BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal.
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).
Aspal dikenal sebagai bahan/material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.
Aspal dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap
jenis aspal berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh
komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan.
Aspal A Aspal A & B
Viskositas
mempunyai viskositas young
Aspal B
60oC
Gambar 2.1 Kepekaan aspal terhadap temperatur Gambar 2.1. memberikan ilustrasi tentang dua jenis aspal yang mempunyai nilai viskositas yang sama pada temperatur 60oC , tetapi berbeda pada temperatur lainnya. Aspal A lebih peka terhadap perubahan temperatur, jika dibandingkan dengan aspal B. Kepekaan terhadap lama waktu pelaksanaan perkerasan jalan dan perubahan temperatur sepanjang masa pelayanan jalan, jika menggunakan aspal A lebih tinggi dari pada jika menggunakan aspal B. Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi, tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter pengukur kepekaan
Universitas Sumatera Utara
aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration index = PI) (Sukirman,S., 2003).
Gambar 2.2 Struktur Aspal
2.1.1. Jenis – Jenis Aspal
Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :
a) Aspal Alamiah Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.
b) Aspal Batuan Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di
Universitas Sumatera Utara
Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah-daerah tertentu saja.
c) Aspal Minyak Bumi Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).
Aspal pabrik, merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini, mempunyai kualitas standard. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :
1) Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi 1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (di pasaran lebih banyak, yaitu sebesar 85%). 2) Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid Curing (RC). 3) Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut angka penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya. Umumnya aspal beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi jalan terbagi atas beberapa jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau dikenal dengan Hot Mix Asphalt Concrete (HMAC) merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam jalan raya, sedangkan jenis lainya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).
Aspal iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis
Universitas Sumatera Utara
termasuk Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal tipe grade 60/70. Untuk data jenis pengujian dan persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70 Sifat
Ukuran o
Densitas pada T 25 C Penetrasi pada T 25 oC Titik leleh Daktilitas pada T 25 oC Kerugian pemanasan Penurunan pada penetrasi setelah pemanasan Titik nyala Kelarutan dalam CS2 Spot Test
Spesifikasi
Standart Pengujian
K/m 0,1 mm o C Cm %wt
1010 - 1060 60/70 49/56 Min. 100 Max. 0,2
ASTM-D71/3289 ASTM-D5 ASTM-D36 ASTM-D113 ASTM-D6
%
Max. 20
ASTM-D6&D5
Min. 250 Min. 99,5 Negatif
ASTM-D92 ASTM-D4 AASHO T102
3
o
C %wt
2.1.2. Sifat Kimiawi Aspal
Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene (Koninklijke, 1987).
Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari paraffin, naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air ke dalam campuran (Rianung, 2007). Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil. Dimana unsurunsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%). Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal :
Universitas Sumatera Utara
a). Asphaltene Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, merupakan komplek aromatis, H/C ratio 1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n-heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan makin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.
b). Maltene Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.
Resin. Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk solid atau semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H, dan sedikit atom O, S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1,3 - 1,4, memiliki berat molekul antara 500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.
Aromatis. Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 – 2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.
Saturate. Senyawa ini berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan aromatis. tersususn dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.
Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan disusun utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak (Nuryanto, A. 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Aspal Polimer
Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal polimer (atau biasa disingkat dengan PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan (Polacco, 2005).
Penggunaan campuran polimer aspal merupakan trend yang semakin meningkat tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkan kualitas aspal yang lebih baik dan tahan lama. Modifikasi polimer aspal yang diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dengan bahan aditif polimer dapat meningkatkan sifat-sifat dari aspal tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang sesuai dengan campuran aspal. Penggunaan polimer sebagai bahan untuk memodifikasi aspal terus berkembang di dalam dekade terakhir (Fei-Hung, 2000).
Untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan permukaan aspal, peneliti telah memusatkan perhatian pada aditif yang diperoleh dengan memanfaatkan bahan bekas, seperti polistirena bekas. Untuk bahan-bahan polimer yang efektif digunakan jalan raya, haruslah yang dapat meningkatkan resistensi terhadap keretakan letih, mengurangi cakupan deformasi permanen dan mengurangi pengerasan pada suhu tinggi (King, 1986).
2.2.
Polistirena
Polistirena pertama kali dibuat pada 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker Jerman. Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan,
Universitas Sumatera Utara
polistirena biasanya bersifat termoplastik padat, tidak mudah patah dan tidak beracun serta dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi.
Stirena tergolong senyawa aromatik. Polistirena berbentuk padatan murni yang tidak berwarna, bersifat ringan, keras, tahan panas, agak kaku, tidak mudah patah dan tidak beracun, memiliki kestabilan dimensi yang tinggi dan shrinkage yang rendah, tahan terhadap air atau bahan kimia non-organik atau alkohol, dan sangat mudah terbakar. Berikut ini tabel sifat-sifat fisik dari polistirena.
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Polistirena Sifat Fisis Densitas Densitas EPS Spesifik Gravitasi Konduktivitas Listrik (s) Konduktivitas Panas (k) Modulus Young(E) Kekuatan Tarik (st) Perpanjangan Notch test Temperatur Transisi gelas (Tg)
Ukuran 1050 kg/m³ 25 - 200 kg/m³ 1,05 -16
10 S/m 0.08 W/(m·K) 3000-3600 MPa 46–60 MPa 3–4% 2–5 kJ/m² 95 °C
Polistirena adalah molekul yang memiliki berat molekul ringan, terbentuk dari monomer stirena yang berbau harum. Polistirena merupakan polimer hidrokarbon parafin yang terbentuk dengan cara reaksi polimerisasi, dimana reaksi pembentukan polistirena adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Struktur Stirena dan Polistirena
Universitas Sumatera Utara
Salah satu jenis polistirena yang cukup popular dikalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah Styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatanya Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstuksi bangunan.
Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Polistirena foam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspense pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik (Badan POM, 2008).
Polistirena foam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara benar agar tidak merugikan lingkungan. Pemanfaatan polistirena bekas untuk bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer merupakan salah satu cara meminimalisir limbah tersebut (Damayanthi, 2004).
2.3.
Agregat
Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan (manufactured aggregate) maupun agregat buatan (syntetic aggregate) yang digunakan sebagai bahan utama penyusun perkerasan jalan.
Menurut Pedoman No. 023/T/BM/1999, SK No. 76/KPTs/Db/1999. Pedoman Teknik Perencanan Campuran beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak
Universitas Sumatera Utara
Dep. Kimpraswil Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan, agregat dibedakan dalam beberapa kelompok yaitu : a) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah. Agregat kasar dalam campuran beraspal panas untuk mengembangkan volume mortar dengan demikian membuat campuran lebih ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan. b) Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan saringan No. 200 (0.075 mm) terdiri dari hasil pemecahan batu atau pasir alam. Fungsi utama dari agregat halus adalah untuk mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan dan gesekan antar partikel, berkenaan dengan itu agregat halus harus memiliki kekerasan yang cukup dan mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukaan, bersih dan bukan bahan organik. c) Agregat pengisi (filler), terdiri atas bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.(SK. SNI M-02- 1994-03). Fungsi dari Filler adalah untuk meningkatan viskositas aspal dan untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Hasil penelitian umumnya menunjukan bahwa meningkatnya jumlah bahan pengisi (filler) cenderung akan meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga dalam campuran (Rianung, 2007).
2.3.1. Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat
Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai (Setyono, 2003).
Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya. Persyaratan pasir menurut PUBI 1982 agar dapat digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
Pasir harus bersih. Bila diuji dengan memakai larutan pencuci khusus, tinggi endapan pasir yang kelihatan dibandingakan tinggi seluruhnya endapan tidak kurang dari 70%.
-
Kandungan bagian yang lewat ayakan 0,063 mm (Lumpur) tidak lebih besar dari 5% berat.
-
Angka modulus halus butir terletak antara 2,2 sampai 3,2 bila diuji memakai rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16 mm, 0,315 mm, 0,63 mm, 1,25 mm, 2,5 mm, dan 10 mm dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3 mm minimal 15% berat.
-
Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu aspal. Untuk itu bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.
-
Kekekalan terhadap larutan MgSO4, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10% berat.
-
Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap alkali harus negatif (Setyawan, 2006)
Senyawa kimia silikon dioksida, juga yang dikenal dengan silika (dari bahasa latin silex), adalah oksida dari silikon dengan rumus kimia SiO2 dan telah dikenal sejak dahulu kekerasannya. Silika ini paling sering ditemukan di alam sebagai pasir atau kuarsa, serta di dinding sel diatom.
2.4.
Inisiator Radikal Bebas
Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metal metakrilat dan beberapa sikloalkana cincin teregang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa hadirnya suatu inisiator radikal bebas tambahan. Akan tetapi sebagian monomer memerlukan beberapa jenis inisiator. Inisiator radikal bebas dikelompokkan menjadi empat tipe utama, yaitu : peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks dan beberapa senyawa membentuk radikal bebas dibawah pengaruh cahaya (fotoinisiator) (Steven MP, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Penggunaan Dikumil Peroksida (DCP) Sebagai Inisiator
Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada strukturnya. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).
DCP adalah sumber radikal sumber yang kuat, digunakan sebagai inisiator polimerisasi, katalis, dan zat penvulkanisasi. Temperatur waktu paruh 61 oC (untuk 10 jam) 80 oC (untuk 1 jam) dan 120 oC (untuk 1 menit).
DCP terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada pemanasan dan dibawah pengaruh cahaya. DCP juga bereaksi keras dengan senyawa yang bertentangan (asam, basa, zat pereduksi, dan logam berat). Sebaiknya DCP disimpan dalam kondisi temperatur kamar (< 27 oC atau maksimum 39oC) dan untuk menjaga dari zat pereduksi dan senyawa-senyawa yang tidak kompatibel dengannya (http://www.chemicalland21.com/specialtychem/perchem/DICUMYL%20PEROXID E.htm).
Gambar 2.4 Struktur Dikumil Peroksida
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Degradasi Polistirena Dengan Inisiator Dikumil Peroksida
Polistirena yang ditambahkan dengan dikumil peroksida akan terjadi pemutusan rantai polistirena dan pembentukan ikatan silang pada polistirena. Dengan reaksinya sebagai berikut :
1. Tahap Dekomposisi
2. Tahap Inisiasi
3. Tahap Pemutusan Rantai
4. Tahap Pembentukan Ikatan Silang
Gambar 2.5 Reaksi Degradasi Polistirena dengan Dikumil Peroksida
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Divenil Benzena (DVB)
Divenil benzena berubah-ubah secara ekstrim zat crosslinking (ikat silang) yang sangat baik dan juga meningkatkan sifat-sifat polimer. Sebagai contoh, divenil benzena banyak digunakan pada pabrik adesif, plastik, elastromer, keramik, material biologis, mantel, katalis, membran, peralatan farmasi, khususnya polimer dan resin penukar ion
Gambar 2.6 Struktur Divenil benzena Rumus molekul divenil benzena C10H10, titik didih 195o C, tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter dan titik nyala 76o C. ketika bereaksi bersama-sama dengan stirena, difenil benzena dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin polyester. Stiren dan divenil benzena bereaksi secara bersama-sama menghasilkan kopolimer stirena divenilbenzena (James, 2005).
2.6.
Karakterisasi Modifikasi Aspal Polimer
Karakteristik dari modifikasi aspal polimer yang diukur meliputi : uji sifat fisik dan mekanik yaitu dengan uji penyerapan air mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan uji kuat tekan mengacu pada ASTM D 1559-76.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1. Uji Penyerapan Air (Water Absorption Test)
Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
WA =
(M j − M k ) Mk
Dengan :
x100%
.................................................................. Pers. 2.1
WA
= Penyerapan air
Mk
= Massa sampel kering
Mj
= Massa jenuh air
2.6.2. Uji Kuat Tekan (Compressive Strength Test)
Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah ini :
Gambar 2.7 Kuat Tekan
Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
P =
Dengan :
F A
............................................................................ Pers. 2.2
P
= Kuat tekan
F
= gaya maksimum dari mesin tekan, N
A
= Luas penampang yang diberi tekanan, m2 (Butarbutar, 2009).
Universitas Sumatera Utara