Prosedur lari treadmill yang dilakukan di pagi sampai siang hari menimbulkan stres lebih tinggi dibandingkan malam hari (Kregel, 2006). Kemampuan mencit bertahan terhadap stres dipengaruhi oleh usia dan mencit dewasa muda yang berusia 8-10 minggu memiliki daya tahan berlari paling baik (Paulsen, 2007). Pengulangan kontraksi eksentrik dengan tipe, intensitas dan durasi yang sama tidak menimbulkan kerusakan otot seperti saat pertama kali terjadi. Otot beradaptasi melalui proses inflamasi dan regenerasi sel otot baru dengan struktur yang lebih kompleks dari terdahulu (Jarvinen, 2008). Pemberian obat anti inflamasi, seperti diklofenak menghambat regenerasi sel dan pembentukan sarcomere baru dari otot yang telah rusak. Pembebanan kedua yang dilakukan setelah pemberian diklofenak tidak memperbaiki performa otot, tidak berbeda dengan kondisi sebelum terjadi kerusakan (Lapointe, 2002).
2.1.3 Stres pada aktivitas eksentrik Regangan eksentrik dari gaya berat beban mengganggu keseimbangan fungsi mulai dari tingkat molekul hingga ke tingkat organ. Keseimbangan yang terganggu memicu stres yang bersifat akut, meliputi stres mekanik dan stres oksidatif. Semakin lama otot menerima paparan stres, potensi kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar. Keseimbangan antara besarnya stres dengan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
respons otot terhadap stres merupakan resultante yang dapat diamati setelah latihan eksentrik sesaat usai. Bila keseimbangan tersebut terganggu, maka otot akan mengalami kerusakan.
Stres mekanik Pemicu stres mekanik adalah regangan eksentrik beban terhadap otot. Beban yang meregang otot gastrocnemius secara eksentrik pada lari downhill diperoleh dari berat badan dikalikan sinus sudut kemiringan dan lengan gaya. Semakin besar sudut kemiringan pijakan kaki menyebabkan regangan eksentrik yang diterima otot juga semakin besar (Cameron, 1992; Faulkner, 1993). Regangan menyebabkan terlepasnya actin dan myosin dari desmin pada z disc (Paulsen G, 2009). Mekanisme terlepasnya actin dan myosin dari desmin pada z disc dipengaruhi selain oleh besar regangan, juga dipengaruhi oleh aktivitas enzim protease pada desmin. Desmin merupakan molekul adhesi yang berperan mengorganisasi actin dan myosin dalam mikrostruktur sarcomere (Haubold, 2003; Goldfarb, 2004). Protein fibril yang putus dan terlepas dari z disc mencari keseimbangan dengan saling beragregasi membentuk agresome. Agregasi antar protein fibril tersusun tidak teratur dan merusak organisasi sarcomere. Agresome merupakan target ubiquitinasi dari proses degradasi proteasom. Agregasi dapat dihambat oleh aktivitas molekul hsp 27kDa. Molekul hsp 27kDa mengikat setiap protein fibril yang putus kembali ke z disc (Paulsen, 2009) Aktivitas enzim protease membutuhkan kofaktor Ca2+ yang terakumulasi dalam sitosol selama kontraksi berlangsung. Cathepsin dan calpain merupakan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
dua Ca2+ dependent protease yang terekspresi aktif selama kontraksi berlangsung (Goll, 2003; Dice, 2000). Desmin merupakan salah satu target molekul dari degradasi cathepsin dan calpain. Degradasi desmin mencegah kerusakan miofibril yang ireguler dan sulit diperbaiki (Haubold, 2003; Goldfarb, 2004). Selain desmin, aktivitas calpain ikut berperan dalam modifikasi perubahan xanthine dehidrogenase (XDH) menjadi xanthine oxidase (XO). Kemiripan kedua enzim tersebut terletak pada aktivitas degradasi xanthine menghasilkan asam urat. Katalisasi XO lebih mempercepat laju degradasi xanthine dibandingkan XDH, sehingga asam urat yang terbentuk pada reaksi katalisasi XO jauh lebih banyak. Selain itu, aktivitas XO menghasilkan produk sampingan berupa 2 molekul radikal
superoksida.
Superoksida
tersebut
menjadi
salah
satu
sumber
pembentukan radikal oksigen selama latihan eksentrik berlangsung (Nishino, 2005 dan 2008).
Stres oksidatif Stres oksidatif dideskripsikan sebagai gangguan keseimbangan antara molekul oksidan yang terbentuk dengan sistem antioksidan intraseluler. Molekul oksidan yang dimaksud adalah radical oxygen species (ROS) yang terbentuk melalui aktivitas XO terhadap degradasi xanthine menghasilkan asam urat dan berasal dari aktivitas NOX yang terstimulasi oleh depolarisasi membran otot. Regangan menstimulasi reseptor regang muscle spindle pada tendon otot yang direspons dengan pelepasan neurotransmiter dari ujung akson syaraf motorik. Ikatan antara neurotransmiter dan reseptornya memicu depolariasi sepanjang sarcolemma. Depolariasi menstimulasi aktivitas NADPH oksidase
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
(NOX) membentuk radikal superoksida (O2*) dari molekul oksigen (O2) (Espinosa, 2003).
Superoksida yang terbentuk memicu pembentukan radikal
oksigen lain secara berantai, seperti hidrogen peroksida, peroksinitrit, nitrik dioksida dan radikal peroksil. Reactive oxygen species (ROS) memicu rekasi oksidasi intraseluler sebagai sumber stimulus bagi stres oksidatif (Alessio, 2006). Aktivitas ROS memicu perubahan intraseluler yang menandai stres oksidatif, antara lain : a. Akumulasi Ca2+ sitosol Oksidasi terhadap gugus thiol protein ryanodine receptor (RyR) menginduksi pelepasan Ca2+ dari cysternae endoplasmic reticulum (ER) menuju sitosol. Calcium terakumulasi di sitosol dan berperan dalam memodulasi aktivitas kontraksi otot, defosforilasi fosfatase, degradasi protein oleh cathepsin dan calpain (Allesio, 2006). Aktivitas defosforilasi menghambat aktivitas IP3, akt dan P70S6K yang menyebabkan apoptosis, hambatan sintesis protein dan terhentinya siklus sel (Siwang, 2008; Woo, 2003) b. Peroksidasi lipid membran Radikal hidroksil (OH*) mengoksidasi lipid membran (terutama fosfolipid), menghasilkan senyawa yang lebih stabil, yaitu mallondialdehide (MDA) yang memiliki gugus aldehide. Gugus aldehide pada MDA teroksidasi menjadi gugus karboksilat yang bersifat asam, yaitu arachidonat. Asam arakidonat merupakan substrat dari enzim cyclooxigenase (COX2) menghasilkan prostaglandin, mediator utama nyeri, demam dan inflamasi (Paulsen, 2009). c. Oksidasi protein
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Oksidasi protein melibatkan metal, seperti Cu3+ dan Fe3+ sebagai katalis pada reaksi yang disebut metallo catalyzed oxydative (MCO). Atom C pada ujung N mengalami oksidasi membentuk gugus semialdehide. Oksidasi berikutnya menyebabkan deaminasi yang diikuti pembentukan gugus karbonil pada protein. Protein menjadi tidak berfungsi dan mengalami ubiquitinasi sebelum didegradasi melalui proteasom (Donne, 2003).
2.1.4 Respons stres otot pada aktivitas eksentrik sesaat Otot merespons stres untuk memperoleh keseimbangan baru, agar tetap dapat bertahan hidup. Respons terhadap stres merupakan bentuk adaptasi, dapat bersifat akut atau kronis. Kelemahan atau kegagalan merespons stres menjadi dasar dari proses patobiologis yang ireversibel. Respons stres berlangsung secara berjenjang, mulai dari respons stres molekuler, seluler dan sistemik.
Respons molekuler: sistem antioksidan, aktivitas fosfatase, hsp, degradasi protein Tujuan utama dari respons molekuler terhadap stres eksentrik adalah mencegah kerusakan otot di jenjang seluler. Kerusakan otot di jenjang seluler ditandai dengan proses nekrosis. Konsep solusi menghindarkan sel otot dari nekrosis meliputi mekanisme penguatan sistem pertahanan antioksidan, aktivitas fosfatase, ekspresi hsp 27kDa dan aktivitas degradasi protein oleh proteasom.
Sistem antioksidan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
Sel otot merespons aktivitas ROS dengan meningkatkan sintesis antioksidan utama, seperti: superoxide dismutase (SOD), catalase, glulathion, NADPH, vitamin C dan mensintesis antioksidan alternatif, seperti asam urat. Antioksidan menurunkan stres oksidatif melalui mekanisme sebagai berikut : a. antioksidan menggantikan molekul intraseluler lain sebagai target oksidasi b. memutus, mengalihkan dan menghentikan reaksi berantai pembentukan ROS c. menghasilkan senyawa yang lebih stabil dan tidak bersifat radikal (Chen, 2002; Nies, 2007) Efektifitas penguatan sistem antioksidan dapat dievaluasi melalui perubahan penanda stres oksidatif, seperti kadar MDA darah dan kadar protein karbonil otot. Dampak dari penguatan sistem antioksidan juga dapat dievaluasi secara tidak langsung melalui aktivitas protease pada desmin dan penurunan kadar sTnI serum, penanda kerusakan otot (Nies, 2007). Upaya
menghambat
penguatan
sistem
antioksidan
menyebabkan
peningkatan penanda stres oksidatif, seperti yang terjadi pada suplementasi allopurinol sebelum latihan berat sesaat. Allopurinol menghambat degradasi xanthine menjadi asam urat dan 2 molekul radikal superoksida. Penurunan asam urat justru diiukti dengan peningkatan kadar MDA yang ditemukan pada subjek yang diberi allopurinol (Purwanto, 2011).
Aktivitas fosfatase Fosfatase merupakan kelompok enzim yang mendefosforilasi substrat yang memiliki gugus fosfat inorganik. Fosfat hasil defosforilasi dipakai untuk membentuk creatine phosphate (CP) melalui fosforilasi creatine yang dikatalisis oleh enzim creatine kinase (CK). Creatine phosphate (CP) menjadi alternatif
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
penyedia energi selama pembentukan ATP belum pulih. Ekspresi dan aktivitas CK ditemukan meningkat mengiringi stres pada otot (Siwang, 2008; Alessio, 2006). Aktivitas enzim fosfatase bergantung pada calcium sebagai kofaktor. Calcium melimpah dalam sitosol selama kontraksi eksentrik berlangsung. Aktivitas pompa sarcoednoplasmic reticulum ATP ase (SERCA) pada sarkoplasmik retikulum meregulasi aktivitas fosfatase dalam mendefosforilasi substrat. Dampak dari defosforilasi substrat fosfo-protein adalah menghambat sinyal IP3/akt/mTOR yang bergantung pada fosforilasi. Sinyal akt dibutuhkan untuk aktivitas fasilitasi ambilan glukosa Glut4, sintesis protein, antiapoptosis dan mitosis sel. Ca2+ dependent phosphatase menghambat fasilitasi Glut4, sintesis protein, menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel (Cuesta, 2000). Aktivitas fosfatase memberikan kesempatan bagi sel untuk merespons stres dengan perbaikan molekul intraseluler dan mencegah kerusakan otot melalui proses nekrosis (Woo, 2003)
SR
Ca2+
Gambar 2.3. Aktivitas fosfatase menonaktifkan sinyal akt
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
Heat shock protein (hsp) 27kDa Heat shock protein (hsp) 27 kDa adalah protein stres yang memiliki berat molekul 25 kDa pada mencit dan 27 kDa pada manusia (Kopecek, 2001). Fungsi dan karakteristik hsp 25 pada mencit dan hsp 27kDa pada manusia adalah sama meskipun memilki berat molekul yang berbeda. Molekul hsp 27kDa otot secara umum memiliki 2 fungsi, yaitu melipat (folding) protein dan mengikat (adhesion) protein gagal atau rusak. Fungsi melipat (folding) protein diperankan hsp 27kDa pada saat tidak terfosforilasi dan berada dalam struktur oligomer. Protein hsp 27kDa membentuk oligomer bersama p38 MAPK, akt dan MAPKAP2. Fosforilasi atau oksidasi pada salah satu protein konstituen menyebabkan pecahnya oligomer. Fosforilasi p38 MAPK dan MAPKAP2 menyebabkan hsp 27kDa ikut terfosforilasi (Zheng, 2006). Struktur monomer atau dimer dari hsp 27kDa bersifat tidak stabil, merupakan adhesive bagi protein lain yang juga tidak stabil (Garolla, 2006, Akerfelt, 2010) Molekul hsp 27kDa yang terlepas dari oligomer, terekspresi sebagai protein terfosforilasi dan terubiquitinasi (Hayes, 2009). Kelompok enzim E3 ligase ubiquitin, seperti atrogin dan MURF1 melabel hsp 27kDa dengan ubiquitin. Molekul hsp 27kDa terfosforilasi mengikat protein gagal (unfunctional) atau rusak (broken)
karena
missfolding,
teroksidasi,
mengalami
modifikasi
atau
terkarbonilasi. Molekul hsp 27kDa mencegah protein tersebut beragregasi satu sama lain membentuk agresome (Piere, 1998). Ubiquitinasi hsp 27kDa memudahkan proteasome melakukan degradasi terhadap protein yang gagal atau rusak (Parcellier, 2006).
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Ekspresi molekul hsp 27kDa otot tak dapat bertahan lebih dari 4 jam, karena 1. inhibitor kappa beta (iK ) terfosforilasi mengikat hsp 27kDa terfosforilasi. Ikatan tersebut memicu proteasom untuk mendegradasi keduanya. 2. Inhibitor kappa beta kinase (I K), enzim yang memfosforilasi I B, menghambat translokasi heat shock factor (HSF1) menuju ke inti sel (Parcellier, 2003). Heat shock factor (HSF1) adalah faktor transkripsi protein hsp 27kDa dan hsp lain pada kondisi stres. HSF1 membentuk trimer di inti sel dan mengikat heat shock element (HSE) pada DNA (Sarge,1993). Aktivitas I K membatasi ekspresi dan aktivitas hsp 27kDa sampai dengan 4 jam, setelah itu semakin melemah karena tidak disintesis ulang (Paulsen, 2007). Aktivitas hsp 27kDa menunda ekspresi hsp 72 dan 90kDa untuk memberikan kesempatan proteasom bekerja mendegradasi protein. I K, JNK
P
ROS HSF1
U
Hsp27
Sintesis Hsp di inti
proteasom
protein
HSF1 P
Hsp27
Hsp27
Hsp27
P38
akt
ROS
U
Hsp27 ROS
Agregat protein
Gambar 2.4. Mekanisme inhibisi I K terhadap sintesis hsp27 (Purwanto, 2011)
Degradasi protein Deegradasi protein merupakan penyederhaan struktur protein dari struktur kompleks (unit fungsional yang tersusun dari beberapa protein) menjadi struktur sederhana (tunggal yang tak memiliki fungsi tanpa kesatuan unit). Sebagai contoh
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
degradasi protein fibril menghasilkan protein troponin I, troponin T, tropomyosin. Degradasi protein juga diartikan sebagai penyederhaan polimer protein menjadi oligomer (peptida) dan atau monomer (asam amino). Degradasi protein memotong ikatan peptida dengan molekul air dan dikatalisasi oleh kelompok enzim protease. Mekanisme degradasi protein dapat berlangsung melalui 3 jalur: melalui sistem ubiquitin proteasom, melalui lysosomal protease dan Ca2+ dependent protease (Allesio, 2006) Proteasom mendegradasi protein yang terlabel ubiquitin, melibatkan peran protein E3 ligase ubiquitin. MURF1 dan atrogin adalah 2 protein E3 ligase ubiquitin yang terlibat dalam degradasi protein otot. Ekspresi MURF1 dikendalikan oleh aktivitas faktor transkripsi NF- B, sedangkan atrogin dikendalikan oleh aktivitas faktor transkripsi Foxo. Aktivitas I K /I B meregulasi NF- B dan JNK meregulasi atrogin, sehingga I K dan JNK memiliki peran kunci terhadap mekanisme degradasi protein (Cai, 2004; Meyer, 2005) Target protein otot yang dilabel ubiquitin antara lain: hsp 27kDa terfosforilasi yang mengikat iK terfosforilasi, miofibril (actin dan mysoin) yang telepas dan bergaregasi dan miofibril yang teroksidasi menghasilkan protein karbonil inhibitor kappa beta (I B) yang terfosforilasi. Degradasi miofibril melibatkan adhesi hsp 27kDa. Proses adhesi hsp 27kDa menuntun target protein menuju proteasom. Proteasom memecah unit protein fibril yang kompleks menjadi protein tunggal yang lebih sederhana, seperti: actin, myosin, tropomyosin dan troponin I (sTnI). Protein tersebut menunggu untuk dirangkai kembali menjadi unit fungsional baru setelah fase stres terlewati. Bila permeabilitas
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
membran terganggu, sTnI ditemukan meningkat dalam serum, menandai fase kerusakan seluler otot (Piere, 1998). Mekanisme degradasi protein melalui lysosomal protease dan Ca2+ dependent protease terkait dengan sistem ubiquitin pada proteasom. Salah satu jenis lysosomal protease di otot adalah calpain dan Ca2+ dependent protease di otot adalah cathepsin. Pada dasarnya kedua aktivitas protease tersebut membutuhkan kofaktor calcium. Calpain bekerja mendegradasi desmin dan dystrophin saat calcium terakumulasi di sitosol selama kontraksi eksentrik berlangsung (Blake, 2002). Cathepsin membantu memediasi miofibril yang terlepas masuk ke dalam sistem ubiquitin proteasome melalui reaksi konversi ligasi sebelum mengalami agregasi. Aktivitas calpain dan cathepsin dalam mendegradasi desmin menghasilkan residu miofibril yang lebih teratur dari dampak regangan eksentrik, sehingga lebih mudah diperbaiki dan disusun kembali (Tisdale, 2005). Proteasom memiliki peran penting dalam survival sel otot selama paparan stres mekanik dan oksidatif berlangsung. Degradasi protein melalui proteasom mencegah kematian sel, baik melalui apoptosis maupun nekrosis. Proteasom juga mendegradasi protein kunci apoptosis, seperti: p53, Bax dan caspase 3 setelah mengalami ubiqutinasi. Inhibisi terhadap aktivitas proteasom menyebabkan faktor apoptosis gagal didegradasi sehingga proses kematian sel terjadi (Zhang et al, 2007). Konsep ini kemudian digunakan sebagai salah satu pendekatan pengobatan multiple myeloma (Hedushima T et al, 2005; Chauhan D et al, 2005). Regangan eksentrik, kerusakan miofibril dan protein penghubung seperti desmin dan dystrophin terjadi sangat masif dan sulit dikontrol. Protein residu
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
terlepas dari organisasi struktur sarcomere dan cenderung beragregasi membentuk agresome. Peran hsp 27kDa sebagai protein adhsesif menentukan respons awal untuk mencegah terjadinya agregasi (Huot, 1996). Agresome sulit didegradasi oleh proteasome, menumpuk di sitosol dan mengganggu stabilitas membran sel yang ditopang sitoskeleton. Proses ini mengawali nekrosis otot yang bersifat lebih destruktif dari apoptosis dan degradasi protein (Paulsen, 2009),.
Respons seluler : pelepasan MDA, pelepasan sitokin (TNF ), apoptosis Keseimbangan baru merupakan target respons terhadap stres pada aktivitas eksentrik
maskismal
sesaat.
Respons
seluler
merupakan
solusi
dari
ketidakseimbangan di tingkat molekuler. Sel merespons stres dengan merubah perilakunya, misalnya : mengaktifkan apoptosis, melepaskan sitokin dan MDA. Perubahan perilaku sel tersebut bertujuan untuk memberikan umpan balik terhadap stres molekul yang terjadi di intraseluler. Umpan balik tersebut dapat berupa amplifikasi sinyal atau inhibisi sinyal tertentu melalui mekanisme autokrin, parakrin atau endokrin.
Pelepasan TNF Tumor necrotic factor (TNF ) merupakan sitokin yang dilepaskan sel sebagai respons atas perubahan lingkungan mikro, seperti infeksi dan inflamasi. TNF ternyata juga dilepaskan oleh sel non imun, seperti otot, sebagai respons atas stres intraseluler. Aktivitas TNF bergantung pada TNF converting enzim (TACE) yang merubah pro TNF menjadi TNF . Aktifator enzim TACE adalah p38 MAPK, stres protein yang membentuk oligomer dengan MAPKAP2, akt dan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
hsp 27kDa. TNF aktif dilepaskan ke ekstrasel melalui mekanisme eksositosis (Zhan, 2007). TNF mengamplifikasi respons stres molekul terhadap aktivitas oksidasi ROS. TNF merangsang reseptor TNF (TR1 dan TR2) pada membran otot dan mengaktifkan sinyal apoptosis melalui apoptotic signalling kinase-1 (ASK1), memperkuat degradasi protein melalui sinyal JNK/ Foxo/ atrogin dan I K / NFB / MURF1 serta memperkuat aktivitas hsp 27kDa terfosforilasi melalui p38MAPK/ MAPKAP2/ hsp 27kDa (Esser, 2004; Zhan, 2007). TNF
juga berperan dalam chemotaxis sel imun seperti neutrofil dan
makrofag yang memicu reaksi inflamasi (Abbas, 2010). Agregasi
makrofag
ditemukan pada jaringan otot yang mengalami kerusakan (Paulsen, 2009) Respons parakrin dan autokrin TNF diharapkan dapat mengurangi destruksi otot dengan switching mechanism dari nekrosis ke apoptosis melalui jalur ekstrinsik.
Apoptosis Mekanisme apoptosis tidak berjalan selama degradasi protein melalui proteasome berlangsung. Sistem ubiquitin proteasom mendegradasi faktor yang terlibat dalam aktivitas apoptosis, seperti p53, Bax dan caspase 3 (Zhang, 2007). Gangguan terhadap sistem ubiquitinasi proteasome berdampak pada penurunan aktivitas degradasi protein dan memicu aktivitas apoptosis. Hambatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya: inhibisi terhadap eskpresi protein E3 ligase ubiquitin MURF1 dan atrogin, agregasi protein yang membentuk agresome, inhibisi aktivitas protease dalam proteasome, inhibisi terhadap ekspreasi dan.aktivitas hsp 27kDa. Molekul hsp 27kDa terfosforilasi berperan di dalam
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
adhesi protein terubiquitinasi dan menuntun kompleks tersebut menuju proteasome. Bila ekspresi dan aktivitas hsp 27kDa tak dapat dipertahankan, berpotensi mengganggu degradasi protein (Chang, 2003; Concannon, 2003; Hedushima, 2005) Aktivitas apoptosis pada otot akibat latihan eksentrik maksimal berlangsung melalui mekanisme FAS-ligand death receptor. Respons amplifikasi dari sinyal autokrin TNF
merupakan stimulator bagi CD95 dari FAS-ligand
death receptor. Stimulasi mengaktifkan sistem caspase berantai, diawali dengan aktivitas caspase 8 sampai dengan caspase 3 yang menjadi efektor akhir apoptosis (Schawatz, 2008). Induksi apoptosis juga dapat distimulasi melalui aktivitas sel imun yang merespons sinyal para-endokrin TNF . Makrofag, limfosir T dan NKC mampu menstimulasi apoptosis melalui mekanisme serupa cytotoxic T lymphocyte (CTL)mediated cytotoxicity. Sel imun melepaskan granule yang berisi perforin dan grandzyme menuju sel target. Perforin membuat pori pada membran sebagai jalan masuk grandzyme bekerja mengaktifkan sistem caspase apoptosis (Abbas, 2010). Apoptosis sel otot ditandai dengan terbentuknya blebs kecil pada beberapa bagian. DNA mengalami fragmentasi menjadi rangkain yang terputus setiap 200 bp dan setiap rangkaian tersebut berserta organel berada di dalam blebs. Sel pecah menjadi beberapa bagian kecil yang disebut apoptotic bodies yang didalamnya terdapat fragmented DNA 200 bp dan organel yang masih berfungsi normal (Schawatz, 2008; Abbas, 2010).
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Gambar 2.5 Perbedaan karaktersitik sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis (Schwatz, 2008)
Respons sistemik : adrenalin, GH dan inflamasi Bila respons molekuler dan seluler tak cukup berhasil mengembalikan keseimbangan baru, maka respons sistemik merupakan pertahanan akhir dari stres. Respons sistemik membutuhkan waktu, karena menjawab sinyal para-endokrin yang dilepaskan sel dari kerusakan jaringan otot. Respons sistemik yang terlibat antara lain: pelepasan hormon adrenalin, GH dan terjadinya inflamasi.
Adrenalin Pada saat latihan maksimal, otot mengalami hipoksia karena tak cukup mendapatkan suplai oksigen melalui darah. Otot merespons dengan melepaskan umpan
DISERTASI
balik
kepada
hipothalamus-pituitary-adrenal
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
(HPA)
axis
untuk
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
memperbaiki suplai darah menuju otot. Medula kelenjar adrenal melepaskan hormon adrenalin yang bekerja meningkatkan krono dan inotropik jantung, serta vasokontriksi pembuluh darah. Suplai darah menuju ke otot meningkat, namun vasokonstriksi menyebabkan suplai terbendung selama aktivitas fisik berat masih berlangsung (Harjanto, 2003; Chen, 2002) Adrenalin juga berperan dalam memacu degradasi protein melalui sistem proteasome. Stimulasi adrenalin mengaktifkan protein kinase A (PKA) melalui cAMP. Aktivitas PKA memodulasi aktivitas proteasome dalam mendegrdasi protein. Inhibitor spsesifik PKA menyebabkan penurunan aktivitas proteasom dalam mendegradasi protein. Stimulasi adrenalin meningkat, bila aktivitas berat pada latihan dilakukan dalam kondisi kelaparan atau hipoglikemia (Zhang, 2007).
Growth hormone (GH) Hormon pertumbuhan (GH) disintesis oleh hipofisis anterior atau pituitary. Aktivitas sintesis dan sekresi GH meningkat mengiringi latihan berat. Umpan balik otot yang mengalami hipoksia pada HPA axis juga menstimulasi pelepasan GH secara pulsatil. Semakin tinggi intensitas latihan, semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan, maka semakin tinggi GH yang disekresikan. Hal ini menjelaskan dasar latihan repetisi pada beban latihan yang berat (Robergs, 2006). GH merangsang hati melepaskan insulin like growth factor-1 (IGF-1). Ikatan IGF-1 dengan reseptor di otot, mengaktifkan sinyal akt (PKB). Aktivitas akt (PKB) dibutuhkan untuk mencegah apoptosis lebih lanjut, sintesis protein dan memperbaiki ambilan glukosa otot. Otot kembali mampu menyelenggarakan anabolisme dengan hasil akhir berupa hipertrofi. GH sangat dibutuhkan pada fase
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
pemulihan setelah latihan berat sebagai bentuk adaptasi otot terhadap latihan (Robergs, 2006).
Inflamasi Inflamasi ditemukan pada late onset dari muscle soreness mulai dari 4 jam sampai dengan 4 hari fase pemulihan. Hal ini berkorelasi dengan peningkatan kadar creatine kinase, penanda kerusakan otot. Otot yang mengalami nekrosis melepaskan berbagai macam bahan yang berpotensi memicu inflamasi, misalnya TNF dan interleukin 1 (Paulsen, 2009) TNF merupakan sitokin yang berperan dalam chemotaxis makrofag dan sel imun lain menuju ke tempat kerusakan terjadi. Agregasi makrofag, bukan neutrofil ditemukan pada otot yang mengalami nekrosis setelah latihan berat sesaat. Makrofag memfagosit sisa dari bagian sel otot yang rusak. Inflamasi yang terjadi pada otot setelah latihan berat sesaat memicu atrofi bila tidak dicegah dan dikontrol (Paulsen, 2009). Inflamasi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu: faktor stimulasi sitokin pro inflamasi (TNF siklooksigenase
dan interleukin-1) pada ekspresi dan aktivitas enzim (COX)-2
dan
faktor
ketersediaan
substrat
dari
enzim
siklooksigenase (COX)-2. Enzim siklooksigenase (COX)-2 mengkatalisis produksi prostaglandin dan produk inflamasi lain dari substrat asam arakidonat. Ekspresi COX2 bergantung pada aktivitas faktor transkrpsi NF- B. Dengan demikian, inflamasi juga merupakan bagian dari produk transkripsi NF- B sebagai bentuk respons stimulasi parakrin TNF dan interleukin 1 dari sel yang mengalami nekrosis. Substrat asam arakidonat merupakan produk degradasi fosfolipid membran yang mengalami oksidasi. Reasksi pembentukan asam
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
arakidonat membutuhkan enzim fosfolipase A (PLA2) yang diaktifkan melalui stimulasi sitokin pro inflamasi pada death receptor (Ghosh, 2007, Adams, 2008).
2.2 Kerusakan Otot 2.2.1 Definisi kerusakan otot Kerusakan otot merupakan proses yang berjenjang, dari tingkat molekuler, seluler dan organik, Kerusakan otot di tingkat molekuler merupakan proses tercerainya miofibril sebagai kompleks protein fungsional kontraksi yang ditandai dengan ditemukanya protein penyusun (MHC dan sTnI) di luar sel. Kerusakan di tingkat seluler ditandai dengan kematian sel otot. Pada tingkat organik, kerusakan otot ditandai dengan atrofi dan inflamasi (Cunha, 2006).
2.2.2 Mekanisme kerusakan otot Kerusakan otot merupakan kegagalan setiap jenjang mempertahankan keseimbangan antara paparan stres dengan respons terhadap stres. Kegagalan di tingkat atomik menyebabkan kerusakan di tingkat molekuler, kegagalan di tingkat molekuler menyebabkan kerusakan di tingkat seluler dan kegagalan di tingkat seluler menyebabkan kerusakan di tingkat jaringan dan organ. Berdasarkan konsep tersebut, maka mekanisme kerusakan otot dapat dikaji pada setiap jenjang, meliputi mekanisme kerusakan otot di tingkat molekuler, seluler dan organik.
Mekanisme di tingkat molekuler Stabilitas struktur dan fungsi sel otot dipengaruhi oleh mikrostruktur miofibril yang menyusun sarcomere. Molekul actin melekat pada desmin z disc dan molekul myosin melekat pada actin. Protein dystrophin menghubungkan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
miofibril dengan protein pada membran sel. Struktur actin dan myosin dalam sarcomere tersusun berlapis, sehingga mengesankan pola lurik saat di lihat melalui mikroskop. Regangan eksenstrik menjadi sumber stres mekanik yang menyebabkan kerusakan miofibril secara masif dan sulit dikontrol. Protein fibril seperti actin dan myosin putus dan terlepas dari desmin pada z disc. Struktur sarcomere menjadi tidak stabil, protein fibril cenderung beragregasi menghasilkan agregat yang ireguler. Organisasi sarcomere rusak, fungsi kontraksi terganggu dan otot kehilangan kemampuan menghasilkan gaya recoil. Aktivitas Ca2+ dependent protease, seperti calpain dan cathepsin mengendalikan kerusakan miofibril menghasilkan residu yang lebih teratur dan mudah diperbaiki (Goll, 2003). Selain stres fisik, kerusakan actin dari desmin dapat terjadi akibat proses oksidasi radikal oksigen. Oksidasi protein melibatkan katalis metal, seperti Cu3+ dan Fe3+ melalui reaksi yang disebut metallo catalyzed oxidative (MCO). Atom C pada ujung N mengalami oksidasi membentuk gugus semialdehide. Oksidasi berikutnya menyebabkan deaminasi yang diikuti pembentukan gugus karbonil pada protein (Donne, 2003). Mekanisme oksidasi protein menghasilkan protein karbonil dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.6 Calpain menyebabkan kerusakan mikrostruktur otot (Goll, 2003)
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
Gambar 2.7 Oksidasi protein menghasilkan protein karbonil (Donne, 2003)
Protein yang memiliki gugus thiol (SH-SH) merupakan salah satu terget oksidasi molekul ROS. Bila protein tersebut merupakan protein transmembran, maka oksidasi mampu menginduksi permeabilitas bahan tertentu melewati membran (Morin, 2001). Salah satu bahan yang melintasi membran melalui mekanisme oksidasi protein transmembran adalah sTnI. sTnI ditemukan meningkat dalam serum setelah melakukan aktivitas eksentrik, seperti lari downhill (Sorichter, 1997)
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
Gambar 2.8 Oksidasi protein transmembran menyebabkan peningkatan permeabilitas (Morin, 2001)
Mekanisme di tingkat seluler Kerusakan di tingkat molekuler memicu respons perbaikan molekul melalui aktivitas hsp 27kDa dan aktivitas proteasom pada degradasi protein. Molekul hsp 27kDa mengikat protein fibril yang putus dan teroksidasi supaya tidak beragregasi membentuk protein agregat. Protein agregat yang terbentuk sulit didegradasi oleh proteasom, menumpuk sebagai sampah intraseluler dan merusak stabilitas sitoskeleton yang menyangga membran. Instabilitas sitoskeleton dan membran menjadi dasar patofisiologi nekrosis otot akibat latihan eksentrik maksimal (Paulsen, 2009). Ekspresi hsp 27kDa terbatas hanya sampai dengan 4 jam sejak stres terpapar, karena molekul hsp 27kDa diikat iK
untuk bersama mengalami
degradasi protein dalam sistem proteasom. Selain itu, proses sintesis ulang hsp 27kDa dihambat oleh I K. Degradasi iK mengamplifikasi aktivitas p65 NF- B dalam mengekspresikan MURF1 dan CIAPs. MURF1 merupakan E3 ligase ubiquitin yang berperan dalam pelabelan protein yang akan didegradasi proteasom. CIAPs merupakan inhibitor caspase 3 yang berperan sebagai
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
eksekutor apoptosis. Stres yang berlangsung lebih dari 4 jam menyebabkan penurunan ekspresi hsp 27kDa, peningkatan ekspresi MURF1 dan peningkatan aktivitas proteasom mendegradasi protein fibril. Stimulasi terhadap ekspresi hsp 27kDa diharapkan dapat menekan ekspresi MURF1 dan degradasi protein fibril pada saat yang sama (Parcellier A et al, 2003).
CIAPs Stress
iKK
I B
apoptosis
NF- B
MURF1
I B HSF1
Caspase 3
Proteasom
Hsp27
Hsp27
disorganisasi miofibril & instabilitas sitoskleleton
Degradasi protein
nekrosis
Gambar 2.9 Mekanisme kerusakan otot di tingkat seluler. Stimulasi hsp 27kDa diharapkan dapat mencegah kerusakan otot (Purwanto, 2011)
Mekanisme di tingkat organik Nekrosis menyebabkan molekul intraseluler otot berhamburan ke interstisial. Sebagian dari molekul tersebut memacu respons inflamasi, sebagian yang lain meregulasi respons inflamasi supaya terkendali. TNF , interleukin1 dan prostaglandin memacu respons inflamasi melalui aktivitas chemotaxis makrofag, sel T sitotoksik dan NKC menuju sel dari jaringan yang mengalami nekrosis. Keseimbangan inflamasi dikendalikan oleh peran inhibisi mallonydehide (MDA) terhadap induksi interleukin 1
pada aktivitas enzim siklooksigenase (COX).
Mekanisme inhibisi MDA terhadap stimulasi interleukin 1
pada reseptornya
masih belum dapat dijelaskan. Protein hsp 27kDa yang terhambur keluar
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
menstimulasi neutrofil melepaskan sitokin antiinflasmasi IL10. Bersama MDA, IL10 mengendalikan tingkat kerusakan jaringan otot akibat nekrosis dan inflamasi (Niwa, 2003; Henderson, 2005). Hasil akhir dari kerusakan otot ditentukan dari keseimbangan sistemik antara aktivitas kematian sel otot dengan respons perbaikan sistemik. Peran stimulasi GH melalui sinyal IGF-1/akt/mTOR menandai pulihnya sintesis protein fibril. Bila respons perbaikan GH tidak sebesar kerusakan yang terjadi, maka otot akan mengalami pengecilan dimensi berat dan volume, atau sering disebut dengan atrofi. Respons GH menurun setelah manusia memasuki dekade ketiga dalam hidupnya. Potensi atrofi otot semakin tinggi diperoleh seiring dengan bertambahnya umur setelah dekade ketiga (Nies, 2007) .
2.2.3 Penanda kerusakan otot Penanda kerusakan otot dapat dibagi berdasarkan mekanisme bertingkat, yaitu: penanda kerusakan di tingkat molekuler, seluler dan organik. Pada tingkat molekuler, kerusakan otot ditandai dengan tercerainya miofibril, penurunan ekspresi protein konektin (desmin dan dystrophin) dan z disc yang ireguler. Kerusakan otot ditingkat molekuler dapat diamati secara histopatologi dengan bantuan mikroskop cahaya dan elektron (Faulkner, 1993). Kerusakan di tingkat seluler ditandai dengan peningkatan kadar protein fibril yang tercerai (MHC dan sTnI) dalam serum. Proses inflamasi dan atrofi otot menandai kerusakan otot di tingkat organ (Paulsen, 2009).
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
Gambar 2.10 Histopatoplogi kerusakan otot (Faulkner, 1993; Purwanto, 2011)
Troponin I memiliki peran yang sangat pengting dalam mengendalikan kontraksi otot. Troponin I mengikat troponin C, troponin T, tropomyosin dan actin dalam satu kompleks yang stabil. Fungsi utama troponin I adalah menghambat interkasi antara actin-myosin yang mendasari mekanisme kontraksi. Inhibisi troponin I terhadap interaksi actin-myosin terjadi saat residu cysteine 133 pada troponin I teroksidasi. Troponin I yang teroksidasi menyebabkan otot kehilangan sensitivitas terhadap calcium, tak mampu merespons regangan eksentrik dengan kontraksi segera, berpotensi timbul kerusakan (Gomes, 2002). Troponin I terlepas dari kompleks actin dan ditransport keluar sel (Sorichter, 1997). Perlindungan terhadap troponin I dari oksidasi berpotensi meningkatkan kontraksi otot, memulihkan produksi fosfat inorganic (Pi) dan menunda kelelahan (Mollica 2012). Peran troponin I dalam kendali kontraksi otot. stabilitas kompleks aktin menjadi dasar pemilihan penanda kerusakan otot. Kadar sTnI serum ditemukan meningkat bermakna pada exercise induced muscle damage dan memiliki spesifisitas mewakili protein fibril yang terdapat di otot rangka lebih dari penanda CK yang juga diperoleh di otak dan jantung (Sorichter, 1997).
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
Gambar 2.11 Peran troponin I dalam kontraksi dan pencegahan kerusakan otot (Gomes, 2002)
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
2.2.4 Respons terhadap kerusakan otot Respons terhadap kerusakan otot dibutuhkan untuk mengeliminasi dampak dan menciptakan keseimbangan baru, baik pada tingkat molekul, sel sampai ke tingkat organ. Respons kerusakan di tingkat molekul berupa penguatan aktivitas hsp 27kDa terfosforilasi dalam mengikat protein teroksidasi, termodifikasi dan protein yang terlepas dari struktur awalnya. Aktivitas hsp 27kDa mencegah terjadinya agregasi protein dan membantu proses degradasi protein melalui proteasom (Huot, 1996) Respons kerusakan di tingkat seluler terwujud dalam pengendalian kematian sel melalui aktivitas apoptosis dan regulasi inflamasi. Kerusakan yang ditimbulkan dari apoptosis relatif lebih kecil dibandingkan dengan nekrosis. Stimulasi aktivitas apoptosis berpotensi lebih besar berjalan melalui jalur ekstrinsik. Regulasi inflamasi diperankan oleh protein hsp 27kDa dan molekul MDA yang terlepas ke ekstraseluler. Molekul hsp 27kDa menstimulasi neutrofil untuk melepaskan interleukin 10, sitokin antiinflamasi. MDA menghambat induksi interleukin 1 terhadap aktivitas enzim siklooksigenase (COX) 2 pada mekanisme inflamasi (Niwa, 2003). Pada tingkat sistemik dan organ, respons terhadap kerusakan otot adalah stimulasi GH dan growth factor lain pada reseptor sitokin, insulin dan famili janus reseptor lain yang mengaktifkasn sinyal akt kembali. Sinyal akt dibutuhkan untuk resintesis protein, ambilan glukosa melalui Glut4 dan mengaktifkan kembali siklus sel. Dengan demikian, diharapkan otot yang semula atrofi mengalami perbaikan dimensi fisik makros, seperti hipertrofi (Nies A and Simon, 2007).
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Stres fisik & oksidatif
Modifikasi, oksidasi & karbonilasi protein,
Aktivitas hsp27 & degradasi protein
nekrosis sel otot
Inflamasi lokal, Kerusakan Seluler otot
Hsp27
Tingkat seluler – jaringan Tingkat molekuler
Respons imun Apoptois otot
GH, insulin, growth factor lain
Kerusakan masif otot
Adaptasi Hipertrofi otot
Perlambatan pemulihan
Tingkat sistemik organ
Gambar 2.12 Respons terhadap kerusakan otot memperbaiki keseimbangan (Purwanto, 2011)
2.2.5. Pencegahan kerusakan otot Kerusakan otot yang mengiringi aktivitas eksentrik dijelaskan Jarvinen (2008) berlangsung dalam 3 fase, yaitu: fase destruksi (destruction phase), fase perbaikan (repair phase) dan fase remodeling.(remodeling phase). 1. Fase destruksi ditandai dengan rupturnya miofibril, sarkolema hancur sehingga konstituen intraselular berhamburan keluar, Beberapa konstituen ditemukan meningkat dalam darah, seperti creatine kinase dan skeletal muscle troponin I. Nekrosis berlangsung dalam beberapa jam (1-6 jam) setelah aktivitas fisik berhenti. Neutrofil berkumpul di area nekrosis, menandai respons inflamasi sedang berlangsung. Sel otot segera melakukan kontraksi yang sangat kuat untuk memudahkan terbentuknya kembali sarkolema baru dan menutup area yang ruptur sehingga hematoma terjebak di antara 2 fragmen otot yang terputus. 2. Fase perbaikan ditandai dengan aktivitas proliferasi dan diferensiasi stem satellite cell menjadi myoblast sejak 6 jam sampai dengan 5 hari pemulihan.
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
Desmin dan dystrophin terekspresi kembali, mengikat miofibril pada z disk dan menghubungkan miofibril dengn sarkolema. Kapiler baru memberikan vaskulariasi pada area yang terbentuk jaringan parut. Myoblast bergerak melakukan penetrasi ke dalam jaringan parut dan perlahan menggantikan jaringan parut dengan miofibril dan segmen otot yang baru. 3. Fase remodeling ditandai dengan maturasi miofibril dan segemn otot yang baru tumbuh. Myotubular junction dan neuromuscular junction mulai terbentuk dan kendali somatik syaraf kembali berfungsi seperti semula Pencegahan kerusakan otot dimulai sebelum sampai dengan selama aktivitas eksentrik berlangsung. Fokus utama pencegahan kerusakan otot terletak pada mekanisme destruksi (fase pertama kerusakan) dapat dihambat. Bila gejala kerusakan otot telah dirasakan (seperti otot yang nyeri, kehilangan tenaga dan kendali kemauan) maka upaya terapi dan rehabilitasi menjadi pilihan. Fokus terapi adalah menghambat progresivitas kerusakan sedini mungkin dan membatasi area kerusakan. Rehabilitasi ditujukan untuk mengembalikan fungsi dan struktur otot seperti semula dalam waktu secepat mungkin. Pencegahan kerusakan otot bias dilakukan beberapa hari sebelum sampai dengan saat aktivitas fisik berlangsung. Upaya pencegahan kerusakan otot bermanfaat tidak hanya menghindari cidera otot, namun juga berdampak terhadap performa, kekuatan dan daya tahan stress terhadap beban aktivitas fisik yang diterima. Secara umum, upaya pencegahan kerusakan otot sebelum aktivitas fisik merupakan bagian dari conditioning pre exercise. Conditioning bertujuan memaparkan otot dengan stressor (jenis, intensitas dan durasi) yang akan diterima sedini mungkin secara bertahap. Modalitas
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
conditioning umumnya fisik, menyesuaikan jenis, intensitas dan durasi stres yang diperkirakan memapar. Kelemahan conditioning fisik adalah tak dapat dilakukan sesaat segera, butuh waktu, bertahap, menguras cadangan energi dan berpotensi menyebabkan cidera bila dilakukan secara tidak tepat. Beberapa contoh conditioning fisik antara lain: stretching, rolling, trapping dan warming up. Purwanto (2011) mengembangkan konsep conditioning non fisik yang berperan melengkapi kelebihan dan menutup kelemahan conditioning fisik. Conditioning non fisik bertumpu pada mekanisme pencegahan kerusakan otot, terutama ide untuk menghambat fase destruksi selama dan sesaat setelah beraktivitas fisik.
Salah satu contoh yang telah dibuktikan berhasil adalah
suplementasi allopurinol 100 mg 30 menit sebelum beraktivitas fisik bermanfaat mencegah peningkatan penanda stress oksidatif (kadar MDA) dan peningkatan penanda kerusakan otot (aktivitas CK serum) serta meningkatkan durasi bertahan terhadap beban stress fisik dengan intensitas 70-90% dari HR maksimal. Disertasi ini bertujuan untuk mencari sumber lain untuk dikembangkan sebagai modalitas pencegahan kerusakan otot melalui konsep conditioning non fisik dari herbal asli Indonesia yang mudah ditemukan, murah dan berkhasiat, seperti curcuma sp.
2.3 Suplementasi Curcumin 2.3.1 Definisi suplementasi curcumin Suplemen adalah nutrisi adjuvan, tambahan, melengkapi kebutuhan nutrisi dengan tujuan tertentu, dan tidak menggantikan peran nutrisi pada diet utama. Suplementasi adalah aktivitas menambahkan suplemen ke dalam diet utama, dapat sebelum, bersama atau setelahnya (Purwanto, 2010). Suplementasi curcumin pada
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
umumnya diberikan per oral pada model tikus dan manusia. Curcumin juga dilaporkan pernah diberikan secara intraperitoneal dan intravena. Suplementasi oral dapat dilakukan dengan mencampurkan curcumin ke dalam diet atau diberikan melalui sonde (untuk tikus) logam ukuran 23G (Anand, 2007) Curcumin adalah bahan aktif yang diperoleh dari ekstrak tumeric, rimpang tumbuhan Curcuma longa L yang tumbuh di bawah tanah dan telah dimurnikan dalam bentuk kristal ekstrak. Curcumin juga dikenal dengan nama kimia 1,7-bis(4-hidroxyl-3-methoxy-phenyl)-6-hepta-1,6-deine-3,5-dione. Kandungan curcumin dalam tumeric adalah 3-5 % ekstrak. Produk ekstrak tumeric yang dipasarkan umumnya telah dimurnikan untuk memperoleh kadar 95% curcumin, 5 % lainya merupakan senyawa curcuminoid lain, yaitu: desmethoxy dan bis-desmethoxy curcumin. Sifat kimia curcumin adalah larut minyak, tidak larut air pada pH normal atau asam, namun larut air pada pH basah. Curcumin juga stabil saat terpapar oleh temperatur dan keasaman yang tinggi dan tidak stabil bila terapapar larutan alkalis dan cahaya matahari (Stankovich, 2004; Agarwal, 2010). Curcumin dalam suasana basa terdegradasi menjadi ferulic acid dan ferulomethane. Ferulomethane selanjutnya terdegradasi menjadi vanilin dan acetone. Vanilin dan ferulic acid masih memiliki karakteristik antioksidan yang kuat. Diferulomethane menghambat aktifasi faktor transkripsi NF- B pada sel human myeloid ML1a.
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
Gambar 2.13 Struktur curcumin dan variabilitasnya (Stankovich, 2004)
Gambar 2.14 Turunan curcumin yang masih memiliki khasiat obat (Stankovich, 2004)
2.3.2
Kinetika curcumin Sistem klasifikasi biofarmaseutika menempatkan curcumin pada kuadran
IV, bersama senyawa lain yang memiliki karakteristik sulit larut dan sulit
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
menembus membran. Kesulitan curcumin dilarutkan dan menembus membran menyebabkan biovailibitasnya rendah sehingga efek terapi curcumin baru tercapai pada dosis pemakaian yang tinggi (Chackraborty, 2009). Kekurangan curcumin tersebut ditutup dengan kelebihan batas aman konsumsi yang lebar dan efek samping yang minimal (Agarwal, 2010)
Gambar 2.15 Sistem klasifikasi biofarmaseutika (Chackraborty, 2009).
Lipid menjadi solusi bagi senyawa hidrofobik seperti curcumin agar dapat larut dan terdispersi merata. Minyak jagung (corn oil) memiliki berat jenis yang rendah sehingga menguntungkan bila digunakan sebagai pelarut curcumin. Uji coba penggunaan beberapa pelarut tradisional (minyak jagung, mentega, susu kocok dan air) terhadap biovailibilitas ekstrak tumeric, curcumin murni dan BiocurcumaxTM menghasilkan temuan yang di luar dugaan. Apapun sediaan curcumin yang digunakan, minyak jagung merupakan pelarut tradisional terbaik yang mampu meningkatkan bioavailibilitas curcumin secara bermakna (Shishu, 2010) Kandungan fosfolipid minyak jagung yang tergolong cukup tinggi merupakan bahan baku pembentukan micelle dalam tubuh (Deaver, 1986). Volatile oil memudahkan ekstrak tumeric berikatan dengan fosfolipid minyak
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
jagung dalam micelle (Ravindran, 2007). Micelle melindungi curcumin dari suasana basa dalam usus halus dan membantu curcumin menembus membran.
curcumin
Gambar 2.16 Fosfolipid dalam minyak jagung membentuk micelle (Maibaun, 2004)
Gambar 2.17 Perbedaan mekanisme micelle dan liposom menembus membran (Maibaun, 2004) Satu lagi kekurangan curcumin sebagai bahan herbal berkhasiat obat adalah curcumin mudah dimetabolisme di hati. Curcumin dikonjugasi menjadi curcumin glucoronide dan curcumin sulphate yang lebih larut air. Konjugat curcumin memiliki sifat yang berbeda dengan senyawa aslinya dan lebih cepat dieksresikan melalui ginjal. Konjugasi curcumin dihambat dengan pemberian bersama piperine (Anand, 2007)
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
Gambar 2.18 Metabolisme curcumin dihambat oleh piperine (Anand, 2007)
Kadar maksimal pada plasma manusia tercapai 1-2 jam setelah supelementasi curcumin per oral 8g/ hari dan secara bertahap turun sampai 12 jam berikutnya. Kadar dan kecepatan absorpsi curcumin dapat diperbaiki degan pemberian bersama piperine (Agarwal, 2010). Suplementasi curcumin 2g/ kg BB per oral pada tikus ditemukan kadar maksimal sebesar 1.35 ± 0.23 g/mL di darah tercapai dalam waktu 0,83 jam (Anand, 2007). Pada mencit, kadar maksimal tercapai setelah 1 jam suplemntasi curcumin 1 g/kgBB sebesar 0.22 g/mL dan secara bertahap turun setelah 6 jam (Pan, 1999). Hanya 2-8 % dari keseluruhan konsumsi curcumin yang mampu mencapai plasma dan penterasi ke dalam sel (Anand, 2007).
2.3.3
Curcumin sebagai antioksidan Sistem antioksidan merupakan bentuk pertahanan sel yang terdiri atas
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
a. kompleks superoxide dismutase (SOD), catalase dan glutathion peroxidase (GPx) b. radikal hidrofilik scavenger, seperti askorbat, asam urat dan glutathion (GSH) c. radikal lipofilik scavenger, seperti tocopherol, flavonoid, caretonoid, dan ubiquinol. d. enzim yang terlibat dalam rekasi reduksi oksidasi (GSH reductase dan ascorbat reductase) atau meregulasi protein thiol (thioredoxin reductase). Aktivitas antioksidan curcumin diperankan oleh 2 gugus kimia, yaitu gugus fenol dan gugus
-diketo dengan ikatan rangkap pada setiap atom C
penghubungnya. Curcumin merupakan bagian dari radikal lipofilik scavenger yang memiliki banyak atom H untuk didonasikan kepada molekul radikal oksidan. Atom H yang didonasikan berasal dari gugus fenol dan methylen. Dengan demikian, curcumin dapat teroksidasi berulang kali tanpa ikut berubah menjadi radikal. Metabolit hasil degradasi curcumin, seperti ferrulic acid dan vannilin juga merupakan antioksidan yang masih poten Cucrcumin melindungi biomembran dari peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak dapat terjadi melalui reaksi berikut :
R + O2* LH + ROO* Curcumin + ROO* Curcumin + L*
2.3.4
DISERTASI
ROO* L* + ROOH curcumin + ROOH curcumin + LH
Curcumin menghambat sinyal I K / NF- B
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
I K adalah protein kinase yang memfosforilasi inhibitor kappa beta (I B). I K memiliki 3 kompleks, yaitu I K , I K dan I K (NEMO). I K merupakan protein regulator dari akfifitas fosforilasi I K I K
(NEMO)
(NEMO)
dan I K . Aktivitas
dipengaruhi oleh sinyal sitokin pro inflamasi famili TNF,
interleukin dan . I K (NEMO) memfosforilasi I K sehingga I K menjadi aktif bekerja memfosforilasi I B yang membentuk oligomer dengan NF- B. Fosforilasi I K terhadap I B menyebabkan disinhibisi I B terhadap NF- B dan memecah oligomer antara I B dengan NF- B (Ghosh, 2007). Molekul I B yang terfosforilasi, diubiquitinasi oleh E3 ligase dan diadhesi oleh molekul hsp 27kDa terfosforilasi. Adhesi hsp 27kDa menuntun I B menuju proteasom untuk didegradasi sehingga secara tidak langsung mengamplifikasi aktivitas transripsi NF- B. Kegagalan degradasi I B menyebabkan inhibisi terhadap aktivitas NF- B (Parcellier, 2003). Protein 65 NF- B selanjutnya bertranslokasi menuju ke inti dan menginduki transkripsi kadidat protein MURF1, CIAPs dan COX2. Protein MURF1 merupakan E3 ligase ubiquitin yang berperan dalam sensing degrdasi protein melalui proteasom. CIAPs (celular inhibitory apoptotic proteins) adalah protein yang menghambat caspase 3, protein eksekutor pada sistem caspase apoptosis. COX 2 (cyclooxygenase 2) adalah enzim yang berperan merubah asam arakidonat menjadi produk inflamasi, prostaglandin. Aktivitas NF- B mencegah apoptosis, memicu degradasi protein dan inflamasi sebagai bentuk respons terhadap stres pada tingkat molekuler (Ghosh, 2007; Addison, 2009). Aktivitas I K dapat dihambat oleh small ubiquitin like modifier (SUMO) melallui mekanisme mirip ubiquitinasi dengan hasil akhir degradasi protein I K.
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
Senyawa lain yang berpotensi menghambat I K yaitu antioksidan, NSAID, thalidomide dan inhibitor proteasom (Ghosh, 2007). Curcumin merupakan salah satu antioksidan yang berpotensi menghambat I K dan aktivitas NF- B (Singh, 1995; Marin, 2007). Curcumin menurunkan respons sel terhadap stimulasi TNF pada aktivitas I K di sel endotel (Kim, 2007). Aktivitas inhibisi curcumin pada I K telah diaplikasikan pada pengobatan Ca Colon dan infeksi Neisseria gonorhea (Aggarwal, 2010).
2.3.5
Curcumin meningkatkan ekspresi dan aktivitas hsp 27 kDa Aktivitas curcumin memperbaiki kadar dan ekspresi hsp 27kDa
intraseluler (Tanwar V et al, 2010). Perbaikan kadar dan ekspresi hsp 27kDa mungkin disebabkan oleh inhibisi curcumin terhadap I K. I K menghambat translokasi faktor transkripsi hsp 27kDa (HSF1) menuju ke inti. Translokasi HSF1 mengawali rangkaian resintesis hsp 27kDa. Inhibisi terhadap translokasi HSF1 menuju inti menyebabkan ekspresi dan aktivitas hsp 27kDa semakin lama semakin menurun (Asea, 2010). Perbaikan ekspresi dan aktivitas hsp 27kDa dibutuhkan untuk memodulasi aktivitas degrdasi protein melalui sistem ubiquitin proteasom, mengamplifikasi aktivitas NF- B, mencegah agregasi protein dan nekrosis sel. Aktivitas curcumin telah diujicoba pada kultur sel monomukelar, fibrolast dan liver (Ahmed, 2009; Kato, 2009). Secara invivo pada tikus, aktivitas curcumin memperbaiki fungsi myocard post induksi infark menggunakan isoproterenol. Perbaikan fungsi myocard disebabkan oleh peningkatan aktivitas hsp 27kDa pada stabilitas
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
sitokeleton myocard yang ditemukan setelah pemberian 200 mg/kgBB curcumin (Tanwar, 2010).
2.3.6
Curcumin memicu aktivitas p38 MAPK Fosforilasi p38 MAPK dan MAPKAP2 merupakan kunci penting
mengawali
ekspresi
hsp
27kDa
terfosforilasi.
Fosforilasi
p38
MAPK
menyebabkan oligomer yang terbentuk antara p38 MAPK, MAPKAP2, akt dan hsp 27kDa, terpisah. Curcumin meningkatkan fosforilasi p38 MAPK, MAPKAP2 dan hsp 27kDa, namun tidak menyebabkan fosforilasi akt pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin (Tikoo, 2008). Curcumin yang ditambahkan pada media kultur podosit tikus diabetes meningkatkan fosforilasi p38 MAPK dan hsp 27kDa, menurunkan aktivitas COX 2 dan ekspresi caspase 3 (Ma, 2010).
2.3.7
Curcumin menghambat aktivitas akt melalui defosforilasi Protein kinase B (akt) membentuk oligomer p38 MAPK, MAPKAP2 dan
hsp 27kDa pada saat sel tidak terpapar stres. Stimulasi growth hormone, growth factor, cytokine dan insulin menyebabkan akt terfosforilasi dan menjadi aktif. Aktivitas akt penting untuk fasilitasi Glut4 dalam ambilan glukosa, menghambat apoptosis, memacu translasi protein dan menstimulasi pembelahan sel. Defosforilasi menyebabkan inhibisi aktivitas akt, melibatkan katalisasi kelompok enzim Ca2= dependent phosphatase dan molekul calcium sebagai kofaktor. Curcumin menghambat aktivitas akt pada sel Ca prostat manusia. Defosforilasi akt ditandai dengan ekspresi calycucin, salah satu Ca2= dependent
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
phosphatase (Siwang, 2008). Curcumin juga terbukti menginduksi apoptosis sel Ca tubulus ginjal melalui aktivitas defosforilasi akt (Woo, 2003).
2.3.8
Potensi efek preventif curcumin bila diberikan sebelum latihan eksentrik Latihan eksentrik maksimal sesaat berpotensi merusak otot mulai dari
tingkat molekul, seluler sampai ke tingkat organ. Mekanisme kerusakan otot yang timbul melibatkan paparan stres mekanik dan oksidatif. Stres direspons oleh molekul intrasel, yang meliputi 1. fosforilasi hsp 27kDa melalui aktivitas adhesi dan ubiqutinasi protein rusak untuk pencegahan agregasi dan dituntun menuju sistem ubiquitin proteasom 2. penguatan sistem antioksidan untuk meredam reaksi berantai pemebntukan dan dampak oksidasi ROS intraseluler 3. aktivitas I K dalam meregulasi resintesis hsp 27kDa dan aktivitas NF- B dalam memperkuat sistem ubiquitin proteasom, menghambat apoptosis dan memicu inflamasi 4. aktivitas defosforilasi fosfatase pada subtsrat protein yang terlibat dalam sinyal PKB (akt) menghasilkan fosfat inorganik. Ketersediaan fosfat inorganik meningkatkan aktivitas creatine kinase (CK) membentuk creatine phosphate sebagai energi alternatif siap pakai. Prinsip utama dari respons tersebut adalah membatasi, menghentikan atau bahkan mengimbangi kerusakan otot akibat nekrosis yang terjadi selama latihan eksentrik maksimal sesaat. Curcumin diharapkan dapat mencegah nekrosis otot bila diberikan sebelum latihan eksentrik dilakukan. Pemberian curcumin merupakan tindakan
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
suplementasi, mengiringi diet utama dan tidak bersifat menggantikan. Aktivitas curcumin diduga dapat 1. meningkatkan ekspresi hsp 27kDa melalui disinhibisi I K dan ekspresi hsp 27kDa terfosforilasi melalui aktivitas p38 MAPK 2. memperkuat sistem antioksidan sebagai radikal lipofilik scavenger dengan kemampuan teroksidasi berulang tanpa ekses terbentuknya radikal baru 3. menghambat aktivitas I K dalam inhibisi sintesis ulang hsp 27kDa dan menghambat aktivitas NF- B dalam rangka mengendalikan degrdasi protein melalui sistem ubiquitin proteasom, menghambat inflamasi dan mengaktifkan apoptosis senagai alternatif jalur kematian sel yang lebih terkendali dibandingkan dengan nekrosis.
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52 Latihan eksentrik maksimal sesaat Depolarisasi membran berkelanjutan (NOX )
AMP : ATP ratio
NADPH oksidase XDH
Superoksida RyR thyol SR cysternae
Ca2+ dependent protease: cathepsin, calpain
Akumulasi Ca2+
2 O2
2 O2 * (superoksida)
XO
Miofibrilar tension contraction
(k)MDAo
Lipid
Asam urat
ROS
Putusnya ikatan aktin – desmin & aktin - dystrophin
curcumin
Stress oksidatif
Oksidasi protein
HSF1
(k) Protein karbonilo
Agre gasi
Xanthine
curcumin
JNK
akt
Hsp27 ~~ HSF1
Hsp27mRNA~HSF1
U
(e)Hsp27o
U
Protein agregat
Hsp27
Protein disfungsi
U
P
P
iK
iK U
U
(e) NF- B
P
P
Un repaired U
U
Hsp27
MURF1 U
deformitas sarkomere, sitoskleton & mebran
iKK
HSF1 ~ HSE
Hsp27
atrogin
Protein disfungsi
P38
U
U
Un repaired
U
Protein ubiquitin Nekrosis otot
Cyt-c U
Proteasom
U
U
U
Protein ubiquitin
Degradasi protein
CiAPs
Caspase 3
Apoptosis otot
COX2
Inflamasi
Kerusakan otot : nekrosis , degradasi protein , apoptosis , inflamasi
Gambar 2.19 Kerangka Teori
DISERTASI
MEKANISME KERJA CURCUMIN .....
BAMBANG PURWANTO