13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bantuan Hidup Dasar (Basic life support) 2.1.1. Definisi Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi. Basic life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada eksternal. Jika semua digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Handley, 1997).
2.1.2. Tujuan Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah yg dioksigenasi ke jaringan tubuh (Alkatiri, 2007). Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.3. Tindakan
Gambar 2.1.
Algoritma Bantuan Hidup Dasar (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.3.1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis Pastikan anda, korban dan setiap pengamat aman. Pemeriksaaan kesadaran dilakukan untuk menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara kocok perlahan bahu dan bertanya dengan keras: "Apakah anda baik-baik saja?”. Jika pasien respon, biarkan sahaja di dalam posisi yang membuatnya merasa nyaman, disediakan tidak ada bahaya yang lebih lanjut dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. JIka pasien tidak sadar, segera meminta bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan memberitahu dimana posis anda dengan alat komunikasi (ERC Guidelines, 2010).
Gambar 2.2.
Pemeriksaan kesadaran korban (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
2.1.3.2. Pembebasan Jalan Napas Airway adalah upaya untuk mempertahankan jalan napas yang dapat dilakukan secara non invasif maupun invasif (Mansjoer, 2009). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway) dengan cara non invasif : a. Tindakan kepala tengadah (head tilt)
Universitas Sumatera Utara
16
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Gambar 2.3.
Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
c. Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust) Membuka jalan napas dengan mengangkat rahang (jaw-trust) dilakukan bila dicuriga ada trauma kepala (Fraktur vertebra servikal) (Mansjoer, 2009).
Universitas Sumatera Utara
17
Gambar 2.4.
Jaw-thrust maneuver (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
2.1.3.3. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support) Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007). Breathing support terdiri dari 2 tahap : 1. Penilaian Pernapasan Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009).
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.5.
Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
2. Memberikan bantuan napas Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief, 2009). a. Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan cara memencetnya.
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 2.6
Ventilasi
buatan
mulut
ke
mulut
(sumber:
European
Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial. c. Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut-ke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-kestoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi. Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kirakira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200 ml (Latief, 2009).
2.1.3.4. Sirkulasi (Circulation Support) Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007). Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009). Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju tulang
Universitas Sumatera Utara
20
punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief, 2009).
Gambar 2.7.
Posisi penolong pijat jantung (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010)
Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007).
2.1.3.5. Posisi Pemulihan (Recovery Position) Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi: a. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas b. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien
Universitas Sumatera Utara
21
c. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010).
Gambar 2.8.
Recovery position (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
2.2. Indikasi Bantuan Hidup Dasar Tindakan RJP sangat penting terutama karena 40% korban henti jantung mendadak mengalami fibrilasi ventrikuler (VF) saat pertama kali diperiksa. VF merupakan depolarisasi dan repolarisasi yang cepat dan tidak teratur di mana jantung kehilangan fungsi koordinasi dan tidak memompa jantung secara efektif. Banyak korban henti jantung dapat ditolong jika penolong segera bertindak saat masih terdapat VF (Mansjoer, 2009).
Universitas Sumatera Utara
22
Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dimulai bila pasien memilki keterangan DNAR (do not attempt resuscitation), pasien memiliki tanda kematian yang irreversible (seperti rigormotaris, dekapitasi, dekomposisi, atau pucat), atau tidak ada manfaat fisiologis yang dapat diharapkan karena fungsi vital telah menurun walau telah diberi terapi maksimal (seperti syok septik atau syok kardiogenik yang progresif). RJP dihentikan bila sirkulasi dan ventilasi spontan secara efektif telah membaik, perawatan dilanjutkan oleh tenaga medis di tempat rujukan atau di tingkat perawatan yang lebih tinggi (Mansjoer, 2009).
2.2.1. Henti Napas (Respiratory Arrest) Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lain (Latief dkk, 2009). Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal (Latief, 2009).
2.2.2. Henti Jantung (Cardiac Arrest) Henti jantung adalah keadaan terhentinya alran darah dalam system sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektifitas kontraksi jantung saat sistolik (Mansjoer, 2009).
Universitas Sumatera Utara
23
Berdasarkan etiologinya henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung (82,4%); penyebab internal non jantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru, penyakit
serebrovaskular,
penyakit
kanker,
perdarahan
saluran
cerna
obstetrik/pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes mellitus, penyakit ginjal; dan penyebab eksternal non jantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksisa, overdosis obat, upaya bunuh diri, sengatan listrik/petir (Mansjoer, 2009). Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas. Umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible (Alkatiri, 2007). Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis, radialas), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi dengan ranngsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar (Latief, 2009).
Universitas Sumatera Utara