BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.11
2.2 Tingkat Keparahan Karies Pada Anak-anak Tingkat keparahan karies pada anak balita dapat dilihat dari pengalaman karies seperti decayed, missing dan filling pada gigi dan permukaannya (deft / defs). Sejak tahun 1969 sehingga tahun 2003, World Health Organization (WHO) telah melaporkan prevalensi karies pada anak-anak usia 12 tahun di seluruh dunia. Terdapat 5 tingkat prevalensi karies mulai dari 0,0 hingga 6,5 (Tabel 1).13 Pada peta dunia (Gambar 1), dapat dilihat bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi karies (DMFT) masih di tahap yang rendah dibanding negara-negara lain seperti Filipina dan Amerika Latin. Tabel 1. LIMA TINGKAT KEPARAHAN KARIES BERDASARKAN DMFT13 Warna pada peta ( Gambar 1 )
Tingkat Karies
Rata-rata DMFT
Hijau
Tingkat keparahan karies sangat rendah
0,0 – 1,1
Biru
Tingkat keparahan karies rendah
1,2 – 2,6
Kuning
Tingkat keparahan karies sederhana
2,7 – 4,4
Merah
Tingkat keparahan karies tinggi
4,5 – 6,5
Coklat
Tingkat keparahan karies sangat tinggi
> 6,5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Prevalensi karies gigi pada anak-anak usia 12 tahun di seluruh dunia pada tahun 1993 13
2.3 Pola Distribusi Karies Karies gigi pada anak merupakan penyakit yang serius dan kadangkala sangat menyakitkan, karies dapat mengenai gigi yang baru erupsi dan berkembang dengan sangat cepat. Karies botol (baby bottle tooth decay / nursing caries) merupakan tipe karies yang sering terkena pada anak balita. Karies ini terjadi karena kebiasaan para ibu memberikan susu atau minuman manis dalam botol kepada anak sambil menidurkan anak hingga tertidur tanpa membersihkan gigi mereka.14 Gigi insisivus maksilaris merupakan gigi yang paling parah terkena sedangkan gigi insisivus mandibularis biasanya tidak terkena. Gigi molar pertama maksilaris dan mandibularis bisa juga terlibat tetapi tidak terlalu luas begitu juga gigi molar kedua maksilaris dan mandibularis, jika terlibat biasanya tidak terlalu parah. Tipe distribusi karies ini adalah berdasarkan tergenangnya air susu atau minuman manis di sekitar gigi insisivus maksilaris dan gigi-gigi lain, sementara gigi insisivus mandibularis terlindung oleh lidah. Minuman-minuman tersebut
yang biasanya
Universitas Sumatera Utara
mengandung kadar karbohidrat terfementasi yang tinggi serta kurangnya aliran saliva ketika waktu tidur memberikan satu keadaan yang baik untuk pembiakkan dan perkembangan karies.15
2.4 Etiologi Karies Etiologi karies gigi adalah multifaktor. Karies terjadi dengan dimulainya pembentukan biofilm yang menjadi perantara untuk proses demineralisasi pada enamel dan dentin. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor berikut : 16,17 a.
Mikroorganisme kariogenik
Karies merupakan penyakit bakteri yang infeksi dan dapat ditransmisikan. Spesies Streptococcus mutans (S.mutans) dan Streptococcus sobrinus merupakan bakteri yang lebih berpengaruh untuk terbentuknya karies. Spesies laktobasilus juga terlibat dalam pembentukan lesi karies dan berperan penting dalam perkembangan lesi dan bukan pada inisiasinya.18 Gula monosakarida dan disakarida akan dimetabolisasi oleh bakteri tersebut menghasilkan asam yang dapat menyebabkan demineralisasi pada gigi sehingga terjadinya kavitas. Proses demineralisasi ini adalah reversible. Tetapi, kehilangan mineral semasa proses tersebut yang menyebabkan terjadinya kavitas adalah karena serangan asam yang panjang dan melampaui ketahanan host.17 Perlu diingat bahwa bayi tidak dilahirkan dengan adanya bakteri pada rongga mulut mereka, namun untuk terjadinya karies diperlukan adanya infeksi. S.mutans paling banyak mengkolonisasi pada bayi melalui kontak saliva. Penularan berlaku terutama secara transmisi vertikal yaitu dari ibu/penjaga seperti merasa atau meniup makanan bayi sebelum menyuapi mereka. Apabila ibu mempunyai tingkat S.mutans yang tinggi, anak-anak
Universitas Sumatera Utara
mereka dapat terpapar awal dengan infeksi tersebut dan berisiko tinggi untuk mengalami karies.16,19 Beberapa studi telah menemukan pada anak yang memiliki karies, tingkat konsentrasi S.mutans pada plak dan saliva mereka adalah sebanyak 30-40%.20 Transmisi horizontal kurang menginfeksi, seperti penularan dalam kelompok umur yang sama (keluarga atau teman sekelas).17,18 Penelitian klinis terkini telah menemukan bahwa S.mutans dapat melekat pada tisu lunak pada anak kecil yang belum mengalami erupsi gigi. Malah, telah dijumpai juga kolonisasi S.mutans pada bayi usia 3 bulan.19
b.
Substrat yang bisa difermentasi
Penelitian Vipeholm tentang diet dan karies telah membukt ikan bahwa : (1) konsumsi gula pada waktu makan bisa menyebabkan sedikit peningkatan pada aktivitas karies; (2) konsumsi gula di antara waktu makan menimbulkan peningkatan aktivitas karies yang nyata; (3) gula dalam bentuk yang lengket menghasilkan peningkatan yang jelas pada aktivitas karies; (4) aktivitas karies berbeda pada setiap individu dengan diet yang sama; dan (5) aktivitas karies menurun apabila gula dikeluarkan dari diet.21 Perlu diingat bahwa bukan saja tipe makanan yang penting, kadar konsumsi juga berperan penting dalam pembentukan karies. Pemaparan yang lama dan berulang kepada karbohidrat beragi dapat meningkatkan risiko karies terutama pada permukaan licin. S. mutans akan meragi semua jenis karbohidrat tetapi, mikroorganisme tersebut paling efisien dalam menghasilkan asam dari gula jenis sukrosa. Gula dapat membantu pelekatan plak dan merupakan sumber energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri-bakteri tersebut. Sukrosa, glukosa dan fruktosa dapat dijumpai di kebanyakan makanan dan minuman seperti minuman manis serta susu formula. Laktosa yang terkandung dalam susu sapi merupakan salah satu gula yang kurang kariogenik.19
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Roberts pada anak pra-sekolah dengan penyakit kronis yang sering diberi obat sirup dengan kandungan sukrosa yang tinggi, telah ditemukan peningkatan empat kali lipat pada jumlah dmfs mereka dibanding anak-anak sehat.20 c.
Host yang rentan
Terdapat beberapa faktor host yang dapat mempengaruhi gigi untuk terjadinya karies, antara lain termasuk hiposaliva, enamel hipoplasia, perkembangan enamel yang tidak lengkap, morfologi gigi, faktor imunologi, serta faktor genetik gigi seperti ukuran, permukaan, dan kedalaman pit/fisur.22 Saliva merupakan sistem pertahanan utama host terhadap karies. Saliva menyingkirkan sisa makanan dan bakteri serta bertindak sebagai buffer terhadap asam yang diproduksi. Ia mengandung kadar kalsium dan fosfor yang sangat jenuh oleh karena itu, saliva berperan dalam perkembangan dan pematangan enamel serta membantu proses remineralisasi enamel yang telah didemineralisasi. Sewaktu tidur, aliran saliva yang berkurang menurunkan aktivitasnya sebagai buffer sehingga meyebabkan gigi rentan terhadap karies.21,22 Setelah gigi erupsi, enamel terus menjalani proses perkembangan dan pematangan. Pada tahap ini, gigi paling rentan terhadap karies sampai perkembangannya sempurna.22 Gigi desidui kurang kandungan mineralnya dibanding gigi permanen sehingga, dapat meningkatkan kerentanan terhadap karies.21 Anak-anak yang mengalami enamel hipoplasia biasanya dihubungkan dengan kelahiran prematur, berat badan yang kurang, penyakit serta malnutrisi.20 Penelitian Aine di Finlandia pada tahun 2000 tentang kecacatan enamel gigi desidui pada anak dengan kelahiran prematur ditemukan prevalensi yang tinggi yaitu 78% memiliki kecacatan enamel dibanding 20% pada kelompok kontrol dengan p < 0.001. Pada
Universitas Sumatera Utara
keadaan seperti ini, terjadi perkembangan enamel dan struktur yang tidak lengkap sehingga menambah retensi plak serta meningkatkan kolonisasi S. mutans pada gigi.23
d. Waktu Interaksi antara ketiga faktor tersebut selama suatu periode akan merangsang pembentukan karies, yang dimulai dengan munculnya white spots pada permukaan gigi tanpa adanya kavitas akibat proses demineralisasi pada bagian enamel. Faktor waktu yang dimaksudkan adalah lamanya pemaparan gigi terhadap penyebab-penyebab di atas yang menyebabkan terjadinya karies dan bervariasi pada setiap orang, diperkirakan antara 6-48 bulan.21
2.5 Faktor Predisposisi Selain keempat faktor di atas, terdapat juga faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan karies tetapi tidak berlaku kepada semua orang. Faktor-faktor risiko tersebut adalah: a. Kebiasaan Makan Menurut penelitian Azadevo di Brazil, anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan yang menyusu pada waktu malam, menggunakan botol susu pada waktu malam sebagai pengganti dot serta pada waktu siang atas permintaannya, sering terjadi karies yang tinggi (p<0.001).24 Semasa tidur, aliran saliva yang berkurang tidak efektif untuk menyingkirkan substrat yang lengket pada gigi. Anak-anak yang tidur dengan botol susu masih berada dalam mulut, akan menyebabkan susu tergenang di sekitar gigi untuk waktu yang lama sehingga mengakibatkan terjadinya karies terutama jika diberi minuman manis atau susu botol yang biasanya mengandung sukrosa.25
Universitas Sumatera Utara
b. Tingkat Sosial Ekonomi Banyak penelitian yang telah menemukan hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan prevalensi karies khususnya anak-anak pra-sekolah.10 Menurut laporan US Department of Health and Human Services, anak-anak dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah mengalami jumlah karies gigi dua kali lipat dan kecenderungan dua kali lebih untuk tidak mendapatkan perawatan gigi dibanding anak dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Kemiskinan pada golongan minoritas juga meningkatkan risiko kesehatan oral yang buruk.26
c. Pendidikan dan Pengetahuan Orangtua Anak-anak pra-sekolah umumnya tidak tahu dan belum mampu untuk menjaga kesehatan rongga mulut mereka, oleh karena itu orangtualah yang bertanggung jawab untuk mendidik anak mereka dengan benar. Orangtua dengan tingkat pendidikan yang tinggi, didapati anak mereka mempunyai prevalensi karies serta skor rata-rata dmft yang rendah. Penelitian Milgrom membuktikan bahwa ibu bukan saja bertindak sebagai reservoir bakteri kariogenik; tetapi pengetahuannya tentang gigi, perlakuan serta perawatan umum terhadap anaknya juga merupakan faktor yang mempengaruhi risiko karies.22
d. Oral Higiene Sudah terbukti bahwa kehadiran plak pada gigi merupakan faktor risiko utama terjadinya karies. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kebiasaan anak menyikat gigi, frekwensi menyikat serta penggunaan pasta gigi berfluor berhubungan dengan pembentukan dan perkembangan karies.22 Berdasarkan penelitian Chin-Man di Hong Kong
Universitas Sumatera Utara
pada 2007, anak-anak pra-sekolah yang tidak melakukan penyikatan gigi dengan benar, berisiko tinggi untuk terkena karies.27
e. Penyakit Sistemik Penelitian Bimstein di Florida pada tahun 2008 menemukan bahwa anak-anak dengan penyakit sistemik, umumnya mempunyai prevalensi nyeri gigi, plak, kalkulus serta karies yang tinggi dibanding anak-anak yang sehat.28 Penyakit kongenital atau bawaan dapat menjadi indikasi peningkatan risiko karies. Anak-anak cacat tubuh/mental memiliki koordinasi motorik yang kurang sehingga aktivitas oral higienenya juga terbatas.29
2.6 Dampak yang Ditimbulkan dari Karies Gigi Anak Karies gigi dapat menimbulkan berbagai masalah pada anak yang dapat berlanjut hingga anak mencapai usia dewasa. Dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan anak-anak dari segi fisik, emosi, mental dan juga kehidupan sosial. Umumnya karies gigi pada anak bisa mengakibatkan efek umum dan lokal yang serius untuk jangka waktu yang singkat maupun panjang.30,34 Dampak yang bisa ditimbulkan antara lain :
1. Aspek Fisik a.
Nyeri dan infeksi
Nyeri gigi merupakan efek yang paling cepat dan sering dialami akibat dari karies yang tidak dirawat. Nyeri ini dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan anakanak dari segi fisik, emosi, mental dan juga kehidupan sosial.18 Bahkan pada kasus yang ekstrim, karies juga dapat mengakibatkan kematian seperti yang terjadi di Washington pada tahun 2007, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun meninggal dunia akibat dari abses gigi
Universitas Sumatera Utara
yang dialaminya.35 Selain dari nyeri, bakterimia yang disebabkan oleh karies yang tidak dirawat, sewaktu mengunyah makanan atau ketika menyikat gigi juga dapat terjadi. Keadaan ini diperparah dengan ketidakmampuan anak kecil yang belum dapat menyatakan dengan jelas rasa sakit yang mereka alami. 20,21
b.
Kehilangan gigi prematur
Pada keadaan seperti karies yang parah sehingga tidak dapat dilakukan lagi restorasi, atau adanya infeksi di periapikal atau interadikular yang tidak dapat disembuhkan, pencabutan gigi tersebut harus dilakukan untuk menghindari keadaan yang lebih parah.32 Kehilangan dini gigi desidui dapat menyebabkan berbagai implikasi antara lain mengganggu pengunyahan dan penelanan makanan, kurangnya ruang untuk proses erupsi gigi permanen, lengkung rahang kurang berkembang, menyukarkan pengucapan kata/huruf seperti huruf f, s, t serta dapat mempengaruhi estetis dan kepercayaan diri.33,34
c.
Masalah ortodontik
Kehilangan atau ekstraksi gigi desidui pada anak kecil terutama pada kasus karies yang parah dapat menyebabkan lengkung rahang kurang berkembang, pergeseran gigi tetangga, tilting serta rotasi pada gigi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan ruang yang tersisa untuk erupsi gigi permanen tidak mencukupi sehingga diperlukan perawatan ortodonti untuk membantu mengembalikan keadaan gigi dan rahang yang normal.34,35
d.
Perkembangan dan pertumbuhan tubuh kurang
Anak yang mengalami karies pada umumnya mempunyai berat badan dan ukuran tinggi badan yang kurang daripada anak bebas karies.16,30 Berdasarkan penelitian Acs di
Universitas Sumatera Utara
New York mengenai efek nursing caries, sebanyak 8,7% anak dengan karies didapati mempunyai berat badan kurang dari 80% berat ideal mereka dibanding 1,7% pada anak yang bebas karies (p< 0,002).8 Di Taiwan, penelitian Tang pada tahun 2008 didapat bahwa, 41% anak dengan karies tinggi mengalami defisiensi anemi. Ini mungkin terjadi karena anak-anak tersebut tidak mengkonsumsi makanan mengandung zat besi yang adekuat seperti daging merah atau hasil ternak akibat fungsi pengunyahan yang terganggu.36
e.
Tidur terganggu
Nyeri, infeksi atau kehilangan gigi prematur yang disebabkan oleh karies mengganggu aktivitas makan dan tidur, asupan makanan serta proses metabolik. Tidur yang terganggu dapat mempengaruhi produksi glukosteroid yang berperan dalam proses metabolisme tubuh.6 Tidur yang terganggu terutama pada waktu malam hari akibat nyeri gigi dapat mengurangi konsentrasi anak ketika belajar serta kehilangan hari sekolah.37 Hasil penelitian Susenas pada tahun 1998 didapati, dari 62,4% penduduk Indonesia yang menderita penyakit karies, sekitar 20%-nya adalah anak usia sekolah dasar dan mereka merasa terganggu pekerjaan/sekolah karena sakit gigi dengan rata-rata 3,86 hari.38
2. Aspek Psikologis a. Dental Fear dan Dental Anxiety Orang tua seringkali membawa anak mereka pertama kali ke dokter gigi dalam keadaan sakit sehingga ini dapat memberi pengalaman yang negatif kepada anak-anak. Penelitian Klingberg pada 2001 menyatakan bahwa banyak anak kecil merasakan kunjungan ke dokter gigi sebagai sebagai suatu masalah yang membebankan dan tidak
Universitas Sumatera Utara
disukai karena melibatkan orang yang tidak dikenali, seragam dokter gigi dan alat yang menakutkan, bunyi dan rasa obat yang tidak menyenangkan serta nyeri yang timbul sewaktu perawatan. Pengalaman dental yang negatif ternyata dapat menyebabkan dental fear atau dental anxiety pada anak. Perasaan takut yang dialami ini dapat menyulitkan perawatan terutama apabila anak cemas dan keadaan ini dapat berlanjut sehingga ke alam dewasa.39
b. Kurang Kepercayaan Diri Pada kasus karies yang parah, seringkali anak datang dengan hanya bagian akar gigi yang tersisa. Perasaan kurang percaya diri dapat timbul akibat dari penampilan karies dan restorasi yang kurang estetis. Selain itu, anak-anak tersebut juga sering diejek karena penampilan akibat karies oleh keluarga atau teman-teman, sehingga dapat mengganggu perilaku sosial anak. Penelitian Filstrup mengenai hubungan karies gigi pada anak dan kualitas hidup didapat bahwa, dari 69 orang anak dengan karies, 36% diejek karena gigi dan 32%-nya tidak merasa gembira dengan gigi dan senyuman mereka.9
3.
Aspek Perilaku
a. Masalah pengelolaan perilaku Pengalaman nyeri sewaktu perawatan gigi pada usia anak-anak dilaporkan dapat meningkatkan risiko masalah pengelolaan perilaku dental.34 Menurut Dahllof, banyak dokter gigi merasa tertekan sewaktu memberi anastesi lokal pada anak pra-sekolah terutama dengan masalah perilaku dental sehingga pada kasus tertentu perawatan restoratif terpaksa dilakukan tanpa pemberian anastesi karena sikap anak yang tidak kooperatif.
Universitas Sumatera Utara
Anak-anak dengan masalah ini yang dirawat pada kasus darurat adalah sangat sukar karena anak terpaksa menjalani prosedur perawatan yang tidak nyaman dan menyakitkan.39
b. Kurang perhatian terhadap perawatan dental Pengalaman negatif atau takut yang dialami akibat perawatan gigi dapat menyebabkan anak melakukan penghindaran terhadap situasi yang berkaitan dengan gigi sehingga dapat menurunkan kesehatan oral. Penelitian Milsom pada tahun 2003 mendapati pasien yang mengalami dental fear dan anak dengan masalah perilaku dental seringkali tidak mendapat perawatan gigi yang sempurna.39
4. Aspek Sosial Penyakit gigi yang awalnya hanya menyebabkan nyeri atau kesukaran makan, pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan umum dan perilaku seorang anak. Berbagai masalah yang ditimbulkan sehingga dapat melibatkan fungsi sosial seharian seperti yang dilaporkan oleh penelitian Filstrup, 47% anak yang mengalami karies kurang bermain dengan teman-teman lain karena kondisi gigi mereka.9 Gangguan fonetik atau masalah estetis juga dapat menyebabkan anak diejek sehingga dapat mengurangi kepercayaan diri. Akhirnya anak menjadi malu untuk senyum, tertawa, atau berbicara di hadapan orang. Di Brazil, penelitian pada anak usia 4 tahun dengan karies tinggi, 31% didapati anak merasa malu untuk senyum karena kondisi karies gigi mereka yang parah.7 Selain anak, orang tua dan keluarga juga terpengaruh dengan karies gigi yang dialami oleh anak. Tinanoff dan O’Sulivan menganggarkan biaya perawatan restorasi gigi sekitar $ 1,000 atau lebih per anak. Pada perawatan gigi anak-anak, anastesi umum atau sedasi mungkin diperlukan pada anak yang kurang kooperatif sehingga menyukarkan
Universitas Sumatera Utara
proses perawatan. Anestesi umum untuk perawatan gigi tersebut bisa memerlukan penambahan sekitar $1,000 - $6,000.3,10 Orang tua juga merasa tertekan dengan kondisi anak yang mengalami sakit terus menerus terutama jika kariesnya tidak dirawat. Mereka juga kadang-kadang tidak masuk kerja karena sakit gigi anak atau perawatan gigi yang dialami anak.10
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Teori Agen • Mikroorganisme : - S.mutans - S.sobrinus - Laktobasilus
Hos • Gigi
Makanan • Diet : - Karbohidrat
Waktu
Faktor Risiko 1. Kebiasaan Makan. 2. Tingkat Sosial Ekonomi. 3. Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua. 4. Oral Higiene. 5. Penyakit Sistemik.
Etiologi
Karies Gigi Anak
Dampak
Karies Rendah
Karies Tinggi
Efek Psikososial
Aspek Fisik : Nyeri dan infeksi. Kehilangan gigi dini. Masalah ortodontik. Impak negatif pada kesehatan oral. Terganggu pertumbuhan tubuh. Gangguan tidur.
Aspek Perilaku :
Aspek Psikologis: Dental Fear & Dental Anxiety. Kurang percaya diri.
Masalah pengelolaan perilaku.
Aspek Sosial :
Kurang perhatian terhadap perawatan gigi.
Kurang bermain. Diejek. Malu untuk senyum dan berbicara.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep
Anak dengan Karies Rendah
? Efek Psikososial
Karies Gigi Anak ? Anak dengan Karies Tinggi
Aspek Fisik
Aspek Psikologis Aspek Sosial
Aspek Perilaku Orang Tua
2.9 Hipotesis 1. Ada perbedaan efek psikososial pada anak usia 3-5 tahun yang memiliki karies tinggi dan rendah.
Universitas Sumatera Utara