BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis akan membahas mengenai organizational learning. 2.1 Organizational Learning 2.1.1 Definisi Organizational Learning Organizational Learning adalah organisasi yang secara aktif menciptakan, mendapatkan dan mentransfer pengetahuan dan mengubah perilakunya atas dasar pengetahuan (Wibowo, 2006). Organisasi menemukan pengetahuan yang baru yang dapat membantu dalam pekerjaan kemudian menyebarkan pengetahuan ke anggota. Sedangkan menurut Robbins (2001) organizational learning adalah proses pengembangan performa yang bersifat berkelanjutan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi tantangan individu dalam organisasi. Robbins menilai bahwa proses organizational learning dapat membantu untuk mempermudah tantangan pekerjaan individu. Quinn (1992) menyatakan bahwa organisasi yang cerdas sebagai organisasi yang mampu mengembangkan keunggulannya secara berkelanjutan, dari kegiatannya yang berbasis pada pengetahuan dan pelayanan, dengan mengandalkan kekayaan intelektualnya. Organisasi yang cerdas akan melakukan pengembangan organisasi melalui pengetahuan. Menurut Nevis (1995) organizational learning adalah kapasitas atau proses di dalam organisasi untuk memelihara atau meningkatkan kinerja berbasis pengalaman. Nevis menilai bahwa proses organizational learning dapat meningkatkan kinerja karyawan karena karyawan belajar melalui pengalam karyawan lain, pengalaman organisasi sendiri maupun organisasi yang lain. Menurut Dixon (1994) organizational learning adalah kesengajaan menggunakan proses- proses pembelajaran pada tingkat individu, kelompok, dan sistem untuk mentransformasi organisasi secara berkelanjutan yang mengarah pada meningkatnya kepuasan stakeholdernya. Dixon berpendapat bahwa proses pembelajaran dalam organizational learning dilakukan tidak hanya oleh individu tetapi juga pada kelompok dan seluruh organisasi yang bertujuan untuk mencapai kesuksesan yang telah diharapkan oleh atasan atau pemangku jabatan. Senge (1994) menyatakan organizational learning adalah
orgnisasi dimana orang- orang secara kontinu menemukan dan mengembangkan kapasitasnya untuk menciptakan masa depan. Ketika karyawan dalam suatu organisasi melakukan pembelajaran dan budaya belajar yang secara terus menerus dan mengembangkan kemampuannya dalam pekerjaan maka organisasi tersebut telah menerapkan organizational learning. Dari literatur- literatur yang dikemukakan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa organizational learning adalah organisasi yang ingin terus menerus belajar untuk mencapai visi, meningkatkan daya saing perusahaan, organisasi yang mau belajar dari kesalahan, serta memberikan keuntungan bagi organisasi maupun perusahaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori organizational learning dari Peter Senge karena Peter Senge menggunakan organizational learning sebagai model praktis untuk meningkatkan kemampuan bersaing organisasi. Hal ini didukung dengan visi dan misi dari PT Binayasa Putra Batara yang ingin meningkatkan keunggulan yang kompetitif melalui inovasi pengembangan usaha.
2.1.2 Dimensi Organizational Learning Terdapat lima dimensi untuk menjamin terwujudnya organizational learning menurut Senge (1994): 1. System Thinking (Berpikir sistem) Berpikir dengan melihat antar hubungan bukan pada hubungan sebab akibat dan lebih memperhatikan proses perubahaan. Sistem berpikir, bersama dengan pembelajaran transformatif mengubah cara dominan individu berpikir agar mereka memahami dan mengelola di dunia yang meningkat antar-ketergantungan. Menguasai sistem berpikir membantu mereka melihat bagaimana tindakan mereka telah membentuk realitas mereka saat ini dan transformasi yang mengembangkan keyakinan yang benar-benar dapat menciptakan realitas baru dalam waktu (Senge, 1990). Berpikir sistem adalah berpikir menyeluruh terhadap semua komponen organisasi sebagai satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Dr. Ping Yu Wang (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Human Resource Management Plays a New
Role in Learning Organizations mengatakan bahwa manusia telah berhasil mengembangkan pengetahuan ilmiah dengan mengadopsi suatu metode analisis untuk memahami dan mencari tahu masalah. Metode ini melibatkan melanggar masalah menjadi komponen-komponen, mempelajari setiap bagian secara terpisah, dan kemudian menarik kesimpulan tentang keseluruhan. Menurut Senge, semacam ini berpikir linier dan mekanistik menjadi semakin tidak efektif untuk mengatasi masalah modern. McCutchan (1997) menunjukkan bahwa system thinking melihat gejala gejala dalam organisasi menjadi pemahaman dalam masalah organisasi. Menguasai system thinking membantu mereka melihat bagaimana tindakan mereka telah membentuk realitas mereka saat ini dan transformasi yang mengembangkan keyakinan yang benar-benar dapat menciptakan realitas baru dalam waktu (Senge, 1990). 2. Personal Mastery Keahlian untuk mengklasifikasi visi pribadi dan visi organisasi serta melihat realita dengan objektif. Hal tersebut bisa dicapai dengan pembelajaran individu terhadap organisasi. Individu yang belajar tidak menjamin organisasi untuk belajar, namun tanpa individu yang belajar tidak ada organisasi yang belajar. Peter Senge menggambarkan penguasaan pribadi adalah salah satu disiplin ilmu inti yang diperlukan untuk membangun sebuah organisasi belajar. Sejak penguasaan pribadi berlaku untuk pembelajaran individu, organisasi tidak bisa belajar sampai anggotanya mulai belajar. Untuk memulai penguasaan pribadi, organisasi harus menentukan apa individu yang ingin dicapai, dan membutuhkan ukuran sejati seberapa dekat satu ke tujuan. Setelah menetapkan tujuan individu, refleksi kritis sangat penting karena orang mengembangkan penguasaan pribadi dan terus memperluas kemampuan mereka untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan. McCutchan (1997) menyatakan bahwa melalui dialog individu dibangun berbagi visi yang menarik organisasi dan itu orang-orang menuju tujuan mereka benar-benar ingin mencapai. 3. Mental Model
Penguasaan pribadi individu yang tinggi dalam keadaan hidup selalu belajar , individu merasa tidak cukup puas mencapai tujuan dan terus belajar. Mental Model adalah asumsi tertanam dan paradigma yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dan bertindak di dunia (Senge, 1990). Kine & Sunders (1993) menunjukkan bahwa model mental adalah cara seseorang memandang dunia. Itu adalah kerangka kerja untuk proses kognitif dari pikiran kita. Dengan kata lain, itu ditentukan bagaimana kita berpikir dan bertindak. Menurut Dr. Slamet Suyanto, M.Ed (2011) mental model adalah cara seseorang memandang dunia dan bereaksi kepadanya. Disiplin, kerjasama, sinergis, kolaboratif, suasana menyenangkan, dan mau belajar adalah contoh - contoh mental model yang perlu dikembangkan dalam organisasi. 4. Shared Vision (Membangun Visi Bersama) Visi kepemimpinan dinilai mampu memberikan inspirasi pada organisasi sehingga mampu memberikan gambaran bersama terhadap keadaan yang ingin diciptakan dimasa depan. Hal tersebut mampu mengangkat dan mendorong daya coba dan inovasi. Setelah visi jelas, antusiasme dan keuntungan visi akan tumbuh. Peter Senge (1990) menyatakan membangun rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan mengembangkan gambaran bersama tentang masa depan yang akan diciptakan, prinsip dan praktek yang menuntun cara kita mencapai tujuan masa depan tersebut. Dr. Ping Yu Wang (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Human Resource Management Plays a New Role in Learning Organizations mengatakan bahwa dengan anggota yang benar-benar berkomitmen creative tention akan mendorong organisasi menuju tujuannya. Dengan demikian, pemimpin organisasi harus berbagi / visinya dengan karyawan tetapi tidak memaksa mereka untuk menerimanya. Sangat penting untuk mendorong orang lain untuk berbagi visi mereka. Berdasarkan visi tersebut, visi organisasi harus berkembang. McCutchan (1997) menyatakan bahwa melalui dialog individu dibangun berbagi visi yang menarik organisasi dan itu orang-orang menuju tujuan mereka benar-benar ingin mencapai.
Menurut Dr. Slamet Suyanto, M.Ed (2011) Keberhasilan suatu organisasi dapat terlaksana apabila semua anggota memiliki pandangan dan cita- cita yang sama, merasa senasib dan seperjuangan untuk meraih tujuan organisasi yang dikenal sebagai Visi Bersama (shared vision). Visi bersama dibangun oleh seluruh anggota organisasi sebagai keinginan, tekad, dan komitmen bersama. 5. Learning Team (Tim Pembelajaran) Pembelajaran dalam tim dimulai dari dialog, argumentasi akan masuk ke dalam pikiran bersama pada anggota organisasi. Secara dialogis, pemahaman dapat mengalir dan dijangkau oleh setiap individu. The Fifth Discipline Fieldbook menyatakan bahwa pembelajaran tim mendefinisikan sebagai disiplin yang dimulai dengan "dialog," kapasitas anggota tim untuk menangguhkan asumsi dan masuk ke asli "berpikir bersama-sama.". Pembelajaran tim ini penting karena tim, bukan individu,
adalah
unit
pembelajaran
mendasar
dalam
organisasi
modern.
Pembelajaran tim tidak tim bangunan, menggambarkan kedua sebagai menciptakan perilaku sopan, meningkatkan komunikasi, menjadi lebih mampu melakukan tugastugas pekerjaan bersama-sama, dan membangun hubungan yang kuat. (Senge, 1990, hal. 355) Menurut Dr. Slamet Suyanto, M.Ed (2011) organisasi harus mampu belajar sebagai satu tim, menghadapi dan memecahkan persoalan bersama- sama. Asumsi dasar yang dipakai adalah team learning jauh lebih baik daripada jumlah hasil belajar perorangan masing- masing.
2.1.3
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Organizational Learning Parmono, 2001 (dalam Haryanti, 2006) menyatakan bahwa Upaya pembentukan
organisasi pembelajaran ini harus memperhatikan faktor-faktor budaya, strategi, struktur dan lingkungan organisasi yang bersangkutan. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada delapan karakteristik yang harus dimiliki oleh organisasi agar berhasil menjadi organisasi pembelajaran, yaitu:
1. Adanya peluang untuk belajar bagi seluruh komponen yang ada dalam organisasi, bukan hanya secara formal tetapi juga terwujud dalam aktivitas sehari-hari.
2. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin, merangsang, dan memungkinkan seluruh komponen yang ada dalam organisasi untuk belajar, menanyakan praktek manajemen yang ada selama ini, bereksperimen, dan berkontribusi dengan ide-ide baru yang lebih segar. 3. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin agar karyawan dapat melakukan proses pembelajaran. 4. Adanya insentif bagi para manajer yang selalu menggunakan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan. 5. Adanya prinsip penerimaan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran. 6. Adanya kesempatan dan hak yang sama bagi seluruh karyawan tanpa terkecuali untuk melakukan kegiatan pembelajaran. 7. Adanya keterbukaan sistem manajemen data dan akuntansi yang bisa diakses oleh para pengguna yang lebih luas namun berkompeten. Semakin kaburnya batas-batas yang ada antar karyawan dan antar departemen sehingga memungkinkan terciptanya keterbukaan komunikasi dan hubungan pemasokpelanggan (supplier-customer relationship) dalam setiap tahapan proses manajemen. 8. Adanya pemahaman bahwa keputusan pimpinan bukanlah solusi yang lengkap tetapi lebih sebagai eksperimen yang masuk akal (rational experiment).
2.2 Kerangka Berpikir
Persepsi
Persepsi
Kondisi Saat Ini
Kondisi yang Diharapkan
Organizational Learning ?
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Organizational learning adalah organisasi yang ingin terus menerus belajar untuk mencapai visi, meningkatkan daya saing perusahaan, organisasi yang mau belajar dari kesalahan, serta memberikan keuntungan bagi organisasi maupun perusahaan. PT Binayasa Putra Batara merupakan perusahaan yang sedang berkembang, untuk mencapai visi dan misi perusahaan PT Binayasa Putra Batara menerapkan organizational learning. Dari kerangka berpikir diatas dapat dilihat bahwa kondisi Organizational Learning tidak lepas dari kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan. Hal ini disebut juga sebagai gap. Karena ada gap maka ada perbedaan praktek antar dimensi yang memberi arti bahwa kinerja berarti punya masalah dalam bersaing. Gap atau kesenjangan dalam Organizational Learning dapat mempengaruhi tingkat daya saing perusahaan dan perkembangan perusahaan. Ketika perusahaan memiliki Organizational Learning perusahaan akan mampu berkembang sebagai perusahaan yang memiliki tingkat kualitas pikiran (kreativitas dan inovasi) yang baik.