BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Tanaman Aren (Arenga pinnata) Aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman serba guna yang dapat hidup
didaerah tropis basah serta mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai agroklimat mulai dari dataran rendah hingga 1.400 meter diatas permukaan laut. Aren merupakan tumbuhan berbiji tertutup dimana biji buahnya terbungkus daging buah.
Aren banyak ditanam di Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tanaman aren belum dibudidayakan dan sebagian besar masih menerapakan teknologi yang minim (Anonim, 2009). Adapun sistematika tanaman aren adalah sebagai berikut: Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Liliopsida
Ordo
:
Arecales
Famili
:
Areacaceae
Genus
:
Arenga
Spesies
:
A. pinnata
Tinggi batang tanaman aren berkisar antara 8-20 m sehingga untuk menyadap nira diperlukan tangga. Tanaman berbunga setelah berumur 7-12 tahun. Tandan bunga muncul dari setiap pelepah atau bekas pelepah daun, mulai dari atas kira-kira seperempat dari pucuk kearah bawah. Bunga pada tandan pertama hingga kelima atau enam adalah bunga betina, baru disusul bunga jantan yang muncul secara bertahap hingga ke pangkal batang atau 2-3 m di atas tanah. Seluruh bunga betina akan masak dalam 1-3 tahun. Bunga betina yang masih muda dapat diolah menjadi buah aren atau kolang-kaling. Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan perantaraan angin atau
Universitas Sumatera Utara
serangga. Buah aren berbentuk bulat berdiameter 4 – 5 cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing masing terbentuk seperti satu siung bawang putih.
Bagian – bagian dari buah aren terdiri dari : 1. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning setelah masak. 2. Daging buah, berwarna putih kekuning – kuningan. 3. Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak. 4. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu buah sudah masak.
Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai kulit, karena lendir ini mengandung asam oksalat. Buah yang setengah masak dapat dibuat kolang-kaling.
Kolang-kaling adalah endosperm biji buah aren yang berumur setengah masak setelah melalui proses pengolahan. Setelah diolah menjadi kolang-kaling, maka benda ini mejadi lunak, kenyal, dan berwarna putih agak bening (Sunanto, 1993).Tiap buah aren mengandung tiga biji. buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning, inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lembek, endosperm inilah yang diolah menjadi kolangkaling (Mogea et al, 1991).
Adapun cara untuk membuat kolang-kaling sebagai berikut: Buah aren dibakar dengan tujuan agar kulit luar dari biji dan lendir yang menyebabkan rasa gatal pada kulit hilang. Biji-biji yang hangus, dibersihkan
Universitas Sumatera Utara
dengan air sampai dihasilkan inti biji yang bersih.Buah aren direbus dalam belanga/kuali sampai mendidih selama 1-2 jam, sehingga kulit biji menjadi lembek dan memudahkan untuk melepas/memisahkan dari inti biji. Inti biji ini dicuci berulang-ulang sehingga menghasilkan kolang-kaling yang bersih.
Untuk menghasilkan kolang-kaling yang baik, bersih dan kenyal, inti biji yang sudah dicuci diendapkan dalam air kapur selama 2 – 3 hari. Setelah direndam dalam air kapur, maka kolang-kaling yang terapung inilah yang siap untuk dipasarkan.Analisis terhadap kolang-kalingmemperlihatkan komposisi kimia yang dikandung berdasarkan berat keringnya adalah 5,2% protein, 0,4% lemak, 2,5% abu, 39% serat kasar dan 52.9% karbohidrat (Nisa, 1996). Kolangkaling memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8% dalam setiap 100 gram-nya. Kolang-kaling juga mengandung protein dan karbohidrat serta serat kasar.
Selain memiliki rasa yang menyegarkan, mengkonsumsi kolang-kaling juga membantu memperlancar kerja saluran cerna manusia. Kandungan karbohidrat yang dimiliki kolang kaling bisa memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengkonsumsinya, selain itu juga menghentikan nafsu makan dan mengakibatkan konsumsi makanan jadi menurun, sehingga cocok dikonsumsi sebagai makanan diet. Kolang-kaling juga dapat digunakan sebagai coktail dan makanan ringan lokal seperti kolak (Orwa et al., 2009). Karbohidrat di dalam kolang-kaling pada umumnya adalah galaktomanan dengan berat molekul beragam dari 6000 sampai dengan 17000 (Koiman, 1971).
2.2.
Galaktomanan
Kebanyakan tumbuh-tumbuhan memiliki cadangan polisakarida yang secara biologis tidak memiliki fungsi apapun terkecuali sebagai cadangan sumber karbon untuk bertumbuh. Tumbuhan dari famili Poaceae seperti misalnya gandum, padi, maize dan lainnya memiliki cadangan polisakarida.
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan lainnya dari keluarga legume memiliki cadangan polisakarida dalam bentuk galaktomanan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan dari 163 spesies tumbuhan dari keluarga legume ini, 119 diantaranya menyimpan cadangan polisakaridanya dalam bentuk galaktomanan (Mathur, 2012). Galaktomanan ini memiliki selain sebagai cadangan makanan juga berfungsi menyimpan air untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tumbuhan (Srivastava et al., 2005).
Galaktomanan merupakan polisakarida heterogen yang terdiri dari rantai utama β-(1-4)-D-manopiranosa dengan satu unit cabang α-D-galaktopiranosa yang terikat pada posisi α-(1-6). Galaktomanan dari masing-masing tanaman berbeda-beda pada rasio manosa dan galaktosa, distribusi galaktosa pada rantai manosa dan berat molekulnya.
Gambar 2.1. Struktur umum gaktomanan (Cerqueira et al., 2009).
Tingkat kekentalan galaktomanan bila dilarutkan dalam air sangat tergantung pada ukuran molekulnya dan bila ditambahkan polisakarida lainnya seperti xantan maka akan terbentuk gel (Morris et al., 1977). Kelebihan utama dari galaktomanan ini dibandingkan polisakarida lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan pemanasan.
Universitas Sumatera Utara
Viskositas galaktomanan sangat konstan sekali pada kisaran pH 1 – 10,5 yang kemungkinan disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral. Namun demikian apabila galaktomanan akan mengalami degradasi pada kondisi yang sangat asam atau basa pada suhu tinggi.
Sifat fisikokimia galaktomnan dapat dikarakterisasi dengan menggunakan beberapa peralatan dan teknik yang berbeda. Parameter-parameter yang penting dalam karakterisasi galaktomanan adalah perbandingan manosa dan galaktosa, berat molekul rata-rata, bentuk struktur dan viskositas intrinsiknya. Rasio manosa dan galaktosa dapat ditentukan dengan menggunakan kromatografi gas atau dengan kromatografi pertukaran anion tekanan tinggi setelah terlebih dahulu dihidrolisis dengan menggunakan asam.
Berat molekulnya dapat ditentukan dengan menggunakan size exclusion chromatography sedangkan distribusi galaktosa pada rantai manannya dapat dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi13 C-NMR atau dengan menggunakan metode enzimatis dengan enzim β-D-mannanase yang akan mendegradasi galaktomanan secara spesifik. Viskositas intrinsik dapat ditentukan dengan menggunakan viskometer kapiler dan persamaan Huggins & Kramer’s untuk menentukan viskositasnya (Cerqueira et al., 2009b).
Rasio manosa dan galaktosa tergantung pada sumber galaktomanan tersebut dan umumnya berkisar pada 1,1 sampai dengan 5,0. Galaktomanan dengan kandungan galaktosa yang besar umumnya mudah larut dalam air dan kecenderungannya galaktomanan
untuk
dengan
membentuk rasio
gel
galatosa
sangat yang
rendah
dibandingakn
rendah.Kelarutan
yang
sangattinggitersebutolehbanyaknyarantaicabangsehinggarantaimanosamenjadisuk aruntukberinteraksisecaraintermolekuler (Srivastavaand Kapoor, 2005). 2.3.
Galaktomanan Kolang Kaling Ikat Silang Ikat silang merupakan metode lain yang dapat digunakan untuk
memodifikasi polisakarida selain asetilasi. Prinsip menggunakan metode ikat
Universitas Sumatera Utara
silang hampir sama dengan metode asetilasi yaitu sama-sama mengganti gugus OH dengan gugus fungsi yang lain. Pada metode ikat silang gugus –OH di ganti dengan gugus eter, ester, atau fosfat.Trinatrium trimetafosfat (TMP) merupakan bahan tidak beracun yang dapat digunakan untuk reaksi ikat silang pada galaktomanan untuk meningkatkan kualitas darifilm galaktomanan yang dihasilkan, hal ini dikarenakan trinatrium trimetafosfat akan mengurangi sifat pengembangannya (Mohini, et al., 2006). Pada pH basa, senyawa kompleks ester dipolimer fosfat dibentuk dari guar gum dan trinatrium trimetafosfat yang mengalami reaksi ikat silang. Sifat mengembang pada polimer yang terikat silang menurun secara jelas (29-35 kali lipat) (Gowda et al., 2012). Untuk reaksi ikat silang antara Guar Gum dan Ion borat, dan guar gum dengan gluteraldehida dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3.
ion borat
Guar
Guar
ikat silang
OH H C H
C
OH HO
OH
B
OH
H C H
OH
OH
H C
OH
C
H
C
O O
B
O
C
H
O
C
H
Gambar 2.2 Reaksi ikat silang galaktomanan dan ion borat(Chudzikowski, 1971)
:O :
:O :
HC(CH2)3CH
OH 2H+
OH OH
OH
OH
HC(CH2)3CH
Gambar 2.3
OH
HC(CH2)3CH
HC(CH2)3CH
OH
guar
OH
OH
OH
O CH(CH2)3HC O OH HO
-2H2O
O O
H H C(CH2)3C
O O
Reaksi antara gluteraldehida dan gugus hidroksil Guar Gum (Kabir et al., 1998).
Lim dan Seib (1993) menyelidiki bahwa modifikasi ikat silang akanmemberikan hasil lebih baik dalam mempertahankan viskositas bila
Universitas Sumatera Utara
menggunakancampuran garam fosfat Sodium trimetaphosphat (STMP) dan Sodium tripoliphosphat (STPP) dibandingkan hanya menggunakan STMP. Hasil penelitian Wattanachant et al., (2002), menunjukkan bahwa campuran garam fosfat 2% STMP dan 5% STPP lebih efisien dalam hidroksipropilasi ikat silang pati sagu dibandingkan dengan menggunakan POCl3 atau epiklorohidrin. Kabir, et al., (2000) melakukan penelitian guar gum ikat silang dengan trinatrium trimetafosfat mampu mereduksi sifat mengembang sehingga dapat digunakan sebagai pembawa untuk mencapai target yang dituju, kemampuan mengembang gum dalam matriks yang tinggi tidak dapat digunakan sebagai pembawa sehingga dilakukan modifikasi dan mampu dilepas pada bagian yang rusak.
2.4. Spektrofotometer Ultraviolet Visibel (UV-Vis)
Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spekroskopi UVVis biasanya digunakan umtuk molekul dan ion anorganik atau kompleks didalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit didalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800. pektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik, digunakan untuk menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum
Universitas Sumatera Utara
suatu senyawa, serta mampu untuk menganalisa senyawa organik secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).
2.5. Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar elektron sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM, pemakaiannya sangat terbatastetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2001).
2.6.
Vitamin E
Vitamin Etermasuk kedalam zat antioksidan golongan fenolik dan larut dalam lemak (Burton and Traber, 1990).Vitamin E didapatkan secara alami yang terdiri dari tokoferol dan tokotrienol yang disebut dengan kelompok tokokromanol
Universitas Sumatera Utara
(Colombo, 2010). Perbedaan struktur molekul antara tokoferol dan tokotrienol menyebabkan perbedaan aktivitas antioksidan keduanya. Tokotrienol memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Karena tokotrienol memiliki 3 ikatan rangkap yang menyebabkan lebih cepat teroksidasi dibandingkan tokoferol (Suzuki et al.,1993). Vitamin E melindungi membran sel, terutama di paru-paru dan sel darah merah terhadap kerusakan yang disebabkan oleh berbagai polutan, peroksida,dan radikal bebas yang terbentuk selama proses metabolisme, dapat bekerja secara sinergis dengan nutrisi antioksidan lain seperti vitamin C, beta-karoten untuk memuaskan radikal bebas atau peroksida, dan sangat penting untuk saraf dan otot fungsi sel. Vitamin E bisa sebagai antioksidan (Constantinides,2006). Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono, 2007). Antioksidan berfungsi sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil.Sifat antioksidan dan kelarutan yang sulit pada vitamin E cenderung tidak stabil, sensitif terhadap faktor lingkungan seperti cahaya, oksigen, dan suhu (Evans et al., 2002).Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka vitamin E sebaiknya diinkorporasi kedalam suatu matriks sehingga vitamin E terperangkap kedalam matriks. Secara kimia Vitamin E dibagi menjadi dua kelas yakni, tokoferol dan tokotrienol, dimana setiap kelas terdiri dari 4 (empat) senyawa yang larut dalam lipida yang disintesis oleh tanaman. Keempat senyawa turunan tokoferol dan tokotrienol tersebut di bedakan dengan tanda huruf Yunani yaitu, α, β, γ, dan δ (Christie, 2011). Struktur tokoferol dan tokotrienol dapat dilihat pada gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. A. Tokoferol ; B. Tokotrienol (Duhem et al., 2014)
2.7
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)
Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. HPLC secara mendasar merupakan sebuah perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom di bawah pengaruh gravitasi, HPLC didukung oleh pompa yang dapat memberikan tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Hal ini membuat HPLC dapat memisahkan komponen sampel lebih cepat. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam berbagai bidang, antara lain farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan HPLC terbaru antara lain miniaturisasi sistem HPLC, penggunaan HPLC untuk analisis asamasam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral. Prinsip kerja dari HPLC (high performance liquid chromatography) adalah dengan bantuan pompa fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di
Universitas Sumatera Utara
dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solutsolut tersebut akan keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram kromatografi gas. Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Komputer dapat digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran HPLC (Anonim, 2014).
2.8.
Fourier Transform Infrared (FT-IR) Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah
pada pelbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerahumumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garisgaris yang tersendiri. Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik . Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatanikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah (Hartomo, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Atom molekul bergerak dengan berbagai cara, tetapi selalu pada tingkat energi tercatu. Energi getaran rentang untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 4000 cm-1. Bagian tersebut dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan nisbi tetap pada panjang gelombang tersebut. Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti bahwa gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1980). Asam karboksilat mempunyai dua karakteristik absorbsi IR yang membuat senyawa -CO2H dapat diidentifikasi sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai 3300 cm-1, dan ikatan C=O yang ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 sampai 1750 cm-1 (McMurry, 2007). Sistim optik Spektrofotometer FTIR seperti pada gambar dibawah ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak ( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai
sistim
optik
Fourier
Transform
Infra
Red.
Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima
oleh
detektor
secara
utuh
dan
lebih
baik.
Universitas Sumatera Utara
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.
Universitas Sumatera Utara