BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitin dan Kitosan Kitin tersebar luas di alam terutama pada hewan dan sejumlah protozoa. Kitin merupakan bahan organikyang melimpah kedua setelah selulosa. Produksi kitin dan kitosan berkisar 700 metrik ton per tahun, dan pemasarangnya diperkirakan sekitar 5 triliun yen, sekitar 85% kitosan yang diproduksi di jepang digunakan untuk pengolahan air limbah industri pangan (Alasalvar & Taylor, 2002). Pada saat ini, hanya sedikit jumlah limbah cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan sumber kitin sehingga pengolahan nya menimbulkan pencemaran lingkungan. Akhir- akhir ini nilai komersial dari kitin melonjak karna sifat-sifat yang menguntungkan dari turunannya. Salah satu turunan kitin yang paling banyak dikembangkan adalah kitosan. (Kumar,2000). Kitin dan
kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi
dengan stoikiometri, kitin adalah poli N-asetilglukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin, dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara 80-90% (Uragami, 2006). 2.1.1 Kitin Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah pada kulit luar kepiting, udang dan juga pada dinding sel jamur dan serangga. Kitin mempunyai rumus umum (C8H13O5)n dimana, kadar C= 47,29%, H=6,45%,N=6,89% dan O=39,37% ( Windholz,1976). Kitin tersebar merata dan yang terbanyak kedua dia alam setelah selulosa dan terdiri dari rantai β (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-β-D-
Universitas Sumatera Utara
glukosa ( N-asetilglukosamin). Struktur kitin mirip dengan struktur selulosa, tetapi memiliki gugus asetamido (NHCOOCH3) pada posisi C-2 CH3 HOH2C H
OH H
HO
C-2 H NH H O
C NH H
C-2
O
O
O H
O
HOH2C H
O H
O H
H
HOH2C
H
O HO C-2
O NH
C
O
C
CH3
H CH3
n
Gambar 2.1 Struktur Kitin
HOH2C H
OH H
C-2
O
O HO
H
C-2 O H H OH H HOH2C
OH H
HOH2C H
H
O HO
O H
O H
C-2
O OH H
n
Gambar 2.2 Struktur Selulosa Struktur kitin berdasarkan susunan rantai polimernya, dari hasil difraksi sinar X dapat dibagi tiga bagian yaitu kitin α, kitin β, kitin γ. Bentuk α terdapat sebagai susunan anti paralel, bentuk β terdiri atas dua rantai paralel dan fibril sedangkan bentuk γ yang terdiri dari dua paralel dari tiga rantai dan yang ketiga antiparalel (
). Ketiga bentuk struktur kitin tersebut stabil dalam larutan
alkali, namun kitin yang paling stabil adalah bentuk kitin α ( Rudal & Kenchinton, 1973).
Universitas Sumatera Utara
Kitin merupakan bahan yang mirip dengan selulosa yang sama-sama mempunyai sifat-sifat dalam kelarutannya dan kereaktifitasnya yang rendah. Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, polisakirida yamg mengandung nitrogen. Kitin dapat larut di dalam HCl, H2SO4,H3PO4, dikloroasetat,trikloroasetat, dan asam formiat dan di dalam larutan pekat garam netral yang panas ( Synowiecki & Al-Kateeb, 2003 ) Karena keberadaan gugus nitrogen, molekul kitin cenderung bergabung dengan makro molekul lain dan menyebabkan jenis struktur dan sifat fisiokimia baru. Misalnya, ikatan kovalen antara kitin dan protein yang terbentuk antara Nasetil dari kitin bereaksi dengan α-asam amino (terutama tirosin), dan protein kutikular akan membentuk kompleks stabil namun mudah terdisioasi setelah pH berubah. Kitin dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh kerena itu dapat mengalami reaksi netralisasi sebagai senyawa yang bersifat alkali. Keisitimewaan sifat kitin adalah berasal dari alam, biodegradable,biokompatibel, tidak toksik, struktur molekulnya dapat/mudah dimodifikasi. Sifat-sifat yang istimewa inilah menjadi pendorong untuk digunakan dalam industry yaitu modifikasi sehingga biopolimer yang bernilai ini digunakan sebagai bahan yang multiguna ( Taranathan & Kittur, 2003). Reaksi modifikasi pada kitin pada umumnya sulit dilakukan karena kurangnya kelarutan. Reaksi pada kondisi heterogen menimbulkan beberapa permasalahan termasuk tingkat reaksi yang rendah, kesulitan dalam subsitusi regioselektif, ketidakseragaman struktur produk dan degradasi parsial yang disebabkan konsi reaksinya yang kuat ( Kaban,2007).
2.1.2 Kitosan Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh atom hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, jhasilnya dinamakan kitosan atau kitin terdeastilasi. Kitosan mempunyai rumus
Universitas Sumatera Utara
umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli β(1-4)-2-amino-2-deoksi-Dglukopiranosa. Kitin bukan merupakan senyawa tunggal tetapui merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stokiometri. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deastilasi antara 50-70% (Bastman,1989).
Gambar 2.3 Struktur Kitosan Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, pektin, alginat agar-agar, keragenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat basa ( Kumar,2000). Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam (Onsoyen & Skaugruad, 1990). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik seperti asam asetat, asam formiat dan asam piruvat pada pH sekitar 4 tetapi tidak larut dalam pelarut air, aseton dan alkohol. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3 kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1% tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi dan rotasi
Universitas Sumatera Utara
spesfiknya yang b eragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita dkk, 2009). Kitosan dapat membentuk gel dalam N-metilmorpholin N-oksidan yang digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amin, maka kitosan dapat bereaksi melalui gugus amin dalam pembentukkan N-asilasi dan reaksi Shiff, merupakan reaksi yang penting ( Kumar, 2000). Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus amino polisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat kitosan terhadap mikroba hal ini tergantung pada kosentrasi kelarutan kitosan dalam air. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan merupakan senyawa polikationik
yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
kapang. Selain itu gugus (-NH2) pada kitosan memiliki pasangan electron bebas sehingga dapat menarik mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi. Interaksi inilah yang menyebabkan perubahan
permeabilitas
dinding
sel
dari
bakteri
sehingga
terjadi
ketidakseimbangan tekanan internal sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit intraseluler. N-piridinmetil kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang memiliki aktivitas bakterisida kuartener yang disintesis dengan mereaksikan kitosan dengan 1-metil-2-pirolidon (NMP) pada suhu kamar ( Sajomang, dkk, 2010). 2.1.3 Kegunaan Kitin dan Kitosan Dewasa ini, aplikasi kitin
dan kitosan sangat banyak diaplikasikan
diberbagai bidang diantaranya : a. Bidang industri Kitin dan kitosan berperan sebagai koagulasi polielektrolit pengolahan limbah
cair,
pengikat
dan
penjerap
ion
logam,
mikrorganisme,
Universitas Sumatera Utara
mikroalga,pewarna, residu, peptisida, lemak, tannin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatrografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membrane mudah terurai , meningkatkan kualitas kertas dan pulp dan produk tekstil. b. Bidang pertanian dan pangan Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pencampur ransum pakan ternak, antimikroba, antijamur, serta bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat adiktif makanan, pemberi rasa, zat gizi,peptisida, herbisida, virusida tanaman dan penjernih sari buah. c. Bidang kedokteran Biopolimer ini juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialysis, bahan shampo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopdik, pembalut luka dan benang yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan ( sugita dkk, 2009).
2.2 Modifikasi Kitosan Adanya gugus amina (NH2) dan dan hidroksil (OH) dari kitosan menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia.
Gambar 2.3 Gugus aktif pada kitosan Gugus hidroksil dan amin dapat memberikan jembatan hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian
terbentuk jaringan
hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 jembatan hidrogen pada molekul kitosan (a) intermolekuler (b) intramolekuler Gugus fungsi dari kitosan (OH primer pada C-6 dan sekunder pada C-3 dan gugus NH2 pada C-2)
membuat kitosan mudah dimodifikasi secara kimia dan
ditransformasikan menjadi turunanya antara lain : a. N-asilasi Metode
yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam
karboksilat dengan kitosan, pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90°C dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilkitosan, serta N-asetil dalam asam asetat 20%.
Universitas Sumatera Utara
o
o
OH HO H
H
O NH2
HO
OH
o
+ CH3COOH
O
HO H
H
+ NH
HO
nH2o
o O
H3C
n
n
b. O-asilasi Gugus amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya, sehingga untuk menghasilkan O-asilasi kitosan perlu dilakukan proteksi atau perlindungan terhadap gugus amin selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-Asetilasi menggunakan larutan asetat anhidrin-piridin untuk mencegah hidrolisis asam dari basa Schiff. Reaksi antara kitosan dengan anhidrida asetat menghasilkan senyawa ester yang merupakan kitosan asetat. Dalam hal ini kitosan terlebih dahulu direaksikan dengan asetaldehida membentuk aldimin untuk melindungi gugus amina. Kitosan laurat diperoleh dari reaksi transesterifikasi antara metil laurat dengan kitosan asetat. Selanjutnya dilakukan deproteksi dengan menambahkan natrium bikarbonat untuk memperoleh kitosan laurat (Manalu, 2008).
HOH2C H O HO
HOH2C H
CH3CHO
O
H
kitosan
NH2
O H
n
H O HO
O H O
H
N HC CH3
O
H3C C O C CH3 CH3COOH
O H
n
aldimin kitosan
Universitas Sumatera Utara
O H2C O
C CH3
H
H O HO
O
n
H
HC
refluks
metil laurat
O
N
H
NaOCH3
C11H23COOCH3
CH3 kitosan asetat
H HO
O
O
CH2 O C C11H23
CH2 O C C11H23
H HO
HO O
HO H
N
HO
NaHCO3 HO
H
H
NH2 H
O
CH CH3
n
n kitosan laurat
c. N-O asilasi N-dan O-Asilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan anhidrit asam suksinat. Dapat berlangsung dengan cara mencampurkan suksinat anhidrit ke dalam campuran kitosan dalam asetat 2% dan metanol 1:1 (v/v). Dilakukan pengadukan selama 3 jam dan kemudian dibiarkan selama 30 menit (Noerati, dkk, 2007)
d. Basa Shiff Basa Shiff merupakan turunan kitosan yang pembahasannya belum seluas N-asil kitosan atau eter kitosan karena rendahnya kestabilan basa Shiff yang menyebabkan basa Shiff mudah mengalami hidrolisis asam dan telah digunakan sebagai proteksi terhadap gugus amina. Turunan basa Shiff dapat diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
reaksi film kitosan dengan aldehida alifatik, bukan saja yang linear namun asetaldehida ke decanal yang bercabang dan aldehida aromatik. e. N-Alkil Kitosan Metode yang paling mudah untuk N-alkilasi kitosan adalah dengan mereaksikan kitosan dengan alkil halide yaitu metode yang menyelidiki reaksi antara kitosan dengan metil-etil iodide dalam keberadaan amina tersier, piridin, dimetilpiridin, trimetilpiridin dan trietilamin. f. Kitosan Nitrat pembuatan kitosan nitrat dilakukan dengan dua cara yaitu, pertama melarutkan kitosan dalam HNO3 pekat, kemudian yang kedua dengan menambahkan campuran 1:1:1 dari asam asetat glatsial : asetat anhidrid : asam nitrat pekat dengan kitosan selama 5,5 jam pada suhu <50C. g. Kitosan Fosfat Teknik pembuatan kitosan fosfat yang dikembangkan ada dua cara yaitu, pertama berdasarkan pada etode penyiapan kitosan fosfat, dimana mula-mula seluruh campuran asam fosforat dan urea dipanaskan kemudian diubah dengan menggunakan cairan inert sebagai zat perantara reaksi. Metode yang kedua adalah dengan mereaksikan fosforus pentoksida dengan kitosan yang dilarutkan dalam asam metanasulfonat. h. Kitosan Sulfat Kitosan sulfat diperoleh dengan mereaksikan kitosan dengan CISO3H-piridin yang dicampur selama 1 jam pada suhu 1000C. Hasil yang diperoleh memberikan dua gugus sulfat setiap satu D-glukosamin anhidrid. Perlakuan lain adalah menggantikan pirirdin dengan DMF, karena kompleks SO3-DMF melebihi DMF maka reaksi dibuat pada suhu kamar. Hasil yang diberikan mengandung satu gugus N-sulfat dan satu gugus O-sulfat dlam setiap D-glukosamin anhidrid ( March, 1984).
Universitas Sumatera Utara
i. Karboksimetil Kitosan atau Eter Kitosan Pembuatan derivat O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu O-Alkilasi kitin diikuti pengurangan N-Alkilasi derivat kitosan, dimana gugus amino diproteksi selama reaksi alkilasi. Karboksimetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk basa
maupun garam
hidroklorida dari amino dengan gugus
karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiklorohidrin pada 0-15°C diikuti deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007).
HO
H
O
O
H O OH
NH H3 C
NH2
HO
OH
OH O HO
O
O
H NH2
- H2O + NaCl
O
O
OH
NaOH, + CH2ClCOOH
H
HO
H3 C
O O
NH2
HO O
H O
O H
O
NH
OH
O O HO
NH2
O O OH
n
Karboksimetil kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang berasal dari kitin yang diisolasi dari invertebrata laut (misalnya udang, kepiting), darat, serangga, jamur, dan ragi. Karboksimetil kitosan mempunyai sifat yang penting yaitu larut dalam air, kapasitas pembentukak gel tinggi, toksisitas rendah dan biokompatibel yang baik, sehingga aplikasinya akan lebih luas. Contoh aplikasi karboksimetil kitosan sebagai antimikroba, antioksidan, resin, adsorben, inhibitor korosi pada baja lunak dan digunakan sebagai bahan baku membran. Karboksimetil kitosan memiliki banyak kegunaan dikarenakan karboksimetil kitosan bersifat amphiprotik, hal ini disebabkan karboksimetil kitosan mengandung gugus –COOH dan –NH2 dalam
molekulnya yang kaya akan
pasangan- pasangan elektron bebas (Erna et al., 2009).
Universitas Sumatera Utara
n
2.3 Asam Monokloroasetat Diantara semua derivat asam karboksilat, halida asamnya merupakan yang paling reaktif, lebih mudah ditukargantikan. Reaksi berlangsung dalam dua tahap: 1) adisi nukleofil kepada gugus karbonil, disusul 2) eleminasi ion klor. Hasil reaksi ini ialah suatu substitusi asil nukleofilik, yang berarti “substitusi nukleofilik pada suatu karbon asil ( RCO- )”. Laju reaksi suatu klorida asam dari yang memiliki gugus alkil pendek sampai kepada gugus alkil panjang akan semakin berkurang (lambat). Efek ukuran gugus alkil pada laju reaksi adalah efek pada kelarutan dalam air, bukan dikarenakan efek halangan sterik. Suatu klorida asam dengan gugus alkil kecil adalah lebih mudah larut dan bereaksi dengan lebih cepat (Fessenden, 1999). Asam monokloroasetat digunakan dalam produksi karboksimetil kitosan dan karboksimetil selulosa, pigmen dan beberapa obat. Asam monokloroasetat bersifat sangat korosif dan dapat menyebabkan keracunan sistematik yang fatal karena zat ini memasukki siklus asam trikarboksilat dan menghambat respirasi selular. Asam monokloroastetat dapat diperoleh dengan mereaksikan asam asetat dengan gas Cl2 O
O
CH2COH + Cl
Cl
CH2ClCOH
+
HCl
H
2.4 Asil Klorida Asil klorida adalah satu-satunya asil halida yang lazim digunakan. Asil klorida biasanya dibuat dari asam karboksilat dengan cara substitusi klorida untuk menggantikan gugus hidroksil. Untuk mendapatkan asil klorida yang lebih reaktif hidroksida yang merupakan gugus pergi yang tidak baik harus diubah dulu menjadi gugus pergi yang baik, PCl3 dan PCl5 serta SOCl2 adalah pereaksi yang biasa digunakan untuk reaksi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
O
O +
CH3C
SOCl
SO2
+
HCl
Cl
OH
asam asetat
+
CH3C
tionil klorida
asetil klorida
Lauroil klorida dibuat dengan mereaksikan asam laurat dengan tionil klorida yang berlebih
O
O
C
+ SOCl2 OH
C Cl +
SO2 + HCl
Setiap pereaksi mula-mula mengubah gugus hidroksil asam karboksilat menjadi suatu turunan yang dapat dianggap sebagai campuran anhidrida organikanorganik ( Pine, 1980).
2.5 Gugus Pelindung
Bila dibutuhkan perubahan gugus fungsional untuk menghalangi gangguan dalam beberapa rangkaian reaksi sintesis, salah satu caranya adalah dengan menggunakan gugus pelindung. Gugus pelindung merupakan suatu turunan yang dapat dibuat dan kemudian dihilangkan. Tiga syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam memilih gugus pelindung adalah sebagai berikut : 1. gugus pelindung yang digunakan harus lebih reaktif 2. gugus pelindung yang dipakai harus dengan mudah bereaksi dengan molekul target. 3. kondisi reaksi dalam memasukkan gugus pelindung harus stabil. 4. dapat dimasukkan pada kondisi reaksi lunak 5. gugus pelindung harus dapat dengan mudah dihilangkan tanpa menggangu reaksi akhir.
Universitas Sumatera Utara
Reaksi penggunaan gugus pelindung pada kitosan dikarenakan kitosan memiliki 2 gugus fungsi yang kereaktifan berbeda. Gugus amino dari kitosan lebih reaktif dari pada gugus hidroksilnya, sehingga untuk menghasilkan O-asilasi kitosan, perlu dilakukan proteksi atau perlindungan terrhadap gugus amino. Basa shiff dapat digunakan sebagai gugus pelindung pada reaksi O-asilasi. Contoh gugus pelindung untuk NH2 yaitu:
Dimana dengan menggunakan katalis asam sulfat (2 M) yang ditambahkan kepada suspensi campuran kitosan dan asam alkanoat pada suhu kamar. Campuran dipanaskan pada suhu 800 C selama 4 jam disertai pengadukan. Asam sulfat yang ditambahkan akan membentuk ion hidrogen sulfit sebagai konter ion dari NH3+, selanjutnya berfungsi untuk memproteksi (sebagai gugus pelindung) N-kitosan. Kemudian pada suhu kamar, tambahkan natrium hidrokarbonat sampai pH 7 (netral). (Badawy, et al., 2005). Dan dapat dilakukan proteksi gugus amino dengan reaksi Shiff :
Basa Schiff dapat digunakan sebagai gugus pelindung padagugus amin (NH2), dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-asilasi. Selanjutnya direaksikan dengan asilklorida dalam karbon triklorida dan piridin kering. (Goosen, 1997). Sedangakan untuk melindungi gugus huidroksil (OH) dapat dugunakan (CH3)3SiCl, karena ikatan antara silicon-oksigen dpat dengan mudah dibentuk oleh substitudi nukleofilik pada silyl halide dan juga mudah dihidrolisa
Universitas Sumatera Utara
OSi(CH3)3
OH
+
(CH3)3SiCl
Et2N
O
O
90%
Gugus pelindung dapat dengan mudah dideproteksi dengan penambahan larutan asam asetat (Streitwieser,1992).
2.6 Surfaktan Zat aktif pada permukaan yang teradsorbsi pada antarmuka air-minyak adalah sebagai akibat adanya gugus hidrofilik (menyukai air) atau gugus polar dan lipofilik (menyukai minyak) atau gugus nonpolar. Beberapa gugus hidrofilik yang diarahkan ke fase polar adalah gugus –OH, -COOH, -SO4H. contoh gugus lipofilik adalah hidrokarbon alifatik dan siklik. Melalui orientasi pada antarmuika air-minyak,molekul-molekul surfaktan membentuk semacam “ jembatan” antarafase polar dan fase nonpolar ( Griffin,1949). Surfaktan adalah senyawa yang memiliki sifat aktif permukaan, sifat ini dikarenakan senyawa tersebut memiliki gugus-gugus yang kepolarannya saling bertolak belakang, dimana gugus pada ujung yang satu bersifat hidrofilik sedangkan pada ujung yang lain terdapat gugus gugus yang bersifat hidrofobik, sehingga surfaktan dikatakan bersifat ampifatik (Sharp,
dan
Harper,1983).
Berdasarkan
muatannya,
surfaktan
dapat
diklasifikasikan atas 4 golongan,Yaitu; surfaktan anionik,kationik,non-ionik dan amfoter (Swern and Bailey, 1979) Surfaktan an-ionik yaitu; surfaktan yang rantai -,
hidrokarbonnya terikat pada suatu anion, seperti; COO
-
OSO
3
atau SO . 3
Surfaktan kationik yaitu; surfaktan yang rantai hidrokarbonnya terikat pada suatu +
kation seperti; Na . Surfaktan non-ionik yaitu; surfaktan
yang rantai
hidrokarbonnya tidak bermuatan seperti; -(OCH -CH )-OH. Selanjutnya adalah 2
2
surfaktan amfoter, dimana pada rantai hidrokarbonnya ada muatan positip dan muatan negatip (Swern and Baylei, 1979). Suatu surfaktan sangat bergantung pada gugus hidrofilik dan hidrofobik yang terdapat didalam molekulnya. Secara umum surfaktan memiliki sifat sebagai detergen, pembasah, pengemulsi dan
Universitas Sumatera Utara
pendispersi (Sharp, dan Harper, 1983). Untuk penentuan uji nilai HLB, Grifin merancang suatu skala sembarang dari berbagai angka untuk dipakai sebagai suatu ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari zat-zat aktif permukaan. Dengan bantuan angka ini, memungkinkan untuk membentuk suatu jarak HLB untuk efisiensi optimum atau terbaik dari masing-masing golongan surfaktan . HLB dari sejumlah senyawa dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 𝑺𝑺
HLB = 20(𝟏𝟏 − 𝑨𝑨) Dimana S dalah bilangan penyabunan dan A adalah bilangan asam Zat aktif tersebut harus diimbangi dengan jumlah yang tepat antara gugus yang larut dalam air dan gugus yang larut dalam minyak sehingga dapat terorientasi pada antarmuka dan menurunkan tegangan. Jika molekul terlalu hidrofilik, itu berarti tetap dalam fase cairan dan tidak berpengaruh pada antarmuka. Jika terlalu lipofilik dapat larut sepenuhnya dalam fase minyak dan sedikit muncul di antarmuka. Zat aktif permukaan harus terdiri dari bagian hidrofilik dan lipofilik sehingga seimbang, bila awalnya tersebar dalam fase minyak atau air, akan bermigrasi ke antarmuka dan menjadi berorientasi dengan gugus hidrofilik dalam air dan gugus lipofilik dalam minyak. Menurut Winsor (1956), senyawa yang mengandung bagian hidrofilik dan lipofilik umumnya disebut sebagai zat amphiphilic. Winsor telah menunjukkan pentingnya keseimbangan hidrofil-lipofil dari zat amphiphilic dalam fenomena kelarutan dan emulsifikasi. Griffin (1949), merancang sebuah skala sembarang nilai sebagai ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB = Hydrophilic-Lipophilic Balance) dari zat aktif permukaan. Dengan sistem nomor ini, kemungkinan untuk membuat berbagai rentang HLB yang optimal untuk setiap kelas surfaktan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Hidrofilik
18
15
12
Zat pelarut
Detergen Zat pengemulsi o/w
9
Zat penyebar dan pembasah
Lipofilik
6
Zat pengemulsi w/o
3
Kebanyakan zat antibusa 0
Skala HLB
Gambar 2.6 Skala Rentang Nilai HLB untuk Beberapa Zat Aktif Permukaan
Universitas Sumatera Utara