4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah lapisan pertama sclera, kornea; lapisan kedua: koroid, badan siliaris, iris, dan lapisan ketiga yaitu retina dan jaringan saraf. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.
Gambar 2.1. Bagian anterior bola mata
Bulbus okuli terletak pada cavum orbitalis yang dibentuk oleh : •
Os frontalis
•
Os maxilla
•
Os zygomaticus
•
Os sphenoidalis
•
Os ethmoidalis
Universitas Sumatera Utara
5
•
Os lacrimalis
•
Os palatinum
Gambar 2.2. penampang anterior tulang orbita
Enam otot ekstraokuler mengendalikan gerak masing-masing mata: empat muskulus rektus dan dua oblikus. Keempat muskulus rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus optikus pada apeks posterior orbita. Mereka disebut sesuai insertionya kedalam sklera pada permukaan medial, lateral, inferior, dan superior mata. Fungsi utama otot-otot berturut-turut adalah untuk adduksi, abduksi, menurunkan, dan mengangkat bola mata. Kedua muskulus obliquus terutama mengendalikan gerak torsional dan, lebih sedikit, gerak bola mata ke atas dan ke bawah. Oblikus superior adalah otot mata terpanjang dan paling tipis. Origonya di atas dan medial foramen optikum dan menutupi sebagian origo muskulus levator palpebrae superioris. Obliquus inferior berorigo pada sisi
Universitas Sumatera Utara
6
nasal dinding orbita tepat di belakang tepian inferior orbita dan lateral dari duktus nasolakrimalis (Eva, 2000).
Gambar 2.3. Otot yang menggerakkan bola mata beserta persarafannya
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak (Eva, 2000).
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar 2.4 Potongan horizontal penampang bola mata
Vaskularisasi Bola Mata Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteriophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralisretina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabangcabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supratroklearis (Eva, 2000).
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.5. Vaskularisasi pada bola mata
Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervusoptikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena vorteks, vena siliaris anterior,dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melaluifisura orbitalis inferior (Eva, 2000).
Universitas Sumatera Utara
9
Nervus Optikus Dibentuk oleh akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina, yang membentuk lapisan serabut saraf, lapisan retina terdalam. Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat (Asbury, 2000). Terjadinya trauma okuli dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada jaringan mata,yaitu : a.
Palpebra Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang berfungsi
melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra (Eva, 2000). b. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak dan dengan epitel kornea di limbus (Eva, 2000). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi dan terjadi perdarahan jika trauma. Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera (Catalano, 1992). c.
Sklera & episklera Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan ini
padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior
Universitas Sumatera Utara
10
dan duramater nervus optikus di sebelah posterior. Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang bagian anterior nervus optikus sebagai lamina cribosa. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasok sklera (Eva, 2000). Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung (Catalano, 1992). d. Kornea Kornea adalah jaringan transparan kornea terletak di sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa ratarata mempunyai tebal0,54 mm di tengan, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisanyang berbeda-beda yaitu: lapisan epitel (yang bersambungan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, lapisan stroma, lapisan descement, dan lapisan endotel (Eva, 2000). Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 – 3 mm (Catalano, 1992). Membran descemet bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi (Catalano, 1992). Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi (Eva, 2000).
Universitas Sumatera Utara
11
e.
Uvea Uvea terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan
vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasok darah ke retina (Eva, 2000). •
Iris Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu
permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui depositdeposit pigmen hemosiderin (Eva, 2000). •
Korpus siliaris Korpus siliaris, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, membentang ke depan dari ujung anterioir khoroid ke pangkal iris (sekilta 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Processus siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor aquaeus. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamera okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau
Universitas Sumatera Utara
12
pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera okuli anterior, mengotori permukaan dalam kornea (Eva, 2000). •
Khoroid Khoroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Khoroid
tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera. Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid (Eva, 2000). f.
Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior terdapat humor aquaeus, dan disebelah posteriornya terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermiabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk (Eva, 2000). Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Eva, 2000). Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut
Universitas Sumatera Utara
13
cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa (Eva, 2000). Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa (Eva, 2000). Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang dalam retina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO (Eva, 2000) g.
Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: •
Membrana limitans interna
•
Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
•
Lapisan sel ganglion
•
Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
•
Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
•
Sel pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
•
Lapisan inti luar sel fotoreseptor
•
Membrana limitans eksterna
•
Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Universitas Sumatera Utara
14
•
Epitelium pigmen retina Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio
okuli. Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik (Eva, 2000). Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abuabuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya menyebabkan retinopati proliferative. Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina (Eva, 2000).
Universitas Sumatera Utara
15
2.2 Trauma mata 2.2.1 Pengertian trauma mata Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Sidarta, 2005). Trauma mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa. Dewasa muda terutama pria merupakan pasien terbanyak untuk trauma mata penetrasi (Augsburger & Asbury, 2008). Berdasarkan Birmingham Eye TraumaTerminology (BETT), (Kuhn F, 2002) mengklasifikasikan trauma mata berdasarkan diagram dibawah ini: Trauma mata
trauma tertutup
trauma terbuka
laserasi lamellar
kontusio
penetrasi
laserasi
ruptur
perforasi
IOFB
Berdasarkan diagram yang dikategorikan oleh Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), berikut adalah penjelasannya yaitu : a. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler. •
Kontusio adalah trauma tertutup pada bola mata yang disebabkan oleh benda tumpul. Trauma ini dapat mempengaruhi dan menyebabkan kerusakan-kerusakan di tempat yang lain dari mata.
Universitas Sumatera Utara
16
•
Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma ini biasa disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul.
b. Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai keseluruhan dinding dari bola mata (sklera dan kornea). •
Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan intraokuli.
•
Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbulkan adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi. o Trauma penetrasi adalah laserasi tunggal pada dinding bola mata yang disebabkan oleh benda tajam. o Trauma perforasi adalah laserasi pada seluruh ketebalan dinding bola mata, yang mempunyai jalan masuk ataupun jalan keluar yang biasanya disebabkan oleh benda tajam atau peluru o Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing
pada
intraokular
yang
keadaan
ini
sangat
berhubungan dengan adanya trauma penetrasi (Aldy, 2009).
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.2 Klasifikasi berdasarkan etiologi trauma mata Berdasarkan British Medical Journal (BMJ), Trauma mata dapat di golongkan berdasarkan penyebabnya yaitu, trauma mekanik, trauma non mekanik yaitu trauma kimiawi, trauma termal, dan trauma radiasi. A. Trauma Mekanik Trauma mekanik dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya (Asbury, 2000). Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan, terbentur bola. Trauma tumpul dengan kekuatan yang besar akan menghasilkan tekanan anteroposterior, sehingga keadaan ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli, ruptur, dan robekan pada struktur intaokuli lainnya. Keadaan ini juga dapat meluas sehingga dapat menyebabkan kerusakan segmen posterior. Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan kerusakan dengan nilai yang maksimum karena gelombang tekanan yang menyusuri cairan-cairan intraokuli akan mencapai kamera okuli anterior sehingga cairan-cairan intraokuli ini akan terdorong ke dapan bersama lensa, iris, dan kopus vitreus ke polus posterior. Gelombang tekanan ini juga dapat mencapai retina dan koroid sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Setelah gelombang tekanan bagian luar tertutupi, maka gelombang ini akan di pantulkan ke arah posterior sehingga dapat merusak foveal. Setelah gelombang tekanan mencapai dinding posterior pada bola mata, gelombang tekanan ini dipantulkan kearah belakang secara anterior. Pada keadaan ini dapat merusak retina juga koroid. Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan oleh trauma tumpul dapat berupa hipema, sbuluksasio lentis, luksasio lentis, katarak traumatika, pendarahan pada korpus vitreus, ruptur kornea, ruptur koroid dan lain sebagainya (Aldy, 2009). Trauma tajam adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran
Universitas Sumatera Utara
18
kecil dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera, trauma tajam mata dapat diklasifikasikan atas luka tajam tanpa preforasi dan luka tajam dengan perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing inta okuler dan perforasi benda asing intra okuler. Menurut Aldy (2009), Trauma tembus dapat disebabkan oleh benda tajam atau runcing seperti pisau, kuku jari, panah, pensil, pecahan kaca dan lain-lainnya. Dapat juga disebabkan oleh benda asing yang masuk dengan kecepatan tinggi seperti peluru dan serpihan besi. Trauma tembus merupakan penyakit mata serius dan termasuk emergensi medis yang dpaat mengancam visus dan harus dilakukan tindakan segera, cepat, dan tepat, oleh karena : •
Terbukanya dinding bola mata berarti merupan pintu masuk infeksi
•
Bahaya post traumatik iridosiklitis yang dapat terjadi dalam interval waktu yang lama dari kejadian, walaupun di saat kejadian tidak menunjukkan tanda peradangan yang aktif.
•
Terjadinya peradangan simpatetik ophthalmia merupakan komplikasi yang paling berbahaya
•
Dapat menyebabkan hilangnya visus unilateral. Menurut Catalano (1992), Trauma benda tajam dapat mengakibatkan
berbagai keadaan sebagai berikut: a.
Trauma tembus pada palpebra Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanen. b. Trauma tembus pada saluran lakrimalis Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata. c.
Trauma tembus pada orbita Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf
optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.
Universitas Sumatera Utara
19
d. Trauma tembus pada konjungtiva Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melibihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu, pemberian antibiotik juga diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. e.
Trauma tembus pada sklera Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola
mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola mata. f.
Trauma tembus pada kornea Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi
penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus siliaris prolaps, hal ini dapat menyebabkan penurunan visus. Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal dengan subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea. Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). g.
Trauma tembus pada uvea Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya
cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur.
Universitas Sumatera Utara
20
h. Trauma tembus pada lensa Bila ada trauma akan menganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat. i.
Trauma tembus pada retina Dapat menyebabkan pendarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga
badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca. j.
Trauma tembus pada corpus siliar Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena
kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu, bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, agar mata yang sehat tetap menjadi baik. k. Trauma orbita Pada trauma wajah, sering terjadi fraktur orbita. Fraktur maksila diklasifikasikan berdasarkan sisterm Le Fort menjadi 3 tipe: tipe I diatas gigi tanpa melibatkan orbita, tipe II mengenai nasal, lakrimal, dan tulang maksila juga dinding orbita medial, tipe III fraktur mengenai dinding medial dan lateral serta dasar orbita disertai adanya pemisahan rangka wajah dari kranium. Fraktur atap orbita jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh luka tembus. Apabila terjadi perburukan penglihatan pada suatu fraktur kanalis optikus, maka mungkin diperlukan tindakan dekompresi dan pemberian steroid. Namun, apabila kehilangan penglihatan secara mendadak dan total, maka kecil kemungkinan terjadi pemulihan (AAO, 2007).
Universitas Sumatera Utara
21
B. Trauma non Mekanik a.
Trauma Kimia Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Kerusakan yang terjadi tergantung pada beberapa faktor yaitu: kekuatan agen kimiawi, konsentrasi, volume larutan dan lamanya paparan. Kebanyakan trauma terjadi secara tidak disengaja pada tempat kerja terutama di area industri. Tabel 2.1 Bahan kimia yang umumnya menyebabkan trauma pada mata Bahan Kimia Sumber Pernyataan Basa (alkali) Sodium Hydroxide Cairan pembersih Penetrasi cepat Ammonium Hydroxide Pupuk, bahan pendingin Penetrasi sangat cepat Bahan pembersih Larut dalam lemak & air Magnesium Hydroxide Kembang api Biasa kombinasi antara trauma kimia dan termal Calcium Hydroxide Semen, plaster Penetrasi lambat Trauma basa tersering Asam (Acidic) Sulfuric Acid Baterai mobil Trauma asam tersering Sulfurous Acid Terpapar sulfur dioxida Penetrasi cepat di air Larut lemak dan air Hydrofluoric acid Pembeku kaca, Penetrasi cepat penghilang karat Hydrochloric acid Bahan industri Mengiritasi mata Tingkat keparahan tergantung konsentrasi Chromic acid Bahan pembuat krom Menyebabkan perubahan warna kornea menjadi kecoklatan Silver Nitrate Ocular profilaksis untuk Konsentrasi tinggi neonatus, kauterisasi menyebabkan opafikasi konjungtiva kornea secara permanen Sumber : Terry kim dan Khosla gupta, 2002
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.2 klasifikasi trauma kimia menurut Hughes-Roper-Hall Findings Prognosis Corneal epithelial damage; no limbal Good ischemia II Corneal hazy but iris detail seen; ischemia Good less than one third of limbus III Total loss of corneal epithelium; stromal haze Guarded blurring iris details; ischemia at one third to one half of limbus IV Cornea opaque, obscuring view of iris or Poor pupil; ischemia at more than one half of limbus Sumber: Terry kim dan Khosla gupta, 2002 Grade I
• Trauma Basa (alkali) Trauma basa paling parah sering disebabkan oleh amonia. Amonia sering ditemukan pada pupuk juga pada bahan pembersih rumah. Seperti sifatnya yang larut lemak dan air, sehingga zat ini sangat cepat penetrasinya dan mencapai anterior chamber dalam waktu satu menit. kapur ataupun kalsium hidroksida adalah penyebab paling sering trauma basa, untung saja zat ini tidak terpenetrasi sebaik amonia (Kim, 2002). Trauma basa menyebabkan kerusakan pada mata karena proses safonifikasi dan kerusakan asam lemak di sel membran yang menyebabkan kematian sel. Safonifikasi lemak berhubungan dengan trauma basa menyebabkan penetrasi yang cepat oleh zat basa untuk mencapai ke jaringan. Pada pH 11,5 atau diatasnya, dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada mata. Ion hidroksil menyebabkan edema pada serat kolagen sehingga semakin tebal dan pendek. Luka dengan mekanisme yang sama terjadi pada jaringan lain seperti konjugtiva, pembuluh darah, persarafan, endotelium, dan keratosit. Nyeri dapat disebabkan karena stimulus sekunder zat basa pada ujung saraf bebas di konjungtiva dan di kornea. Struktur intraokular seperti iris, ciliary body, dan fungsi trabekular dapat berdampak juga, tergantung derajat penetrasi dan pH larutan. Kadar glukosa dan asam askorbat menurun setelah trauma basa dan akan tetap rendah untuk beberapa saat. Askorbat diperlukan untuk sintesis kolagen dan glikosamin, dan biasanya duapuluh
Universitas Sumatera Utara
23
kali lebih banyak di aqueous daripada di plasma. Kadar askorbat yang rendah karena trauma basa adalah penyebab kerusakan ciliar body karena berkurangnya mekanisme transpor aktif. Ulkus pada stromal kornea juga dapat terjadi. faktor yang menyebabkan ulkus apabila terjadi kerusakan di epitel kornea, inflamasi, pengeluaran enzim-enzim proteolitik, hilang rasa, defisiensi airmata, dan gangguan sintesis kolagen. Kolagenase tipe I berperan dalam ulkus kornea dan di hasilkan oleh keratosit dan leukosit polimorfonuklear (PMN). Kolagen tipe I sudah terdeteksi sembilan jam setelah terjadi trauma, namun puncaknya pada 14-21 hari. Kolagenase tipe I biasa dihambat oleh sitokin epitelium, yang berperan penting dalam mencegah ulkus kornea (Kim, 2002). Inflamasi juga mengambil peran dalam trauma basa. Infiltrasi PMN terjadi dalam 12-24 jam setelah terpapar zat basa tersebut. Sel-sel ini menjadi bersifat kemotaktik oleh karena pengeluaran protein selular dan ekstraselular dari jaringan yang nekrosis dan pembuluh darah yang rusak. Selain itu, kolagenase tipe I juga dihasilkan dari netrofil, radikal bebas superoksid dihasilkan dari respirasi oksidatif netrofil-netrofil tersebut, sehingga menambah kerusakan jaringan. Penanganan untuk trauma basa dibagi mendadi penanganan akut dan kronis. Penanganan akut biasa dilakukan dengan pemberian obat-obatan, sedangkan
penanganan
kronik
Penanganan akut dibagi menjadi
membutukan
tindakan
pembedahan.
tiga fase yaitu: penanganan segera
(immediate), penanganan lanjutan (intermediate), dan penanganan jangka panjang (long term). Penanganan immediate termasuk penanganan pH, mengontrol tekanan, dan pemberian terapi anti-inflamasi. Penanganana intermediate
termasuk
pengembalian
permukaan
re-epitelialisasi, okular.
pencegahan
Penanganan
long
infeksi, term
dan
termasuk
pencegahan dan penanganan luka parut pada permukaan okular (Kim, 2002).
Universitas Sumatera Utara
24
• Trauma asam Trauma asam pada mata biasa terjadi disebabkan karena penggunaan asam tergolong sering di rumah tangga, seperti cairan pembersih, pembersih karat, dan juga aki mobil. Meskipun trauma asam tergolong lebih ringan dibanding trauma basa, namun ini bukan masalah utamanya. Asam kuat dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan mata yang parah. Sama seperti trauma basa, trauma asam pada mata juga tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kekuatan asam, konsentrasi, volume larutan, lamanya paparan. Asam sulfat adalah penyebab tersering trauma asam pada mata. Penyebabnya berasal dari aki mobil, dimana baterai mobil pada umumnya mengandung 25% asam sulfit. Trauma ini akan menyebabkan kontusi atau laserasi pada mata karena ledakannya. Asam sulfat terbentuk ketika sulfur dioksida bercampur dengan air di airmata ataupun kornea. Zat ini larut dalam lemak dan air dan juga sangat cepat penetrasinya. Penetrasi asam sulfit lebih cepat ke jaringan dibanding asam klorida, asam sulfat, asam fosfat (Kim, 2002). Asam terdisosiasi membentuk ion hidrogen di larutan. Ion hidrogen yang bebas ini dapat menyebabkan sel nekrosis. Anion asam menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Saat terjadi presipitasi, ini akan menyebabkan terbentuknya barier sehingga mencegah penetrasi asam lebih lanjut pada mata. Presipitasi ini akan memberikan gambaran “ground glass” setelah trauma. Barier ini akan melindungi mata dari asam lemah, namun asam kuat dapat berlanjut penetrasi lebih dalam. Kornea sendiri dapat bertindak sebagai parsial buffer pada asam. pH kornea mulai ternetralisasi dalam 15 menit dan kembali normal dalam 1 jam. Setelah penetrasi asam di kornea, presipitasi ekstraselular glikosaminoglikan, sel epitel terkoagulasi menyebabkan opafikasi kornea, dan hidrasi juga pemendekan dari fibril-fibril kolagen. Tekanan intraokuler meningkat seiring dengan kolagen yang menyusut dan perubahan fungsi kerja mata di trabekular. Peningkatan tekanan intraokular dipertahankan selama paling tidak 3 jam karena pengeluaran prostaglandin. Kadar askorbat juga akan menurun pada trauma
Universitas Sumatera Utara
25
asam, sama seperti pada trauma basa. Kadar askorbat yang rendah mungkin dikarenakan kerusakan ciliary body menyebabkan penurunan trasport aktif askorbat dan kerusakan blood-aqueous barrier (Kim, 2002). Penatalaksanaan awal pada trauma kimia adalah irigasi segera dengan larutan non-toksik sampai di tangani lebih intensive. Irigasi tidak boleh dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan efek asam karena dapat menyebabkan trauma termal akibat reaksi eksotermal (Kim, 2002). b. Trauma bakar termal Trauma bakar termal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: flame dan contact burns. Pada flame terjadi paparan secara sekunder antara mata dengan api, dan pada contact burn terjadi paparan secara langsung misalnya dengan air panas, atau benda-benda panas. Penyebab trauma bakar termal tersering adalah ledakan gas (Kim, 2002). Pada percobaan dengan kelinci oleh Shahan, dia melakukan kauterisasi pada kornea kelinci tersebut yang menyebabkan hilangnya epitel dan edema pada stromal. Jika perlakukan dilakukan didaerah limbus maka akan timbul panus pada daerah tersebut. Oleh Goldblatt dan teman-teman, mereka menegaskan bahwa kornea dapat bertahan pada suhu 45°C selama 15 menit tanpa kerusakan makroskopik maupun mikroskopik. Edema stroma ringan di identifikasi secara makroskopik setelah diberikan perlakuan suhu 45°C selama 45 menit kemudian dilakukan follow-up selama 1 minggu dan tidak didapati kerusakan jaringan. Pada temperatur 52°C selama 5 menit diperlihatkan adanya edema pada stroma setelah di follow-up selama 1 minggu. Jika pada suhu ini diaplikasikan selama 45 menit akan menimbulkan degenerasi keratosit nuklear dan degenerasi parsial membran bowman setelah 1 minggu. Pada temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan kerusakan yang luas, dengan destruksi keratosit dan sel endotel seluruhnya yaitu pada temperatur 59°C selama 45 menit. Pada temperatur ini menyebabkan nekrosis pada kornea dalam 1 minggu (Kim, 2002). Tingkat keparahan trauma termal tergantung pada beberapa hal, yaitu: agen temperatur, area yang terkena panas, dan lamanya kontak. Luka superfisial akan
Universitas Sumatera Utara
26
menimbulkan warna abu-abu atau putih pada kornea, sampai batas epitelnya (Kim, 2002). Penanganan untuk trauma termal, dapat diberikan antibiotik tetes jika terjadi luka lecet pada kornea. Kebanyakan luka superfisial akan sembuh dalam 24-48 jam tanpa gejala lanjutan. Penatalaksanaan pada luka yang lebih dalam sampai ke stroma harus diikuti dengan mengontrol inflamasi dan neovaskularisasi. Pada luka yang parah diperlukan tindakan pembedahan seperti lamellar keratoplasty (Kim, 2002). c.
Trauma Radiasi Trauma radiasi yang sering terjadi akibat paparan sinar UV sehingga
menyebabkan keratitis pada permukaan kornea, yang akan tampak dengan pewarnaan fluorescein. Rasa sakit yang sangat parah, fotofobia, dan berntuk kornea yang tidak teratur akan timbul 6-10 jam setelah paparan diikuti dengan penurunan ketajaman penglihatan. Nyeri dapat dihilangkan dengan pemberian obat anastesi topikal untuk jangka pendek. Selain itu juga diberikan obat antibiotik secara topikal dan pengukuran tekanan okuli tempel selama 24 jam. Pada umumnya, prognosis baik dan kornea akan kembali normal dalam waktu 24 jam. Namun, sisi mata yang terkena paparan sebelumnya akan lebih sensitif terhadap cahaya untuk beberapa bulan (Asbury, 2000).
Universitas Sumatera Utara
27
2.3. Dewasa 2.3.1 Definisi Dewasa Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Menurut KKBI dewasa adalah sudah matang (pikirannya, pandangan, dsb.) atau orang yang sudah sampai umur; akil balig. KUHPerdata pasal 330, “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan lebih dahulu telah kawin.” Undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat (1), “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Artinya batas usia dewasa menurut aturan ini adalah 18 tahun ke atas. Berdasarkan Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, “anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun. Pembagian umur berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock,2000) bahwa masa dewasa terbagi atas : a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun
Universitas Sumatera Utara