BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lemak dan Minyak Lemak dan minyak adalah triester
dari
gliserol,
yang dinamakan
trigliserida.Lemak dan minyak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai struktur dasar yang sama (Hart, 1990)
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok dari golongan lipida. Satu sifat yang khas dari golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik ( eter, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidaklarutanya dalam pelarut air (Sudarmadji dan Haryono, 1989)
Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan titik lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Wilbraham, 1992).
Berdasarkan sumbernya, lemak digolongkan menjadi dua, yaitu lemak hewani yang berasal dari hewan dan lemak nabati yang berasal dari tumbuhan. Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu: lemak hewani umumnya bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, lemak nabati umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan lemak nabati (Ketaren, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.2. Oleokimia Oleokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Oleokimia merupakan turunan gliserol dan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunanya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik dari yang berasal dari hewan atau tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak (Rictler dan Knaut, 1984; Brahmana, dkk, 1994).
Asam lemak adalah asam karboksilat
yang diperoleh dari hidrolisis suatu
lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Dan kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992).
Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan rangkap (Fessenden, 1990).
Metil ester merupakan zat antara yang sangat penting dalam industri oleokimia. Pembuatan metil ester asam lemak telah dikembangkan melalui metanolisis yaitu reaksi antara triglserida dengan metanol dengan cara pengadukan berkecepatan tinggi pada suhu kamar dengan waktu reaksi 15-30 menit, serta memberikan hasil reaksi pembentukan metil ester asam lemak sebesar 90-95 %. Sumber minyak dan lemak alami dapat berasal dari bahan nabati maupun hewani. Sumber minyak nabati diantaranya adalah minyak kelapa sawit, minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, minyak biji wijen, minyak jarak, minyak jagung, minyak kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan minyak dan lemak yang berasal dari hewan yaitu seperti minyak sapi, minyak domba, minyak babi, minyak ikan dan lain-lain. Minyak dan lemak tersebut sangat luas penggunaanya, baik sebagai bahan baku lemak dan minyak yang dapat dikonsumsi maupun sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
oleokimia. Produk-produk oleokimia antara lain dipergunakan sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan makanan, campuran bahan bakar biodiesel dan sebagainya. Penggunaan terbesar dari gliserol adalah pada industri farmasi seperti obat-obatan dan kosmetika serta makanan (50% dari total penggunaan). Sedangkan untuk asam lemak penggunaanya adalah dengan mengubahnya menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak, seperti pada gambar 2.1 (Rithler dan Knault, 1984, Brahmana, dkk,1994).
Tabel 2.1 Diagram alur Oleokimia Bahan Dasar
Bahan Dasar Oleokimia
Turunan Oleokimia
Asam Lemak
Minyak/
Lemak
Diikuti reaksi-reaksi seperti: Amida Asam Lemak Amidasi Klorinasi Alkohol Amina Epoksidasi Asam Lemak Asam Lemak Hidrogenasi Sulfonasi Metil ester Transesterifikasi Asam Lemak Esterifikasi Safonifikasi Gliserol
Profilena ,farafin dan etilena Sumber : Richter dan Knaut, 1984 Ket : Alami : Sintetis
2.3 Penggunaan Oleokima Dalam Industri Polimer.
Turunan lemak dan minyak dalam industri polimer dapat dimanfaatkan sebagai monomer pembentuk bahan polimer maupun sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat polimer tersebut termasuk memperbaiki permukaan maupun memperkuat ketahanan polimer. Asam lemak tidak jenuh seperti oleat (C18:1), linoleat (C18:2) maupun risinoleat (C18:1-OH) telah dikembangkan untuk dioksidasi menjadi
Universitas Sumatera Utara
asam azelat (Reck, 1984; Brahmana, 1994). Demikian juga dari asam lemak tidak jenuh melalui oksidasi dapat dihasilkan senyawa poliol yang banyak digunakan sebagai monomer pembentuk polimer seperti polieter, poliester dan poliuretan. Sebagai bahan tambahan penggunaan oleokimia dapat digunakan sebagai : slip agent, pelumas, plastisizer dan stabilizer, anti static agent, katalis dan emulsifier.
Bahan anti slip (slip agent) yang biasanya digunakan adalah amida asam lemak C8-C22 seperti dilakukan pada pembuatan plastik film poliolefin (polietilen dan polipropilen) yang digunakan untuk membungkus bahan makanan, fungsinya, membuat permukaan resin tersebut licin dan tidak terjadi penggumpalan. Senyawa amida asam lemak tersebut yang digunakan biasanya adalah amida asam lemak primer yang dapat dihasilkan melalui amidasi asam lemak. Bis-amida dan amida sekunder banyak digunakan sebagai pelumas pada proses pembuatan plastik. Pelumas pada plastik ada yang berupa pelumas internal dan eksternal (Reck, 1984).
Disamping penggunaan sebagai pelumas, bahan oleokimia ini juga digunakan sebagai plastisizer dan stabilizer. Plastisizer dan stabilizer yang banyak digunakan adalah turunan epoksi dari minyak tidak jenuh. Plastisizer ini berfungsi untuk membuat plastik menjadi lunak dalam percetakan serta membantu emulsifier dalam mengendalikan kekentalan plastik untuk lebih mudah membentuknya. Akan tetapi senyawa epoksi tersebut disamping berfungsi sebagai plastisizer juga sebagai stabilizer, sehingga apabila plastik itu terkena cahaya panas tidak terdegradasi (Reck,1984)
2.4. Minyak Jarak Tanaman
jarak
(Ricinus
communis
Linn)
termasuk
dalam
famili
Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang terdapat di daerah tropik maupun subtropik dan dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut (Ketaren, 2008). Minyak jarak berwarna kuning pucat, tetapi setelah dilakukan proses refining dan bleaching warna tersebut hilang sehingga menjadi hampir tidak berwarna. Minyak jarak ini dapat disimpan dan tidak mudah menjadi tengik. Kelarutanya dalam alkohol relatif tinggi, begitu juga di dalam eter, kloroform, dan
Universitas Sumatera Utara
asam asetat glasial. Minyak jarak tidak larut dalam minyak mineral kecuali kalau dicampur dengan minyak tumbuhan lain. Minyak jarak hampir keseluruhan berada dalam bentuk trigliserida, terutama resinolenin dengan asam risinoleat sebagai komponen asam lemaknya. Kandungan tokoferol yang relatif kecil (0,05%) serta kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak ini berbeda dengan minyak nabati lainya (Weiss, 1983).
Minyak jarak diperoleh dari tanaman jarak melalui ekstraksi dengan pelarut, dimana minyak jarak ini disusun hampir 90% asam lemak risinoleat (12-hidroksi-cisoktadeka-9-enoat). Adanya risinoleat yang terdapat pada minyak jarak membuktikan bahwa minyak jarak memiliki sifat kepolaran sehingga minyak jarak lebih sempurna terlarut dalam pelarut yang lebih polar dan seperti yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dalam isolasi minyak jarak dari biji jarak kering secara ekstraksi pelarut dengan membandingkan empat jenis pelarut yakni n-heksan, petroleum eter, etanol dan 2-propanol dimana hasil ekstraksi yang terbanyak diperoleh dengan menggunakan pelarut 2-propanol (Ginting, dkk, 2006).
Asam risinoleat, ( asam -12-hidroksi-9-oktadekanoat) dengan rumus molekul C18H34O3 merupakan asam lemak tidak jenuh monohidroksi (gambar 2.1). yang merupakan jenis asam lemak utama dari minyak jarak. OH H3C CH2 CH
CH2
O
H
H
C
C CH2
5
C
7
OH
Gamabar 2.1. Struktur kimia asam risinoleat
Asam risinoleat paling banyak terdapat dalam biji jarak, dimana gugus hidroksilnya terdapat pada posisi atom C12 sehingga bersifat lebih polar dibandingkan dengan asam lemak lainya. Pada penggunaanya gugus hidroksil tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainya. Untuk memisahkan asam risinoleat dengan asam lemak lainya yang masih berada dalam bentuk trigliseridanya maka terlebih
dahulu
minyak
jarak
dimetilesterkan
secara
esterifikasi
maupun
interesterifikasi (Bailey’s, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Potensi lain dari tanaman jarak ini yaitu pemanfaatan buah jarak sebagai bahan baku pestisida alami. Kandungan ricine murni dalam buah jarak ternyata memiliki kadar toksisitas alami yang cukup tinggi . Selain itu juga minyak jarak digunakan sebagai bahan untuk produksi sabun sintesis, nilon, tinta, pernis dan cat (Oplinger, dkk, 1990).
Asam risinoleat merupakan komposisi utama dari trigliserida minyak jarak adalah asam lemak yang memiliki struktur yang unik dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu turunan asam oleat (C18:1) yang pada posisi ω-7 memiliki gugus hidroksil serta mengandung ikatan π pada posisi ω-9 (Miller, 1984).
Adapun yang menjadi komposisi asam lemak dari minyak jarak adalah (Robert, 1997) : Asam palmitat
1,5%
Asam stearat
0,5%
Asam oleat
5,0%
Asam linoleat
4,0%
Asam linolenat
0,5%
Asam risinoleat
87,5%
Dengan adanya gugus hidroksil ini menyebabkan asam risinoleat bersifat lebih polar dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Pada penggunaannya gugus hidroksil tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainnya (Manurung, 2008).
2.5 Amida Amida ialah suatu senyawa yang mempunyai suatu nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina yang sesuai. Suatu amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang elektron yang menyendiri dalam suatu orbital terisi. Hidrolisis suatu amida dalam larutan asam berlangsung dalam satu cara yang serupa dengan hidrolisis suatu ester (Fessenden, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Amida mempunyai geometri datar. Sekalipun ikatan karbon-nitrogen biasanya ditulis sebagai ikatan tunggal, rotasi pada ikatan ini sangat terbatas, alasanya adalah karena adanya resonansi yang sangat penting pada amida. Titik didihnya tinggi dibandingkan senyawa lain dengan bobot molekul yang sama, namun substitusi aktif pada nitrogen cenderung menurunkan titik didih dan titik lelehnya karena menurunnya kemampuan membentuk ikatan hidrogen ( Hart, 1990) Amida merupakan turunan amonia atau amina dari asam organik. Ada beberapa cara membuat amida.Salah satu metode ialah dehidrasi garam amonium dari asam karboksilat, cara lain ialah reaksi amonia atau amina dengan ester atau anhidrida asam karboksilat (Wilbraham, 1992 )
Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil ester asam lemak dengan suatu amina. Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia dalam proses Batch, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345-690 kPa selama 10 - 12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida, stearamida serta lainnya. Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hard-acid yang mudah bereaksi dengan hard base CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan R-C+=O yang lebih soft acid dibandingkan dengan H+ membentuk amida.
Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain etanol amina dan dietanol amin, yang jika direaksikan dengan asam lemak pada suhu tinggi 150oC200oC akan membentuk suatu amida dan melepaskan air. Reaksi aminasi antara alkil klorida lebih mudah dengan gugus amina dibanding dengan terjadinya reaksi esterifikasi dengan gugus hidroksil. Adanya amina apabila direaksikan dengan ester baru terjadi pada suhu tinggi dan sangat lambat sekali apabila dilakukan pada suhu rendah dengan bantuan katalis basa Lewis NaOMe yang lebih kuat dari trietilamin. Reaksi amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis NaOMe dapat terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada suhu 100o – 120o C, sedangkan apabila tidak digunakan katalis maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150o – 250o C (Gabriel,1984).
Senyawa amida juga mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu. Salah satu contoh yang paling nyata adalah senyawa sulfoamida. Sulfoamida adalah suatu senyawa kemoteraputica yang digunakan di dalam pengobatan untuk mengobati macam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotika (Nuraini, 1998).
Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses pembuatan resin, baik sebagai pelumas internal maupun eksternal, amida tersebut berperan mengurangi gaya kohesi pada polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan (Brahmana, dkk, 1994).
Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal amida berperan untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahannya (Reck, 1984).
2.6. Alkanolamida Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan sendirinya. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa (foam boosting) dalam pembuatan shampo.
Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa Netanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit distilat dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamina (Nuryanto, dkk, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Alkanolamida banyak digunakan sebagai bahan foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain berguna sebagai cairan pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampo. Selain itu alkanolamida merupakan bahan pelembut rambut, penstabil busa, bahan perekat, dan bersama-sama dengan glikol stearat dapat mengkilaukan rambut, juga dapat digunakan sebagai pengganti dietanolamida ( Said dan Salimon, 2001). Untuk membuat senyawa alkanolamida dengan menggunakan dietanolamin melalui reaksi amidasi langsung dengan trigliserida akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol) seperti yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya (Gambar 2.2)( Lee, dkk,2007 ; Anasri, 2009).
O
OH
O C R1 O R2 C O
CH2 CH2 OH
+ HN O
3RC-N CH2 CH2 OH
O C R3
Trigliserida Gambar 2.2. Reaksi
CH2-CH2-OH CH2-CH2-OH
OH
O dietanolamin Amidasi Trigliserida
+ HO
alkanolamida
Gliserol
dengan dietanolamin menjadi
Alkanolamida
2.7. Poliol Poliol merupakan senyawa organik yang memilki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun aditiv. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin atau pun olahan industri kima. Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak diggunakan sebagai bahan pemelastis dalam matriks polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian
Universitas Sumatera Utara
juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diiperoleh kekerasan dan kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk ke berbagai jenis barang sesuai kebutuhan (Andreas, dkk,1990; Narrine, dkk, 2007).
Monogliserida adalah senyawa ester dari poliol dengan asam lemak digunakan sebagai pelumas tekstil agar dapat dikerjakan dengan mudah, disamping itu untuk bahan antistatis pada pembuatan tekstil tersebut. Monogliserida seperti monostearat dan monooleat digunakan secara luas sebagai pelumas internal pada pembuatan polimer PVC (Meffert, 1984).
Sebagai bahan poliol tersebut dari sumber minyak nabati dikembangkan melalui transformasi terhadap ikatan π pada asam lemak tidak jenuh, baik sebagai trigliserida maupun bentuk asam lemak dan juga bentuk alkil asam lemak melalui berbagai proses kimia seperti ozonolisis, epoksidasi, hidroformulasi, dan metatesis (Gua, 2002).
Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi lipofil. Adannya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung, 1998)
Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol dengan memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat (C18:1), linoleat (C18:2), linolenat (C18:3). Seperti halnya pembuatan poliol dari minyak kacang kedelai yanga kaya kandungan oleat, linoleat dan linonenat melalui proses ozonolisis katalitik dan dihasilkan komposisi gliserida yang baru, yang mana komponen utamanya adalah rantai 2-hidroksi nonanoat dari gugus hidroksil yang baru. Senyawa yang terbentuk
Universitas Sumatera Utara
dalam trigliserida berupa campuran mono, di dan tri trigliserida yang memiliki gugus hidroksi ( Trans, dkk 2005) Kebutuhan poliol yang cukup meningkat dikembangkan dalam industri oleokimia khususnya dalam kebutuhan poliuretan. Pada awalnya telah dimanfaatkan risinoleat dari minyak jarak (Ricinus communis Linn) sebagai sumber poliol dalam bentuk trigliserida yang komposisi utamanya adalah gliserol tririsinoleat (Gambar 2.3) ( Akram, 2008). O H2C O
C
O HC
O
5
OH
O C
O H2C
7
7
OH
5
C 7
OH
5
Gambar 2.3. Struktur Gliserol tririsinoleat pada minyak Jarak (Ricinus communis Linn) Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis juga telah banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol, seperti halnya epoksidasi asam oleat dengan asam ferformat yang dilanjutkan hidrolisis menghasilkan asam 9,10dihiroksi stearat ( Swern, dkk, 1982) dan epoksidasi terhadap minyak kacang kedelai dengan asam ferformat yang komposisi utamanya sebagai trigliserida asam oleat, linoleat dan linolenat dimana epoksida yang terbentuk diikuti
hidrolisis untuk
membentuk poliol turunan minyak kedelai (Gambar 2.4 ) ( Godoy, dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara
O C O
O
7 O
O
C
6 3
*
7
Oleat(C ) 18 :1
C O
Linolenat (C ) 18:3
6
Minyak Kedelei
2
* 4
Linoleat( C18:2 )
1) HCOOOH (Epoksidasi) O
* O O
C
7
O
7 O
C
O
O
6
O
3
* O
C 6
Epoksida Minyak Kedelei
O O
C
* 7
O
6
C
2
OH
H-OH (Hidrolisis)
OH
4
HO
7
Diol HO
O O
3 OH
* O
Heksaol POLIOL HASIL HIDROLISIS
C
6
OH
4 2
Tetraol
Gambar 2.4. Pembentukan Poliol Turunan Oleat, Linoleat dan Linolenat melalui Epoksidasi Diikuti Hidrolisis Dari Gliserida Minyak Kedelai.
2. 8 Isosianat Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan. Isosianat memiliki reaktifitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktifitas gugus sianat (-N=C=O) ditentukkan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap komulatif yang terdiri-dari N, C, dan O.
Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus nuklefil seperti air, amina, alkohol, dan asam lemak. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhhir seperti biuret, urea, uretan, dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO2, dengan amina membentuk urea, dengan urean membetuk uretan dan dengan isosinat sendiri (Hepburn,1991; Randal dan Lee, 2002).
Poliuretan sering disebut juga poliisosianat, gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol (Gambar 2.5): O
R N
C
O
+
Isosianat
R'
OH
H N
R
C
Uretan
Alkohol
OR'
Gambar 2.5. Reaksi Pembentukan ureatan dari isosianat dan alkohol.
Reaksi yang melibatkan monomer-monomer pada pembentukan poliuretan yaitu gugus sianat N=C=O dan gugus –OH ( Gambar 2.6) : O
C
O N R
N
Disosianat
C
O HO
R'
Diol
OH
C
O N R
H N
C
O
R'
OH
Poliuretan Reaksi dengan Monomermonomer berikutnya
O
C
O H N R
H N
C
O
R'
Monomer poliuretan
O
n
Gambar 2.6. Reaksi Pembentukan Monomer Poliuretan.
Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan
Universitas Sumatera Utara
Poliuretan yang terbentuk juga dapat berupa foam (busa), walaupun berasal dari berbagai sampel poliol yang berbeda tetapi poliuretan jenis ini lebih keras dibandingkan dengan poliuretan yang lain, dengan direaksikan melalui isosianat akan terbentuk banyak uretan yang kemudian akan diperiksa sifatnya. Salah satu kegunaan poliuretan foam dapat digunakan sebagai busa ( Ulrich, 1982).
Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri. Adapun reaksi secara umum isosianat yaitu:
1. Reaksi isosianat dengan poliol
H
O H H O C O H
C
N
C
O N
C
R' R
poliol
difenil metana isosianat H
O C
H N
C
O H N
C
H O C O R'
n
R
poliuretan
2. Reaksi isosianat dengan air Isosianat sangat reaktif pada uap. Asam karbamat tidak stabil dan bereaksi membentuk amina primer dan karbon dioksida. O
R
N
C
Isosianat
O
+
H2O Air
R
H N
RNH2
C OH
Asam karbamat
+
CO2
Amina
Universitas Sumatera Utara
3. Reaksi isosianat dengan amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi senyawa kandungan hidrogen aktif (Doyle, 1971).
R'
N
C
R
OH + RNH2
Isosianat
Amina
O H H N C N R'
O
+ R N
C
O
H N C N R
R
Uretan
C
O
NH R'
Biuret
4. Dengan adanya kelebihan isosianat, atom hidrogen dari uretan akan bereaksi dengan isosianat untuk membentuk suatu rantai alopanat
O
O
H H N C N R'
R
Uretan
+ R N C O Isosianat
R
H N C N R C
O
NH R'
Biuret Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan untuk komersial adalah toluen diisosianat (TDI), difenilmetan diisosianat (MDI), naftalena 1,5-diisosianat (NDI), dan lain-lain. TDI (Gambar 2,7) memiliki senyawa dasar toluen, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 (20%) yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur. Jenis kedua adalah TDI dengan campuran 65% isoer 2,4 dan 35% isomer 2,6 (Hepburn, 1991).
Universitas Sumatera Utara
CH3 N O
C
N
N
C
C
O
Difenil diisosianat O
C
N
2,4 TDI
CH3 O
C
N
N
C
N
O
C
O
2,6 TDI N
C
O
Naftalena 1,5-diisosianat
Gambar 2.7. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat.
2.9. Polimer Polimer yang merupakan molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Monomer-monomer digabungkan membentuk rantai polimer dengan suatu proses yang disebut reaksi polimerisasi. Panjang rantai polimer dinyatakan dalam jumlah satuan unit ulang dalam suatu rantai polimer dikenal dengan Derajat Polimerisasi (DP). Atas dasar ini maka massa rumus molekul dari senyawa polimer adalah perkalian antara DP dengan massa rumus monomer satuan ulangannya.
Polimer merupakan objek kajian yang amat rumit. Oleh karean itu dibuat pengelompokan-pengelompokan polimer menurut struktur, keadaan fisik, reaksi terhadap lingkungan, sumbernya, jenis monomer penyusun serta penggunaan produk akhirnya. Secara struktur pembagian polimer adalah polimer yang merupakan molekul
Universitas Sumatera Utara
O
induvidual, polimer lineir, polimer bercabang, polimer jaringan raksasa makroskopik (jaringan tiga dimensi). Secara tradisional polimerisasi telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Steven, 1996).
Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi addisi dapat terjadi pada molekul sejenis untuk membentuk molekul yang besar tanpa terjadi pembentukan molekul sampingan. Beberapa contoh polimer yang termasuk polimer poliaddisi adalah pembentukan polietilen, polipropilen, polivinil klorida, poliakrilat, dan lainlain. Polimerisasi kondensasi umumnya untuk menghasilkan molekul besar melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya seperti pembentukan poliester, polieter, poliamida, poliuretan dan lain-lain.
Dari segi penggunaannya bahan polimer biasanya digunnakan sebagai : perekat (adhesive), fiber (serat), elastomer, plastik dan pelapis. Dalam penggunaannya bahan polimer biasanya dicampur dengann zat-zat lain seperti platisizer, antioksidan, anti UV, pemberat dan filler lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memmperoleh sifatsifat tertentu yang diinginkan seperti kelenturan, ketahanan terhadap sinar UV, ketahanan terhadap oksidasi, atau sekedar untuk menekan ongkos produksi. Untuk mendapatkan polimer dengan sifat-sifat yang unggul sering kali dilakukan modifikasi polimer baik melalui kopolimerisasi ataupun melalui blending. Untuk karakterisasi bahan polimer secara teknis analisis mencakup berbagai cara kimia dan spektroskopi seperti yang digunakan pada senyawa berbobot molekul rendah, yang bertujuan mendapatkan informasi tentang struktur kimia rantai polimer.
Sintesis polimer melalui polimerisasi bertujuan menciiptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan memerlukan berbagai standart mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi, lebih lanjut molekul
Universitas Sumatera Utara
polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah (Wirjosentono, dkk, 1995).
2.10. Poliuretan Poliuretan yang umumnya disingkat dengan PU merupakan senyawa polimer yang penyusun rantai utamanya adalah gugus uretan (-NHCOO-). Poliuretan merupakan jenis polimer yang mudah disesuaikan dengan penggunanya serta sukar disamai polimer lain seperti kekuatan regangan, kekerasan, ketahanan gesekan dan ketahanan pelarut. Sifat-sifat yang dimiliki oleh poliuretan menjadikan bahan ini sangat berpotensi dalam berbagai industri ( Dombrowm, 1957).
Poliuretan memiliki kekakuan, kekerasan, serta kepadatan yang amat beragam. Beberapa jenis poliuretan yang diperdagangkan dan sangat sesuai dengan penggunanya diantaranya adalah : a) Busa fleksibel (fleksible foam), berdensitas (kepadatan) rendah yang digunakan dalam bantalan menahan lenturan. b) Busa kaku (rigid foam), berdensitas rendah yang digunakan untuk isolasi termal dan dasboard pada mobil. c) Elastomer: bahan padat yang empuk yang digunakan untuk bantalan gel untuk penggiling cetakan dan d) Plastik padat yang keras yang digunakan sebagai bagian struktural dan bahan instrumen elektronik.
Poliuretan digunakan secara meluas dalam sandaran busa fleksibel berdaya lenting (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, serat Spadeks, alat karpet dan bagian plastik yang keras.
Universitas Sumatera Utara
Poliuretan secara umum dibentuk dari reaksi antara dua atau lebih gugus fungsi hidroksil dengan dua atau lebih gugus isosianat dan jenis reaksinya dinamakan juga reaksi poliaddisi (Gambar 2.8) (Hepburn,1991; Randal, dan Lee, 2002). O
C
N
R1
N
C
+
O
HO
C
N
R1
N
C
O
+
HO
Diisosianat
O C
H N
R2
OH
Poliol
H R1
O
Poliol
Diisosianat
O+
R2
N
O C
R2 O
O
O
H
C
N
R1
H
O
N
C
R2 O
O
Poliureatan
Gambar 2.8. Reaksi Pembentukan Poliuretan Secara Umum.
Poliuretan terdiri dari banyak uretan (NH2-COOC2H5). Uretan dapat juga berfungsii menghasilkan serat, sifat poliuretan tergantung pada jenis poliol. Senyawa poliol yang digunakan tidak hanya senyawa sintetik murni tetapi juga berbagai bahan alam seperti sakarida (glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, dan amilosa) dapat juga sebagai sumber poliol dalam sintesis poliuretan. Beberapa penelitian yang telah memanfaatkan bahan alam sebagai bahan poliol pembentuk poliuretan diantaranya menggunakan lignin dari kayu meranti melalui reaksi campuran lignin dengan PEG4000 yang direaksikan dengan 4,4difenilmetan diisosianat (Supri, 2003).
Umumnya bahan-bahan alam yang dimiliki dua atau lebih gugus hidroksil dapat digunakan sebagai sumber poliol. Baik inisiator yang digunakan sebagai pemuai, serta berat molekul poliol sangat mempengaruhi keadaan fisik dan sifat fisik polimer poliuretan. Karakteristik poliol yang penting adalahh pola struktur molekulnya, berat molekul, % gugus hidroksi utama, fungsionalitas dan viskositas. Sebagai sumber poliol belakangan ini banyak digunakan dari hasil transformasi minyak nabati dengan memanfaatkan masing-masing asam lemak tidak jenuh yang dikandungnya. Minyak
Universitas Sumatera Utara
nabati
sebagai triglisrida dibentuk menjadi turunannya seperti meetil ester asam
lemak tidak jenuh dapat diepoksidasi yang dilanjutkan hidrolisis mmenjadi poliol (Goud, 2006). Penggunaan minyak nabati sebagai sumber poliol untuk pembuatan film dalam poliuretan dari minyak jarak (castor oil) yang direaksikan dengan 4,4difenilmetan diisosianat (MDI), dimana dengan komposisi MDI sebanyak 25 % (v/v) diperoleh film yang transparan dan elastis serta homogen dengan menggunakan alat hidrolik press pada tekanan 150 kg/cm3, temperatur 185oC selama pemanasan 15 menit (Marlina, 2002).
Sifat-sifat fisik dari poliuretan yang diperoleh dari hasil polimerisasi antara 1,6heksa metil diisosianat (HDI) dengan poliol minyak biji-bijian dimana poliol dengan sumber yang berbeda yakni poliol asal minyak canona dan asal minyak kedelai dengan bilangan hidroksi yang berbeda memberikan nilai sifat fisik mekanik yaitu kekuatan tarik serta kemuluran dari poliuretan yang terbentuk berbeda (Narine, 2007).
Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan, akan tetapi kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan serat dan perekat poliuretan. Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer poliuretan melalui pencampuran poliol, sianat dan suatu gas (Randal dan Lee, 2002).
Polimerisasi dari pembentukan poliuretan sangat komplek sehingga untuk memenuhi keperluan dengan sifat tertentu rantai pembentukan polimernya dapat diperpanjang dengan pemberian senyawa yang memiliki dua gugus fungsi (Chain extending agents) seperti air, alkohol (etilen glikol, propilen glikol, dietiilen glikol, 1,4 butanadiol) dan amin (etanolamin, N-Fenil etanolamin, m-fenil diamin). Demikian juga dapat dibentuk suatu ikatan silang melalui penambahan senyawa yang memiliki lebih dari dua gugus fungsi yang terikat dengan hidrogen (Crosslinking agents) seperti alkohol (gliserol, trimetilol propana, 1,2,4-butanatriol), amina (dietanol amina, trietanol amina). Secara umum ada dua tahap pembentukan dua ikatan lanjut poliuretan yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksil (poliol) permolekulnya. 2. Poliuretan linier direaksikan dengan gugus hidroksil atau gugus diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi (Ranndal dan Lee, 2002).
Secara umum untuk menghasilkan poliuretan (bahan dasar poliuretan di dalam mereaksikan senyawa poliol dengan isosianat dilakukan melalui tahapan berikut : tahap awal adalah pemanasan dan pengadukan dari senyawa poliol atau poliol dengan bahan aditif dalam kondisi inert (menggunakan N2). Berikutnya adalah pencampuran dengan senyawa diisosianat (jumlah pemakaian dihitung berdasarkan rasio OH/NCO) diikuti dengan pengadukan dan pemanasan dimana hasil reaksi yang terbentuk dalam keadaan viskos segera dituangkan kedalam cetakan yang umum digunakkan adalah teflon yang diberi bahan surfaktan seperti silikon. Poliuretan yang terbentuk dikeringkan dalam vakum desikator dan pemanasan pada oven pada suhu 60-100oC dilanjutkan penyimpianan hasil pada suhu kamar (Narine, 2007).
Hasil polimerisasi dua jenis monomer pada pembentukan poliuretan (poliol dengan diisosianat) dapat dilanjutkan dengan pemberian bahan-bahan pemerpanjang rantai polimer atau bahan memperkuat ikatan rantai polimer sesuai dengan kriteria kebutuhan yang diinginkan. Demikiaan juga untuk bahan poliuretan foam, untuk menghasilkan busa pada saat proses diberikan bahan pembentuk busa (Blowing agent) seperti hidrokloroflorokarbons, hidroflorokarbons, hidrokarbons, dan lain-lain (Randal dan Lee, 2002).
Universitas Sumatera Utara