BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: a.
Tahu Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang
telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b.
Paham Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
menjelaskan
dengan
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
mampu dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c.
Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. d.
Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen yang masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain, misalnya mengelompokkan dan membedakan.
Universitas Sumatera Utara
e.
Sintesis Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f.
Evaluasi Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek.
2.2.
Katarak
2.2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeable (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lameral subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula (zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Universitas Sumatera Utara
Enam puluh lima persen terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serta nyeri, pembuluh darah atau syaraf di lensa (Vaughan, 2000).
Gambar 2.1. Anatomi Lensa Mata (Sumber : Netter, 2003)
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.
Universitas Sumatera Utara
Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Kadang-kadang serta-serat ini menjadi keruh (opak), sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak. Lensa defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi (Sherwood, 2001). 2.2.2. Definisi Katarak Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun (Ilyas, 2006). 2.2.3. Etiologi dan Faktor resiko Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Penyakit peradangan dan metabolik, misalnya diabetes mellitus. b. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C. c. Riwayat keluarga dengan katarak. d. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu. e. Pembedahan mata. f. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang. g. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar ultraviolet. h. Efek racun dari merokok dan alkohol (Gin Djing, 2006 dan Ilyas, 2006).
2.2.4. Gejala Adapun gejala dari katarak adalah : a. Penglihatan kabur dan berkabut. b. Merasa silau terhadap sinar matahari.
Universitas Sumatera Utara
c. Kadang merasa seperti ada film didepan mata. d. Seperti ada titik gelap didepan mata. e. Penglihatan ganda. f. Sukar melihat benda yang menyilaukan. g. Halo, warna disekitar sumber sinar. h. Warna manik mata berubah atau putih. i.
Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
j.
Penglihatan dimalam hari lebih berkurang.
k. Sukar mengendarai kendaraan dimalam hari. l.
Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah.
m. Sering berganti kacamata. n. Penglihatan menguning. o. Untuk sementara jelas melihat dekat (Ilyas, 2006).
2.2.5. Patogenesis Katarak 2.2.5.1. Konsep Penuaan Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.2. Teori Radikal Bebas Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah (Youngson, 2005). Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang banyak
terjadi
adalah
pada
lensa
mata
sehingga
menyebabkan
katarak
(Kumalaningsih, 2006). Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening. 2.2.5.3. Sinar Ultraviolet Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya katarak.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.4. Merokok Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak dibanding dengan yang bukan perokok.
Gambar 2.2. Katarak (Sumber : Gin Djing, 2006)
2.2.6. Klasifikasi Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan, yaitu katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil (Ilyas, 2004). a.
Katarak Kongenital Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodism, homosisteinuri,
Universitas Sumatera Utara
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. b.
Katarak Juvenil Katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti : 1. Katarak metabolik a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula) b) Katarak hipokalsemik (tetanik) c) Katarak defisiensi gizi d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria) e) Penyakit Wilson f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain. 2. Otot Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun) 3. Katarak traumatik 4. katarak komplikata a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis). b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma). c) Katarak anoksik
Universitas Sumatera Utara
d) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi). e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom. f) Katarak radiasi c.
Katarak Senil Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Perubahan lensa pada usia lanjut : 1. Kapsul a) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak). b) Mulai presbiopia c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur. d) Terlihat bahan granular 2. Epitel – makin tipis a) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat. b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata. 3. Serat lensa : a) Lebih irregular b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel. c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
Universitas Sumatera Utara
d) Korteks tidak berwarna karena: - Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi. - Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dikenal empat stadium yaitu: insipien, intumesen, imatur, matur, hipermatur morgagni. Tabel 2.1. Perbedaan Stadium Katarak Senil Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
(air masuk)
(air+masa lensa keluar
Iris Bilik mata
Normal Normal
Terdorong Dangkal
Tremulans Normal Dalam Normal
depan Sudut bilik mata
Normal
Shadow test Penyulit
Negatif -
Sempit
Positif Glaukoma
Terbuka Normal
Pseudopos Negatif Uveitis + -
Glauko ma
(Sumber : Ilyas, 2004)
Universitas Sumatera Utara
Katarak Insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut: Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif
(benda
Morgagni)
pada
katarak
insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. Katarak Imatur. Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. Katarak Matur. Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
Universitas Sumatera Utara
lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif. Katarak Hipermatur. Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior (Ilyas, 2004). Berdasarkan lokasi terjadinya, katarak terbagi atas: a. Katarak Inti atau Nuklear Katarak inti atau nuklear merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan. Keluhan yang biasa terjadi : 1. Menjadi lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat dan untuk melihat dekat melepas kaca matanya.
Universitas Sumatera Utara
2. Setelah mengalami penglihatan kedua ini (melihat dekat tidak perlu kaca mata) penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning. Lensa lebih coklat. 3. Menyetir malam silau dan sukar. 4. Sukar membedakan warna biru dan ungu. b. Katarak Kortikal Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruh-an putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu peng-lihatan. Banyak pada penderita diabetes mellitus. Keluhan yang biasa terjadi : 1. Penglihatan jauh dan dekat terganggu. 2. Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra. c.Katarak Subkapsular Katarak Subkapsular dimulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. Adanya riwayat diabetes mellitus, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan
kelainan
ini.
Biasanya
dapat
terlihat
pada
kedua
mata.
Keluhan yang biasa terjadi : 1. Mengganggu saat membaca. 2. Memberikan keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya. 3. Mengganggu penglihatan (Ilyas, 2006). 2.2.7. Pencegahan Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol penyebab yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat pertumbuhan katarak. Cara pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga resiko katarak akan bertambah. 2. Atur makanan sehat, makan yang banyak buah dan sayur, seperti wortel. 3. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar ultraviolet mengakibatkan katarak pada mata. 4. Jaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya (Ilyas, 2006).
2.3.
Antioksidan
2.3.1. Pengertian Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya cuma- cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan
Elektron Radikal bebas
Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Antioksidan Dalam Menetralkan Radikal Bebas
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Klasifikasi Terdapat tiga macam antioksidan yaitu : 1. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase, peroxidasi dan katalase. 2. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik. Tabel 2.2. Tanaman Yang Potensial Mengandung Antioksidan Alami dan Berada di Sekitar Kita Tanaman
Jenis yang Berkhasiat Antioksidan
Sayur-sayuran
Brokoli, Kubis, Lobak, Wortel, Tomat, Bayam, Cabe, Buncis, Pare, Leunca, Jagung, Kangkung, Takokak, Mentimun.
Rempah
Jahe, Temulawak, Kunyit, Lengkuas, Temumangga, Temuputih, Kencur, Kapulaga, Bangle, Temugiring, Lada, Cengkeh, Pala, Asam Jawa, Asam Kandis
Tanaman lain
Teh, Ubi Jalar, Kedelai, Kentang, Keluwak, Labu Kuning, Pete Cina
(Sumber: Putra, 2008)
3. Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated Hroxyanisole (BHA) yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Gklinis, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi lima seperti berikut. 1. Antioksidan Primer Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting sekali karena dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas. Bekerjanya enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium yang harus terdapat dalam makanan dan minuman. 2. Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah vitamin E, Vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan. 3. Antioksidan Tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker. 4. Oxygen Scavanger Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
Universitas Sumatera Utara
5. Chelators atau Sequesstrants Senyawa yang dapat mengikat logam sehingga logam tersebut tidak dapat mengkatalis reaksi oksidasi. Akibatnya kerusakan dapat dicegah. Contoh senyawa tersebut adalah asam sitrat dan asam amino. Tubuh dapat menghasilkan antioksidan yang berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut juga ko-faktor. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh antara lain adalah seperti berikut ini : a. Superoksida Dismutase Antioksidan ini merupakan enzim yang bekerja bila ada pembantunya, yaitu berupa mineral-mineral seperti tembaga dan mangan yang bersumber pada kacangkacangan
atau
padi-padian.
Dengan
demikian
sangat
diperlukan
sekali
mengkonsumsi bahan tersebut. Sayangnya kita lebih senang mengkonsumsi bahan yang enak dimakan. Bagi orang yang mampu, kekurangan mineral dapat dilakukan dengan meminum multivitamin dan suplemen mineral, tetapi bagi orang yang hidupnya sedang-sedang saja lebih baik mengkonsumsi mineral dari tanaman karena banyak juga tanaman yang dapat menghasilkan SOD antara lain brokoli, bayam, sawi, dan juga hasil-hasil olahan seperti tempe. b. Glutathione Peroksidase Glutathione Peroksidase adalah enzim menghilangkan H2O2
yang berperan aktif dalam
dalam tubuh dan mempergunakannya untuk merubah
glutathione (GSH) menjadi glutathione teroksidasi (GSSG) dengan reaksi sebagai berikut : H2O2 + 2GSH 2 H2O + GSSG Enzim tersebut mendukung aktivitas enzim SOD bersama-sama dengan enzim katalase dan menjaga konsentrasi oksigen akhir agar stabil dan tidak berubah menjadi pro-oksidan. Makanan yang kaya glutahione adalah kubis, brokoli, asparagus, alpukat, dan kenari.
Universitas Sumatera Utara
Glutathione sangat penting sekali melindungi selaput-selaput sel. Senyawa ini merupakan tripeptida yang terdiri dari asam amino glisin, asam glutamat, dan sistein. c. Katalase Enzim katalase disamping mendukung aktifitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air. Enzim-enzim tersebut diatas dalam bekerjanya sangat membutuhkan mineralmineral penyusun, diantaranya : copper (Cu), zinc (Zn), selenium (Se), manganese (Mn), serta besi (Fe).
2.3.3. Mekanisme Kerja Antioksidan Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan perlu dijelaskan terlebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Inisiasi
: RH - -
R* + H *
Propagasi : R* + O2 - - ROO* ROO* + RH - - ROOH + R*
(1) (2) (3)
Universitas Sumatera Utara
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Antioksidan yang baik akan beraksi dengan radikal asam lemak segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada, mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi (Kumalaningsih, 2006).
2.4.
Wortel (Daucus carota)
2.4.1.
Pengertian Wortel merupakan tanaman yang sangat bermanfaat karena banyak
mengandung beta karoten. Semakin orange warnanya, maka semakin tinggi pula kandungan beta karotennya. Dalam setiap 100 gram wortel diperoleh sekitar 12.000 SI vitamin A. 2.4.2. Kandungan Gizi Kegunaan wortel sebagai bahan pangan sayur terdukung oleh energi dan kandungan gizi pada umbi wortel yang cukup memadai. Energi dan kandungan gizi pada wortel adalah seperti tertera pada tabel.
Tabel 2.3. Kandungan Gizi (Nutrisi) Dalam Tiap 100 Gram Umbi Wortel Segar Kandungan gizi
Banyaknya 1
2
Kalori
42,00 kal
55,00 kal
Protein
1,20 gr
1,30 gr
Kalori
0,30 gr
0,40 gr
Universitas Sumatera Utara
Karbohidrat
9,30 gr
12,40 gr
Kalsium
39,00 mg
60,00 gr
Fosfor
37,00 mg
28,00 gr
0,80 mg
1,70 gr
Zat Besi Vitamin A
12.000,00 SI
18.000,00 SI
Vitamin B
10,06 mg
0,04 mg
Vitamin C
6,00 mg
9,00 mg
Serat
-
0,90 gr
Abu
-
0,80 gr
Natrium
-
32,00 mg
Vitamin B2
0,04 mg
Niacin
-
Air
88,20 gr
B.d.d
88,00 %
0,60 mg 85,10%
Keterangan : B.d.d (Bagian dapat dicerna) (1) Direktorat Gizi, Depkes RI (1981) (2) Food and Nutrition Research Center Handbook No. 1, Manila (1964). (Sumber : Rukmana, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Vitamin A (Karotenoid) adalah istilah umum untuk suatu kelompok senyawa yang memiliki aktifitas biologi dari retinol dan merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan,
reproduksi,
pertumbuhan,
diferensiasi
epitelium,
dan
sekresi
lendir/getah. Sumber utama vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya αkaroten) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan. Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Senyawa ini tersebar luas dalam tanaman dan buah-buahan. Seperti halnya dengan khlorophyl, karotenoid juga terdapat dalam khloroplast daun atau batang tanaman yang berwarna hijau. Karotenoid tidak selalu berdampingan khlorophyl, tetapi sebaliknya khlorophyl selalu disertai dengan karotenoid. Disamping pada daun dan batang tanaman, karotenoid juga terdapat pada bagian-bagian lain tanaman misalnya pada umbi dan buah. Pada tanaman atau buah-buahan yang kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan karotennya juga rendah. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sedikit karotenoid, kecuali ubi jalar atau wortel. Karakteristik dari karotenoid adalah sensitif terhadap udara dan sinar terutama pada suhu tinggi serta tidak larut dalam air, gliserol, dan propilen glikol. Karotenoid larut dalam minyak makan pada suhu kamar. Karotenoid merupakan suatu zat alamiah sangat penting yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak. Zat ini hanya ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan tidak diproduksi oleh tubuh manusia. Karoten banyak terdapat pada wortel, pisang, pepaya, jeruk, buah merica dan cabai. Kata “karoten” berasal dari kata Latin yang berarti wortel (carrot), yaitu pigmen warna kuning dan orange pada buah dan sayuran. Salah satu anggota senyawa karoten yang banyak dikenal adalah β-karoten, yaitu senyawa yang akan
Universitas Sumatera Utara
dikonversikan jadi vitamin A (retinol) oleh tubuh. Itu sebabnya, β-karoten sering disebut pro-vitamin A (sumber vitamin A). Dari tabel di atas dapat dilihat kandungan vitamin A yang cukup tinggi dalam wortel. Tubuh akan mengonversikan beta-karoten menjadi vitamin A dalam jumlah secukupnya saja. Selebihnya akan tetap tersimpan sebagai beta karoten. Sifat inilah yang menyebabkan beta karoten berperan sebagai sumber vitamin A yang aman. Jadi, tidak seperti suplemen vitamin A yang bisa menyebabkan keracunan, jika diberikan secara berlebihan. Beta karoten, lutein dan zeaxantin ditemukan di wortel yang bertindak sebagai antioksidan yang dapat mengurangi kerusakan akibat radikal bebas di mata dan dapat mencegah terjadinya katarak atau mengontrol terjadinya proses katarak (African Journal of Food Science, 2009).
2.4.3. Manfaat wortel Wortel adalah salah satu sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai kemampuan untuk mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh. Wortel merupakan komoditas sayuran yang banyak mengandung beta karoten yang merupakan prekusor vitamin A. Wortel sebagai sumber vitamin A berfungsi untuk membantu proses penglihatan. Vitamin tersebut merupakan bagian yang sangat penting dari penerimaan cahaya mata. Semua pigmen penglihatan mata dibuat dari protein yang mengandung vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan katarak dan kebutaan. Dalam rangka menanggulangi kekurangan vitamin A dan epidemik kebutaan yang diderita oleh penduduk di negara berkembang, Universitas Wisconsin telah mengembangkan wortel yang memiliki kandungan vitamin A 3-5 kali lipat dibandingkan dengan kandungan wortel yang telah ada, yang disebut wortel Beta III (Pitojo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengkonsumsi secara rutin wortel dapat mengurangi keganasan dari radikal bebas. Pada penelitian Harvard dengan mengkonsumsi 50 mg karoten tiap hari dapat mengurangi resiko terjadinya katarak. Dengan mengkonsumsi tujuh wortel dapat memenuhi 50 mg karoten. Wortel selain dikonsumsi segar dapat pula dikukus terlebih dahulu. Menurit Gritz (1992) pada penelitian orang yang mengalami katarak dibandingkan dengan kelompok pembanding yang telah dipilih dengan teliti yang terdiri atas 94 orang yang berlensa bening. Kelompok kontrol yang normal dipilih agar semirip mungkin dengan kelompok penderita katarak dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat merokok, kadar kolesterol dalam darah, berat badan, tekanan darah, dan ada tidaknya diabetes. Semua contoh darah mereka dianalisa dengan metode yang sangat peka untuk mengetahui kadar vitamin E dan betakaroten. Betakaroten adalah pigmen jingga (orange) yang terdapat dalam wortel, yang di dalam hati diubah menjadi vitamin A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada relasi yang berarti antara kadar vitamin E dan betakaroten dengan kemungkinan mengalami katarak. Kadar vitamin antioksidan yang rendah di dalam darah ditemukan pada kelompok katarak, dan kadar yang lebih tinggi terdapat pada kelompok kontrol yang berlensa bening. Mereka mempunyai kadar vitamin E dan betakaroten yang rendah mempunyai kemungkinan dua setengah kali lebih besar untuk terkena katarak dibandingkan dengan yang mempunyai kadar lebih tinggi (Youngson, 2005).
Universitas Sumatera Utara