BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pondasi
Secara garis besar pondasi didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang berada di dalam tanah yang meneruskan semua beban dimana beban tersebut merupakan berat bangunan itu sendiri dan beban luar yang bekerja ke lapisan tanah keras. Fungsi utama dari pondasi adalah untuk menahan semua beban yang bekerja di atasnya kemudian meneruskan ke dalam tanah keras agar bangunan di atasnya tidak mengalami kegagalan. Berdasarkan kedalaman, ada 2 jenis pondasi yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi
dangkal
mentransfer
beban
struktural
dimana
kedalaman
pondasinya tidak terlalu dalam masuk ke tanah. Pondasi dangkal sangat mudah dibangun, tidak membutuhkan alat berat dalam pelaksanaannya. Contoh pondasi dangkal adalah pondasi batu kali, tapak, kaki ayam, dll. Sesuai dengan namanya pondasi dalam, untuk panjang pondasi bisa disesuaikan sesuai dengan keebutuhan yang diinginkan. Merupakan elemen yang tidak terlalu besar yang biasanya terbuat dari beton, baja, kayu, polymer, atau kombinasi diantara bahan tersebit yang digunakan sebagai penahan beban struktural. Pondasi pile berguna untuk menstransfer beban struktural ke tanah keras dimana tanah keras terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Contoh pondasi dalam adalah pondasi tiang. Berdasarkan fungsinya ada beberapa macam pondasi tiang yaitu bored pile, driven pile, franki pile, dll. Untuk menahan beban yang sangat besar, biasanya daya dukung tiang tunggal (siglepile) tidak cukup untuk menahan beban tersebut. Dengan demikian untuk mengatasi masalah ini, ada yang namanya tiang kelompok (group piles), dimana yang dimaksud dengan group piles adalah beberapa tiang diikat menjadi satu dengan kepala pengikat (pile cap) sehingga daya dukung yang dihasilkkan kelompok tiang akan lebih besar. Kepala pengikat tiang yang mengikat hanya beberapa tiang disebut dengan pile cap, sedangkan pengikat tiang yang mengikat banyak tiang
5
6
disebut dengan raft foundation dimana daya dukungnya akan lebih besar dibandingkan dengan pile cap.
2.2
Daya Dukung Pondasi Dalam
Pada pondasi dalam ada 3 kategori pile yang sesuai dengan kedalamannya yaitu pondasi yang ujung tiangnya tepat di atas tanah keras yang hanya mengandalkan daya dukung ujung tiang (a), pondasi yang ujung tiangnya masuk ke dalam tanah keras dengan kedalaman tertentu yang biasa disebut dengan Lb yang mengandalkan daya dukung ujung tiang dan friksi tiang dengan tanah (b), dan yang terakhir adalah pondasi tidak mencapai sampai tanah keras atau seperti melayang pada tanah lunak yang hanya mengandalkan kuat friksinya antara tiang dan tanah (c). Kategori letak pile dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Ilustrasi kategori pile
Perhitungan daya dukung dikaitkan dengan proses perencanaan yang harusmemperhatikan kondisi tiang pada lapisan tanah, apakah tiang tersebuttertahan pada ujungnya (point bearing capacity) atau tertahan oleh pelekatanantara tiang dengan tanah (friction bearing capacity). Qu = Qp + Qs .................................................. (2.1) Dimana : Qu
= daya dukung batas tiang
Qp
= daya dukung ujung tiang
Qs
= daya dukung gesek sepanjang badan tiang
7
Gambar 2.2 Simulasi Daya Dukung Pondasi Tiang
Untuk nilai dari daya dukung dapat didapatkan secara mudah dengan menggunakan data tanah yang sudah ada. Ada 2 cara untuk mendapatkannya yaitu yang pertama menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah yang didapatkan dari hasil uji laboratorium seperti kohesi dan sudut geser dalam tanah. Cara kedua adalah dengan data hasil uji di lapangan yaitu CPT (Cone Penetration Test) atau Sondir dan SPT (Standard Penetration Test).
2.2.1
TahananUjung Tiang (Point Bearing Capacity)
Point bearing capacitydimana daya dukungnya dihasilkan dari ujung tiang yang biasanya letak ujung tiang itu mencapai lapisan tanah keras. Lapisan tanahkeras ini boleh terdiri dari jenis tanah apa saja, meliputi lempung kerassampai batuan tetap. Penentuan daya dukung dilakukan denganmelihat jenis tanah apa yang terdapat dalam lapisan tanah kerastersebut. Untuk menghitung daya dukung ujung tiang diturunkan berdasarkan perhitungan daya dukung pada pondasi dangkal, yaitu dengan persamaan umum dari Terzaghi untuk perhitungan daya dukung pada pondasi dangkal, yaitu : qu = c′ Nc Fcs Fcd + q′ Nq Fqs Fqd + 0,5 γ B Nγ Fγs Fγd ................ (2.2)
8
Kemudian dari rumus tersebut disederhanakan oleh Hence menjadi : qu = c′ Nc* + q′ Nq* + 0,5 γ B Nγ*............................. (2.3) Dikarenakan letak pondasi tiang yang begitu dalam maka daya dukung per satuan luas lebih bertambah besar pada ujung tiang, qp, dan menurut Hence untuk lebar pondasi dalam pondasi tiang akan dinotasikan dalam D, sehingga rumusnya akan menjadi : qu = qp = c′ Nc* + q′ Nq* + 0,5 γ D Nγ* ....................... (2.4) Dikarenakan lebar atau diameter penampang sangat kecil apabila dibandingkan dengan kedalaman tiang, maka untuk rumus γ D Nγ* dapat diabaikan, sehingga rumus tersebut akan menjadi : qp = c′Nc* + q′ Nq* ........................................ (2.5) Qp = Ap . qp = Ap (c Nc* + q′ Nq*)............................. (2.6) dimana :
•
qp
= daya dukung ujung tiang per satuan luas (kN/m2)
Qp
= daya dukung ujung tiang (kN)
c′
= kohesi tanah pada ujung tiang (kN/m2)
q′
= γ′ . Df ; Df
= kedalaman pondasi dalam tanah,
γ′
= berat jenis tanah (drained)
Nc*, Nq*
= faktor daya dukung
Ap
= luas penampang tiang
Meyerhof’s Method Meyerhof menemukan beberapa metode untuk menemukan nilai Qp berdasarkan jenis tanah pada ujung tiang. Metode tersebut dikenal dengan nama Meyerhof’s Method. −
Tanah Pasir Menurut Mayerhof, apabila ujung tiang tersebut terletak pada tanah pasir, pada umumnya nilai qp akan meningkat berdasarkan kedalaman. Apabila pondasi dalam terletak pada tanah pasir
9
dengan c′ = 0, maka untuk menghitung daya dukung ujung tiang adalah menggunakan rumus : Qp = Ap . qp = Ap . q′ . Nq* ≤ Ap . ql ............................. (2.7) Nilai Qp tidak boleh melebihi dari nilai daya ujung batas, Ap . ql: Qp = Ap . q′ . Nq* ≤ Ap . ql ..................................... (2.8) Dimana daya ujung batas didaparkan dari : ql = 50 . Nq* . tan φ (kN/m2)........................ (2.9)
Meyerhof juga melakukan percobaan menggunakan data tanah hasil lapangan seperti SPT untuk menentukan nilai Qppada tanah pasir. Jika berdasarkan nilai N-SPT : qp = 40N . L/D ≤ 400N .......................... (2.10) dimana : N
=
rata-rata dari nilai N-SPT sekitar ujung tiang (sekiar 10D dari
atas dan 4D dari bawah ujung
tiang).
Untuk nilai Nc* dan Nq* didapatkan dari grafik di bawah ini:
Gambar 2.3 Nilai Nc* dan Nq* (Sumber : Braja M. Das)
10
−
Tanah lempung jenuh Jika pondasi dalam terletak pada tanah lempung jenuh dengan φ = 0, maka untuk menghitung daya dukung ujung tiang adalah menggunakan rumus : Qp = Ap . cu . Nc* ........................... (2.11) Karena φ = 0, maka nilai Nc* dan Nq* berdasarkan grafik 2.1 adalah : Nc* = 9
Nq* = 0
Sehingga rumusnya akan menjadi : Qp = 9 . cu . Ap ............................. (2.12) −
Bored Pile Untuk perhitungan daya dukung pondasi bored pile adalah sebagai berikut : Qp = µ . Ap .Nc . cp ........................... (2.13) dimana: µ
2.2.2
=
faktor koreksi;
=
0,8 untuk D ≤ 1 m
=
0,75 untuk D > 1 m
cu, cp =
kohesi pada ujung tiang (undrained)
Nc
faktor daya dukung (Nc = 9)
=
Tahanan Lekat (Friction Resistance)
Kadang-kadang ditemukan keadaan tanah dimana lapisan keras sangatdalam sehinggapembuatan tiang sampai lapisan tersebut sukardilaksanakan. Maka untuk menahan beban yang diterima tiang,mobilisasi tahanan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan antaratiang dengan tanah (fraction resistance). Tiang semacam ini disebut frictionpile atau juga sering disebut sebagai tiang terapung (floating pile).Secara teoritis daya dukung tiang (Qs) ini dapat dihitung dengan rumus secara umum yaitu: Qs = ∑ p . ∆L . f ............................................ (2.14)
11
dimana: p
=
keliling tiang pondasi
∆L
=
pengurangan panjang pada saat p dan f konstan
f
=
koefisien friksi sesuai dengan kedalaman yang diinginkan
Gambar 2.4 Simulasi Tahanan Lekat (Friction Resistance)
−
Tanah Pasir Rumus yang digunakan untuk menghitung daya dukung friksi pada tanah pasir adalah : Qs = ∑ p . ∆L . f .................................. (2.15) f = K . σo′ . tan δ ................................ (2.16) dimana : K
=
koefisien efektifitas tanah Ko= 1 – sin φ (bored pile) Ko – 1,4 Ko (perpindahan rendah pada driven pile) Ko – 1,8 Ko (perpindahan tinggi pada driven pile)
σo′
=
tegangan efektif vertikal pada kedalaman yang ditinjau
δ
=
sudut friksi antara tanah dengan tiang
=
(0,5 – 0,8) φ
12
−
Tanah lempung Untuk perhitungan daya dukung friksi pada tanah lempung akan dianalisa dengan 3 metode perhitungan yaitu metode λ, α, dan β. Dari ketiga hasil tersebut diambil hasil yang saling mendekati kemudian hasil tersebut dirata-ratakan. → Metode λ Metode λ dikembangkan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972), berdasarkan dengan asumsi pada perpindahan tanah yang disebabkan oleh hasil pemancangan dengan tekanan lateral pasif pada kedalaman tertentu dan untuk rata-rata tahanan lekat dirumuskan seperti di bawah ini : Qs = ∑ p . ∆L . fav ........................ (2.17)
o + 2cu) ........................ (2.18) fav = λ (σ'
dimana : λ
σ'o
=
koefisien lekatan
=
rata-rata dari tegangan vertikal efektif sepanjang tiang
cu
=
rata-rata kuat geser undrained (φ = 0)
Untuk nilai λ akan berubah sesuai dengan kedalaman tiang, sehingga untuk memperoleh nilai λ dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :
13
Gambar 2.5 Nilai λ (Sumber : Braja M. Das)
Tiang pondasi biasanya terletak lebih dari 1 lapis jenis tanah lempung, sehingga untuk nilai cu dan
harus dihitung per-
lapisan.Untuk tanah lempung yang berlapis--lapis maka nilai cu dan
didapatkan seperti di bawah ini :
................................ ........................................... (2.19) Gambar 2.6 Ilustrasi untuk mendapatkan nilai cu dan
14
→ Metode α Metode α dikemukakan oleh Tomlison untuk menghitung tahanan lekat yang rumusnya diturunkan sebagi berikut : Qs = ∑ p . ∆L . f ............................. (2.20) f = α . cu .................................... (2.21) Untuk cu ≤ 50 kN/m2, maka nilai α =1. Sedangkan untuk cu> 50 kN/m2 maka bisa menggunakan grafik di bawah ini.
Gambar 2.7 Nilai α (Sumber : Braja M. Das) → Metode β Ketika pondasi tiang didorong ke dalam tanah lempung jenuh air, tekanan air pori pada tanah sekeliling tiang akan meningkat. Tekanan air pori berlebih pada tanah normally consolidated clay bisa mencapai 4 – 6 x cu. Namun, dalam waktu sebulan atau lebih, tekanan ini akan menghilang secara bertahap. Menurut Hence, tahanan lekat pada tiang dapat dihitung berdasarkan parameter tegangan efektif pada tanah lempung remoulded dimana nilai c′ = 0, kemudian dapat dirumuskan seperti berikut :
15
Qs = ∑ p . ∆L . f ......................................... (2.22) f = β . σo′ ............................................... (2.23) dimana : β
=
K . tanφR
φR
=
sudut friksi drained pada lempung remoulded
K
=
koefesientekanan tanah at rest
=
1
–
sinφR
(untuk
lempung
normally
consolidated) =
(1
–
sinφR)
.
√OCR
(untuk
lempung
overconsolidated)
−
Bored Pile Untuk daya dukung friksi pada pondasi bored pile, digunakan rumus di bawah ini. Qs = ∑0,45 . cu . p . ∆L ................................ (2.24)
2.2.3
UltimatedanAllowable Bearing Capacity
Dalam hal desian, untuk daya dukung yang sudah didapatkan harus dihitung pula daya dukung batas (Qu) dan daya dukung ijin (Qall). Dapat dikatakan desain yang akan dipakai nantinya sudah aman dan bila terjadi sedikit kesalahan dari desain tidak langsung runtuh. Untuk rumus Qu dan Qall adalah sebagai berikut : −
Driven pile Qu = Qp + Qs........................................... (2.25) Q Qall = FSu
FS = 2,5 – 4 ........................ (2.26)
Q Q Qall = 3P 1,5S ........................................... (2.27)
−
Bored pile Q Qall = 2,5u
D < 2m dan pelebaran pada ujung tiang ....... (2.28)
Q Qall = 2u
Tanpa pelebaran pada ujung tiang ................ (2.29)
16
2.3
Penurunan Tiang Tunggal
Untuk penurunan pada tiang tunggal yang terjadi pada dikatakan oleh Vesic (1977) akan diakibatkan oleh 3 jenis penurunan yaitu penurunan elastik dari tiangnya, penurunan tiang akibat beban pada ujung tiang, dan penurunan tiang akibat penyebaran beban sepanjang selimut tiang. Rumus penurunan ini sering dikenal dengan sebutan Vesic’s Method sebagi berikut : s = se + spp + sps......................................................................(2.30) dimana : s
=
total penurunan tiang
se
=
penurunan elastik tiang
spp
=
penurunan tiang akibat beban pada ujung tiang
sps
=
penurunan tiang akibat penyebaran beban sepanjang selimut tiang
2.3.1
Penurunan Elastik (se) Untuk mendapatkan se, dapat digunakan rumus sebagai berikut : se =
Qwp +ξQws L
Ap . Ep
.......................................... (2.31)
dimana : Qwp
=
beban yang ditanggung pada ujung tiang pada saat pembebanan
Qws
=
beban yang ditanggung oleh tahanan friksi pada saat pembebanan
Ap
=
luas penampang tiang
Ep
=
modulus elastisitas tiang
L
=
panjang tiang
ξ
=
faktor distribusi gaya friksi sepanjang selimut tiang. Nilai faktor ini tergantung pada bentuk distribusi gaya yang terjadi seperti gambar di bawah ini.
17
Gambar 2.8 Nilai ξ
2.3.2
Penurunan Ujung Tiang (s ( pp) Untuk mendapatkan spp, dapat digunakan rumus sebagai berikut : ............................... (2.32) dimana : D
=
lebar atau diameter tiang
Es
=
modulus elastisitas tanah pada atau di bawah ujung tiang
µs
=
poisson ratio tanah
Iwp
=
faktor pengaruh pada ujung tiang yang didapatkan dari dar grafik di bawah ini (αr)
Gambar 2.9 Nilai Iwp (αr) (Sumber : Braja M. Das)
18
2.3.3
Penurunan Friksi (sps) Sedangkan untuk mendapatkan sps, dapat digunakan rumus sebagai berikut : Sps =
Qws D
1 µ2s Iws ............................... (2.33) p . L Es
dimana : p
=
keliling lingkaran
Iws
=
faktor pengaruh pada selimut tiang L Iws = 2 + 0.35 ....................................... (2.34) D
2.4
Daya Dukung pada Kelompok Tiang
Gambar 2.10 Simulasi Kelompok Tiang
Lg = (n1 – 1) d + 2(D/2) ............................... (2.35) Bg = (n2 – 1) d + 2(D/2) ............................... (2.36) dimana : Lg
=
panjang kelompok tiang
Bg
=
lebar kelompok tiang
D
=
diameter tiang
d
=
jarak antar tiang (dari as ke as)
n1
=
jumlah tiang dari panjang kelompok tiang
n2
=
jumlah tiang dari lebar kelompok tiang
19
2.4.1
EfisiensiGroup Piles Qg(u) η= ∑Q ..................................................... (2.37) u
dimana: η
=
efisiensi kelompok tiang
Qg(u)
=
daya dukung batas dari kelompok tiang
Qu
=
daya dukung batas dari tiap tiang tanpa pengaruh kelompok tiang
Ada 2 jenis efisiensi group piles yang sering digunakan yaitu metode Block Failure dan Metode Converse – Labarre.
2.4.2
Block Failure
Metode Block Failure adalah menggambarkan bagaimana suatu kelompok tiang yang diibaratkan dalam bentuk blok kemudian runtuh secara bersama-sama. Block Failure pada biasanya digunakan pada desain kelompok tiang yang terletak pada tanah kohesif atau tanah yang tidak mempunyai kohesi tetapi dibawahnya terdapat lapis tanah kohesif yang lemah. Rumus yang digunakan untuk menghitung Block Failure adalah sebagai berikut :
Qg(u) = 2 . Lp (Bg + Lg) . cu1 + Bg . Lg cu2 . Nc .................... (2.38) dimana : Qg(u)
=
daya dukung batas dari kelompok tiang
Lp
=
panjang tiang
Lg, Bg =
panjang dan lebar kelompok tiang
cu1
=
rata-rata nilai kohesif undrained sepanjang tiang
cu2
=
rata-rata nilai kohesif undrained dari tanah di dasar tiang sampai kedalaman 2B
Nc
=
faktor daya dukung
20
2.4.3
Converse – Labarre
Sedangkan untuk Converse – Labarre yang dihasilkan adalah efisiensi dari beban maksimum yang dapat dipikul oleh pondasi kemudian diterapkan pada desain pada proyek. Rumus efisiensi dari Converse – Labarre adalah sebagai berikut : η= 1 -
n1 +1n2 +n2 +1n1
90 . n1 . n2
θ ................................... (2.39)
dimana : η
2.4.4
=
efisiensi kelompok tiang
n1 , n2 =
jumlah baris dan kolom dari kelompok tiang
θ
=
D tan-1 s
D
=
diameter tiang
s
=
jarak antar tiang
Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Pasir
Jika pada tanah pasir, maka : η= Qg(u) = Jikaη< 1 → Qg(u) = η . ΣQu ,
2n1 +n2 d+4D ...................................... (2.40) p . n1 . n2
2n1 +n2d+4D ∑Qu ............................... (2.41) p . n1 . n2
jika η≥ΣQu → Qg(u) = ΣQu
Untuk driven pile pada tanah pasir adalah sebagai berikut : d ≥ 3D, Qg(u) = ΣQu................................... (2.42) Sedangkan untuk bored pilepada tanah pasir adalah sebagai berikut : d ≈ 3D, Qg(u) = 2/3 – 3/4 ΣQu .......................... (2.43)
21
2.4.1
Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Lempung Jenuh
Cara menghitung daya dukung kelompok tiang pada tanah lempung jenuh adalah sebagai berikut : −
Menghitung daya dukung batas kelompok tiang berdasarkan daya dukung tiang tunggal. ΣQu = n1 . n2 (Qp +Qs) ..................................... (2.44) Daya dukung ujung tiang tunggal Qp = 9 . cu . Ap ......................................... (2.45) Daya dukung friksi tiang tunggal Qs = Σ(α . p . cu . ∆L) ................................... (2.46)
−
Hitung batas daya dukung kelompok tiang dengan asumsikelompok tiang berbentuk blok dengan dimensi Lg x Bg x L Daya dukung ujung kelompok tiang Qp′ = Ap . qp = Ap . cu . Nc* dengan Ap = Lg.Bg ........... (2.47)
Daya dukung friksi kelompok tiang Qs′ = Σ(pg . cu . ∆L) =Σ 2(Lg + Bg). cu ∆L ............. (2.48)
Daya dukung batas kelompok tiang ΣQu = Qp′ +Qs′ .................................... (2.49)
−
Dari kedua perhitungan daya dukung, bandingkan antara 2 hasil analisa tersebut. Dari dua nilai tersebut yang mempunyai nilai terkecil adalah yang akan menjadi nilai Qg(u).
2.5
Penurunan Kelompok Tiang
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menentukan penurunan pada kelomppok tiang, yaitu :
22
2.5.1
Penurunan Konsolidasi pada Kelompok Tiang
Metode yang digunakan untuk mengitung penurunan konsolidasi pada kelompok tiang adalah menggunakan metode Terzaghi dan hanya untuk semua lapis tanah lempung. ∆sg =Σsi =
po(i)+∆p(i) Cc(i) Hi log ........................... (2.50) 1+eo(i) po(i)
dimana : ∆sg
=
total penurunan konsolidasi
si
=
penurunan konsolidasi lapis i
Cc(i)
=
compression index pada lapis i
Hi
=
tebal tanah lapis i
po(i)
=
tegangan sebelum konstruksi lapis i
∆p(i)
=
tegangaan yang meningkat pada tengah lapis i
Menurut rumus yang diberikan oleh Terzaghi, penurunan konsolidasi memiliki 2 kriteria adalah : 1.
Group piles akan mengalami konsolidasi dimulai dari kedalaman 2/3 L dari bagian atas tiang seperti yang ada pada gambar 2.11.
2.
Beban (Qg) akan mengalami distribusi tegangan dengan perbandingan 2:1 (2 vertikal : 1 horizontal) dan peningkatan tegangan (∆pi) akan terjadi pada tengah-tengah tiap lapisan tanah. Qg ∆pi = B +z L +z .................................... (2.51) g i g i
dimana : Lg, Bg = zi
=
lebar dan panjang kelompok tiang jarak dari z = 0 sampai tengah-tengah lapis i
23
Gambar 2.11 Simulasi Penurunan Konsolidasi Kelompok Tiang
2.5.2
Penurunan Elastik pada Kelompok Tiang
Untuk perhitungan pada penurunan elastik pada tanah pasir atau granular, digunakan metode dari Vesic (1969) yaitu : Bg sg(e) = D s ................................................. (2.52)
dimana : sg(e)
=
penurunan elastik group piles
D
=
lebar atau diameter 1 tiang
s
=
penurunan elastik 1 tiang (subbab 2.3.1)
Selain dari metode Vesic, Meyerhof (1976) juga mengeluarkan metode dalam menghitung penurunan elastik pada kelompok tiang untuk tanah berpasir : 2qBg I sg(e) (in) = N ........................................ (2.53) 60
dimana :
24
q
=
Qg / (Lg.Bg) (ton/ft2)
Lg, Bg =
panjang dan lebar kelompok tiang (ft)
N60
rata-rata N-SPT pada area penurunan (≈ sedalam Bg setelah
=
ujung tiang) I
=
faktor pengaruh = 1 – L/8Bg ≥ 0,5
L
=
panjang tiang
Meyerhof (1961) juga melakukan percobaan penurunan elastik yang dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 2.12 Grafik nilai Sg(e) dari Meyerhof (1961) (Sumber : Braja M. Das)
2.5.3
Penurunan Konsolidasi Akibat Koefisien Kompresibilitas Volume, mv Untuk menghitung penurunan dapat juga dilakukan dengan menggunakan
koefisien kompresibilitas volume, mv, yaitu sebagai berikut : Sg = mv . ∆σ . Ho ............................................ (2.54) Qgu 1 sg = E' . L +z .B +z .Ho .................................... (2.55) g i g i
dimana :
25
mv
=
koefisien kompresibilitas volume
∆σ
=
tekanan pada kelompok tiang
Ho
=
tebal lapisan dihitung dari dari 2/3 L
E′
=
modulus elastisitas (undrained)
Qgu
=
daya dukung batas kelompok tiang
Lg, Bg =
2.6
panjang dan lebar kelompok tiang
Raft
Raft merupakan nama lain dari pile cap dimana fungsi dari raft ini sendiri adalah untuk mengikat semua kepala tiang sehingga beban yang akan dipikul oleh tiang pondasi akan lebih besar dikarenakan beban didistribusikan oleh raft pada masing-masing tiang. Banyak yang menganggap bahwa fungsi raft ini tidak begitu terlihat dikarenakan konstribusinya yang tidak begitu besar dalam menahan beban. Tetapi pada kenyataannya, raft juga berkontribusi dalam menahan beban dari struktur di atas. Untuk perhitungan daya dukung pada raft di bawah ini lebih mengarah pada tanah lempung, dimana nilai φ = 0 dan ada beban secara vertikal : qu = cu Nc Fcs Fcd + q.......................................... (2.56) dimana : Fcs
=
faktor bentuk
Fcd
=
faktor kedalaman
Nc
=
5.14
Nq
=
1
Untuk nilai Fcs dapat didapat dari rumus di bawah ini : B Nq B 1 0,195B Fcs = 1 + L N = 1 + L 5,14 = 1 + .................. (2.57) L c
Sedangkan untuk nilai Fcd adalah sebagai berikut : D Fcd = 1 + 0,4 Bf ............................................ (2.58)
dimana :
26
2.7
B
=
lebar raft
L
=
panjang raft
Df
=
tebal raft
Pile Raft foundation
Pada beberapa kasus, beban struktural dari satu atau lebih kolom sangat besar melebihi kekuatan dari 1 tiang. Dengan demikian diperlukan beberapa tiang tambahan untuk menahan beban tersebut. Tiang-tiang tersebut disatukan bagian kepalanya yang disebut dengan pile cap (hanya bisa menahan 1 beban kolom) atau piled mat atau raft (yang biasanya dapat menahan beberapa beban kolom). Ada perbedaan tambahan antara pile cap dengan pile raft yaitu pile raft tergantung pada daya dukung tanah di dasar raft sedangkan pile cap total daya dukung tanahnya ada dikarenakan asumsi sama dengan daya dukung tiang tunggal. Ketika beban sangat besar, dibutuhkan lebih dari 1 tiang untuk menahan beban tersebut. Tiang-tiang tersebut akan bekerja bersama-sama untuk menahan beban 1 kolom atau lebih yang biasa disebut dengan kelompok tiang (pile group). Kelompok tiang akan dihubungkan dengan berbagai pengikat seperti blok beton yang biasa disebut dengan pile cap sehingga kelompok tiang akan bekerja bersama-sama. Untuk blok beton yang mengikat banyak tiang disebut dengan pile raft foundation.
Gambar 2.13 Contoh Pemodelan Pile Raft Foundation
Berdasarkan fungsinya, ada 2 jenis pile raft foundation yaitu :
27
2.7.1
Slab Off Grade
Gambar 2.14 Ilustrasi Slab Off Grade
Raft biasa nya juga sering disebut dengan slab. Untuk slab off grade akan terjadi dimana pada saat penggalian tanah untuk konstruksi pondasi dan bagian raft, tanah sekitar mengalami pengembangan (swellling) sehingga pada saat konstruksi bagian atas yang menyebabkan pembebanan dimulai akan terjadi penurunan tanah di bawah raft sehingga muncul gap/jarak antara tanah dan bagian bawah raft. Kondisi seperti ini mengakibatkan raft tidak menyumbangkan kosntribusi sama sekali dalam menahan beban yang berada di atasnya. Beban akan langsung ditahan sepenuhnya oleh tiang pondasi.
2.7.2
Slab On Grade
Gambar 2.15 Ilustrasi Slab On Grade
28
Dikatakanslabon grade dimana pada saat kosntruksi pondasi, tanah sekitar tidak terjadi pengembangan (swelling) sehingga ketika konstruksi atas dimulai tidak menimbulkan gap/jarak antara tanah dan dengan bagian bawah raft sehingga raft tersebut dapat dikatakan berfungsi juga untuk menahan beban yang ada di atasnya. Dengan kata lain, raft tersebut memiliki kontribusi menyumbangkan daya dukung yang bekerja sama dengan daya dukung yang dihasilkan oleh tiang pondasi.
Untuk jarak antar tiang dalam kelompok tiang merupakan kritikal desain dimana jika jarak antar tiang terlalu jauh maka pekerjaan akan menjadi semakin mahal. Jika terlalu berdekatan, pengaruh beban yang didistribusikan tidak akan sampai ke tanah kerasnya tetapi akan mengenai tiang-tiang disebelahnya sehingga bisa menyebabkan kerusakan tiang. Untuk desain jarak optimal antar tiang tergantung dari berbagai faktor, biasanya antara 2,5 – 3,5D (diameter tiang). Dengan jarak antar tiang yang baik, maka dapat meningkatkan efisiensi dengan cara meminimalisasi interaksi antar tiang, tetapi biaya menjadi lebih mahal.
2.8
Plaxis 3D
Plaxis 3D adalah program elemen tak hingga dalam format 3 dimensi, yang dikembangkan untuk menganalisa deformasi, stabilitas dan aliran air tanah pada ilmu rekayasa geoteknik. Program ini termasuk salah satu produk keluaran Plaxis, dengan serangkaian program elemen tak hingga lainnya yang digunakan seluruh dunia untuk melakukan rekayasa geoteknik dan desain. Plaxis dikembangkan sejak tahun 1987 di Delft University of Technology sebagai inisiatif dari The Dutch Ministry of Public Works and Water Management (Rijkswaterstaat). Tujuan awal dengan mengembangkan ini adalah untuk mempermudah perhitungan elemen tak hingga 2D dalam menganalisa timbunan pada sungai di tanah lunak pada dataran rendah di Holland. Pada beberapa tahun berikutnya, Plaxis terus dikembangkan untuk mengatasi berbagai masalah pada rekayasa geoteknik. Dikarenakan terus berkembang, terbentuklah perusahaan Plaxis dengan nama Plaxis bv pada tahun 1993. Pada tahun 1998, Plaxis 2D pertama kali diluncurkan untuk Windows. Sementara itu perhitungan untuk elemen tak hingga dalam bentuk 3D sedang
29
dikembangkan dan program Plaxis 3DTunnel diluncurkan pada tahun 2001. 3DFoundation adalah generasi kedua yang dikembangkan dengan hasil kerja sama dengan TNO. Program 3DFoundation diluncurkan pada tahun 2004. Namun, baik 3DTunnel maupun 3DFoundation dapat dimodelkan geometri 3D apapun, karena keterbatasan geometrinya. Plaxis 3D adalah program tiga dimensi Plaxis yang mengkombinasi dalam pemakaian yang mudah dengan fasilitas untuk pemodelan 3D. Plaxis 3D diluncurkan pada tahun 2010.
30