BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Pidada Merah 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Pidada Merah Tumbuhan pidada (Soneratia) adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa tepi sungai, dan bagian dari vegetasi mangrove. Secara lokal pohon ini sering disebut dengan sebutan perapat. Secara ekologi tumbuhan ini hidup di daerah yang pasang surut yang berlumpur, dan rawa-rawa. Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis seperti halnya pidada (Soneratia), menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Sehingga tumbuhan ini tetap dapat berkembang di daerah hutan yang berlumpur.(Santoso N, 2005.) Buah pidada memiliki adaptasi khusus terhadap lingkungan hidupnya. Pola adaptasi buah pidada dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu pola adapatasi reproduksi, akar dan daun. Pola adaptasi reproduksinya berupa polinasi dan vivipar. Polinasi akan terjadi ketika umur buah sudah mencapai 3-4 tahun. Polinasi akan dipengaruhi oleh angin, serangga dan burung. Vivipar pada buah pedada berbentuk propagul, yaitu bakal pohon yang keluar selama berada pada induknya. Pola adaptasi akar pada buah pedada adalah akar pneumatofor atau akar napas. Akar napas ini berfungsi sebagai pencegah ultrafikasi dan mensuplai oksigen. Bentuk
dari akarnya sendiri adalah kerucut normal. Pola adaptasi pada daun adalah bentuk daun yang elips dengan ujung membulat, susunan daun yang menjari. Tumbuhan ini mampu tumbuh hingga ketinggian dengan 5-20 Meter, dengan struktur batang terdiri dari, akar, batang, ranting, daun, bunga dan buah. Batang berukuran kecil hingga besar, di ujung batang terdapat ranting yang tumbuh menyebar. Daun-daunnya tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau memanjang, 5–13 cm × 2–5 cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat atau tumpul. Tangkai daun pendek dan seringkali kemerahan. Bunga sendirian atau berkelompok hingga 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak bertaju 6 (jarang 7–8), runcing, panjang 3–4,5 cm dengan tabung kelopak serupa cawan dangkal di bawahnya, hijau di bagian luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya. Daun mahkota merah, sempit, 17-35 mm × 1,5-3,5 mm. Benangsari sangat banyak, panjang 2,5–3,5 cm, putih dengan pangkal kemerahan yang cepat rontok. Tangkai putik besar dan panjang, tetap tinggal sampai lama. Buah berbiji banyak berbentuk bola pipih, hijau, 5–7,5 cm diameternya dan tinggi 3–4 cm, terletak di atas taju kelopak yang hampir datar. Daging buahnya kekuningan, masam asin, dan berbau busuk.(Sukmadi R, dkk.2008).
2.1.2 Sistematika Tumbuhan Pidada Merah Sistematika tumbuhan Pidada Merah adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantea
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Soneratiaceae
Genus
: Soneratia
Spesies
: Soneratia caseolaris L.
2.1.3 Manfaat Tumbuhan Pidada Merah (Soneratia caseolaris L.)
Tumbuhan pidada dapat di manfaatkan untuk bahan makanan, daun-daunnya yang masih muda dapat diolah menjadi makanan dan campuran masakan, dan buahnya yang sudah tua dapat di manfaatkan sebagai minuman, dengan cara diambil sari buahnya dan menjadikannya bahan baku sirup pidada. Selain itu kayu dari pohon pidada ini juga dapat di manfaatkan sebagai kayu bakar, karena kayunya berkualitas rendah dan memiliki serat yang padat, jadi sulit untuk memanfaatkan kayu pohon pidada sebagai bahan baku mebel. Tumbuhan pidada memiliki manfaat yang besar tehadap lingkungan sekitar, terutama lingkungan pesisir. Secara tidak langsung tumbuhan pidada maupun tumbuhan bakau lainya dapat mencegah erosi dan abrasi pantai dari pasang surut air laut, selain itu tumbuhan ini akan menjadi tempat tinggal hewan-hewan rawa, seperti kepiting, udang, kerang ikan, dan lain-lain. Namun jika hutan pidada atau hutan bakau lebih di kelola dengan baik maka akan memberikan nilai ekonomis untuk warga sekitar, dengan cara menjadikan hutan bakau salah satu tampat wisata.Daun pada buah pedada berfungsi untuk ekskresi garam. Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah tumbuhan pidada merah.Secara tradisional tumbuhan pidada merah ini digunakan sebagai ramuan bedak dingin. (Heyne,K.1987) 2.1.4.Kandungan Kimia Pidada merah Menurut penggunaan obat tradisonal tumbuhan pidada merah, para peneliti menguji ekstrak tumbuhan pidada merah untuk aktivitas antioksidan dengan menggunakan 1,1-difenil2-picrylhydrazyl (DPPH) pada kromatografi lapis tipis. Dari hasil pemisahan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada dua flavonoid yang terkandung, yaitu: luteolin dan luteolin7-O-betaglukosida. Kedua senyawa ini juga memiliki aktivitas antioksidan. (Kumar,S.2005). 2.2.Senyawa Flavonoida
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawasenyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981) Lebih dari 800 jenis flavonoid telah teridentifikasi. Banyak di antaranya terdapat bersama vitamin C. Contoh flavonoid ialah kuersitin dalam cranberry, rutin dalam buckwheat, hisperidin dalam jeruk, dan picnogenol dalam pine bark. Zat ini dipercaya bekerja bersama vitamin C dengan cara tertentu untuk mencegah kerusakan struktur sel akibat radikal bebas. Flavonoid relatif stabil dan tahan terhadap panas, oksigen, dan kekeringan walaupun dapat rusak karena cahaya. Oleh karena itu, buah atau sayuran berwarna cerah sebaiknya disimpan ditempat yang teduh dan dingin untuk mempertahankan zat-zat gizinya yang amat berharga. Jadi, warna buah-buahan dan sayuran tak hanya membuat penampilannnya menarik, tetapi juga rasa yang enak serta kandungan gizi yang dapat melindungi sel saraf dan otak secara maksimal. Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh – tumbuhan kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang terdapat dalam hewan. Dalam sayap kupu – kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh – tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988). Senyawa-senyawa flavonoida terdiri dari beberapa jenis,tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana dari sistem1,3-diarilpropana. Antosianin, flavonol, dan flavon adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama.(Lenny,S.2006) Antosianin (dari bahasa Yunani anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga
terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun pada musim gugur disebabkan oleh timbulnya antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies. Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah, atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin. (Salisbury, 1995). 2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa ciri struktur yaitu :
A
C
C
C
B
Kerangka dasar senyawa flavonoida
Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.
HO
O
HO
A C3
C6
OH Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :
O A
C3
C6
HO
O
OCH3 O A C3 OCH3
H3CO
A HO
C3
C6
H3CO
OH
C6
Cincin B adalah karakteristik 4-, 3, 4-, 3,4, 5- terhidroksilasi R C6 (A)
C3
B
R' R''
R = R’ = H, R’’ = OH R = H, R’ = R” = OH R = R’ = R” = OH (juga, R = R’ = R” = H)
(Sastrohamidjojo, 1996)
2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida Sebagian besara senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoida terikat pada suatu gula.Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya ikatan glikosida terbentuk apabila ikatan hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alkohol kepada aldehida yang dikatalisasi oleh asam menghasilkan suatu asetat. (Lenny,S.2006) Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne, 1996)
Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoida Oglukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh sifat gula tersebut. Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. Pada flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO 3 K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, dimana bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang masih bebas atau pada gula. Pada Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, tetapi terdapat pada gimnospermae. Pada Aglikon flavonoida yang aktif-optik mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain. (Markham, 1988). Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C 3 yaitu : 1. Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa
dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O
OH O
flavonol
2. Flavon Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon - karbonya. Contohnya luteolin 8-Cglikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.
O
O flavon
3. Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
O
O
isoflavon
4. Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.
O
O flavanon
5. Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna. O
OH
O Flavanonol
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan. OH OH HO
O
OH
OH katekin
7. Leukoantosianidin Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
O OH OH
HO
Leukoantosianidin 8. Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab dari semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
O OH Antosianin
9.Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996).
O kalkon
10. Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995).
O HC O Auron Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni: Tabel 1.Turunan Senyawa Induk Flavon menurut Harbone. Golongan flavonoida
Penyebaran
Ciri khas
Antonsianin
Proantosianidin
pigmen bunga merah larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak marak,dan biru juga dalam dengan BAA pada kertas. daun dan jaringan lain. terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu. menghasilkan antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol ) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.
Flavonol
Flavon
Glikoflavon
Biflavonil
terutama ko-pigmen tanwarna setelah hidrolisis, berupa dalam bunga sianik dan asianik; bercak kuning murup pada tersebar luas dalam daun. kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV; maksimal spektrum pada 330 – 350 seperti flavonol setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal; maksimal spektrum pada 330350 nm. seperti flavonol mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa. tanwarna; hampir seluruhnya pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan R F tinggi . terbatas pada gimnospermae. dengan amonia berwarna merah, maksimal spektrum 370-410 nm.
Khalkon dan auron
pigmen bunga kuning, kadang- berwarna merah kuat dengan kadang terdapat juga dalam Mg / HCl; kadang – kadang sangat pahit . jaringan lain
Flavanon
tanwarna; dalam daun dan bergerak pada kertas dengan buah ( terutama dalam Citrus ) pengembang air; tak ada uji warna yang khas. tanwarna; sering kali dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku,Leguminosae
Isoflavon
2.2.3 Metoda isolasi senyawa flavonoida menurut Harbone Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan, diasamkan dengan H 2 SO 4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar (Terpenoida atau senyawa Fenol). (Harborne, 1996).
2.2.4 Sifat Kelarutan Flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan dalam udara terbuka, maka banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, sehingga flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. 2.3 Teknik Pemisahan Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan: 1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaanperbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995).
2.3.1.Kromatografi Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang mampu dilewati. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau gas. (Underwood, 1981). Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut
kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu: 1) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan): a.kromatografi lapis tipis b.kromatografi penukar ion 2) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat 3) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas. 4) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni : a. kromatografi gas–cair b. kromatografi kolom kapiler Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).
2.3.1.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut. (Sudjadi, 1986). Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter,1991).
Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut: 1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom 2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi. 4. Isolasi flavonoida murni skala kecil 5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas. (Markham, 1988).
2.3.1.2 Kromatografi Kolom Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena
aliran
yang disebabkan oleh gaya berat atau
didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991). Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung. (Markham, 1988).
2.3.1.3 Harga Rf (Retardation Factor) Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak
perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding. Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf = Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1991). 2.3.2 Ekstraksi Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air. Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator. (Harborne, 1996).
2.4 Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua protonproton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi,1995). Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu : 1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.
CH 3 CH 3
Si
CH 3
CH 3 2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl 3 atau CCl 4 . (Silverstein, 1986)
Pada spektrometri RMI integrasi
sangat penting. Harga integrasi menunjukkan
daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja,1995). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan
Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi tentang
bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979).
2.4.1 Spektrofotometri Ultra Violet Serapan molekul di dalam daerah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986). Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Tabel 2. Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut : ( Markham, 1988) λ maksimum utama (nm)
λ maksimum tambahan (nm) (dengan intensitas nisbi)
Jenis flavonoida
475-560
± 275 (55%)
Antosianin
390-430
240-270 (32%)
Auron
365-390
240-260 (30%)
Kalkol
350-390
± 300 (40%)
Flavonol
250-270
± 300 (40%)
Flavonol
330-350
tidak ada
Flavon dan biflavonil
300-350
tidak ada
Flavon dan biflavonil
275-295
310-330 (30%)
Flavanon dan flavononol
± 225
310-330 (30%)
Flavonon dan flavononon
310-330
310-330 (25%)
Isoflavon
2.4.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR) Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm
-1
(panjang
gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul. Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).
2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur
molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidroge (Cresswell, 1982). Spektrometri Resonansi Magnetik Inti ( Nuclear Magnetic Resonance, NMR ) dan umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik. 2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. ( Dachriyanus, 2004 )
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua protonproton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi,1995).