5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan periodontal merupakan jaringan yang mengelilingi, mendukung dan menempel ke gigi-geligi. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Jaringan ini tidak hanya mendukung gigi, tapi juga struktur lain di dalam rongga mulut. Oleh karena itu, menjaga kesehatan dan fungsi normal jaringan periodontal merupakan hal yang sangat penting.13 2.1 Penyakit Periodontal Penyakit periodontal merupakan penyakit pada jaringan pendukung gigi, meliputi penyakit gingiva dan penyakit pada struktur pendukung gigi.14 Pengetahuan manusia tentang etiologi dan patogenesis kondisi dan penyakit mulut selalu berubah sesuai dengan meningkatnya ilmu pengetahuan ilmiah. Inflamasi gingiva diinisiasi oleh banyak spesies bakteri dari plak dental sebagai akibat dari kebersihan rongga mulut yang buruk. Adanya plak bakteri patogen secara terus-menerus menyebabkan proses inflamasi meluas sampai ke ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar sehingga menyebabkan hilangnya perlekatan gingiva ke gigi dan resorpsi tulang pendukung.15 2.2 Etiologi Penyakit Periodontal Etiologi utama penyakit periodontal adalah plak dental.1,16 Plak dental adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut.4,15 Plak dental merupakan ekosistem yang unik. Ratusan spesies bakteri hidup di dalam kavitas oral, dan kelompok bakteri ini membentuk kumpulan plak dental.16 Proses pembentukan plak merupakan proses yang kompleks dan dinamis.15 Dimulai dari plak supragingiva, pembentukan plak dental diawali dengan pembentukan pelikel.15,17 Pelikel merupakan lapisan membran yang tidak mempunyai
Universitas Sumatera Utara
6
bentuk yang berada pada permukaan gigi, restorasi, kalkulus dan permukaan keras lainnya. Menyikat gigi tidak dapat menghilangkan pelikel. Pelikel bisa dihilangkan dengan memoles gigi dengan bahan yang abrasif, tetapi pelikel akan terbentuk kembali dalam waktu yang singkat. Bakteri tidak berada dalam pelikel, melainkan melekat langsung setelah pelikel terbentuk, sehingga pelikel berperan penting dalam kolonisasi bakteri di permukaan gigi.15 Pada tahap inisial pembentukan plak, bakteri terus berpindah dan melekat ke pelikel pada permukaan gigi melalui saliva bersamaan dengan bahan makanan ataupun melalui kontak lingkungan eksternal lainnya. Beberapa jam selanjutnya, bakteri yang melekat berproliferasi dan membentuk koloni kecil.15 Pada tahap pematangan plak, terjadi peningkatan massa dan ketebalan plak sebagai akibat dari proliferasi bakteri. Pada tahap ini, terjadi kohesi antara bakteri karena adanya polisakarida ekstraseluler, koagregasi bakteri serta interaksi interbakterial.15 Pematangan plak supragingiva diikuti dengan perubahan yang dapat menyebabkan radang pada gingiva. Gingiva yang mengalami peradangan kurang beradaptasi baik dengan permukaan gigi, sehingga pembentukan plak supragingiva berjalan lebih ke arah apikal ke dalam sulkus gingiva dan terbentuklah plak subgingiva. Bakteri di dalam plak subgingiva menggunakan cairan krevikular gingiva sebagai sumber nutrisi karbon dan nitrogen sebagaimana pentingnya vitamin dan mineral dalam faktor pertumbuhan.16 Bakteri yang berada dalam plak subgingiva meliputi bakteri obligat anaerobik gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella
intermedia,
Bacteroides
forsythus,
Fusobacterium
nucleatum,
Selenomonas dan Campylobacter, serta fakultatif anaerob gram negatif seperti Aggregatibacter
actinomycetemcomitans,
Capnocytophaga
dan
Eikenella
corrodens.18,19 Jaringan periodontal yang sehat memiliki proporsi bakteri yang berbeda dengan jaringan periodontal yang memiliki penyakit. Mikroorganisme yang berhubungan dengan penyakit periodontal dapat dilihat pada Tabel 1.17
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1. Mikroorganisme yang berhubungan dengan periodontal.17 Kondisi Mikroorganisme predominan - Streptococcus sanguis Sehat - Streptococcus oralis - Actinomyces naeslundii - Actinomyces viscosus - Veillonella spp.
Gingivitis marjinalis kronis
Periodontitis kronis
Keterangan Terutama kokus positif Gram dengan sedikit spesies spirochaeta dan bakteri berbentuk batang yang bersifat motil
-
Streptococcus sanguis Streptococcus milleri Actinomyces israelii Actynomyces naeslundii Prevotella intermedia Capnocytophaga spp. Fusobacterium nucleatum Veillonella spp.
Sekitar 55% bakteri positif Gram, sisanya spirochaeta dan bakteri berbentuk batang yang bersifat motil
-
Porphyromonas gingivalis Prevotella intermedia Fusobacterium nucleatum Tannerella forsythia Aggregatibacter actinomycetemcomitans Selenomonas spp. Capnocytophaga spp. Spirochaetes
75% bakteri negatif Gram (90% anaerob). Didominasi oleh bakteri berbentuk batang yang bersifat motil dan spirochaeta.
Aggregatibacter actinomycetemcomitans Capnocytophaga spp. Porphyromonas gingivalis Prevotella intermedia
Sekitar 67-75 % adalah bakteri negatif Gram. Bakteri berbentuk batang yang bersifat motil dan spirochaeta juga dijumpai.
Periodontitis agresif
berbagai tipe penyakit
-
Universitas Sumatera Utara
8
2.3 Porphyromonas gingivalis Porphyromonas gingivalis adalah salah satu bakteri patogen periodontal. Bakteri ini merupakan bakteri negatif Gram, anaerob, nonmotil, berbentuk batang atau kokus.16 Porphyromonas gingivalis membentuk koloni hitam pada media blood agar.3
Gambar 1. Koloni P. gingivalis pada blood agar20 Porphyromonas gingivalis bersifat patogen karena membran terluar bakteri tersusun oleh LPS (lipopolisakarida). Lipopolisakarida dapat memicu beberapa jenis reaksi peradangan atau infeksi (inflammatory) pada sel makrofag dan sel lainnya. Produk dari tahapan infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan organ. Porphyromonas gingivalis dapat menempel di berbagai jaringan tubuh individu dan mempunyai kemampuan untuk menginvasi sel pejamu tersebut dan memperbanyak diri.21 Sifat patogen lain dari P. gingivalis adalah tingginya aktivitas proteolitik. Fungsi utama enzim protease dan peptidase bagi P. gingivalis adalah menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan. Proteinase juga terlibat secara langsung dalam menginvasi dan menghancurkan sel pejamu.21 Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri yang paling sering teridentifikasi pada periodontitis kronis.14
Universitas Sumatera Utara
9
2.4 Periodontitis Kronis Periodontitis ditandai dengan adanya inflamasi jaringan pendukung gigi, khususnya pada ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Berbeda dengan gingivitis, yang terbatas pada jaringan epitel dan jaringan ikat gingiva, periodontitis mengakibatkan hilangnya perlekatan jaringan dengan sementum pada akar gigi. Hilangnya perlekatan mengakibatkan bertambahnya kedalaman sulkus gingiva sehingga terbentuk poket periodontal karena telah terjadi migrasi junctional epithelium ke arah apikal gigi. Hal ini merupakan respon inflamasi yang juga menyebabkan kehilangan tulang, resesi atau keduanya. Jika keadaan ini dibiarkan, periodontitis bisa menjadi semakin parah mengakibatkan kegoyangan gigi. Gigi tidak dapat berfungsi dengan baik dan bisa tanggal dengan mudah.14 Berdasarkan banyaknya sisi yang terkena, periodontitis kronis terbagi menjadi dua jenis, yaitu periodontitis kronis lokalisata dan generalisata. Periodontitis kronis lokalisata adalah jika banyaknya daerah di dalam mulut yang terkena periodontitis kurang dari 30%. Periodontitis kronis dinamakan generalisata jika banyaknya daerah yang terkena periodontitis lebih dari 30%.14 Periodontitis kronis merupakan bentuk paling umum dari penyakit periodontal. Periodontitis kronis ditandai dengan resorpsi tulang yang terjadi secara perlahan-lahan dan dalam arah horizontal. Keparahan periodontitis kronis berhubungan secara langsung dengan akumulasi plak dan kalkulus di permukaan gigi. Derajat kerusakan jaringan periodontal bervariasi tergantung kepada aktivitas penyakit dan ketahanan tubuh pasien. Periodontitis kronis tidak berhubungan dengan penyakit sistemik atau abnormalitas sistem imun pejamu.14 Periodontitis
kronis
merupakan
penyakit
peradangan
pada
jaringan
periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva, yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva, dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva dan terjadinya kerusakan tulang alveolar lebih dalam, pembentukan poket periodontal, migrasi patologis yang menimbulkan diastema, dan kegoyangan gigi yang dapat berakibat tanggalnya gigi.18
Universitas Sumatera Utara
10
Perawatan poket periodontal yang utama adalah dengan menghilangkan faktor lokal dengan cara mekanis. Cara penghilangan etiologi penyakit secara mekanis terbagi atas instrumentasi manual dan instrumentasi yang digerakkan mesin. Untuk membantu keberhasilan dalam menghilangkan bakteri utama penyebab penyakit periodontal dapat dilakukan dengan pemberian bahan kemoterapi baik sistemik maupun lokal yang dapat mengurangi kesempatan bakteri dalam menyebabkan penyakit. Bahan kemoterapi ini lebih dikenal dengan bahan antiinfeksi yang bekerja dengan mengurangi jumlah bakteri.22 2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) Secara taksonomi, tanaman Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut:23 Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle
Gambar 2. Buah jeruk nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle)23
Universitas Sumatera Utara
11
Jeruk nipis termasuk ke dalam jenis jeruk asam dan memiliki nama ilmiah citrus aurantifolia, limonia aurantifolia, citrus javanica, atau citrus notissima.7,24 Nama daerah jeruk nipis antara lain lemau nipis (Melayu); jeruk nipis (Jawa); jeruk alit, kaputungan, lemo (Bali); dongaceta (Bima); mudutelong (Flores); mudak enelo (Solor); delomakii (Pulau Roti); jeru (Pulau Sawu); lemo ape, lemo kapasa (Bugis); dan usinepese (Ambon). Nama asing jeruk nipis adalah acid lime, sour lime (Inggris); limmece, limah (Arab); zhi qiao (Cina). 7 Jeruk nipis berasal dari family Rutacea,25 merupakan tanaman yang sangat penting dan umumnya diketahui oleh seluruh dunia dan secara ekonomi merupakan produk yang penting di pasar dunia.9 Pohon jeruk nipis kecil dan berbuah banyak. Dalam satu pohon bisa dihasilkan banyak buah yang jumlahnya tergantung dari umur pohon. Ranting pohonnya berduri, daunnya bercabang disepanjang ranting, bunganya berwarna putih, berstruktur licin dan berbau wangi.24,26 Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1, minyak terbang, sitral limonen, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, dan linalin asetat. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, kalsium (Ca) sebanyak 40mg/100 g jeruk, dan posfor (P) sebanyak 22 mg.7 Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) diketahui memiliki beberapa efek farmakologis, di antaranya antipiretik, antiinflamasi dan anti-bakteri.7 Komposisi senyawa yang terdapat di dalam minyak atsiri yang dihasilkan dari kulit buah tanaman genus Citrus diantaranya adalah limonen, sitronelal, geraniol, linalol, α-pinen, mirsen, β-pinen, sabinen, geranil asetat, nonanal, geranial, β-kariofilen dan α-terpineol. Berdasarkan penelitian, kulit buah jeruk nipis juga kaya akan komponen flavonoid, tanin dan coumarin.8 Flavonoid memiliki fungsi sebagai antioksidan dan juga dapat membunuh radikal bebas. Selain itu, flavonoid juga mempunyai kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta menghambat proliferasi sel.5
Universitas Sumatera Utara
12
Tanin merupakan senyawa oligomer kompleks dari satuan berulang dengan gugus fenolik bebas. Tanin mengandung gugus hidroksi fenolik dan gugus lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks yang stabil dengan protein dan makromolekul lain secara efektif dalam kondisi yang sesuai. Tanin mudah larut dalam pelarut polar, seperti air, dioksan, aseton, alkohol; sedikit larut dalam pelarut etil asetat, dan tidak larut dalam pelarut non-polar seperti eter, kloroform, dan benzena, sedangkan coumarin diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.11 2.6 Efek Antibakteri Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Senyawa antibakteri yang selama ini digunakan adalah antibiotik, akan tetapi, penggunaan antibiotik memiliki kekurangan seperti menyebabkan timbulnya alergi, toksisitas, dan resistensi pada penggunaan jangka panjang. Diperlukan alternatif antibakteri yang lebih aman dalam bentuk yang sederhana, murah, dan mudah untuk digunakan oleh masyarakat.19 Salah satu alternatif senyawa antibakteri yang dapat dikembangkan adalah ekstrak kulit jeruk nipis. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) selama ini diketahui memiliki beberapa efek farmakologis, di antaranya antipiretik, antiinflamasi dan antibakteri.7 Zat aktif yang terdapat dalam kulit buah jeruk nipis yang memiliki efek antibakteri antara lain minyak atsiri, flavonoid, tanin dan coumarin.8 Minyak atsiri pada kulit buah jeruk nipis berwarna kuning dan berbau menyengat. Kandungan antimikroba utama yang ditemukan dalam minyak atsiri ialah limonen (53,53%), α-terpinol (9,41%) dan γ-terpinen (6,26%). Cyclic terpene hydrocarbons seperti α-pinene bersama dengan β-pinene, limonen dan terpinolene memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme. Minyak atsiri dari kulit buah jeruk nipis
menunjukkan
aktivitas
antibakteri
yang
potensial
terhadap
bakteri
Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis.9 Flavonoid yang terkandung dalam kulit citrus memiliki aktifitas biologi dengan spektrum yang luas diantaranya antibakteri, antifungal, antidiabetic, antikanker dan antivirus. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan membunuh
Universitas Sumatera Utara
13
radikal bebas, mempunyai kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta menghambat proliferasi sel.5 Pada tumbuhan, flavonoid memainkan peran penting dalam pertahanan melawan patogen-patogen seperti bakteri, jamur dan virus.5,27 Flavonoid memiliki toksisitas yang minimal. Flavonoid dapat dengan mudah ditemukan di buah-buahan, minuman, dan juga telah sering digunakan sebagai obat tradisional.11 Banyak peneliti telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak mentah tanaman yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat tradisional secara in vitro. Ekstrak tanaman yang kaya akan flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Struktur flavonoid yang teridentifikasi memiliki aktivitas antibakteri diantaranya
apigenin,
galangin,
pinocembrin,
ponciretin,
genkwangin,
sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin dan naringenin, epigallocatechin gallate dan derivatnya, luteolin dan luteolin 7-glucoside, quercetin 3-O-methylquercetin serta kaempferol.11 Tanin merupakan senyawa polyphenol yang memiliki bobot molekul yang tinggi dan dapat mengikat protein. Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial dan destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik.11 2.7 Uji Sensitivitas Antimikroba Daya agen antimikroba terhadap organisme dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dapat mengukur sensitivitas antimikroba secara kualitatif adalah disc diffusion tests, sedangkan secara kuantitatif ialah dengan menguji atau menghitung Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM).17 Uji in vitro ini mengindikasikan apakah konsentrasi terapeutik yang ada merupakan dosis standar dalam menghambat organisme. Hasil uji ini hanya dapat menggambarkan aktivitas obat secara in vitro, sedangkan efeknya secara in vivo tergantung pada beberapa faktor seperti kemampuan obat untuk mencapai daerah infeksi dan status imun host.17 Disc diffusion test merupakan metode yang paling sering digunakan dalam menguji sensitivitas suatu agen antimikroba. Pada metode ini, isolat yang akan diuji
Universitas Sumatera Utara
14
dibiakkan di suluruh permukaan agar plate kemudian diletakkan beberapa disc yang sudah mengandung agen yang akan diuji. Setelah didiamkan selama satu malam dalam suhu 37oC, zona hambat yang terbentuk pada tiap disc diukur.17 Dalam menetapkan KHM dan KBM, potensi antibiotik dapat diperkirakan secara kuantitatif. Metode yang digunakan adalah tube dilution technique, yaitu menggunakan beberapa tabung reaksi yang berisi cairan nutrisi yang cocok dengan organisme yang akan diuji. Kemudian organisme disuntikkan ke dalam cairan tersebut dan diinkubasi selama 18 jam. Kadar Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah suatu agen yang dapat menghambat pertumbuhan organisme secara in vitro. Setelah didapatkan KHM, setiap tabung yang terlihat jernih disubkultur di media agar padat untuk dapat ditentukan KBM. Konsentrasi terendah dimana tidak terjadi pertumbuhan bakteri setelah subkultur merupakan KBM.17
Universitas Sumatera Utara
15
2.8 Kerangka Teori Ekstrak kulit jeruk nipis
Minyak atsiri
Flavonoid
Memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme
Sebagai antioksidan dan menghambat proliferasi sel
Tanin
Menginaktivasi fungsi material genetik
Coumarin
Substansi fenolik yang memiliki fungsi antiinflamasi
Plak bakteri negatif Gram
Porphyromonas gingivalis
Keparahan penyakit periodontal
Universitas Sumatera Utara
16
2.9 Kerangka Konsep Variabel bebas: Ekstrak kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%
Variabel terkendali: -
-
Asal tumbuh pohon jeruk nipis Kondisi kulit buah jeruk nipis Cara pengeringan kulit jeruk nipis Waktu pengeringan kulit jeruk nipis Cara ekstraksi kulit buah jeruk nipis (bahan, alat, metode, tempat penyimpanan, cara penyimpanan) Media tumbuh bakteri
Variabel tergantung: Daya hambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dengan pengukuran nilai KHM dan KBM
Variabel tak terkendali: -
Pola pemeliharaan pohon jeruk nipis Kondisi tanah tempat pohon jeruk nipis tumbuh
Universitas Sumatera Utara