BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia
Oleokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunanya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan bakar dan sebagainya. Diagram alur oleokimia digambarkan pada tabel 2.2.
Tabel.2.1. Diagram alur Oleokimia dan turunannya
Universitas Sumatera Utara
Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik dari yang berasal dari hewan atau tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak. (Rictler Knaut, 1984). Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisa suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Dan kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992). Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan rangkap (Fessenden, 19 Metil ester merupakan zat antara yang sangat penting dalam industri oleokimia. Pembuatan metil ester asam lemak telah dikembangkan dengan cara pengadukan berkecepatan tinggi pada suhu kamar dengan waktu 15-30 menit, serta memberikan hasil reaksi pembentukan metil ester asam lemak sebesar 90-95 %. (Mittelbach dan Trihart, 1998).
2.1.1 Ester Ester adalah turunan asam karboksilat yang dibentuk oleh gugus alkoksi dan asil merupakan salah satu dari kelas-kelas senyawa organik yang sangat berguna, dapat diubah melalui berbagai proses menjadi aneka ragam senyawa lain. Ester lazim dijumpai di alam (Fessenden & Fessenden, 1999). Ester diberi nama seperti penamaan pada garam. Ester-ester umumnya mempunyai bau yang enak, seperti rasa buah dan wangi buah-buahan (Hart, 1990). Esterifikasi adalah proses reaksi antara asam lemak bebas (ALB/ FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan alkil ester asam lemak dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
Universitas Sumatera Utara
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa (Maharani, 2010).
2.1.2 Amida Suatu amida ialah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam…-oat (atau –at) menjadi amida. O
H3C
IUPAC = etanamida TRIVIAL = asetamida
C NH2
Reaksi pembuatan amida adalah sebagai berikut : O
R'2NH
RC Cl
O RC NR'2
asil klorida Amida
O
C
R
R'2NH
O RC
O R
NR'2
C
Amida
O
anhdrida asam O
RC
R'2NH
O RC
OR'
NR'2
ester
Amida
Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan amida
Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan amonia atau amina yang sesuai (Fessenden and Fessenden,1999).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Alkanolamida Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan sendirinya. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa (foam boosting) dalam pembuatan shampoo. Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa Netanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan amida asam lemak yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit destilat dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamina (Nuryanto dkk, 2002). Alkanolamida banyak digunakan sebagai bahan foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain berguna sebagai cairan pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampo. Selain itu alkanolamida merupakan bahan pelembut rambut, penstabil busa, bahan perekat dan bersama sama dengan glikol stearat dapat mengkilaukan rambut ( Said dan Salimon, 2001). Amida digunakan sebagai bahan baku setengah jadi untuk produksi fatty nitril dan fatty amina serta amida juga diguanakan dalam industri obat-obatan. Palmitamida, steramida dan oleoamida digunakan sebagai bahan penyerasi pada penguatan karet alam dengan silika ( Suryani, 2008). Senyawa alkanolamida dapat diperoleh melalui reaksi antara asam lemak dengan etanolamina dan dietanolamina bereaksi dengan asam lemak berlangsung biasanya diatas 1800C, reaksi dengan monoetanolamina akan melepaskan air dan terbentuk alkanolamida dan etanolamida ester asam lemak sebagai produk samping, seperti reaksi pada gambar 2.6.1. Kandungan amida pada suhu reaksi 180oC , rata-rata 94-95% (Mutter, dkk.1968).
O R
C
O
+
NH2-CH2-CH2-OH
R
+
C NH2-CH2-CH2OH
OH Asam lemak
Etanolamina
H2O Air
Alkanolamida
O RCOOH
R
O
C
+ 2H2 O
NH-CH2-CH2-OC
Universitas Sumatera Utara
R Etanolamida ester asam lemak
Air
Gambar 2.2. Reaksi Pembuatan Alkanolamida menggunakan asam berlebih
Jika monoetanolamida asam lemak yang diinginkan diatas 99% maka perbandingan reaksinya adalah 2 mol asam lemak dan 1 mol monoetanolamina yang menghasilkan senyawa ester asil amoniak asam lemak pada tahap pertama, kemudian ditransesterfikasikan selanjutnya dengan 1 mol monoetanolamina. O O C R 2R + NH2-CH2-CH2-OH C R v -2H2O OH NH2-CH2-CH2COOH Asam lemak
Etanolamin
Etanolamida
O O
R-C NH-CH2-CH2-OC
O + NH2-CH2-CH2-OH
2 R-C NH-CH2-CH2-OH
R Etanolamida ester
Alkanolamida
Gambar 2.3. Reaksi pembentukan alkanolamida menjadi etanolamida berlebih
Reaksi dietanolamina dengan asam lemak secara substansial lebih kompleks, disamping amida terbentuk juga amina ester yang bereaksi dengan kelebihan dietanolamina pada hasil reaksi secara otomatis menghasilkan garam amina asam lemak disamping amina bebas. Hasil reaksi ini dikatalis oleh basa pada suhu yang rendah basa dengan dietanolamina menghasilkan kandungan dietanolamida kira-kira 90%, karena kemurniannya yang tinggi maka amida yang dibuat dari metil ester asam lemak dan juga etanolamida disebut superamida yang digunakan untuk pembuatan shampo. Dietanolamida asam lemak juga dapat dibuat secara langsung dari lemak dan minyak. O CH2-O-C
R
CH2-CH2-OH
O CH-O-C
R
+
3NH(CH2-CH2OH)2
O CH2-O-C Trigliserida
3RCO-N -gliserol
CH2-CH2-OH
R Dietanolamina
Dietanolamida
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Reaksi pembentukan alkanolamida dari trigliserida Gliserol yang diperoleh dapat didestilasi pada suhu 180oC dan jika ada yang sisa tidak akan ada yang mengganggu aplikasinya. Dietanolamida yang dibuat dari minyak kelapa mengandung amida yang diinginkan 80%, gliserol 9%, garam asam lemak 7% dan dietanolamina bebas 2%.
O
R-C
CH2-CH2-OH N
+
CH2-CH2-OH Dietanolamida
O R-C
CH2
x CH2 O
etilen oksida
CH2-CH2-(-OCH2-CH2)x/2-OH N CH2-CH2-(-OCH2-CH2)x/2-OH Alkanolamida rantai panjang
Gambar 2.5. Reaksi pembentukan alkanolamida rantai panjang dari reaksi alkanolamida dengan etilen oksida
Reaksi alkanolamida dengan etilen oksida memberikan hasil yang memiliki pola sifat yang sama tetapi kelarutan airnya lebih besar dan biasanya menjadi amida, tergantung pada medan aplikasi pada gambar 2.6.
2.1.4. Reaksi Pembuatan Alkanolamida Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil ester asam lemak dengan suatu amina (Maag, 1984). Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia dalam proses batch, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345-690 kpa selama 10-12 jam. Dengan proses tersebut dibuat amida primer seperti lauramida, stearamida dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hard acid yang mudah berikatan untuk bereaksi dengan hard base CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O akan terikat dengan R-CO+ yang lebih soft acid dibandingkan H+ membentuk amida. O
R C
RC
amoniak
amida
OCH3
Metil ester asam lemak
O
NH3
+
NH2
+ CH3OH
metanol
Gambar 2.6. Reaksi Pembentukan Amida Primer
Pembuatan amida sekunder dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina. RCO2H
R'NH2
+
Asam karboksilat
150-200oC
amina
RCONHR'
+ H2O
amida
Air
Gambar 2.7. Reaksi Pembentukan Amida Sekunder
Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain etanolamin dan dietanolamina, yang jika direaksikan dengan asam lemak pada suhu tinggi, 150oC - 200oC akan membentuk suatu amida dan melepaskan air. Reaksi aminasi antara alkil klorida lebih mudah dengan gugus amina dibandingkan dengan terjadinya reaksi esterifikasi dengan gugus hidroksil, juga sebelumnya telah teruji dengan adanya reaksi antara lauril anhidrida dengan propanolamin untuk membentuk senyawa N,N-dilauroil propanolamin (Cho dan Kim, 1985). C12H21 Cl
+ OH-CH2-CH2
N
CH2-CH2-OH
CH2 Alkil halida
C12H21NH(CH2)3OH trietanolamida
+ HCl asam klorida
CH2 OH Trietanolamina
Adanya amina apabila direaksikan dengan ester baru terjadi pada suhu tinggi dan sangat lambat sekali apabila dilakukan pada suhu rendah dengan bantuan katalis basa Lewis NaOCH3 yang lebih kuat dari trietilamin. Reaksi amidasi antara amina dan
Universitas Sumatera Utara
ester dengan bantuan katalis NaOCH3 baru dapat terjadi pada suhu 100o-120o C, sedangkan apabila tidak digunakan katalis maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150o-250o C (Gabriel, 1984). Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intermolekul selama masih terdapat hidrogen yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini juga sangat istimewa karena nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu membentuk sebuah ikatan π dengan karbon karbonil. Pelepasan elektron ini menstabilkan hibrida resonansinya. Ikatan atom karbon dengan nitrogen pada amida jauh lebih lemah, kalau atom karbon ini juga disambungkan pada suatu oksigen dengan ikatan rangkap (Bresnick, 1996).
2.1.5. Etanolamina Etanolamin (NH2-(CH2)2-OH) merupakan larutan yang tidak berwarna, larut dalam air dan bisa digunakan dalam pembuatan secrubbing (penghilangan) hidrogen H2S dan CO2 yang berasal dari minyak petroleum dan bisa juga digunakan sebagai dry cleaning, dalam pembuatan cat dan bahan bidang farmasi (obat-obatan). Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut : a. Rumus molekul
: C2H7NO
b. Berat molekul
: 61,08 g/mol
c. Densitas
: 1,02 gr/cm3
d. Kelarutan
: air, metanol, dan aseton
e. Viskositas 25 oC : 18,95 cps f. Titik leleh
: 25 oC
2.1.6. Dietanolamina Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina juga dikenal dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, hydroxtdiethylamine, diolamine dan 2,2-iminodiethanol. Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut: a. Rumus molekul
: C4H11NO2
b. Berat molekul
: 105,1364 g/mol
Universitas Sumatera Utara
c. Densitas
: 1,088 g/cm3
d. Titik leleh
: 28ºC (1atm)
e. Titik didih
: 268,8ºC (1atm)
f. Kelarutan
: air, metanol, dan aseton
g. Viskositas 30 oC
: 351,9 cp
(Anonim II, 1976).
Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Krichevsky amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150ºC selama 6-12 jam (Herawan, dkk, 1999). CH2CH2OH
R-COOCH3
+
O
+ CH3OH
3RC-N
3HN
CH2-CH2-OH
CH2CH2OH
metil ester asam lemak
CH2-CH2-OH
dietanolamin
dietanolamida
metanol
2.3. Lemak dan Minyak Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan titik leleh nya, pada suhu
kamar
lemak
berwujud
padat,
sedangkan
minyak
berwujud
cair
(Wilbraham,1992). Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Lemak dan minyak sering dijumpai yaitu sebagai mentega dan lemak hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai struktur dasar yang sama (Hart, 1990). Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok dari golongan lipida. Satu sifat yang khas dari golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik atau sebaliknya ketidak-larutanya dalam pelarut air (Sudarmadji, S dan Haryono, B. 1989).
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak yang mempunyai berat molekul yang paling besar di dalam molekul gliserida merupakan bagian yang reaktif. Sehingga asam lemak mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap lemak dan minyak. Asam lemak ini masih dibedakan antara asam lemak yang jenuh dan tak jenuh. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari lemak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam palmitat C16 terdapat paling banyak, senyawa tersebut merupakan bagian dari hampir semua lemak. Asam-asam lemak yang rantai karbonya mengandung ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh. Derajat ketidak jenuhan dari asam lemak tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap di dalam asam lemak. Pada asam lemak tak jenuh masih dibedakan antara asam yang mempunyai bentuk tunggal. Bentuk yang lain adalah asam conjugated dimana anatara atom-atom C yang tertentu terdapat ikatan tunggal dan ikatan rangkap berganti-ganti (Sastrohamidjojo, 2005).
2.3.1 Minyak Kelapa Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam
asam
laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainya. Komposisi asam lemak minyak kelapa dalam tabel 2.1. Minyak kelapa berasal dari buah kelapa (Cocos nucifera) dan merupakan salah satu sumber yang penting dari minyak laurat setelah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa digunakan dalam industri makanan dan industri oleokimia. Selanjutnya minyak ini digunakan sebagai turunan alkohol seperti dodekanol atau cocoalkohol (Gunstone, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Asam lemak jenuh:
Asam Lemak Jenuh Jenis asam lemak
Persentase
Asam Kaprilat
5,5 – 9,5
Asam Kaprat
4,5 - 9,5
Asam Laurat
44,0 – 52,0
Asam Miristat
13,0 – 19,0
Asam Palmitat
7,5 – 10,5
Asam Stearat
1,0 – 3,0
Asam Arachidat
0,0 – 0,4
Asam Kaproat
0,0 – 0,8
Asam Lemak Tidak Jenuh Asam palmitoleat
0,0 – 1,3
Asam Oleat
5,0 – 8,0
Asam Linoleat
1,5 – 2,5
(Ketaren, 2008)
Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair semakin meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap, sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah karbon yang sama.
Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, asam linoleat, dan linolenat dengan titik cair yang lebih rendah. Secara alamiah asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C8 berwujud cair,sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat (Ketaren, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhnya yang dinyatakan dengan bilangan iodine (iodine value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan kedalam golongan non drying oils, karena bilangan iodine minyak tersebut bekisar antara 7,510,5. Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa asam lemak jenuh minyak kelapa lebih kurang 90 persen. Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4 persen trigliserida dengan satu asam lemak jenuh. Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0,06- 0,08%), tokoferol (0,003 %) dan asam lemak bebas (kurang dari 5 %), sterol yang terdapat di dalam minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer yaitu beta sitoterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29 H48O). Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau stabil dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol (titik cair 158-160oC), Beta tokoferol (titik cair 138-140oC) dan gamma-tokoferol. Minyak kelapa mentah (crude coconut oil) sama seperti minyak inti sawit (palm kernel oil) yang memilki kadar asam lemak bebas yang tinggi (1-6%). Kedua minyak nabati diatas sering disebut sebagai minyak (lauric oil) kaya akan asam lemak rantai pendek (> 50% C6:O-C12:O) (Young. 1983). Refining secara fisika dan kimia dapat diterapkan pada pengolahan minyak namun demikian untuk minyak kelapa yang dilakukan refining secara kimia,karena kandungan FFA awal yang tinggi sehingga refining secara fisika untuk minyak yang kaya asam laurat lebih disukai. (Tandy, dkk. 1984). Adapun tahap pengolahan minyak untuk dapat dimakan adalah seperti Gambar 2.8 dan 2.9 (Morad, dkk. 2006). Refining adalah suatu proses teknologi industri untuk memperoleh minyak yang dapat dimakan dari minyak mentah melalui proses seperti Degumming, Bleaching, Deodorazing, dan Neutralisasi.
Universitas Sumatera Utara
a.
Degumming Suatu tahap refining minyak dan lemak dengan penambahan asam pospat pada minyak mentah untuk memisahkan pospolipida.
b.
Bleaching Proses penghilangan warna, komponen yang teroksidan , gum,sabun, logamlogam melalui proses pencampuran minyak dengan adsorben (silika atau bleaching earth). Adsorben yang mengandung pengotor kemudian dipisahkan dengan penyaringan .
c.
Deodoriting Suatu proses penghilangan asam lemak , bau, rasa dan pengotor yang tidak stabil, dan juga beberapa komponen warna dengan cara destilasi pada suhu dan tekanan tinggi (Morad, dkk. 2006)
d.
Netralisasi Proses pemisahan asam lemak bebas, pospalida, logam-logam dan komponen warna dengan penambahan basa (NaOH) kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi. Minyak kelapa sawit
Pembuangan getah
Minyak kelapa
Pembuangan getah
Penjernihan warna
Penjernihan warna
Penghilangan bau
Penghilangan bau
Destilat asam lemak Minyak kelapasawwit
Pemurnian warna, penghilangan bau minyak sawit ( RBDPO)
Destilat asam lemak minyak kelapa ( CFAD )
pemurnia warna,penghilangan bau minyak kelapa ( RBDCO )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Proses pengolahan minyak kelapa
Gambar 2.9. Proses pengolahan minyak kelapa
Sawit
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam hal ini pemisahan asam lemak bebas minyak kelapa juga sama dengan proses pengolahan kelapa sawit, yakni seperti pada gambar 2.9. dimana pada bagan tertulis minyak kelapa sawit sama dengan proses pemisahan minyak kelapa. Dimana pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh (Sudarmadji, 1989). Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan minyak kelapa bermutu kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa. Bahkan warnanya agak kecoklatan sehingga cepat menjadi tengik.
Kontak yang terlalu lama dengan udara pada suhu tinggi harus dicegah karena akan mengurangi daya pucat akibat oksidasi. Asam lemak bebas juga meningkat bila klarifikasi terlalu lama. Kadar air pada minyak masih terlalu tinggi sehingga harus dikurangi sampai dibawah 0,1% untuk mencegah reaksi hidrolisis secara otokatalitik yang dapat menyebabkan peningkatan kadar Asam lemak bebas . Untuk itulah minyak harus dikeringkan dan pengeringan sebaiknya dilakukan dalam vakum. Sebelum penimbunan, minyak harus didinginkan lebih dahulu sampai dibawah suhu 50°C untuk mencegah terjadinya oksidasi pada waktu pemasukan minyak kedalam tangki timbun. Selain itu, pabrik harus bersih karena pabrik yang kotor dapat menaikkan asam lemak bebas.
2.3.3. Surfaktan Surfaktan adalah senyawa yang memiliki dua gugus yaitu hidrofobik dan hidrofilik dalam satu molekul, sehingga disebut sebagai senyawa amphilik (Gautam dan Tyagi, 2005). Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik atau netral, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya,
Universitas Sumatera Utara
adalah surfaktan anionik, “benzalkonium” klorida (N-benzil amonium kuartener klorida) yang bersifat antibakteri adalah contoh surfaktan kationik. Surfaktan netral mengandung suatu gugus non-ion seperti suatu karboksilat yang dapat berikatan hidrogen dengan air. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai peranan penting untuk menurunkan tegangan permukaan bahan yang dikenai. Aktivitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda dari molekul tersebut. Molekul surfaktan memilki bagian yang cinta akan lemak/ minyak. Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral (Lehninger, 1988). Seperti telah dibicarakan diatas telah dikenal surfaktan alami seperti monogliserida, diglesrida dan turunan asam fosfolipid seperti lesitin, termasuk turunan ester asam lemak dengan poliol yang dibuat secara sintesis seperti ester sorbitol, ester sukrosa, ester glikosa dan lainnya, maka dikenal juga surfaktan yang merupakan ester asam lemak yang teretoksilasi. Surfaktan ini biasanya dibuat dengan mereaksikannya metil ester asam lemak dengan epokisda seperti reaksi berikut (Hama, 1997). RCOOCH3
RCO(EO)NOCH3
+
Metil ester asam lemak
O Etilen Oksida
Metil Ester Etoksilat
Metil ester etoksilat juga dapat dibuat dari metil ester epoksida dengan menggunakan katalis yang bersifat basa melalui proses etoksilasi dan transesterifikasi (Cox dan Weerasooriya, 1997). Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Surfaktan melakukan hal ini dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekorekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air (Fessenden & Fessenden, 2006). Surfaktan dietanolamida merupakan salah satu jenis surfaktan yang banyak digunakan dalam pembuatan beragam personal care product, washing & cleaning product dan produk kosmetika. Sementara ini, surfaktan dietanolamida diproduksi dengan menggunakan minyak kelapa. Jenis asam lemak bebas dari minyak kelapa yang dapat digunakan dalam pembuatan surfaktan dietanolamida adalah asam laurat. Kandungan asam laurat pada minyak inti sawit tidak jauh berbeda dengan kandungan
Universitas Sumatera Utara
asam laurat pada minyak kelapa. Oleh karena itu,minyak sawit juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan surfaktan dietanolamida. Sedangkan surfaktan yang memilki ikatan amida seperti N-lauril-β-alanin juga telah dikembangkan dengan mereaksikan amina dengan metil ester asam lemak dengan menggunakan enzim lipase (Izumi,1997). Surfaktan basa amina yang diturunkan dari gliserol untuk
membentuk senyawa 1-O-(1-aminoasil)-3-O-
miristoilgliserol juga telah dikembangkan (Valivety, 1997). Selanjutnya Griffin secara skematis memberikan hubungan antara HLB dengan penggunaan surfaktan sebagai bahan pemantap, weiting agent, detergen dan bahan pelarut seperti pada gambar berikut :
18 15
12
9
Zat-zat larutan
Detergen
O/W zat pengemulsi
Zat pembasah dan penyebar
6 W/O zat pengemulsi 3 Kebanyakan zat anti busa 0
Gambar 2.10. Suatu skala menunjukkan harga HLB surfaktan
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi kimia yang paling berguna dari surfaktan didasarkan pada sifat hidrofil dan lipofilnya. Dibawah ini ada empat klasifikasi dasar dari surfaktan yaitu :
1.
Surfaktan anionik , memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatifseperti gugus karboksilat (RCOO-M+), sulfonasi (RSO3-M+), sulfat (ROSO3-M+) atau phospat (ROPO3-M+).
2.
Surfaktan kationik, gugus hidrofil memiliki muatan positif. Sebagai contoh ammonium halida kwartener (R4N+X-).
3.
Surfaktan nonionik, dimana gugus hidrofil tidak memiliki muatan tetapi turunannya memilki kelarutan yang besar terhadap air dibandingkan gugus polar tertinggi seperti senyawa (R-OCH2CH2O-)R adalah gugus poliol termasuk gula.
4.
Surfaktan amfoter (zwitter ion) memliki muatan positif dan muatan negatife, sebagai contoh sulfobetain RN+(CH3)2CH2CH2SO3- (Martin, N. A. 1989).
2.4. Konsentrasi Missel kritis Bila penambahan surfaktan melebihi konsentrasi kritis tertentu, maka urfaktan akan mengalami agregasi dan membentuk struktur misel. Penambahan surfaktan tersebut tidak akan mempengaruhi tegangan permukaan walaupun konsentrasi surfaktan terus ditingkatkan. Konsentrasi kritis terbentuknya misel ini disebut sebagai critical micelle concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tidak akan menurunkan tegangan permukaan, yang menunjukkan bahwa permukaan cairan telah menjadi jenuh, dimana misel telah terbentuk dan berada dalam kesetimbangan dinamis dengan monomernya. Tegangan permukaan (γ) suatu cairan dapat didefinisikaan sebagai banyaknya kerja yang dibutuhkan untuk memperluas permukaan cairan per satu satuan luas. Pada satuan cgs, dinyatakan dalam erg cm-1, sedangkan dalam satuan SI, γ dinyatakan dalam N m-1. Molekul yang ada di dalam cairan akan mengalami gaya tarik menarik (gaya van der Waals) yang sama besarnya ke segala arah. Namun, molekul pada permukan cairan akan mengalami resultan gaya yang mengarah ke dalam cairan itu sendiri karena tidak ada lagi molekul diatas permukan dan akibatnya luas pemukaaan cairan cenderung untuk menyusut.
Universitas Sumatera Utara
Tegangan permukaan dapat diukur dengan metode cincin Du Nuoy. Pengukuran tegangan permukaan dengan metode cincin Du Nouy didasarkan atas penentuan gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin dari permukaan cairan. Gaya ini diukur dengan jelas mencelupkan cincin yang digantung pada lengan neraca dan perlahan-lahan mengangkatnya sampai cincin tersebut meninggakan cairan. Metode ini tidak hanya dapat digunakan untuk mengukur tegangan antarmuka cairancairan seperti misalnya tegangan antarmuka (minyak-air atau kloroform-air) (Tang, 2011).
2.5. Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Efek kelancaran reaksi dari katalis basa adalah yang paling besar, sehingga katalis inilah yang sekarang paling umum diterapkan dalam praktek. Larutan natrium metoksida ini dibuat dengan mencampurkan natrium hidroksida dan metanol. Natrium hidroksida larut dalam metanol. Reaksi antara semua natrium hidroksida dengan metanol merupakan reaksi eksoterm (menghasilkan panas) membentuk molekul polar (CH3O-Na+). Adanya kandungan air, asam lemak bebas dan hidroperoksida dapat memperlambat aktivitas katalis natrium metoksida. Untuk menghindari terjadinya penurunan aktivasi katalis ini sebelum perlakuaan maka minyak harus diberi perlakuan agar kandungan komponen pengganggu dalam minyak tersebut berkurang Banyaknya kandungan air, asam lemak bebas dan hidroperoksida yang dapat menurunkan aktivasi katalis natrium metoksida serta beberapa katalis lainya. Apabila terjadi penurunan aktivasi pada awal reaksi, maka reaksi tidak akan dapat berjalan dengan sempurna (De Greyt, dkk. 1998).
Universitas Sumatera Utara