BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Interaktif dengan tujuan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan seperti prosedur, kebijakan, analisis, pengalaman dan wawasan manajer untuk mengambil keputusan yang lebih baik (Theorema, 2011). 2.1.1. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan (Subakti, 2002). Sistem Pendukung Keputusan juga dapat didefenisikan sebagai sebuah sistem informasi berbasis komputer yang menggabungkan model dan data dalam upaya untuk memecahkan masalah semi terstruktur dan beberapa masalah yang tidak terstruktur dengan campur tangan pengguna (Turban, et al. 2005). 2.1.2. Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan Dukungan keputusan dapat diberikan dalam banyak konfigurasi yang berbeda-beda. Konfigurasi tersebut tergantung pada sifat situasi keputusan manajemen dan teknologi spesifik yang digunakan untuk dukungan. Teknologi ini dirakit dari empat komponen dasar (masing-masing dengan beberapa variasi): data, model, antarmuka pengguna, dan (opsional) pengetahuan. Masing-masing komponen dikelola dengan perangkat lunak yang tersedia secara komersil atau harus diprogram untuk tugas spesifik. Cara
6
Universitas Sumatera Utara
7
komponen tersebut dirakit menentukan kapabilitas utamanya dan sifat dukungan yang disediakan (Theorema, 2011). 2.1.3. Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. SPK ditujukan untuk membantu keputusan-keputusan yang kurang terstruktur dan umumnya dihadapi oleh para manajer yang berada di tingkat puncak. 2. SPK merupakan gabungan antara kumpulan model kualitatif dan kumpulan data. 3. SPK memiliki fasilitas interaktif yang dapat mempermudah hubungan antara manusia dengan komputer. 4. SPK bersifat luwes dan dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi (Sudirman & Widjajani 1996). 2.1.4. Tujuan Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan pada hakekatnya memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semiterstruktur. 2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukan untuk menggantikan fungsi manajer. 3. Meningkatkan efektifitas keputusan yang diambil manajer lebih daripada perbaikan efisiensinya. 4. Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah. 5. Dukungan kualitas. Komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat, misalnya: semakin banyak data yang diakses, makin banyak juga alternatif yang bisa dievaluasi. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan (Turban, et al. 2005).
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.5. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Dalam mengambil keputusan dilakukan langka-langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah 2. Pemilihan metode pemecahan masalah 3. Pengumpulan data yang dibutuhkan untuk melaksanakan model keputusan tersebut 4. Mengimplementasikan model tersebut 5. Mengevaluasi sisi positif dari setiap alternatif yang ada 6. Melaksanakan solusi terpilih (Kusrini, 2007). 2.1.6. Komponen Sistem Pendukung Keputusan Aplikasi sistem pendukung keputusan bisa terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: 1. Subsistem Manajemen Data Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang relevan untuk suatu situasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem manajemen database (DBMS/Data Base Management System). Subsistem manajemen data bisa diinterkoneksikan deengan data warehouse perusahaan, suatu repositori untuk data perusahaan yang relevan dengan pengambilan keputusan. 2. Subsistem Manajemen Model Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan, statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang memberikan kapabilitas analitik dan manajemen perangkat lunak yang tepat. Bahasa-bahasa pemodelan untuk membangun model-model kustom juga dimasukkan. Perangkat lunak itu sering disebut manajemen basis model (MBMS/Model Base Management System). Komponen tersebut dapat dikoneksiakan ke penyimpanan korporat atau eksternal yang ada pada model. 3. Subsistem Antarmuka Pengguna Pengguna berkomunikasi dengan memerintakan sistem pendukung keputusan melalui subsistem tersebut. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan dari sistem. Para peneliti menegaskan bahwa beberapa konstribusi unik dari sistem pendukung keputusan berasal dari interaksi yang intensif antara komputer dan pembuat keputusan.
Universitas Sumatera Utara
9
4. Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan Subsistem tersebut mendukung semua subsistem lain atau bertindak langsung sebagai suatu komponen independen dan bersifat opsional. Selain memberikan inteligensi untuk memperbesar pengetahuan si pengambil keputusan, subsistem terseut dapat diinterkoneksikan dengan reposistori pengetahuan perusahaan (bagian dari sistem manajemen pengetahuan), yang kadang-kadang disebut basis pengetahuan organisasional. Arsitektur SPK dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Kusrini, 2007).
Gambar 2.1. Arsitektur SPK Beberapa metode pengambilan keputusan pada dasarnya mengambil konsep pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Sebagai contoh metode pengambilan keputusan Weighted Product (WP) dan Simple Multi-Attribute Rating Technique (SMART). 2.2. Metode Weighted Product (WP) Metode WP mengunakan perkalian untuk menghubungkan rating atribut, di mana rating setiap atribut harus dipangkatkan dulu dengan bobot atribut yang bersangkutan. Proses ini diberikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
10
------------------------------ (1)
Di mana: -
S = Vektor S
-
i = Alternatif 1, 2, …, m
-
j = Kriteria j, ..., n
-
Xij = Matriks alternatif-kriteria
-
∑wj = Bobot kriteria, dengan total = 1
Wj adalah pangkat bernilai positif untuk atribut keuntungan, dan bernilai negatif untuk atribut biaya. Preferensi relatif dari setiap alternatif, diberikan sebagai:
------------------------------ (2)
Di mana: -
V = vektor V
-
i = Alternatif 1, 2, ..., m
Contoh kasus: Misalkan nilai setiap alternatif pada setiap atribut diberikan berdasarkan data riil yang ada. perlu diidentifikasi terlebih dahulu jenis kriterianya, apakah termasuk kriteria keuntungan atau kriteria biaya. Tabel 2.1. Rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria Alternatif A1 A2
C1 2000 1500
C2 50 40
Kriteria C3 0,75 0,50
C4 18 20
C5 500 450
Kriteria C1 (kepadatan penduduk di sekitar lokasi) dan C2 (jarak dengan gudang yang sudah ada) adalah kriteria keuntungan. Sedangkan kriteria C3 (jarak dengan pasar terdekat), C4 (jarak dari pabrik), dan C5 (harga tanah untuk lokasi)
Universitas Sumatera Utara
11
adalah kriteria biaya. Permasalahan kasus di atasakan diselesaikan dengan menggunakan metode Weighted Product (WP). Sebelumnya akan dilakukan perbaikan bobot terlebih dahulu. Bobot awal W = (3, 4, 5, 4, 2), akan diperbaiki sehingga total bobot ∑ Wj = 1, dengan cara:
Kemudian vektor S dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Nilai vektor V yang akan digunakan untuk perankingan dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Nilai terbesar ada pada V1 sehingga alternatif A1 adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik. Dengan kata lain, alternatif A1 akan terpilih sebagai lokasi untuk mendirikan gudang baru (Kusumadewi, et al. 2006). 2.3. Metode Simple Multi-Attribute Rating Technique (SMART) SMART (Simple Multi–Attribute Rating Technique) merupakan metode pengambilan keputusan multi kriteria. SMART menggunakan linear additive model untuk meramal
Universitas Sumatera Utara
12
nilai setiap alternatif. SMART merupakan metode pengambilan keputusan yang fleksibel. SMART lebih banyak digunakan karena kesederhanaanya dalam merespon kebutuhan pembuat keputusan dan caranya menganalisa respon. Analisa yang terlibat adalah transparan sehingga metode ini memberikan pemahaman masalah yang tinggi dan dapat diterima oleh pembuat keputusan. 2.3.1. Proses Pemodelan SMART Adapun langkah dalam penyelesaian metode SMART yaitu : 1. Memasukkan jumlah kriteria dan bobotnya. 2. Perbaikan bobot dimana sistem secara default memberikan skala 0-100 berdasarkan prioritas
yang
telah diinputkan
kemudian dilakukan
normalisasi. Normalisasi =
wj wj
--------------------------- (3)
Di mana: - wj adalah bobot suatu kriteria w adalah total bobot semua kriteria - j 3. Memasukkan nilai kriteria tiap alternatif. 4. Hitung utility tiap kriteria dengan menggunakan rumus berikut:
ui (ai ) 100
(Cmax Couti ) % (Cmax Cmin )
--------------------------- (4)
Di mana: - ui(ai) adalah nilai utility kriteria ke-1 untuk kriteria ke-i - Cmax adalah nilai kriteria maksimal - Cmin adalah nilai kriteria minimal - Cout i adalah nilai kriteria ke-i 5. Hitung nilai akhir masing-masing dengan menggunakan rumus berikut: m
u (ai ) w j ui (ai ),
--------------------------- (5)
J 1
Di mana: - wj adalah nilai pembobotan kriteria ke-j dan k kriteria - u(ai) adalah nilai utility kriteria ke-i untuk kriteria ke-i Pemilihan keputusan adalah mengidentifikasi mana dari n alternatif yang mempunyai nilai fungsi terbesar (Kustiyahningsih, 2010).
Universitas Sumatera Utara
13
2.4.
Evaluasi Kesesuaian Lahan
2.4.1. Konsep Evaluasi Kesesuain Lahan Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Sedangkan kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Adapun kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung, et al. 2007). 2.4.2. Kualitas dan Karakteristik Lahan Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah (Ritung, et al. 2007).
Universitas Sumatera Utara
14
2.4.2.1.
Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Relief dan kelas lereng No 1 2 3 4 5 6 7 2.4.2.2.
Relief Datar Berombak/agak melandai Bergelombang/melandai Berbukit Bergunung Bergunung curam Bergunung sangat curam
Lereng (%) <3 3-8 8-15 15-30 30-40 40-60 >60
Iklim
Suhu Udara Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah. Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah suhu udara rata-ratanya. Suhu udara rata-rata di tepi pantai berkisar antara
.
Curah Hujan Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. 2.4.2.3.
Tanah
Faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah di antaranya fraksi kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, salinitas, kedalaman sulfidik, batuan permukaan, dan singkapan batuan.
Universitas Sumatera Utara
15
Fraksi Kasar Fraksi kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi: sedikit : < 15 %, sedang : 15 - 35 %, banyak : 35 - 60 % , dan sangat banyak : > 60 %. Kedalaman Tanah Kedalaman tanah, dibedakan menjadi: sangat dangkal : < 20 cm, dangkal : 20 - 50 cm, sedang : 50 - 75 cm, dan dalam : > 75 cm. Ketebalan Gambut Ketebalan gambut, dibedakan menjadi: tipis : < 60 cm, sedang : 60 - 100 cm, agak tebal : 100 - 200 cm, tebal : 200 - 400 cm, dan sangat tebal : > 400 cm (Ritung, et al. 2007). Salinitas Kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik. Kedalaman Sulfidik Dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik. Batuan Permukaan Volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah. Singkapan Batuan Volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah (Djaenudin, et al. 2011).
Universitas Sumatera Utara
16
2.4.3. Kriteria Kesesuain Lahan Kriteria kesesuain lahan untuk tanaman karet dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Kriteria kesesuaian lahan tanaman karet
Universitas Sumatera Utara
17
Keterangan: S1, sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. S2, cukup sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. S3, sesuai marginal: Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. N, tidak sesuai: Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi (Djaenudin, et al. 2011).
Universitas Sumatera Utara
18
Nilai data karakteristik lahan pada satuan peta tanah (SPT) 4 di kecamatan Aceh barat dapat dilihat pada Tabel 2.4. (Djaenudin, et al. 2011). Tabel 2.4. Nilai data karakteristik pada SPT 4 kecamatan Aceh Barat
Universitas Sumatera Utara