BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Defenisi DM adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Suyono, 2006) 2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi Etiologis
Diabetes
Melitus
Menurut
American
Diabetes
Association (ADA) 2005 : 1.
Diabetes Melitus tipe 1. (destruksi sel β).
2.
a.
Melalui proses imunologik.
b.
Idiopatik.
Diabetes Melitus tipe 2. (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resitansi insulin).
3.
Diabetes Melitus tipe lain. a.
Defek genetik fungsi sel β
b.
Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, sindrom Rabsom Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c.
Penyakit Eksokrin Pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
Universitas Sumatera Utara
d.
Endokrinopati : akromegali, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, sindrom cushing, lainnya.
e.
Karena obat atau zat kimia : asam nikotinat, diazoxid, agonis β adrenergik, tiazid, dilantin, interferon α, lainnya.
f.
Infeksi : rubella kongenital, CMV, lainnya.
g.
Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibodi antireseptor insulin, lainnya.
4.
Diabetes pada kehamilan.
2.1.3 Patofisiologi DM tipe 2 Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan sebab utama terjadinya DM tipe 2 sehingga diabetes tipe 2 didefenisikan sebagai gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa hati, dan gangguan metabolisme lemak. Obesitas baik sentral dan viseral sangat sering sebagai predisposisi DM tipe 2. (Alvin C,2008) Resistensi insulin menyebabakan penurunan kemampuan insulin untuk bekerja pada target organ (khususnya otot, hati dan lemak), yang disebabkan oleh gangguan genetik, dan obesitas hal ini menyebabkan tidak masuknya glukosa kedalam organ dan peningkatan produksi glukosa hati yang menyebabkan peninggian glukosa dalam darah. (Alvin C, 2008) Obesitas memberikan kontribusi dalam terjadinya DM tipe 2, peningkatan adipose menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan produk asam lemak lainnya, menyababkan peningkatan produk biologis (asam lemak bebas yang tak tersesterifikasi, retinol binding reseptor 4,TNF-alfa,adiponectin) yang memodulasi sensitivitas insulin, yang menyebabkan gangguan masuknya glukosa kedalam otot dan peningkatan penghasilan glukosa hati dan menganggu fungsi sel beta. (Alvin C, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Diagnosa Diabetes didiagnosa
jika memenuhi kriteria berikut yaitu gejala diabetes
dengan gula darah sewaktu >200mg/dl, dan gula darah puasa >126mg/dl, serta gula darah pos prandial (setelah pemberian oral glukosa 75mg) >200mg/dl perhitungan kadar gula diatas harus disertai dengan gejala-gejala hiperglikemi yaitu poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan. Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan adalah pemeriksaan kadar HbA1c , meskipun hubungan antara HbA1C dengan kenaikan kadar gula darah belum dipahami secara tuntas.( American Diabetic Assosiation, 2007) Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Tabel 2.1 Kadar Glukosa darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM
Belum pasti
DM
DM Kadar glukosa darah
Plasma vena
< 110
110-199
≥ 200
Sewaktu (mg/dl)
Darah kapiler
<90
90-199
≥ 200
Kadar glukosa darah
Plasma vena
<110
110-125
≥ 126
Puasa (mg/dl)
Darah kapiler
<90
90-109
≥ 110
(Reno gustaviani , 2006)
2.1.5 Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes, sedangkan tujuan penatalaksanaannya secara khusus adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Tujuan
jangka
pendek
:
hilangnya
keluhan
dan
tanda
DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. 2. Tujuan jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya angka morbiditas dan mortalitas DM. 3. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan dan perubahan perilaku. 4. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama meliputi : a. Riwayat penyakit : 1. Gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM. 2. Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan. 3. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak atau dewasa muda. 4. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan. 5. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani. 6. Riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia). 7. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi dan traktus urogenitalis. 8. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll).
Universitas Sumatera Utara
9. Pengobatan lainnya yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah. 10. Faktor resiko : merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain). 11. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status ekonomi. b. Pemeriksaan fisik 1. Pengukuran tinggi dan berat badan. 2. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi orostatik. 3. Pemeriksaan fundoskopi. 4. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid. 5. Pemeriksaan jantung. 6. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan steteskop. 7. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah. 8. Pemeriksaan kulit dan pemeriksaan neurologis. 9. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain. c. Evaluasi laboratoris/penunjang lain 1. Glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial. 2. A1C 3. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida). 4. Kreatinin serum 5. Albuminurea 6. Elektrokardiografi 7. Foto sinar-x dada 8. Keton, sedimen dan protein dalam urine.
Universitas Sumatera Utara
d. Tindakan rujukan 1. Ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut 2. Konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif 3. Konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi 4. Konsultasi dengan edukator diabetes
Kerangka utama penatalaksanaan DM, yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemia dan penyuluhan. 1.
Perencanaan makanan Prinsip pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makanan masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makanan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurunan glukosa darah atau insulin. Komposisi makanan dan kebutuhan kalori yang dianjurkan terdiri dari: Komposisi makan : a. Karbohidrat : 1. Dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi 2. Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan 3. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi 4. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi 5. Pemanis alternatif digunakan sebagai pengganti gula 6. Makan
3
kali
sehari
untuk
mendistribusikan
asupan
karbohidrat dalam sehari.
Universitas Sumatera Utara
b. Lemak : 1. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak diperkenankan > 30% total asupan energi 2. Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori 3. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
c. Protein : 1. Distribusikan 10-20% total asupan energi 2. Sumber protein yang baik adalah makan laut (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpak lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. d. Natrium : 1. Asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 300 mg atau sama dengan 6-7g garam dapur. 2. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg gram garam dapur. e. Serat : Anjuran konsumsi serat adalah ±25 g/1000 kkal/perhari Kebutahan kalori : Ada beberapa cara untuk menuntukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu : a. Jenis kelamin : kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria 30 kal/kgBB.
Universitas Sumatera Utara
b. Umur : umur pasien usia diatas 40 tahun kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40-59 tahun, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan untuk usia diatas 70 tahun dikurangi 20%. c. Aktivitas : kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. d. Berat badan : bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung pada tingkat BB. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan BB. Perhitungan berat badan ideal dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah : a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm-100)x 1 kg. b. Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150, rumus dimodifikasi menjadi : 1. Berat badan ideal (BBI)=(TB dalam cm-100)x 1 kg. 2. BB :
Normal: BB ideal±10% Kurus : < BBI – 10% Gemuk : > BBI + 10%
(PERKENI, 2006). 2.
Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ±30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus
Universitas Sumatera Utara
didampingi oleh orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemi, harus selalu membawa permanen dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga. 3.
Obat berkhasiat hipoglikemi Jika pasien telah melakukan kegiatan pengaturan makan dan latihan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya sebelum naik, dipertimbangkan
memakai
obat
berkhasiat
hipoglikemik
(oral/suntikan). Obat Hipoglikemik Oral (OHO) : a. Sulfonilurea Bekerja dengan cara : 1. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan. 2. Menurunkan ambang sekresi insulin. 3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal. b. Biguanid Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (IMT > 30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan IMT 27-30 dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea.
Universitas Sumatera Utara
c. Inhibitor α Glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. d. Insulin Sensitizing Agent Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini belum beredar di Indonesia. Golongan obat baru untuk mengobati Diabetes Melitus Nama obat Pramlintine
Dosis
komentar
1.DM type 1 Dimulai
dengan
Diindikasikan dosis
15mg pasien
yang
pada memakai
dengan dosis maksimal 30-60mg.
insulin
2.DM type 2
belum mencapai kadar
Dimulai
dengan
dosis
prandial
yang
60mg glukosa yang diinginkan.
sampai 120 mg
Universitas Sumatera Utara
Exenatide
Diindikasikan
(Byetta)(40)
pengobatan
sebagai Tidak boleh digunakan tambahan
untuk pada pasien DM tipe
meningkatkan glukosa control 1,atau untuk mengobati pada pasien DM tipe 2 yang diabetes ketoasidosis menggunakan metformin,sulfonylurea
atau Tidak dianjurkan pada
keduanya yang belum mencapai pasien glukosa control Dimulai
pada
stadium
akhir
penyakit ginjal(creatinin 5mg
perdosis clerence <30 ml/min)
diberikan dua kali sehari pada pagi hari dan makan malam Dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg duakalisehari setelah satu bulan terapi. Sitagliptin
Dosis awal 100mg sekali sehari
(januvia)
pada pagi hari Jika kadar creatinin 30-50 ml/min kurangi dosis sampai 50 mg/hari. Jika kadar cretinin <30ml/min kurangi dosis sampai 25mg
Sitagliptin
plus Dosis awal 50mg/500mg dua kali Digunakan
metformin(janumet) sehari
dengan
makanan
Dosis maksimum 50mg/100mg Tidak dianjurkan untuk dua kali sehari
pasien dengan penyakit ginjal berat
(AACE Diabetes Melitus Clinical Practice Guidelines,2007)
Universitas Sumatera Utara
4.Insulin Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan
dan
merupakan
suatu
produk
farmasi.
Indikasi terapi dengan insulin : a.
Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
b.
Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
c. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. d. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. e. Ketoasidosis diabetik. f. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik. g.
Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
Universitas Sumatera Utara
h.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
i.
Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral. Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu: 1. Insulin kerja singkat Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam. 2. Insulin kerja menengah Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ).Jenis ini awal kerjanya 1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam. 3. Insulin kerja panjang Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard 4. Insulin campuran Merupakan kombinasi insulin kerja cepat dengaan kerja sedang. Insulin jenis ini yang beredar di Indoneia adalah Mixtard 30/70 dan Humulin 30/70.
Teknik penyuntikan insulin Sebelum menyuntikan insulin,kedua tangan dan daerah yang akan disuntik harus bersih.Penyuntikan dapat dilakukan di daerah perut, lengan dan bokong.Tutup vial insulin dibersihkan dengan isopropil alkhol 70%.Untuk semua macam jenis insulin kecuali kerja cepat,harus digulung-gulung secara perlahan dengan kedua telapak tangan untuk melarutkan suspense.Ambilah udara sejumlah insulin yang akan diberikan dan suntik ke dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam
Universitas Sumatera Utara
vial.Setelah insulin masuk ke alat suntik,periksalah apakah mengandung gelembung udara.Satu atau dua ketukan pada alat suntikdalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan.Pada umumnya disuntikkan dengan sudut 90 derajat.Aspirasi tidak perlu dilakukansecra rutin.Bila suntikan tersa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikan maka daerah tersebut sebaiknaya ditekan selama 5-8 detik.(Soegondo,2006) 2.1.6 Penilaian Hasil Terapi Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan jasmani. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah : a. Pemeriksaan kadar glukosa darah Tujuan pemeriksaan glukosa darah : 1. Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai 2. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. b. Pemeriksaan A1C Tes
hemoglobin
terglikosilasi,
yang
disebut
juga
sebagai
glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1 C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. c. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan, menjelang tidur dan diantara siklus tidur, atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. d. Kriteria pengendalian DM Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik merupakan
sasaran terapi. Diabetes
terkendali baik, apabila glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharap. Demikian dengan tekanan darah (PERKENI, 2006).
Tabel 2.2 Kriteria Pengendalian DM Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah puasa (md/dl)
80-<100
100-125
≥126
Glukosa darah 2 jam pp (mg/dl)
80-144
145-179
≥180
A1C (%)
<6,5
6,5-8
>8
Kolesterol Total (mg/dl)
<200
200-239
≥240
Kolesterol LDL (mg/dl)
<100
100-129
≥130
Kolesterol HDL (mg/dl)
Pria : >40
Universitas Sumatera Utara
Wanita : >50 Trigliserida (mg/dl)
Tekanan darah (mmHg)
≥200
<150
≤130/80
>130-140/
>140/90
>80-90
Keterangan :Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena. (PERKENI, 2006) 2.2 Perilaku Perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Ada 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Lingkungan adalah kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Ia membedakan ada dua respon yakni: a.
Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap.
b.
Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing stimuli karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan organisme.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan. Menurut Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut: a.
Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan ddengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
b.
Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
c.
Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Bloom (1908) membagi perilaku ke dalam 3 domain namun tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.
2.2.1 Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni: a.
Tahu (know) Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah.
b.
Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan,
menyebutkan contoh,
menyimpulkan,
meramalkan,
dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c.
Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d.
Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.
e.
Sintesis (synthesis) Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.
Evaluasi (evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2 Indikator Pengetahuan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, ada beberapa indikator yang dapat digunakan dan dikelompokkan menjadi: a.
Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu penyakit.
b.
Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok, minuman keras, narkoba dsb,pentingnya istirahat cukup , relaksasi dsb.
c.
Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Sikap Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup. Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni: a.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b.
Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep
c.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain :
a.
Menerima (receiving) Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.
b.
Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
c.
Menghargai (valuing) Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.
d.
Bertanggung jawab (responsible) Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Namun secara tidak mutlakdapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : a.
Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b.
Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator raktek tingkat dua.
c.
Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d.
Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.(Notoadmojo,2003)
Universitas Sumatera Utara