BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kandungan timbal pada permen dan bungkus permen
Timbal (Pb) tidak hanya terdapat pada cat pewarna pada bungkus tetapi juga terdapat pada permen. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh mahasiswa dari korea selatan terhadap permen yang sering dikonsumsi oleh anakanak kecil, menunjukkan bahwa logam berat seperti Pb terdapat juga pada permen dan bungkusnya. Pada penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa pada beberapa sampel permen yang sering dikonsumsi oleh anak-anak kecil tersebut mengandung logam Pb yang cukup tinggi terutama pada bungkus permen. Banyaknya merek permen yang beredar di korea selatan dengan jenis yang berbeda dan desain bungkus yang beraneka ragam membuat tertarik anak-anak kecil untuk membelinya dan logam Pb pada cat pewarna bungkus dapat terkontaminasi ke tangan mereka, dimana banyak anak-anak yang masih punya kebiasaan untuk mengemut tangan sehingga jika logam Pb ini masuk kedalam tubuh maka dapat menimbulkan penyakit kanker.
Kandungan timbal (Pb) ini dapat dengan mudah ditemukan pada permen dan bungkus permen dengan merek yang beredar sekarang. Dimana timbal (Pb) ini diketahui terdapat pada cat pewarna bungkus permen. Pada cat pewarna bungkus tersebut memiliki pigmen yang berfungsi sebagai pemberi warna pada cat. Pigmen pada cat ini mengandung logam timbal (Pb) tapi dalam bentuk senyawa yaitu antara lain: Pb3O4 (pigmen red 105) dan Ca2PbO4 (pigmen brown 10). Timbal (Pb) ini terdapat pada permen karena adanya beberapa faktor yaitu bahan baku pembuatan permen yang telah mengandung timbal (Pb), media produksi permen yang berbasis logam, kemasan permen yang mengandung timbal dan zat aditif dalam permen (Ki-Cheol Kim,2008).
2.2. Kandungan Logam Berat
Istilah “logam” secara khas memberikan suatu unsur yang merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan ditempa, kekerasan, dan keelektropositifan yang tinggi. Istilah “logam berat” digunakan secara luas dalam literatur ilmiah untuk memberikan terhadap logam beracun. Defenisi “logam berat” terutama berdasarkan (1) gaya berat spesifik logam (lebih besar dari 4 atau 5), (2) tempatnya pada Tabel Periodik, sebagai contoh, unsur-unsur dengan jumlah atom 22-34 dan 40-52, serta lantanida dan aktinida, dan (3) tanggapan spesifik biokimiawi di dalam hewan dan tumbuhan (Connel, D.W. 1995).
Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Disamping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup (Darmono, 1995).
Disamping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam proses fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangkan logam nonesensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak organ – organ tubuh makhluk yang bersangkutan (Vogel, A.I. 1994).
Logam berat (heavy metal) atau logam toksik (toxic metal) adalah bentuk umum yang digunakan untuk menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan tergolong berbahaya bila masuk ke dalam tubuh makhluk hidup.
Logam berat yang terdapat baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut juga sebagai trace metals. Trace metals seperti Cadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg) mempunyai berat jenis sedikitnya 5 kali lebih besar daripada air (Nugroho, A. 2006).
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga menggangu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, tetratogen, atau karsinogenik bagi manusia maupun hewan (Widowati, W. 2008).
2.3. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi (11,48 g ml- 1 pada suhu kamar). Ia mudah melarut dalam asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) (Vogel, A.I,1994). Timbal mempunyai kimiawi kation yang dapat ditetapkan secara baik, kebanyakan garam timbal hanya larut sebagian dalam air (Cotton,F.A,2009). Timbal merupakan senyawa yang mengandung toksik yang tinggi dan lebih dikenal dalam masyarakat daripada arsenik saat ini. Polusi timbal dianggap oleh para ahli menjadi masalah lingkungan utama yang dihadapi dunia modern (Meyer, 1990). Logam berat secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan manusia seperti Timbal (Pb) dapat mengakibatkan penghambatan sistem pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia, sistem ginjal, sistem produksi dan dapat merusak sel-sel. Walaupun jumlah timbal yang diserap sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawasenyawa timbal dapat memberikan efek racun terhadap organ yang terdapat di dalam tubuh (Palar, H. 2008).
Timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik. Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia. Timbal adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya. Timbal di dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim, penggunaan Pb untuk proses pembuatan makanan kaleng sudah banyak menurun, tetapi sumber toksisitas Pb pada anak umur sekitar 2 tahun ialah 45% dari makanan terkontaminasi, 45% dari debu, dari barang yang dijilat atau dimakan 8% dan 1% dari udara. Bayi dan anak-anak biasanya lebih peka terhadap toksisitas Pb dari pada orang dewasa. Gejala keracunan akut Pb pada anak dimulai dengan hilangnya nafsu makan (anoreksia), kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah, tidak berkeinginan untuk bermain, berjalan sempoyongan, sulit berkatakata, ensepalopati dan akhirnya koma (Darmono, 1995).
2.4. Permen (Candy) Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary)/makanan berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup fruktosa. Permen adalah gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan mencampurkan gula dengan konsentrasi tertentu ke dalam air yang kemudian ditambahkan perasa dan pewarna. Permen yang pertama kali dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah, Mesir, Yunani dan Romawi tidak menggunakan gula tetapi menggunakan madu. Mereka
menggunakan
madu
untuk
melapisi
buah
atau
bunga
untuk
mengawetkannya atau membuat bentuk seperti permen (Minifie,B.W.1989). Candy atau permen merupakan makanan yang manis dan umumnya memiliki bentuk seperti batangan atau pieces. Permen sangat digemari oleh semua kalangan. Menurut jenisnya dikelompokkan menjadi dua macam yaitu permen kristalin (krim) dan permen non kristalin (amorphous). Permen kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok. Contoh permen kristalin adalah fondant, dan fudge. Sedangkan permen
non kristalin (amorphous) terkenal dengan sebutan “without form”, berdasarkan teksturnya dibedakan menjadi hard candy (hard boiled sweet), permen kunyah (chewy candy) (Winarno,F.G.2008). Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis permen, Permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen. Permen yang tergolong sebagai permen lunak diantaranya: 1. Permen Jelly Permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karegenan, gelatin, dan lainlain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. 2. Taffy Taffy adalah permen lunak dan kenyal yang dibuat dari gula mendidih yang ditarik hingga porous kemudian benang tipis taffy dipotong dan digulung pada gulungan kertas minyak. Taffy terbuat dari molases, mentega, dan gula palm (brown sugar). Taffy sering diberi pewarna dan perasa. Di Inggris, taffy disebut toffy, sedikit lebih keras dibandingkan taffy di Amerika. 3. Nougat Nougat popular di Eropa khususnya Prancis, Spanyol, dan Italia. Nougat adalah permen yang terbuat dari kacang panggang (kenari atau hazelnut) dan buah kering yang dimasak dalam madu atau gula hingga membentuk pasta. Ada dua macam nougat yaitu putih dan cokelat. Nougat putih dibuat dari putih telur yang dikocok sampai halus, sedangkan nougat cokelat terbuat dari gula yang menjadi karamel dan memiliki tekstur keras. 4. Karamel Karamel ditemukan di Arab. Awalnya karamel adalah gula hangus yang digunakan oleh para putri untuk perontok rambut bukan sebagai permen. Karamel dihasilkan saat gula dipanaskan pada suhu sekitar 320-350°C
sehingga menjadi cairan kental dengan warna keemasan hingga coklat gelap. Penambahan vanila, sirup jagung, mentega, dan susu menghasilkan permen yang lengket dan berawarna coklat. 5. Marshmallow Marshmallow adalah jenis permen yang memiliki tekstur seperti busa. Marshmallow terbuat dari sirup jagung, gelatin atau putih telur, gula, dan pati yang dicampur dengan tepung gula. Marshmallow pada skala pabrik dibuat dengan mesin ekstrusi. Marshmallow sering dimakan setelah dipanggang di atas api sehingga bagian luar marshmallow mengalami karamelisasi sedangkan bagian dalam sedikit mencair (De Man,J.M.1980). 6. Permen Karet Permen karet (chewing gum) merupakan yang pada dasarnya terbuat dari lateks alami atau sintetis yang dikenal dengan nama poliisobutilen. Permen karet pertama yang dijual di pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun 1800an tetapi paten pertama dari permen karet dimiliki oleh William F. Semple pada tahun 1869. Permen karet (chewing gum) memiliki banyak macam varietas, yaitu: •
Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam gum ball machines dan terdiri dari berbagai warna.
•
Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik unik yaitu dapat ditiup.
•
Sugarfree gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis buatan.
•
Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen konvensional dengan permen karet.
•
Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi tertentu, misalnya Nicogum yang membantu mengatasi kecanduan perokok dan Vibe Energy Gum yang mengandung kafein, ginseng, dan teh hijau.
Hard candy dengan kandungan total solid sebanyak 97% memberikan tekstur yang baik dan memberikan umur simpan yang optimal. Akan tetapi jika semua hanya terdiri dari sukrosa maka akan menjadi lewat jenuh, sehingga karbohidrat ini menjadi tidak stabil. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan campuran sukrosa dan sirup glukosa. Sirup glukosa yang digunakan dapat meningkatkan viskositas dari permen sehingga permen tetap tidak lengket dan mengurangi migrasi molekul karbohidrat. Permen yang jernih dapat dihasilkan dengan kandungan air yang rendah dan penambahan sirup glukosa yang akan mempertahankan viskositas tinggi (Faridah,2008).
Produk ini dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar kira-kira 3%. Biasanya suhu digunakan sebagai penunjuk kandungan padatan. Sesudah didihkan sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan (kurang lebih 1500C) sirup dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum dan dengan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal. Kristalisasi dalam produk-produk ini berakibat mengurangi penampilan yang jernih seperti kaca dan membentuk masa yang kabur. Kekurangan ini disebut graining, dan mengakibatkan penampilan yang kurang memuaskan dan terasa kasar pada lidah.
Kritalisasi akan terjadi secara spontan tetapi dapat dicegah dengan menggunakan bahan-bahan termasuk sirup glukosa dan gula invert yang tidak mengkristal tetapi sangat menghambat terjadinya kristalisasi pada permen. Bahan ini ditambahkan pada ramuan dan dibuat selama proses pemasakan dengan katalis seperti tartrat untuk menghidrolisis sukrosa (Buckle, K.A,2007).
Beberapa komposisi permen secara umum yang terdapat pada permen yaitu : 1. Sukrosa dan glukosa Permen yang sering kita konsumsi memiliki rasa yang sangat manis lantaran mengandung sukrosa atau gula pasir. Glukosa pada permen memiliki peran untuk memperbaiki tekstur permen agar terasa lembut. 2. Sakarin atau Siklamat Sakarin di dalam permen berguna sebagai pemanis buatan agar permen lebih manis. 3. Asam malat Kandungan asam malat pada permen berguna untuk memberi rasa asam atau segar seperti buah-buahan. 4. Asam Sitrat Digunakan sebagai pengawet alami yang menghindarkan dari antioksidan. 5. Zat pewarna Zat pewarna pada permen yang digunakan pada permen ada yang bersifat alami dan sintetik. Pewarna alami yang digunakan pada permen berasal dari buahbuahan, susu, coklat atau berasal dari bahan-bahan rempah. Pewarna sintetik juga sekarang sudah digunakan sebagai pewarna pada permen karena warna yang diberikan lebih baik dibandingkan dengan pewarna alami, misalkan : Bahan pewarna Tartrazin, Sunset Yellow, dan Eritrosin (Isabella,2010). 6. Zat tambahan lainnya Zat tambahan lain yang digunakan sebagai pemberi rasa pada permen agar memiliki rasa yang menarik sehingga menarik minat untuk membelinya. Biasanya
yang
digunakan
(Sherrington,K.B.1994).
adalah
Susu,
Coklat
ataupun
Kopi
Komposisi pada sampel permen adalah sebagai berikut : 1. Sampel permen A Komposisi permen adalah Sirup glukosa, gula, air, penstabil (gelatin sapi), humektan (sorbitol), pengatur keasamaan asam sitrat, asam laktat, perisa (stroberi, apel, lemon), bahan pelapis minyak nabati, pewarna tartrazin Cl. 19140 (E102), merah alura Cl. 16035 (E129), dan biru berlian Cl. 42090 (E133). 2. Sampel permen B Sirup gukosa, gula, air, penstabil (gelatin sapi), humektan (sorbitol), pengatur keasaman sitrat, asam laktat, ektrak buah (stroberi, melon dll.), pewarna (karmoisin Cl. 14720, tartrazin Cl.19140, biru berlian Cl.42090). 3. Sampel permen C Gula, glukosa, susu kental manis, mentega, kakao, trikalsium fosfat, pengemulsi nabati, perisa (stroberi, coklat, melon, susu), ekstrak buah (stroberi, melon), pewarna (karmoisin Cl.14720, tartrazin Cl. 19140, biru berlian Cl. 42090). 4. Sampel permen D Gula, sirup glukosa, ektrak mint bubuk (1%), perisa artifisial berleymint, mentol kristal, dan pewarna biru berlian Cl. 42090.
Pada produksi permen dengan skala industri sekarang ini menggunakan peralatan yang lebih modern untuk menghasilkan produk permen yang lebih baik. Ada beberapa proses yang dilakukan dalam pembuatan permen atau candies antara lain:
1)
Whipping dan Aeration Untuk memperoleh hasil yang baik, biasanya ke dalam bahan dicampurkan surfaktan dan protein, kemudian dilakukan beating (whipping) campuran bahan secara mekanis. Proses ini menyebabkan udara atau nitrogen akan tertahan oleh protein, sehingga tekstur permen tidak keras.
2)
Pembentukan atau pencetakan Pembentukan atau pencetakan permen dapat dilakukan menggunakan alat ekstruder atau dengan menggunakan alat cetakan (moilding).
3)
Rolling dan cutting Merupakan proses dalam pembuatan permen berbentuk batangan atau pieces, terutama terhadap produk-produk plastis seperti karamel, fudge, nougat dan berbagai pasta. Campuran bahan permen-permen yang berbentuk plastis karena kandungan airnya, lemak dan suhunya, kemudian dialirkan ke suatu roller untuk menghasilkan lempengan dengan ketebalan tertentu. Lempengan atau lembaran ini kemudian di alirkan ke peralatan cutting (pemotongan) untuk dipotong-potong sesuai bentuk yang diinginkan.
4)
Die Forming Proses ini banyak digunakan dalam pengolahan hard candy dan beberapa jenis karamel dan toffee. Permen-permen tersebut dibentuk menjadi normal, flavored pieces, filled pieces (bonbon) dan pulled candy. Prinsip proses ini adalah pendinginan sirup yang telah didihkan dalam kondisi yang terkontrol sampai bertekstur plastis. Kemudian dibentuk menjadi “rope” atau bentuk tali yang dengan menggunakan peralatan dengan saluran keluar berbentuk “dies” dilakukan pengepresan membentuk berbagai bentuk atau pola yang dikehendaki. Kemudian segera dialirkan ke alat pendingin dan pembungkus. Modifikasi dari prinsip ini dilakukan pada karamel dan permen kunyah (chewy candies). Dalam hal ini “rope” juga dihasilkan, tetapi langsung dialirkan ke peralatan “cut and wrap machine”, yang menggunakan sistem pemotongan dengan pisau yang berputar dengan cepat yang memotong “rope” menjadi
potongan-potongan yang kecil. Potongan-potongan kecil atau pieces tersebut kemudian dialirkan ke bagian alat pengemas.
5)
Panning Terdapat dua macam “panning” gula yaitu hard panning dan soft panning. Dalam hard panning, lapisan sirup dan gula berturut-turut dibentuk di atas “center” (bahan yang digunakan untuk mengisi bagian tengah permen) yang cocok, misalnya kacang-kacangan dan dikeringkan dengan dengan udara hangat. Soft panning dilakukan dengan cara yang sama dengan hard panning tetapi merupakan proses dingin. Center yang lunak digunakan, misalnya pasta, jelly, atau karamel lunak dan dilakukan pelapisan dengan gula atau sirup glukosa. Setelah dilakukan pelapisan sampai ukuran dan berat yang benar,lalu permen dikeringkan.
6)
Pelapisan (Edible Coating) Kadang-kadang produk-produk permen diberi lapisan luar yang berupa coklat, “confectioner glaze” untuk pengkilatan, mineral oil untuk mengkilatkan dan zein (salah satu fraksi protein jagung).
7)
Pengemasan atau pengepakan Produk permen yang telah diproduksi, dikemas dalam bahan pengemas primer, berupa kertas, edible film atau plastik, yang selanjutnya dikemas dengan pengemas sekunder baik berupa karton maupun kaleng (Donald,M.1984).
2.5. Sistem Pengemasan (Bungkus)
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pengan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. Kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang
diinginkan. Penyebab kerusakan pangan dapat terjadi karena perubahan fisik karena suhu, seperti pelunakan coklat atau pemecahan emulsi. Perubahanperubahan biokimia dan kimia karena mikroorganisme atau karena interaksi antara berbagai komponen dalam produk, seperti pencoklatan pada daging adalah contoh perubahan kimia yang tidak dapat dikendalikan seluruhnya oleh pengemasan. Namun, secara nyata pengemasan akan berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan tersebut dalam keadaan bersih dan dalam keadaan higienis.
Bahan pengemasan yang digunakan untuk bahan pangan dapat berupa bahan kemasan tipis yang fleksibel. Istilah plastik tipis yang fleksibel (flexible film) termasuk bahan-bahan yang dibuat dari aluminium foil, kertas, selulosa yang diregenerasi dan sekelompok polimer organik. Masing-masing dapat dibentuk dalam ukuran, komposisi kimia, struktur fisik dan sifat-sifat lain yang berbedabeda. Plastik tipis yang bersifat fleksibel ini mempunyai perbedaan dalam ketahanan terhadap asam, basa, lemak dan minyak dan pelarut organik (Buckle, K.A,2007).
Banyak sekali material yang dapat digunakan sebagai bahan kemasan, diantaranya adalah logam, kayu, plastik, gelas dan kertas. Pemilihan bahan kemasan ini sangatlah penting dan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Mempunyai kekuatan mekanis sehingga dapat menjaga mutu, penampilan dan kandungan produk. 2. Mempunyai penampilan yang menarik. 3. Tidak beracun dan dapat digabungkan dengan bahan minuman. 4. Aman bagi kesehatan. 5. Memberi perlindungan terhadap gas dan bau. 6. Memberi perlindungan terhadap pengaruh cahaya. Setiap kemasan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing (Kantor Bea Cukai,1997.,Desrosier,1998).
Pengemasan modern adalah perlindungan sempurna terhadap produk dari sinar matahari, panas, debu/kotoran, insekta dan lain-lain sehingga sangat higienis dan terjaga kualitasnya untuk jangka waktu luang. Sistem pengemasan modern melibatkan berbagai macam informasi mengenai produk, seperti komposisi, merek, nama produk, produsen, kode produksi, dan tanggal kadaluarsa selain itu dapat memudahkan pengangkutan dan penyimpanan.
Adapun kekurangan pengemasan modern antara lain bahan bakunya kebanyakan dari sumber daya alam yang tidak diperbaharuhi sehingga untuk memproduksinya memerlukan banyak energi, biayanya mahal, baik selama proses maupun setelah jadi barang. Penggunaan pengemasan modern hanya sesaat, kemudian dibuang sebagai sampah, dan tidak dapat atau sulit diuraikan oleh mikroorganisme pengurai dikarenakan beberapa diantaranya mengandung zat berbahaya dan beracun ( www.republik.co.id (Siregar,2004)).
Permen umumnya menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Bahan pembungkus untuk permen terdiri dari foil yang dilapisi LDPE, PVDC, Selophan, Plastik Polietilen serta paduan Alumunium foil dan kertas glasin (Wax paper). Alumunium foil merupakan salah satu jenis kemasan fleksibel dengan kemurnian alumunium tidak kurang dari 99,45%, 0,45% besi, 0,1% Silikon dan mempunyai ketebalan kurang dari 0,152 mm.
Plastik yang digunakan sebagai pembungkus pada permen juga memiliki kelemahan yaitu mempunyai permeabulitas yang tinggi terhadap gas organik dan oksigen, maka masih mungkin bahan akan teroksidasi dan mengalami kerusakan. Bahan plastik ini tersusun oleh monomer-monomer yang tidak larut oleh air. Monomer dapat berpindah dari plastik kepada makanan lalu masuk kedalam tubuh manusia sehingga dapat menimbulkan penyakit yang kronis seperti kanker. Perpindahan ini terjadi oleh karena adanya panas, asam, dan lemak. Udara dapat menembus plastik melalui pori-pori plastik sehingga dapat menimbulkan terjadinya pengembunan uap air didalam kemasan ketika suhu menjadi turun.
2.6. Pewarna Pada Kemasan
Warna yang terdapat pada kemasan berasal dari cat yang digunakan untuk mewarnai bungkus permen agar terlihat menarik. Adapun komponen-komponen penyusun pada cat yang digunakan pada bungkus permen adalah sebagai berikut:
1. Binder atau resin Binder merupakan perekat cat ayng terbuat dari bahan alam atau sintetik atau polimer. Bahan alam yang digunakan sebagai perekat seperti getah dammar, gim arab, minyak linsed dan lain-lain. Jika dibutuhkan cat dengan daya tahan tinggi terhadap sinar matahari, maka resin yang tepat adalah Acrylic atau polyurethane, namun jika dibutuhkan cat dengan kekuatan tinggi terhadap kimia, gesekan, benturan dll, maka digunakan resin Epoxy.
2. Pigmen Pigmen merupakan bahan padat yang memberikan warna pada cat dimana pigmen ini dalam bentuk partikel yang sangat kecil yang digunakan dalam suatu media tetapi tetap tidak larut dalam media cat. Sifat-sifat dari pigmen yaitu mendukung warna, opacity, menaikan ketahanan film terhadap sinar ultraviolet, menaikan ketahanan terhadap korosi, dan menaikan sifat ketahanan. Beberapa jenis pigmen yang mengandung timbal (Pb) antara lain:
a. Red lead Red lead sering disebut sebagai pigmen red 105 dengan nama formulanya Pb3O4. b. Basic lead silicochromate Pigmen ini mengandung senyawa PbSiO3 dan PbCrO4, dimana memiliki kualitas yang baik pada cat.
c. Calcium Plumbate Pigmen ini dikenal juga dengan pigmen brown 10 dengan formula Ca2PbO4. Calcium plumbate merupakan agen pengoksidasi yang sangat ampuh yang dimana bereaksi dengan asam dan lemak. Pigmen ini sangat mendukung kekuatan pada cat.
3. Solvent Solvent atau diluent merupakan suatu cairan yang memiliki kemampuan untuk melarutkan suatu material. Salah satu solvent yang sering digunakan adalah thinner karena memiliki kemampuan untuk mengencerkan cat sesuai yang diinginkan. Selain itu juga ada cat yang menggunakan pelarut air tetapi tidak dianggap sebagai solvent karena tidak melarutkan resin.
4. Additive Bahan additive ini sering ditambahkan pada cat namun dalam jumlah sedikit tapi memberi kontribusi yang sangat besar terhadap sifat cat, sehingga cat dapat diproses, disimpan dan dipakai seperti harapan kita. Selama proses pembuatan,
penyimpanan
dan
pemakaian
dinilai
kualitasnya
secara
menyeluruh, kemudian kelemahan dan masalah yang timbul dicoba untuk diatasi dengan variasi jenis dan takaran beberapa additive. Additive ditambahkan ke dalam cat disesuaikan dengan solvent apa yang dipakai.
Penggunaan logam berat seperti timbal juga terdapat pada cat yang digunakan pada bungkus permen, karena timbal merupaka komponen utama pada cat agar warna yang dihasilkan lebih bagus dan terang.
2.7. Ambang Batas Logam Berat Dalam Permen
Sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan dan obat mengatur bahwa batas maksimum cemaran logam pada permen adalah Pb (timbal) 1,0 mg/Kg (BPOM, 2009).
2.8. Teknik Sampling
Suatu sampel yang ideal harus memiliki semua sifat intensif yang identik dengan keseluruhan materi dari mana dia berasal. Faktor-faktor yang harus diperhatikan terutama adalah variasi yang diperbolehkan dalam materi, ketepatan metode pengujian dan keadaan dari materi yang digunakan. Skema sampling baru dapat dinyatakan bila rata-rata sampel memberikan sebuah estimasi yang tidak menyimpang/bias dari rata-rata populasi sampel. Sampel juga harus memberikan sebuah estimasi yang tidak menyimpang dari varians populasi. Kedua hal tersebut dapat tercapai bila setiap unit ukuran yang mungkin terpilih mempunyai kesempatan yang sama harus mencapai estimasi nilai pusat dan penyebarannya seteliti mungkin. Untuk materi tersebut, berat sampel yang diambil secara acak harus makin besar dengan makin bertambahnya variasi komposisi, tergantung pada ketelitian analisis yang dikehendaki dan sifat ukuran partikelnya.
Jika suatu materi yang akan diambil sampelnya dibagi-bagi menjadi unitunit sampling, maka ada dua cara sampling acak. Sejumlah sampel dapat dipilih secara acak dari badan materi atau sampling dapat distratifikasi dengan pertama kali memilih dari sejumlah unit-unit sampling dan kemudian dilakukan sekali lagi sampling di dalam unit-unit tersebut dengan prosedur acak. Jika suatu estimasi rata-rata populasi adalah tidak menyimpang dengan estimasi varians minimum, maka jumlah sampel yang diambil untuk tiap strata adalah diambil dengan ukuran strata dan standar deviasinya yaitu :
𝑊𝑟 (𝜎0 )𝑟 𝑛𝑟 = ∑ 𝑊𝑟 (𝜎0 )𝑟 𝑛 dimana nr, jumlah sampel dari strata r, n jumlah total sampel, Wr bobot statistik strata (σ0)r, deviasi standar dengan strata ke r. Jumlah sampel di dalam strata harus sesuai dengan ukuran strata, ini dikenal sebagai sampling representatif yang memberikan estimasi yang tidak bias dari rata-rata populasi, tetapi menghasilkan varians estimasi yang besar, kecuali bila varians homogen di seluruh strata.(Khopkar,S.M.2010)
2.9. Metode Destruksi
Dalam analisa logam timbal (Pb) menggunakan Spektroskopi Serapan Atom, senyawa yang akan dianalisa harus dimodifikasi terlebih dahulu menjadi unsur-unsur dan untuk mengubahnya menjadi unsur dapat dilakukan perlakuan destruksi. Dalam metode destruksi ini dikenal dua jenis yaitu metode destruksi kering dan destruksi basah.
2.9.1. Destruksi Kering
Dalam destruksi metode kering modifikasi senyawa menjadi unsur dilakukan dengan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan yang tinggi. Dalam menentukan suhu pengabuan yang akan dilakukan pada sampel perlu dilakukan peninjauan terhadap jenis dan sifat-sifat fisika maupun kimia unsur yang akan dianalisa. Bila sampel yang akan dianalisa memiliki sifat yang mudah menguap seperti halnya kadmium dan kromium maka proses modifikasi senyawa dengan metode ini akan menghasilkan hasil yang kurang baik dikarenakan pada suhu tinggi senyawa tersebut akan menguap habis. (Suhu yang digunakan untuk mendestruksi kadmium dan kromium adalah 3200C – 4200C.
Semakin rendah suhu yang digunakan dalam modifikasi dengan metode destruksi kering maka semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk proses ini, sedangkan semakin tinggi suhu pengabunan maka semakin besar pula kemungkinan hasil yang diperoleh tidak sesuai dikarenakan semakin besar kemungkinan kehilangan unsur yang akan dianalisis karena menguap. (http://www.pkm.dikti.net).
2.9.2. Destruksi Basah
Dalam metode ini perlakuan yang dilakukan dengan pemanasan sampel dan penambahan asam-asam pekat atau campuran dari asam-asam pekat. Jika asam yang digunakan cukup untuk mengoksidasi sampel, maka sampel dipanaskan dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan dalam waktu yang cukup lama, dan sebagian besar sampel telah teroksidasi sempurna (Altmatsier, 1987).
Metode destruksi ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari kehilangan mineral akibat pemanasan yang dilakukan. Zat-zat yang digunakan dalam metode ini adalah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2. Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, timah, seng, dan tembaga. Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan, yaitu : 1.
Destruksi basah menggunakan HNO3dan H2SO4
2.
Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan HClO4
3.
Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2
Metode ini memiliki keunggulan dari metode kering yaitu metode yang digunakan sederhana, oksidasi kontinu, dan unsur-unsur yang digunakan mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan metode analisis tertentu seperti Spektroskopi Serapan Atom. Metode ini juga memiliki kekurangan yaitu reaksi
yang berlangsung sangat kuat dan dapat mengeluarkan residu, maka pemanasan harus dilakukan dengan senang hati-hati (Raimon,1992).
2.10. Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri Serapan Atom adalah metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar.
2.10.1. Prinsip dan Dasar Teori
Spektrofotometer Serapan Atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom di mana atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya.Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik.Dengan absorpsi energi, berarti lebih banyak memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2007). Jika cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada nyala yang mengandung atom-atom bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom dalam keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA (Walsh, A., 1955).
Berdasarkan proses atomisasi, maka metode spektrofotometri serapan atom dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Spektrofotometri Serapan Atom dengan Atomisasi Nyala Gambar 2.1. berikut menunjukkan bentuk skema komponen-komponen dasar dari suatu spektrofotometer serapan atom.
Tabung Katoda Cekung
Pemotong Berputar
Monokromator
Detektor Penguat
Pencatat
Nyala
Motor Sumber Tenaga
Bahan Contoh Oksigen Bakar
Gambar 2.1. Komponen-komponen Spektrofotometer Serapan Atom (Day, R.A. Jr.,Underwood,A.L.1988)
1.1. Sumber Tenaga Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari unsur yang ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang dibutuhkan oleh atom-atom dalam contoh.Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (Hallow chatode lamp).
1.2. Nyala dan Sistem Pembakar-Pengabut
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spektroskopi nyala suatu persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 20000K. Untuk memenuhi persyaratan ini digunakan suatu gas pembakar bersama-sama dengan suatu gas pengoksidasi/oksidator, seperti udara ataupun gas dinitrogen oksida (N2O) (Haswell, S.J, 1991). Tujuan sistem pembakar-pengabut adalah untuk mengubah larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik
ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara yang ditiupkan melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas betekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang halus.
1.3. Monokromator
Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.
1.4. Detektor
Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi menggunggah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada Spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT = Photo Multiplier Tube Detector) (Mulja,1997).
1.5. Pencatat
Pencatat merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
Sumber
umum
pada
absorpsi
atomic
adalah
tabung
katoda
berongga.Tabung ini mengandung katoda dan anoda yang cekung dan silindrik dalam suatu atmosfir gas inert (sering kali argon) pada tekanan rendah.Tabungnya dijalankan dengan sumber tenaga yang memberikan beberapa ratus volt.Atomatom gas terionisasikan di dalam lucutan listrik dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan katoda.Mengusir atom-atom logam yang telah tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spectrum garis dari logam yang menampakkan diri sebagai suatu basa di dalam ruangan pada katoda berongga (Day,R.A, 1988).
2. Spektrofotometri Serapan Atom dengan Atomisasi tanpa Nyala Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala.Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat sumber yang kontiniu.Di samping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin.Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsure spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar hollow cathode.Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsure yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atomatom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasikan kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator. Tinggi puncak diukur pada saat garis absorpsi dan garis emisi mempunyai lebar (pada setengah tinggi) yang sama. Lampu hollow cathodeyang dibuat dari bermacam unsure sekarang sudah tersedia. Lampu tersebut memudahkan pekerjaan karena tidak perlu lagi menukar lampu. Misalkan saja : (Ca, Mg, Al); (Fe, Cu, Mn); (Cu, Zn, Pb, Sn) dan (Cr, Co, Cu, Fe, Mn serta Ni) dikenal sebagai hollow cathode multi unsur (Khopkar,S.M, 2007).
Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom : 1. Karena absorpsi bergantung pada populasi keadaan dasar, maka kepekaan mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsure-unsur yang sukar dieksitasikan (misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm, sedang batas terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm). 2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada populasi yang tereksitasi. 3. Interferensi dari garis-garis spectrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar belakang nyala dapat diperkecil (Day,R.A, 1988)
2.10.2. Optimasi Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom
Pada peralatan optimasi Spektrofotometri Serapan Atom agar memberikan wacana dan sejauh mana sensitivitas dan batas deteksi alat terhadap sampel yang akan dianalisis, optimasi pada peralatan SSA meliputi : •
Pemilihan persen (%) pada transmisi
•
Lebar celah (slith width)
•
Kedudukan lampu terhadap focus slit
•
Kemampuan arus lampu Hallow Cathode
•
Kedudukan panjang gelombang (λ)
•
Set monokromator untuk memberikan sinyal maksimum
•
Pemilihan nyala udara tekanan asetilen
•
Kedudukan burner agar memberikan absorbansi maksimum
•
Kedudukan atas kecepatan udara tekan
•
kedudukan atas kecepatan asetilen
2.10.3. Kegunaan Spektrofotometer Serapan Atom
Metode Spektrofotmeter Serapan Atom (SSA) telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sampai saat ini telah digunakan untuk mendeteksi (menganalisa) hampir keseluruhan unsur-unsur logam dalam sistem periodik unsur. Metode SSA digunakan unutk menganalisa sampel yang terdapat didalam bentuk bahan-bahan biologi, pertanian, makanan dan minuman, air, tanah, pupuk, dan juga bahan-bahan pencemar lingkungan. Pada tahun terakhir ini alat SSA semakin sensitif dan canggih dan dapat digabungkan dengan komputer dan pengolahan datanya (Walsh, 1995).
2.10.4. Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Yang dimaksud dengan gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Gangguan yang berasal dari sampel yang mana dapat
mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut meliputi viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. Gangguan yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisa sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya terdapat dalam sampel. 2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi didalam nyala. Meliputi disosiasi senyawa yang tidak sempurna dan ionisasi atom-atom dalam nyala. Disosiasi tidak sempurna disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan didalam nyala api), misal oksida garam-garam fosfat, silikat, aluminat dari logam alkali tanah. Ionisasi ion dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi tinggi. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi maka akan menggangu pengukuran absorbansi karena spektrum atom tersebut mengalami ionisasi yang tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral. 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi dalam nyala. Hal ini juga dapat terjadi karena suhu atomisasi terlalu tinggi, penambahan senyawa penyangga, dan pengektraksian unsur yang akan dianalisis.
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption) Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan tersebut terjadi karena penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada didalam nyala (Rohman, 2007).