BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migrasi Migrasi dipertimbangkan sebagai masalah global di awal abad 21 dijumpai sekitar 192 juta orang tinggal diluar tempat kelahirannya yaitu sekitar 3% dari populasi dunia, yang berarti setiap 30 orang dijumpai 5 orang di dunia adalah immigrants. Rerata pertumbuhan immigrants adalah 2,9%.4 Proses migrasi bukanlah suatu fenomena baru, selama berabad-abad manusia telah melakukan perjalanan yang berpindah-pindah untuk mencari kehidupan yang lebih baik ditempat lain. Beberapa dekade terakhir proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para immigrants untuk mencari peruntungan di luar negeri hal ini menyebabkan tingginya tingkat aktivitas migrasi dari negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika selatan, Eropa timur ke Eropa barat, Australia dan Amerika Utara. Latar belakang orang yang melakukan migrasi disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor eksternal, maupun internal diantaranya yang utama adalah konsekuensi ekonomi sebuah negara yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan menyebabkan banyaknya pengangguran sehingga mereka lebih memilih pindah dari negara asalnya untuk mencari tempat dengan
harapan
berkepanjangan
mendapat menimbulkan
pekerjaan.
Konflik
kemiskinan
atau
sehingga
perang
yang
pengangguran
meningkat hal ini menjadi pendorong bagi immigrants meninggalkan negara asalnya demi mencari tempat yang aman.10-12
Peperangan
atau
konflik yang terjadi di negara asal terkait dengan aspek politik, keamanan, sukuisme, menjadi alasan juga bagi immigrants untuk melakukan migrasi dengan tujuan mendapatkan suaka dari negara yang dituju. Faktor eksternal yang berasal dari negara tujuan antara lain sistem ekonomi negara tujuan yang stabil sehingga memungkinkan immigrants dalam
Universitas Sumatera Utara
pemahamannya mereka akan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak.10-12 Irreguler migrants yang terorganisir dengan para penyelundup manusia umumnya berasal dari Asia selatan seperti India, Cina atau Asia timur tengah seperti Iran, Irak, Afganistan juga Afrika mereka menjadikan negara di Asia Tenggara sebagai negara transit umumnya Malaysia dan Indonesia yang merupakan lalu lintas perdagangan dunia dan berharap akan mendapat bantuan dengan dikirimkannya mereka ke negara ketiga seperti Australia, negara Eropa Barat, Amerika dan Kanada.10,12 Sebagian besar para pengungsi dari Asia pertama kali masuk ke Malaysia lalu dibawa ke Selatan sebelum menyeberang dengan kapal Feri menuju Batam, Jakarta, melanjutkan ke kepulauan lain Indonesia bagian selatan seperti Bali, Flores, Lombok dari pulau-pulau ini selanjutnya akan menuju Australia. Jalur lain melalui lautan Hindia menuju Medan tanpa melalui Malaysia, selatan Sumatera dari arah utara yaitu melalui laut Cina selatan menuju Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Selatan, sunda kecil dan terus menuju Australia. Sebagian besar irreguler migrants mendarat di pantai barat terutama pulau Christmas yang relatif dekat dengan kepulauan Indonesia. Pulau Christmas adalah suatu pulau pusat kasino di Australia, akan tetapi sisi lain dari pulau tersebut merupakan suatu tempat para irreguler migrants ditahan disuatu rumah detensi imigrasi yang benar-benar layak huni dan nyaman sebelum mereka mendapatkan kewarganegaraan secara selektif dalam satu konvensi internasional, Australia merupakan suatu negara yang memiliki komitmen untuk membantu para immigrants (pengungsi korban perang dan pencari suaka) yang memasuki negaranya.10-12
Massey, Durand, Malone pada tahun 2002 didalam proses migrasi termasuk didalamnya pengalaman saat perjalanan sehubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
perubahan aturan keimigrasian, kondisi perjalanan dan tidak dilengkapi dengan dokumen yang lengkap.13 Aguilar Galioxa dan Galluta pada tahun 2008 dan Nicklett-Bulgard pada tahun 2009 dalam beberapa penelitiannya menunjukkan rendahnya pendapatan,
pendidikan,
dan
sosial
ekonomi
menjadi
penyebab
meningkatnya risiko immigrants yang mengalami sindrom depresif dan episode depresi. 13
Razekh 1999, Lopez Cordozo 2004, dan Scholte
tahun 2004, Brown, Falcon dan kawan-kawan pada tahun 2009 dengan dukungan beberapa penelitian menunjukkan immigrants latin dengan tingkat sosial tinggi memiliki stres yang lebih rendah dan sedikit mengalami sindrom depresif. Rendahnya dukungan sosial dan keikutsertaan keluarga bagi immigrants yang telah menikah juga berhubungan dengan peningkatan sindrom depresif.13 Perreira dan Pottocnick pada tahun 2010 menyebutkan beberapa studi telah mendokumentasikan bagaimana proses migrasi itu sendiri bagi immigrants berkontribusi terhadap sindrom depresif.10
Survei dunia menunjukkan ditemukan pada tahun pertama setelah invasi Amerika Serikat menunjukkan sindrom depresif menunjukkan tingkat tertinggi pada laki-laki sebesar 59,1 % dan pada wanita 73,4%. Secara umum prevalensi depresi dan ansietas pada laki-laki 21,7% dan pada wanita 45,5% total sekitar 67,2%.8 Jumlah kasus irreguler migrants yang masuk ke Indonesia selama periode Januari hingga Mei 2010 mencapai 61 kasus angka ini merupakan peningkatan yang signifikan karena mencapai hampir 100% dari jumlah kasus ditahun sebelumnya sebanyak 31 kasus. Jumlah irreguler migrants yang masuk ke Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 5,7% atau meningkat 67 orang sehingga jumlah immigrants pada tahun 2010 sebesar 1245 immigrants, sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 1178.10-11
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang sejarah peradaban, manusia telah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain karena berbagai alasan. Alasan positif misalnya karena keinginan untuk peningkatan kesejahteraan, mencari pendidikan yang lebih baik, berkumpul bersama keluarga besar maupun alasan melarikan diri dari penyiksaan atau mencari kebebasan beragama dan berpolitik yang dalam kenyataannya sama-sama menimbulkan tekanan besar bagi orang yang bersangkutan. Pada umumnya immigrants memiliki pengalaman traumatik yang lebih besar. Migrasi karena paksaan mempunyai efek yang lebih menyakitkan dibandingkan migrasi karena keinginan sendiri untuk meningkatkan status finansial. Akan tetapi apapun alasannya migrasi akan diikuti oleh suatu perasaan tertekan pada derajat tertentu. Setiap tahapan proses migrasi mempunyai faktor risiko spesifik yang bisa mengarah pada gangguan kesehatan jiwa individu. Mulai dari keberangkatan dari tempat asal, individu dapat mengalami konflik bersenjata, kelaparan, pelanggaran terhadap hak azasi dan pengalaman traumatis lainnya. Ketika meninggalkan kebudayaannya sendiri kaum migrants
telah
mengalami penderitaan
disebabkan oleh karena kehilangan, berupa kehilangan tempat tinggal, karir, posisi di masyarakat, identitas, dukungan sosial, rasa tidak menentu dalam menghadapi masa depan. Kemudian saat sudah berada di tempat yang baru ada banyak faktor yang menimbulkan kerapuhan psikologis misalnya perbedaan budaya, rasialisme, dan tidak adanya pekerjaan, hambatan dalam bahasa yang bisa mengarah pada perasaan terisolasi dan merasa tidak ada yang dapat memberikan pertolongan. Bahkan apabila mereka kembali ke negara asal mereka akan melihat rumah dan bangunan yang porak poranda dan kematian atas orang-orang yang mereka cintai juga dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Oleh karena itu memusatkan perhatian pada aspek psikososial dan kesejahteraan mental immigrants adalah hal yang sangat penting dan komponen dasar untuk keberhasilan migrasi itu sendiri.8,11-12
Universitas Sumatera Utara
Proses migrasi itu sendiri digambarkan menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah pre-migrasi, yang terlibat dalam membuat keputusan dan persiapan untuk pindah, tahap kedua adalah migrasi yang merupakan relokasi individu dari suatu tempat ke tempat lain, tahap ketiga adalah post migrasi yaitu suatu masuknya imigran dalam kerangka sosial dan budaya pada masyarakat baru disini aturan baru mengenai sosial dan budaya mulai dipelajari dimana pada tahap pre-migrasi memiliki perbandingan rata-rata rendah terhadap timbulnya masalah gangguan mental, masalah timbul sehubungan dengan akulturasi dan ketidaksesuaian antara tujuan akhir yang ingin dicapai dan langkah prestasi yang ingin dicapai, akan tetapi struktur kepribadian individu, migrasi karena paksaan dan adanya penganiayaan juga dapat berperan dalam timbulnya gangguan mental.4,12 Pada tahap migrasi ada banyak faktor yang menyebabkan individu dapat mengalami gangguan mental antara lain kehilangan (bereavement), shock budaya, ketidaksesuaian antara harapan dan hasil yang dicapai, sedangkan faktor yang berpengaruh pada tahap post - migrasi adalah penerimaan yang dilakukan oleh suatu bangsa, faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang rentan secara biologi, sosial dan psikologis, contohnya faktor kepribadian dipengaruhi oleh faktor budaya.4,14 Afganistan adalah suatu negara dengan luas geografi 652.000 km2 dan populasi penduduknya menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 sekitar 24.926 juta.15 Tahun 2009 CIA World Factbook memperkirakan populasinya menjadi 28,3 juta, populasi sebelumnya 33,6 juta.16 Bahasa utama yang digunakan adalah pustho, kelompok etnik yang dijumpai adalah Pusthon, Tadjik, Hazara, dan Uzbeks. Keyakinan kelompok etnik tersebut adalah Muslim Sunni dan Syiah dan sebagian kecil adalah Sikhs.15-17 Afganistan sekitar 87,9% adalah muslim Suni dan 10,4% adalah muslim Shiia.15 Berdasarkan data dari World Bank negara ini merupakan suatu negara dengan pendapatan perkapita rendah hingga menengah. Data dari
Universitas Sumatera Utara
UNO tahun 2004 proporsi penduduk dibawah 15 tahun sekitar 43%, data dari WHO tahun 2004 usia diatas 60 tahun sekitar 5%, dan 75% populasi adalah rural.15 Data dari CIA World Factbook pada tahun 2009 sekitar 53% berusia antara 15 hingga 64 tahun dan hanya sekitar 2,4% berusia diatas 65 tahun.17 Afganistan merupakan suatu negara dengan pengalaman krisis pengungsi terbesar. Dekade perang menyebabkan banyak penduduk Afganistan yang meninggalkan rumah dan menjadi pengungsi di negara tetangga mereka seperti Pakistan dan Iran dan mencari negara-negara lain. Jumlahnya meningkat pada tahun 1990 sebesar 6,2 juta dan menurun pada tahun 1992 setelah pemerintah yang berkuasa jatuh tapi meningkat kembali pada tahun 1996 setelah berkembangnya Taliban. Pada tahun 2002 dengan jatuhnya Taliban akibat invasi dari Amerika tercatat sejumlah pengungsi yang kembali ke Afganistan.18 Telah lebih dari 25 tahun perang dan konflik terjadi di Afganistan yang mengakibatkan konsekuensi kehancuran psikologis.3,17 Perang mengakibatkan penduduk Afganistan mengalami demoralisasi dan menderita secara sosial dan ekonomi, pemaparan langsung secara agresi, kekerasan dan ketakutan yang terus menerus mempengaruhi situasi kesehatan mental.3,17 2.2. Depresi Manusia didalam perjalanan kehidupannya pada suatu saat akan mengalami suatu krisis yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan jiwa, peristiwa didalam kehidupan dapat berkembang menjadi depresi.13 Depresi merupakan suatu kondisi yang umum, sekitar 1 dari 7 orang akan
mengalami
episode
depresif
sepanjang
hidupnya
menyebabkan hendaya atau ketidakmampuan yang serius.
16
dan
dapat
Depresi sering
diikuti dengan suatu stresor psikososial, khususnya pada episode depresif yang pertama atau kedua, pengalaman masa kanak-kanak yang buruk, kehilangan orangtua dan
Universitas Sumatera Utara
inadekuatnya dukungan sosial adalah hal yang umum dijumpai pada orang dengan depresif.19 Pengalaman
klinik
terdahulu
memperlihatkan
bahwa
peristiwa
kehidupan (live event) yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama daripada episode selanjutnya pada episode gangguan mood.20 Bencana yang terjadi di berbagai komunitas akan berpengaruh terhadap kehidupan psikologis manusia secara umum setiap tahunnya. Kehancuran yang terjadi dapat berupa: disebabkan oleh alam seperti gempa bumi atau tsunami juga dapat disebabkan oleh karena kelalaian manusia atau karena tindakan yang disengaja, hal-hal tersebut menyebabkan atmosfir yang tidak menyenangkan sehingga memaksa individu harus berhadapan dengan konsekuensi kehilangan, trauma, cedera, hingga kematian.1,3-4,18,21 Menurut pandangan Bhugra pada tahun 1996 sindrom depresif seperti perasaan bersalah malu dan kehilangan minat dijumpai bervariasi pada setiap budaya. Murphy dan kawan-kawan pada tahun 1967 melaporkan para psikiater di 30 negara menjumpai prevalensi yang bervariasi dari sindrom depresif seperti rasa lelah, kehilangan selera, kehilangan ketertarikan seksual, kehilangan berat badan. Bhugra pada tahun 2003 menyebutkan adanya rasa bersalah, keluhan somatik dan malu pada migrants tergantung dari budaya asal mereka, sehingga kadang mereka mengabaikan sindrom depresif tersebut.3,12,18 Jablensky dan kawan-kawan pada tahun 1981 menemukan sindrom depresif
yang
ketegangan,
utama
adalah
kekurangan
konsentrasi, berkurangnya
energi,
kesedihan,
kemuraman,
kehilangan
kecemasan,
ketertarikan,
buruknya
gagasan.20 Bhugra tahun 2003 menyatakan
adanya rasa tidak berguna, rasa bersalah, dan simtom somatik, dan malu pada migrants dapat berpengaruh terhadap asal budaya mereka yang bermanifestasi sebagai simtom-simtom depresif yang kadang terabaikan.22
Universitas Sumatera Utara
Tanda utama dari episode depresif adalah mood depresi atau hilang minat atau kesenangan yang menonjol selama sedikitnya 2 minggu dan menyebabkan distress atau hambatan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, fungsi area penting lainnya pada seorang individu. Selama masa ini seseorang juga menampilkan sedikitnya 4 gejala tambahan dari mood depresi adalah gejala yang paling khas terjadi pada > 90% pasien. Pasien melaporkan sendiri sebagai perasaan sedih, murung, hampa, putus asa, muram atau tenggelam dalam kesedihan. Kualitas mood sebaiknya dilukiskan berbeda dari perasaan kesedihan yang normal atau duka cita.23 Menurut American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, depresif mayor biasanya didiagnosa ketika dijumpai berkurangnya mood dan kehilangan minat yang menetap akan sesuatu yang menyenangkan yang disertai oleh rangkaian simtom seperti kehilangan selera, insomnia, kelelahan, kehilangan energi, buruknya konsentrasi, sindrom psikomotor, perasaan bersalah yang tidak sewajarnya dan pikiran berulang tentang kematian.19,24-26 National Institute for Clinical Excellence (NICE) pada tahun 2004 menyebutkan kondisi ini berhubungan dengan individu, pertumbuhan sosial ekonomi,
kehilangan
fungsi
dan
produktivitas,
dan
menciptakan
ketergantungan terhadap sarana pelayanan.7 Anhedonia yaitu tidak mampu menikmati aktifitas yang biasa dilakukan adalah yang paling umum dialami pasien depresi. Pasien atau keluarganya melaporkan dengan jelas adanya penurunan minat pada semua, atau hampir semua aktifitas yang sebelumnya dinikmati seperti seks, hobi, rutinitas seharihari 7,25,27 Perubahan nafsu makan sekitar 70% pasien depresi yang diamati terdapat penurunan nafsu makan bersamaan dengan kehilangan berat badan. Hanya sedikit pasien yang mengalami peningkatan nafsu makan, sering dikaitkan dengan makanan khusus seperti permen.7,23-26
Universitas Sumatera Utara
Perubahan tidur sekitar 80% pasien depresi mengeluhkan beberapa tipe gangguan tidur. Yang paling umum dan tidak menyenangkan adalah terjaga pada dini hari (biasanya sekitar jam 4 – 5 pagi) dan kadang lebih berat gejala depresifnya pada awal hari. Sementara insomnia initial khususnya sering
bersamaan
dengan
kecemasan
(komorbid).
Beberapa
pasien
mengeluhkan hipersomnia dari pada insomnia, terdapat pada depresi atipikal dan seasonal affective disorder dan sering berkaitan dengan hiperfagia.7,18,27 Perubahan aktifitas fisik sekitar setengah dari pasien depresi menjadi lambat
atau
perlambatan
dalam
aktifitas
normal
mereka.
Mereka
menunjukkan lambat berfikir, berbicara, pergerakan tubuh atau menurunnya volume isi pembicaraan dengan jeda yang panjang sebelum menjawab. Pada sekitar 70% pasien wanita yang depresi dan 50%
laki-laki yang depresi,
kecemasan ditampilkan dalam bentuk agitasi psikomotor dengan melangkah mondar-mandir, tidak mampu duduk tenang dan meremas-remas tangan.26 Hilang energi hampir semua pasien depresi melaporkan hilang energi secara bermakna (anergia), khususnya kelelahan dan umumnya kurang efisien bahkan dalam tugas yang ringan. 7,23,25 Perasaan tak berharga dan rasa bersalah yang berlebihan dan tak wajar pasien depresi dapat mengalami penurunan harga diri yang nyata (dan sering tidak realistik). Pada kebudayaan Eropa, lebih dari setengah pasien depresi menunjukkan rasa bersalah, rentang dari perasaan yang tidak jelas/samar-samar, menjadikan kondisi mereka saat ini hasil dari sesuatu yang telah mereka lakukan dimasa lalu, sampai kepada waham dan kemiskinan atau memiliki dosa yang tidak dapat diampuni. Kultur lain mengalami rasa malu atau penghinaan.7,21,23,26 -27 Konsentrasi
yang
menurun
sekitar
mengeluhkan atau menunjukkan lambat dalam
separuh
pasien
depresi
berpikir. Mereka mungkin
merasakan tidak mampu berpikir sebaik seperti sebelumnya, membuat mereka tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
berkonsentrasi atau mereka mudah terganggu. Mereka sering meragukan kemampuan mereka untuk membuat pertimbangan yang baik dan mereka menemukan bahwa diri mereka tidak sanggup untuk membuat keputusan bahkan yang kecil sekalipun.7,23 Ide bunuh diri beberapa pasien mengalami pikiran kematian yang berulang. Dalam rentang dari perasaan yang sementara, yang lainnya melaporkan lebih baik mati, sampai rencana nyata dan melaksanakan bunuh diri. Risiko bunuh diri dijumpai sepanjang episode depresif tapi kemungkinan yang paling tinggi adalah segera setelah awal pengobatan dan selama 6-9 bulan setelah pemulihan.23-27 2.3. Migrasi dan depresi Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 menyebutkan diperkirakan lebih dari lima juta laki-laki dan perempuan Afganistan mengalami berbagai distress jiwa termasuk didalamnya depresi, ansietas. Kendati studi epidemiologi terbatas jumlahnya terhadap kejadian gangguan mental yang terjadi. Depresi memainkan peranan yang sangat penting untuk sebuah negara Afganistan dengan populasi penduduk 28 juta hal ini merupakan sinyal khusus.27 Depresif merupakan gangguan psikiatri yang paling sering dijumpai terutama pada wanita yang frekuensinya lebih sering tiga kali pada wanita daripada pria. Sekitar 20% wanita dan 12% pria pada suatu waktu kehidupannya pernah mengalami depresi.19,21Diperkirakan prevalensi depresif bervariasi ditiap negara rentangnya antara 3% di Jepang dan 17% di Amerika Serikat.13 Bhugra melakukan review dan hipotesis yang menjelaskan hubungan antara migrasi dan gangguan mental, dimana pengaruh etnik juga berpengaruh terhadap gangguan mental pada kelompok immigrants. Sebagai tambahan individu yang bermigrasi secara berkelompok atau sosial sentris kemudian
Universitas Sumatera Utara
memasuki ke lingkungan yang bersifat individual dan egosentris akan memiliki perasaan terasing dan mengalami
mental distress dengan
konsekuensi mereka mengalami kesukaran masuk dalam kelompok baru. Perubahan sosial, asimilasi dan identitas budaya merupakan faktor yang signifikan dalam hubungannya antara migrasi dan gangguan mental.4 Nazroo pada tahun 1997 dan Shaw dan kawan-kawan pada tahun 1999 menyebutkan keterbatasan jumlah data yang tersedia menunjukkan bahwa kejadian kehidupan seperti peristiwa kehidupan secara umum secara signifikan berhubungan dengan depresi. Beberapa penelitian menunjukkan rerata yang tinggi untuk terjadinya depresi pada kelompok etnik minoritas di komunitasnya dengan beberapa penjelasan termasuk paparan terhadap kehilangan, tidak bekerja, kemiskinan dan rasis.4 Hubungan antara peristiwa kehidupan dan gangguan jiwa tersering telah dilaporkan oleh Vadher dan Ndetel tahun 1981, Guereje tahun 1986, Bebbington tahun 1998. Brown dan Haris pada tahun 1978 mengobservasi sekitar 38% pasien depresi memiliki pengalaman dengan peristiwa kehidupan yang berat. Kesulitan terbesar dihubungkan dengan depresi antara lain sosial ekonomi, kurangnya dukungan sosial, keluarga, merasa tidak berguna, kekalahan, penghinaan, jebakan, rasa rendah diri.4 pada
tahun
2010
menyebutkan
saat
ini
Perreira dan Pottocnick beberapa
studi
telah
mendokumentasikan bagaimana pengalaman para imigran berkontribusi terhadap sindrom depresif.13,28 2.4. Beck Depression Inventory II Beck Depression Inventory II pada lampiran 5 adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur keparahan dari sindrom depresi yang dapat digunakan pada remaja dan dewasa yang sesuai dengan kriteria dari Diagnostic
Universitas Sumatera Utara
and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV) dan American Psychiatric Association tahun 1994.29 Beck Depression Inventory II merupakan revisi dari Beck Depression Inventory (BDI) dan Beck Depression Inventory IA. Tahun 1996 Beck dan kawan-kawan, tahun 1997 Dozois, Dobson, dan Ahnberg, tahun 1998 Steer, Gheeta, Ranieri, dan Beck telah melakukan validasi BDI II terhadap pasien rawat jalan remaja dan dewasa. BDI II telah menunjukkan reliabilitas tes – retest terbaik, konsistensi internal tinggi yang dapat merespons dengan sangat baik dengan koefisien alpa 0,94, dan untuk validitas konvergen tingkat sedang hingga tinggi. Konsistensi internal menunjukkan baik dengan rentang nilai 0,54 hingga 0,74 lebih tinggi daripada yang disampaikan oleh Osman dan kawan-kawan pada tahun 1997 rentang nilainya 0,44 hingga 0,65 dan Dozois beserta kawan-kawan pada tahun 1998 rentang nilainya 0,41 hingga 0,62. Receiver Operating Characteristics (ROC) Analysis mengindikasikan BDI II sangat sensitif dan moderate spesifik dalam menskrining depresi pada tingkat pelayanan dasar, oleh karena pengisian BDI II hanya memerlukan waktu beberapa menit sekitar 5 – 10 menit. dan mudah untuk di nilai.29-31 Pengukuran BDI II merupakan alat ukur yang sederhana, singkat, dan jelas terdiri dari 21 butir pertanyaan penilaian sindrom depresif berdasarkan skala likert 0 hingga 3, dengan perkecualian pada butir nomor 16 dan 18. Pertanyaan butir 16 mengenai perubahan pola tidur dan butir 18 mengenai perubahan selera makan. Pengukuran pada kedua butir ini terdiri dari 0, 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3c. Peserta ditanya bagaimana yang dirasakan dalam periode 1 hingga 2 minggu terakhir.29,30 Penggunaan BDI II biasanya dapat diselesaikan dalam waktu 5-10 menit. Beck Depression Inventory II adalah melengkapi kuesioner dengan menggunakan kertas
dan pensil
dan dapat
dilakukan sendiri atau
dipersentasikan secara oral. Alat ukur ini terdiri dari 21 item yang di isi sediri terdiri dari 4 poin antara 0 – 3. Batas-batas nilai kasar antara 0 - 63, dan kemudian di ubah ke dalam klasifikasi berdasarkan cut scores. Total skor antara 0-13 dipertimbangkan minimal, 14-19 ringan, 20-28 sedang, 29-63
Universitas Sumatera Utara
berat.29,30 Total skor BDI II berhubungan dengan total skor tes psikologis lainnya. BDI II positif berhubungan dengan skala pengukuran untuk ide bunuh diri juga skala Beck Hopelessness. BDI II juga berkorelasi positif dengan Hamilton Psychiatry Rating Scale for Depression dan Hamilton Psychiatry Rating Scale for Anxiety. BDI II adalah suatu alat ukur yang fleksibel yang dapat digunakan dalam setting klinis maupun non klinis.29,30 Reliabilitas BDI II memiliki koefisien alpa sebesar 0,92, untuk populasi rawat jalan dengan jumlah sampel 500 sedangkan koefisien alpa dari mahasiswa dengan jumlah sampel 120 dijumpai sebesar 0,93 keduanya melampaui koefisien alpa untuk versi dari BDI terdahulu. Secara umum dapat dikatakan BDI II adalah alat ukur yang sangat berguna dapat dilakukan secara cepat, dan efisien didalam menilai sindrom depresif tidak hanya di lingkungan klinis, tapi dapat juga di luar klinis.29-33
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep Irreguler Migrants Afganistan Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Kuesioner BDI II
Karakteristik demografik: - Usia - Pendidikan - Status pernikahan Keikutsertaan keluarga
Tidak dijumpai sindrom depresif
Minimal
Sindrom depresif ringan
Dijumpai sindrom depresif
Sindrom depresif sedang
Sindrom depresif berat
Universitas Sumatera Utara