BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengawasan Alat Angkut Kapal Kapal merupakan alat angkut umum baik yang bersifat Nasional maupun Internasional. Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi sumber penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada dalam kapal mempunyai faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi alat angkut kapal yang tidak baik maka memungkinkan untuk timbulnya vektor penyakit di atas kapal seperti tikus, kecoa dan nyamuk. Hal ini tentu didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah salah satu usaha bagi umum yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga perlu pengawasan kesehatan terhadap alat angkut tersebut. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal, yaitu menjaga sanitasi kapal yang memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya disamping konstruksi dan kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik maka kompartemen di dalam kapal itu akan menyebabkan risiko yang memungkinkan munculnya vektor di dalam kapal tersebut. Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000), dalam bidang kesehatan berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan faktor risiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan lingkungan. Sementara itu hubungan interaktif antara komponen lingkungan tempat kerja dan manusia merupakan bagian dari kajian kesehatan dan keselamatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Dalam skala mikro, orang-orang yang bekerja ditempat pekerjaannya menghadapi kondisi lingkungan kerja secara lebih intensif, baik menghadapi alat-alat maupun lingkungan pekerjaannya. Di Indonesia penyakit yang ditularkan serangga masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Data atau informasi yang menerangkan hubungan antara spesies tertentu dengan lingkungannya merupakan kunci penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga. Penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendalian vektor. Usaha pengendalian vektor akan memberikan hasil maksimal apabila ada kesamaan antara perilaku vektor dengan pengendalian
yang
diterapkan.
Meningkatnya
populasi
beberapa
serangga
menimbulkan berbagai masalah di berbagai sektor, salah satunya di sektor transportasi laut. Munculnya vektor penular penyakit di dalam kapal seperti kecoa, tikus dan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit menular baik antara satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain baik dalam negara maupun antar negara. Dengan demikian pengendalian vektor di kapal mutlak di lakukan, agar dapat menurunkan populasi vektor dan menurunkan insiden penyakit yang ditimbulkan oleh masingmasing vektor tersebut. Menurut Dirjen PPM dan PLP DEPKES RI (1996), tentang pedoman sanitasi kapal yaitu: 1. Tangki penyimpanan air (Storage) Air layak minum disimpan disatu atau lebih tangki yang dikonstruksi, ditempatkan dan dilindungi sedemikian rupa, sehingga aman dari segala pencemar
Universitas Sumatera Utara
yang berasal dari luar tangki. Tangki dibuat dari metal, harus tersendiri, tidak bersekatan dengan tangki yang memuat air bukan untuk minum. Tangki bukan merupakan bagian dari kulit kapal, penutup tangki tidak boleh ada paku sumbat, tidak boleh ada toilet dan kakus yang dipasang berdampingan dengan tangki tersebut. Bagian dasar dari tangki air minum pada bagian bawah kapal memiliki ketinggian lebih dari 45 cm diatas tangki dasar dalam, diberi tanda air layak minum dilembaran berukuran minimal 1,25 cm. Dilengkapi dengan lubang periksa air minum yang tingginya 1,25 cm di atas permukaan atas tangki yang menempel pada bagian tepi terluar yang dilengkapi dengan packing yang ketat, dilengkapi dengan ventilasi sehingga mencegah terjadinya benda-benda pengkontaminasi yang terbuat dari pipa dengan diameter 3,8 cm, dilengkapi dengan saluran luapan dan dapat dikombinasikan dengan ventilasi, mempunyai alat pelampung pengukur air, mempunyai bukaan pengeringan dengan diameter 3,8 cm, Tangki air minum dan bagian lainnya didesinfeksi dengan klorin. 2. Dapur tempat penyiapan makanan (Galley) Dinding dan atap memiliki permukaan yang lembut, rapi dan bercat terang. Filter udara berserabut tidak boleh dipasang di atap atau melintasi peralatan pemrosesan makanan. Penerangan tidak kurang dari 20 lilin atau sekitar 200 lux. Diberikan ventilasi yang cukup untuk menghilangkan hawa busuk dan kondensasi, ventilasi alam ditambah sesuai kebutuhan, lubang hawa di unit ventilasi mudah di lepas untuk keperluan pembersihan. Rak penyimpanan perkakas dan perabot tidak boleh diletakkan di bawah ventilasi. Peralatan dan perkakas dapur yang terkena
Universitas Sumatera Utara
kontak langsung dengan makanan dan minuman dibuat dari bahan yang halus anti karat, tidak mengandung racun, kedap air dan mudah dibersihkan. 3. Ruang penyimpan bahan makanan (Store room) Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering, dan memberikan ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan dibuat dari materi yang kedap air, tahan karat, tidak mengandung racun, halus, kuat dan tahan terhadap goresan. a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan, disimpan di ruang khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan yang berkualitas, demikian juga wadah-wadah dibuat dari metal atau materi lain yang tahan terhadap vektor tikus dan kecoa dan dilengkapi dengan tutup yang rapat. Makanan disimpan ditempat yang rapi di rak atau papan penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-benda yang ada pada tempat tersebut dari percikan dan pencemaran. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan jenis ini 10-15 derajat celcius. b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah suhu 7 derajat Celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar untuk keperluan penghidangan secara cepat setelah penyiapan. Bila makanan di simpan dalam jangka waktu lama disarankan untuk menyimpan pada suhu 4 derajat Celcius. Seluruh ruang pendingin di buat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa busuk. Benda-benda berpendingin seperti lemari es tersebut hendaknya diletakkan
Universitas Sumatera Utara
ditempat yang paling hangat dalam ruangan. Papan rak dalam jumlah yang mencukupi hendaknya disediakan di seluruh unit pendingin untuk mencegah penumpukan bahan dan memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan termometer tidak rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan bahan yang mudah busuk: a) Bahan makanan beku: tidak lebih dari -12 derajat Celcius b) Daging dan ikan: 0-3 derajat Celcius c) Susu dan produk hasil susu: 5-7 derajat Celcius d) Buah dan Sayuran: 7-10 derajat Celcius 4. Toilet/kamar mandi Toilet/kamar mandi yang mencukupi disiapkan dekat dengan ruang penyiapan makanan, tidak menghadap langsung ke ruang tempat makanan disiapkan, disimpan dan dihidangkan. Pintu toilet/kamar mandi berengsel kuat dan secara otomatis menutup sendiri, ada ventilasi dan penerangan yang cukup. Fasilitas cuci tangan disediakan dalam ruangan toilet /kamar mandi, dilengkapi dengan air panas dan dingin, tissu, sabun, kain/handuk. Air cuci pada wastafel disarankan dengan suhu 77 derajat Celcius. Pada dinding yang dekat pintu toilet diberi tanda dengan tulisan yang berbunyi “CUCI TANGAN SETELAH MENGGUNAKAN TOILET”. 5. Sampah (Waste) Ketentuan hendaknya dibuat untuk penyimpan dan pembuangan yang tersanitasi. Tempat sampah dapat digunakan di daerah penyiapan dan penyimpanan makanan, hanya untuk keperluan penggunaan segera. Tempat sampah berada di ruang
Universitas Sumatera Utara
yang khusus, terpisah dari tempat proses pengolahan makanan, mudah di bersihkan, tahan terhadap tikus (rodent) dan rayap (vermin), mempunyai pegangan, dibuat kedap air, di lengkapi dengan penutup yang rapat. 6. Ruangan awak buah kapal (Quarters crew) Ruang tidur awak kapal mempunyai luas 1,67 sampai 2,78 m² dengan mempunyai ruang utama yang bersih dengan ukuran minimal 1,90 m². Tidak boleh lebih dari 4 orang yang mendiami satu kamar tidur, memilki ventilasi yang cukup dan ditambah dengan ventilasi mekanis untuk mendukung ventilasi alam untuk berbagai keperluan dan kebutuhan. Mempunyai penerangan yang cukup. Sebaiknya ada 1 toilet dan 1 pancuran atau bak mandi untuk tiap 8 orang dan satu wastapel untuk tiap 6 orang. Menurut WHO, standar yang ditetapkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005, bahwa operator alat angkut untuk seterusnya harus menjaga alat angkut yang menjadi tanggung jawabnya, bebas dari sumber penyakit atau kontaminasi, dan juga bebas dari vektor penyakit. Dalam upaya pengendalian vektor penular penyakit, Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan melakukan: (1) Pemeriksaan kesehatan kapal yang datang dari negara sehat dan endemis, (2) Pemeriksaan kapal untuk penerbitan dokumen kesehatan (3) Pelaksanaan hapus tikus/serangga (4) Peningkatan sanitasi lingkungan Clearance pada kedatangan dan keberangkatan kapal (5) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Upaya lain yang dilakukan adalah memasang perisai tikus (Rat Guard), meninggikan tangga 60 cm dari dermaga.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Kemampuan Binatang/Vektor Yang Sering Ditemui Di kapal Binatang/vektor yang sering ditemui di kapal antara lain adalah tikus, kecoa, dan nyamuk. 1. Tikus Lingkungan manusia sangat disenangi oleh tikus, ada 2 (dua) hal menarik yakni tersedianya makanan dan tempat istirahat, bermain-main maupun bersarang. Namun apabila tidak ada makanan pastilah akan semakin tidak disenangi dan mereka akan segera meninggalkan tempat tersebut. Kemampuan fisik tikus yaitu menggali lubang dalam tanah di luar dan atau di dalam rumah sebagai tempat bersarang, biasanya berbentuk mangkuk berdiameter lebih kurang 20 cm. Memiliki kemampuan memanjat pohon, bangunan atau tempat tinggi yang sangat baik, bahkan dapat memanjat vertikal di dalam pipa yang berukuran 3 inch. Memiliki kemampuan meloncat setinggi 60 cm, sejauh kurang lebih 40 cm dan dari ketinggian 5 meter tikus juga dapat meloncat ke bawah. Mempunyai kebiasaan menggigit dan mengerat kayu, papan, bahan makanan, pembungkus barang. Tujuan menggigit dan mengerat barang adalah untuk menjaga agar gigi tidak terlalu panjang. Dapat menyelam selama 30 detik, suhu air yang rendah tidak memengaruhi kemampuan tikus untuk berenang. Disamping kemampuan fisik, tikus juga memiliki kemampuan indera, antara lain: penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Untuk mengetahui ada tidaknya tikus antara lain: Dropping, Runways, Growing, Borrow, bau, tikus hidup dan ditemukannya bangkai tikus (Wijanarko, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2. Kecoa Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping serangga rumah dan bangunan. Pada malam hari kecoak aktif mencari makan di dapur, gudang makanan, tempat sampah dan saluran air. Kecoa mampu membawa Ootheca atau sarang telur yang diletakkan dipunggungnya selama beberapa minggu. Mampu terbang, mampu beradaptasi walau terbawa dalam barang pada alat angkut, termasuk kapal, mampu berjalan dari gedung ke gedung lain atau dari saluran ke saluran lain, taman, selokan dalam tanah ke tempat kehidupan manusia. Suka makan tinja manusia dan suka menginjak-injak kotoran maupun sampah pada waktu mencari makanannya. Mampu mengeluarkan cairan dari mulut dan bagian lain dari tubuhnya, sehingga mengakibatkan bau di area atau makanan yang diinjaknya. Jenis kecoa yang banyak terdapat di Indonesia Periplaneta americana, Periplaneta australasiae, Supella longipalpa (Wijanarko, 2008).
3. Nyamuk Berdasarkan tempat hidupnya dikenal 2 tingkatan: tingkatan dalam air dan tingkatan diluar tempat berair. Jadi untuk kalangsungan hidupnya sangat diperlukan air. Kemampuan hidup dalam air pada saat nyamuk masih berupa telur, larva, dan kepompong, sedangkan setelah menjadi nyamuk dewasa kehidupannya akan berada di luar air dan mampu terbang setelah menghirup udara. Nyamuk betina hanya kawin 1 kali selama hidupnya, setelah 24-28 jam keluar dari kepompong. Nyamuk mencari darah siang dan malam hari dan ada yang mulai dari senja sampai menjelang pagi.
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk senang dengan darah manusia dan juga darah hewan. Nyamuk mampu terbang antara 50 sampai 100 meter untuk jenis Aedes Aegypti. Belkin (1945) dan Perry (1946), melaporkan bahwa jarak terbang Anopheles Farauti lebih kurang 800 meter. Penyebaran nyamuk secara aktif menyebar menurut kebiasaan terbangnya, sedangkan secara pasif nyamuk terbawa angin atau kendaraan. Kepadatan nyamuk dipengaruhi oleh topografi dan kesuburan daerah, ada orang dan ternaknya untuk makanannya,
ada
kebun
untuk
istirahatnya
dan
ada
sumber
air
untuk
berkembangbiaknya.
2.3. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Binatang/Vektor di Kapal Menurut International Health Regulation (2005), Public Health Emergency Of International Concern (PHEIC) adalah suatu kejadian luar biasa yang dapat menjadi ancaman kesehatan bagi negara lain. Setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kreteria sebagai berikut: 1) Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat 2) KLB atau sifat kejadian tidak diketahui 3) Berpotensi menyebar secara International 4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh binatang/vektor yang dapat menyebabkan PHEIC adalah : 1. Tikus a. Pes Paru
Universitas Sumatera Utara
Pes Paru merupakan penyakit zoonosis menular yang melibatkan binatang pengerat dan kutu tikus/pinjal yang hidup pada tikus, yang menyebarkan infeksi bakteri kepada berbagai binatang dan manusia. Dengan gejala klinis yaitu: demam, lemas, batuk, nyeri dada, sesak, batuk darah, hipotensi dan pingsan (syok) dengan masa inkubasi 1-7 hari. Penyebab penyakit ini yaitu: Yersinia pestis, basil gram negatif famili Enterobacteriaceae. Penyebaran penyakit ini antara lain binatang pengerat liar tikus penyebab Pes berada di Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan, Amerika Utara, Amerika Barat dan Asia. Pes endemis di Benua Afrika , Amerika dan Asia. Pada tahun 2003 sembilan (9) negara melaporkan 2118 kasus pes dengan 182 kematian, 98,7% kasus dan 98,9% kematian dilaporkan dari Afrika. Cara penularan dengan sumber paparan yang paling sering menghasilkan penyakit pada manusia diseluruh dunia adalah gigitan kutu tikus/pinjal tikus yang telah terinfeksi Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Pes Paru ditularkan melalui Aerosol dan Droplet infestion b. Demam Lassa Demam Lassa adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Lassa, dengan gejala klinis yaitu: demam akut, lemas, sakit kepala dan tenggorokan, batuk, mual, muntah dan diare, nyeri otot, sakit dada dan perut. Pada kasus berat terjadi pingsan (syok), efusi pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati, dan endema pada muka dan leher dengan masa inkubasi 6-21 hari. Penyebaran penyakit pada daerah endemis di Sierra leone, Liberia, Guinea dan Nigeria. Juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah, Kongo, Mali dan Senegal.
Universitas Sumatera Utara
Reservoir adalah binatang pengerat liar di Afrika Barat, yaitu sejenis tikus multimamat kompleks spesies dari Mastomys (I Nyoman, 2008). Cara penularan melalui udara atau kontak dengan eksreta dari binatang pengerat yang terinfeksi pada permukaan lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan dan air. Kontak langsung dengan darah melalui jarum yang tercemar atau kontak dengan sekret tenggorokan atau urine pasien 3-9 minggu dari masa sakit, dan melalui hubungan seksual. Masa penularan dari orang ke orang terjadi selama fase demam akut pada saat virus ada di tenggorokan. 2. Kecoa Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus hepatitis A, polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari beberapa spesies cacing (I Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi melalui beberapa mikro organime phatogen antara lain: Streptococcus, Salmonella, sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoak organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I Nyoman, 2008). 3. Nyamuk a. Yellow Fever Yellow Fever adalah penyakit demam kuning yang merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Yellow Fever termasuk genus Flavivirus, dengan gejala klinis: demam, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, mual, muntah
Universitas Sumatera Utara
pendarahan, badan menjadi kuning, gangguan fungsi hati, ginjal, otak, jantung, pencernaan, gangguan kesadaran. Angka kematian sampai 80% (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini mempunyai sejarah yang menyeramkan. Pada tahun 1940 ribuan orang meninggal di Sudan. Tahun 1960-1962, 30 ribu orang meninggal di Ethiopia, dan penyakit ini terus menyebar ke berbagai negara seperti: Senegal, Bolivia, Equador, Brazil, Colombia, Peru, Ghana dan lain-lain. Cara penularan yaitu melalui vektor nyamuk Aedes aegypty, Aedes aconitus yang juga merupakan vektor dari penyakit demam berdarah. Masa inkubasi penyakit ini 3 sampai 6 hari. b. West Nile Fever Penyakit ini adalah suatu penyakit menular yang disebabkan kelompok virus genus Flavivirus yang menyebabkan demam mirip demam dengue dan berlangsung selama 1 minggu atau kurang, dengan gejala klinis demam, sakit kepala, lesu, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, pada umumnya takut pada cahaya (fotophobia), dengan masa inkubasi 3-12 hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini menyebabkan KLB di Mesir, Israel, India, Perancis, Rumania, Republik Ceko, dan tersebar di Afrika, daerah Mediteran Utara dan Asia Barat. Cara penularan penyakit ini melalui gigitan nyamuk infektif Culex univittatus di Afrika Selatan, Culex modestus, Culex pipiens di Israel. Masa penularan tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, dimana nyamuk terinfeksi menularkan virus sepanjang hidupnya (I Nyoman, 2008).
Universitas Sumatera Utara
c. Demam Berdarah Dengue (DHF) Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala, disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan timbul ruam kulit, dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran pencernaan, dan terjadi syok, dengan masa inkubasi 3-14 hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini pada derah endemis di Asia Tenggara, Cina Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Afrika, Amerika Selatan, Mexico, Karibia dan Amerika Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal, Taiwan, dan sebagian besar negara Pasifik. Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana masa penularan menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai saat demam berakhir. Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama hidupnya (I Nyoman, 2008).
2.4.
Pengendalian Vektor Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan
oleh kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih dan sehat. Menurut Depkes RI (2003), pengendalian kecoa di kapal di lakukan antara lain: 1. Pengendalian Non Kimia Pengendalian secara non kimia yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Pencegahan secara fisik agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan upaya yang dilakukan yaitu: dengan mengisolasi tempat vektor berkembang biak di kapal dan pada faktor risiko dengan cara memodifikasi habitat kecoa sehingga tidak menjadi habitat kecoa atau tempat yang tidak di sukai kecoa di kapal. b. Pengendalian secara lingkungan, yaitu dengan menciptakan kondisi faktor risiko lingkungan yang bersih sehingga kecoa tidaka akan betah berada di lingkungan tersebut. c. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami kecoa 2. Pengendalian Secara Kimia Pengendalian yang
memakai bahan kimia insektisida, baik yang sifatnya
menolak (reppelent) dan menarik (attractant). Pada umumnya bahan kimia yang dipakai untuk pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor (khlordane, dieldrin, heptaklor, lindane) dan organopospat majemuk (diazinon, malathion, dan ronnel). Metode yang dilakukan dengan cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk pemaparan banyak digunakan diklorovos, propoxur, kepone yang diformulasikan dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent digunakan pyretrin dan dikloros. Menurut (Davidson dan Peairs, 1966) mengatakan metode penyemprotan banyak memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau lindane.
2.5. Komitmen Kesehatan Dunia International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun
Universitas Sumatera Utara
negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu International Health Regulation (IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Depkes RI, 2008). Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti: a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.
Universitas Sumatera Utara
PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia. KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008). WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas. Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008). Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria sebagai berikut: : a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat. b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui c). Berpotensi menyebar secara Internasional
Universitas Sumatera Utara
d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya
2.6. Landasan Teori Pemeriksaan kesehatan kapal perlu dilakukan, mengingat kapal membawa vektor penyakit, baik terhadap isi dan muatan kapal maupun orang yang mungkin tertular dari luar negeri. Isi dan muatan kapal merupakan faktor risiko terhadap berkembangbiaknya vektor penyakit, baik penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah. Keberadaan vektor tersebut dapat disebabkan pada isi dan lingkungan fisik/ ruangan yang ada pada kapal tersebut seperti ; kamar mandi/toilet, kamar anak buah kapal, gudang penyimpanan bahan makanan, tempat penampungan air bersih/tandon air (palka), dapur, sampah, pantry. Pada bagian tersebut umumnya vektor penyakit seperti tikus, kecoak dan nyamuk berkembang biak (Dirjen PPMPL,1996). Beberapa faktor risiko yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan penyebab terjadinya penyakit menular berpotensial wabah. Salah satu aspek penularan penyakit adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa melalui alat angkut kapal baik yang datang dari luar Indonesia maupun sebaliknya. Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan laut dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembang biakan kuman/vektor penyakit (Ditjen PP-PL 2007).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal, yaitu menjaga sanitasi kapal yang memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya di samping kontruksi dan kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik maka kompartemen di dalam kapal itu akan menyebabkan sebagai faktor risiko yang memungkinkan munculnya vektor di dalam kapal tersebut. Menurut
Kusnoputranto dan Susanna (2000), dalam bidang kesehatan
berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan faktor risiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan lingkungan, salah satunya adalah alat angkut. Tujuan dan ruang lingkup IHR adalah untuk mencegah, melindungi dan mengendalikan
terjadinya
penyebaran
penyakit
secara
Internasional,
serta
melaksanakan Public Health responce sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat . (IHR,2005) Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1962 ”Pemeriksaan kesehatan ialah pengunjungan dan pemeriksaan kesehatan terhadap keadaan kapal beserta isinya”
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep
Faktor Risiko Di Kapal - Dek - Kamar awak kapal - Toilet/kamar mandi - Dapur -Gudang persediaan makanan
Keberadaan Vektor penyakit di kapal - Ada - Tidak ada
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara