13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembentukan Spora (Sporulasi) Sporulasi adalah suatu respon terhadap penurunan kadar nutrisi dalam medium khususnya sumber karbon dan nitrogen. Pengaturan pembentukan spora bersifat negatif karena sel membuat repressor dari senyawa yang terkandung dalam medium untuk mencegah mulainya sporulasi. Jika proses tersebut menurun maka akan terjadi sporulasi (Moat et al., 2002). Sporulasi terbentuk pada akhir fase logaritmik dan awal fase stasioner (Fardiaz, 1992). Menurut Errington (2003), proses pembentukan endospora pada B. subtilis membutuhkan beberapa jam. Pada tahap I, terjadi perkembangan sel vegetatif yang ditandai dengan perubahan struktur morfologi sel. Sel terbagi secara asimetris (tahap II) dan menghasilkan dua bagian yaitu sel induk dan pre-spore. Kedua bagian ini memiliki perkembangan yang berbeda. Tahap III dari sporulasi, peptidoglikan pada septum terdegradasi dan pre-spore ditelan oleh sel induk, sehingga membentuk sel dalam sel. Aktivitas sel induk dapat mempermudah sintesis endospora dan membentuk korteks yang merupakan endapan dari suatu lapisan (tahap VI+V). Hal ini diikuti oleh berakhirnya dehidrasi dan pematangan endospora (tahap VI+VII). Akhirnya sel induk hancur pada saat program sel mati, dan endospora terbebas ke lingkungan. Endospora akan tetap dorman sampai berkecambah kembali pada kondisi yang sesuai. Tahapan pembentukan spora Bacillus subtilis terlihat pada Gambar 2.1. Faktor spesifik yang menginisiasi sporulasi adalah Guanosin trifosfat. Penurunan nutrisi juga dapat menyebabkan penurunan guanosin trifosfat. Pada sel B. subtilis yang sedang tumbuh, penurunan guanosin trifosfat cukup untuk memulai sporulasi (Moat et al., 2002).
Universitas Sumatera Utara
4 14
lapisan
pertumbuhan berkecambah
Tahap VI, VII Tumbuh, sel pecah
Siklus vegetatif
Sporulasi Pembelahan masingmasing kutub
Tahap V Lapisan spora korteks Dinding sel
Membrane sel
Pembelahan sel Tahap IV korteks
Pre-spora Sekat
Sel induk Tahap II Pembelahan sel Asimetrik
Tahap III penelanan
Sumber : Errington (2003)
Gambar 2.1 Tahapan pembentukan spora B. subtilis Bakteri Bacillus membentuk endospora yang bersifat tahan terhadap panas dan bahan kimiawi. Spora mengandung seluruh massa kering sel induknya, tetapi volumenya hanya sepersepuluh dari volume sel induk. Pembentukan spora dimulai dengan penimbunan bahan yang mengandung protein yaitu asam dipikolinat (asam piridin-2,6-dikarbonat). Asam ini terdapat dalam bentuk kalsium khelat yang berjumlah 10 sampai 50% dari massa kering spora. Asam ini terdapat dalam protoplas spora dan hanya terkandung dalam endospora yang thermo resisten (Schlegel & Schmidt, 1994).
Universitas Sumatera Utara
15 5
2.2 Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien dalam medium dan kondisi fisik. Selain ketersediaan nutrien dalam medium, agitasi juga sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan optimum untuk bakteri aerob. Agitasi diperlukan oleh kultur bakteri dalam media cair. Hal ini disebabkan karena sebagian bakteri membutuhkan udara. Untuk memperoleh campuran yang sesuai antara bakteri, nutrien dan udara, maka diperlukan agitasi yang optimal yaitu dengan menggunakan shaker (Vandekar & Dulmage, 1982). Laju pertumbuhan dan frekuensi pembelahan tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Pada periode pendek, pembelahan sel biasanya terjadi selama 20 menit, sel dapat mengalami duplikasi secara lengkap. Pada pertumbuhan eksponensial bakteri membelah setelah menggandakan volume dan sel (Schlegel & Schmidt, 1994). Kondisi pertumbuhan yang seimbang ditandai dengan pertambahan komponen sel secara teratur (Pelczar & Chan, 1986). Menurut Schlegel & Schmidt (1994), pada proses pertumbuhan terjadi sintesis protein dan komponen khusus pada sel vegetatif. Pertambahan komponen sel tidak hanya ditentukan dengan mengukur jumlah sel, akan tetapi juga mengukur jumlah komponen sel seperti DNA, RNA, protein dan produk-produk metabolisme tertentu. Pengukuran pertumbuhan bakteri dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode secara langsung, menghitung sel dengan menggunakan haemositometer untuk mengukur pertumbuhan bakteri pada tanah, air, makanan dan lain-lain (Case & Johnson, 1984). Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan cara mengamati kekeruhan dan melihat absorbansi sel dengan menggunakan alat spektrofotometer. Kelebihan dengan menggunakan spektrofotometer adalah dapat menentukan nilai absorbansi (optical density). Metode ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel dengan cepat, mudah, tidak merusak sampel, sedangkan kekurangannya adalah sel hidup dan sel mati tetap terukur (Brock & Madigan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
6 16
2.3 Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri 2.3.1 Sumber Karbon Karbon merupakan bahan utama untuk mensintesis sel baru. Menurut Vandekar & Dulmage (1982), sumber karbon harus dipilih secara hati-hati, dengan alasan semua Bacillus thuringiensis menghasilkan asam dari glukosa. Jika gula terlalu tinggi, maka pH medium akan turun, keadaan asam ini akan menghambat pertumbuhan B. thuringiensis. Beberapa sumber karbon yang telah diteliti untuk memproduksi bioinsektisida dari B. thuringiensis dengan fermentasi terendam adalah sirup jagung, sukrosa, gula, laktosa, glukosa, minyak kedelai dan molase dari tebu (Dulmage & Rhodes, 1971).
Molase merupakan produk samping dari proses
produksi gula dan masih memiliki kandungan gula, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media sumber karbon untuk pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Gula yang terkandung dalam molase terdiri dari monosakarida dan disakarida, gula jenis ini lebih mudah dikonsumsi oleh mikroba. Disamping itu molase juga mudah larut dalam air, tersedia cukup banyak dan harganya relatif murah (Cahyati, 1998). Menurut Wang et al. (1979), menambahkan bahwa glukosa dalam molase merupakan senyawa monosakarida yang mudah dimetabolisme oleh bakteri dibanding gula lainnya seperti sukrosa yang terkandung didalamnya. Moat et al. (2002) menyatakan bahwa lintasan metabolisme glukosa mengikuti lintasan Embden-Meyerhof, glukosa dikonversi menjadi glukosa-6fosfat sampai diubah menjadi asam piruvat. Sebagian besar bakteri memanfaatkan asam piruvat sebagai sumber karbon utama untuk memperoleh energi. Menurut Batubara (2011), molase juga kaya akan asam amino seperti lisin, alanin, glutamat dan aspartat. Kandungan protein kasar yang dimiliki oleh molase dapat mencapai 2,5-4,5% dan hampir separuhnya merupakan protein yang dapat dicerna. Selain molase, limbah cair tahu juga dapat dimanfaatkan sebagai media fermentasi dan pertumbuhan bakteri karena masih mengandung karbon dan nitrogen dengan rasio C/N sebesar 7:9 dan masih mengandung mineral-mineral
Universitas Sumatera Utara
177
lain. Limbah cair tahu ini dapat dimanfaatkan dengan cara diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai campuran media.
2.3.2 Sumber Nitrogen Salah satu komponen utama dalam medium yang sangat penting adalah sumber nitrogen, yang digunakan oleh bakteri untuk sintesis protein, asam amino, purin, pirimidin, DNA dan RNA (Vogel & Todar, 1996). Nitrogen berperan dalam pembentukan biomassa sel pada fase pertumbuhan dan pembentukan metabolit sekunder khususnya antibiotik golongan peptide (Umezawa et al., 1978). Bacillus thuringiensis membutuhkan nitrogen organik dalam bentuk asam amino. Kebutuhan asam amino sangat bervariasi antara suatu jenis bakteri dengan bakteri lainnya. Sebaiknya sumber nitrogen yang diberikan dalam medium terdiri dari beberapa jenis asam amino (Putrina & Fardedi, 2007). Sumber nitrogen juga berpengaruh terhadap sporulasi dan hasil metabolit primer atau sekunder dari suatu bakteri. Beberapa asam amino seperti asam aspartat, asam glutamat, alanin serta ion Mg2+, Mn2+, Zn2+, dan Ca2+ dalam konsentrasi yang cukup dapat memacu pertumbuhan dan sporulasi B. thuringiensis (Dulmage et al., 1990). Pada saat pertumbuhan, bakteri juga membutuhkan mineral dalam jumlah yang sedikit, seperti Ca, Zn, Fe, Co, Cu, dan Mo. Mineral-mineral ini berperan dalam pembentukan endotoksin pada Bacillus thuringiensis serta menjaga kestabilan spora terhadap panas (Dulmage & Rhodes, 1971). Media pertumbuhan yang lebih sering digunakan adalah nitrogen kompleks organik dari pada sumber nitrogen inorganik seperti nitrat, nitrit, dan ammonium sulfat (Aharonowit, 1980). Sumber nitrogen lain yang dapat digunakan adalah ekstrak khamir, pepton, kedelai, tripton, kasein, dan tepung ikan (Dulmage & Rhodes, 1971).
Universitas Sumatera Utara
18 8
2.3.3 Kondisi Lingkungan Salah satu faktor penting dalam mendukung pertumbuhan adalah nutrisi. Nutrisi untuk pertumbuhan mikroba dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu mikro nutrien dan makro nutrient. Mikro nutrien terdiri dari elemen yang diperlukan dalam jumlah sedikit akan tetapi diperlukan dalam proses metabolisme. Mikro nutrient tersebut adalah Mo2+, Zn2+, Cu2+, Mn2+, Na2+, vitamin, hormon pertumbuhan dan precursor metabolisme. Makro nutrien terdiri dari elemen yang diperlukan dalam jumlah yang banyak dan penting dalam pertumbuhannya seperti karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, pospat, Mg2+, K+, dan Ca (Shuler & Kargi, 2002). Selain nutrisi, suhu dan pH juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Bacillus sp. secara alami tumbuh baik pada pH netral, pH mempengaruhi reaksi enzimatis. Protein pada kondisi terlarut cenderung mudah berinteraksi dengan pelarutnya, sehingga bila terjadi perubahan pH larutan diatas atau dibawah pH optimum, maka akan langsung bersentuhan dengan sisi aktif enzim sehingga akan terjadi penurunan aktivitas enzim dengan cepat. Perubahan pH berpengaruh terhadap perpindahan proton dalam membran sel (Sing et al., 2008). Suhu memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan maupun pembentukan metabolit. Peningkatan suhu 10˚C pada saat pertumbuhan dapat meningkatkan kecepatan tumbuh dua kali lipat. Peningkatan suhu diatas optimum dapat mengakibatkan penurunan dan kematian sel. Suhu juga berpengaruh terhadap proses produksi. Suhu yang tinggi dapat membatasi suatu produksi karena dapat mengakibatkan pemutusan ikatan ion dan hidrogen pada struktur stabil enzim yang berakibat terjadinya denaturasi (Shuler & Kargi, 2002).
2.4 Bakteri Pembentuk Spora dan Manfaatnya Bakteri pembentuk spora meliputi genus Desulfotomaculum, Sporohalobacter, Sporolactobacillus, Sporosarcina, Syntrophospora, Amphibacillus, Clostridium dan Bacillus. Desulfotomaculum merupakan bakteri Gram-negatif yang motile, memiliki endospora yang terletak di bagian terminal sampai subterminal dari sel
Universitas Sumatera Utara
19 9
bakteri tersebut. Bakteri ini tumbuh pada suhu 20-70˚C (optimum 30-50˚C), tersebar di tanah dan rumen (Holt et al., 1994). Beberapa jenis dari genus Bacillus yang sudah dilaporkan dapat membentuk spora adalah Bacillus cereus, Bacillus megaterium, Bacillus firmus, Bacillus thioparus, Bacillus krulwichiae dan B. thuringiensis yang dapat dijumpai di dalam tanah. Bacillus thuringiensis merupakan bakteri tanah gram positif berbentuk batang dan pembentuk endospora. Endospora Bacillus memiliki dinding yang tebal dan resisten terhadap kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi, kekeringan, asam, radiasi dan terhadap bahan-bahan kimia seperti desinfektan. Bacillus thuringiensis bersifat aerobik, memiliki flagel yang terdapat pada seluruh permukaan sel. Bakteri ini juga mempunyai suatu keistimewaan yaitu memiliki kemampuan untuk membentuk kristal protein yang dibentuk di luar spora di dalam sel bakteri (Bai et al., 1993). Beberapa jenis dari genus Bacillus diantaranya adalah Bacillus polymixa dan B. subtilis yang dikenal sebagai bakteri kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Bakteri tersebut mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai mekanisme. Bakteri juga dapat membentuk endospora jika tanah dalam keadaan basa (Sulistiani, 2009). Bakteri pembentuk endospora dianggap sebagai komponen penting di dalam tanah. Kelompok bakteri ini berperan dalam siklus nitrogen tanah, oksidasi belerang dan transformasi unsur hara lainnya serta kemampuannya menghasilkan enzim kitinase yang dapat mendegradasi dinding sel jamur dan eksoskeleton serangga (Sulistiani, 2009). Bacillus thuringiensis banyak digunakan untuk menghasilkan insektisida mikroba. Secara komersial bioinsektisida B. thuringiensis telah digunakan secara luas untuk mengendalikan larva serangga hama (Quinlan & Lisansky, 1985). Penggunaan B. thuringiensis sebagai insektisida mikroba diharapkan semakin meningkat dan berkembang dengan ditemukannya galur-galur B. thuringiensis yang mempunyai aktivitas daya bunuh larva serangga yang lebih kuat (Rupar et al., 1991). Bacillus megaterium adalah salah satu bakteri probiotik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan tambak. Bakteri ini mampu
Universitas Sumatera Utara
20 10
menetralisir amoniak dengan menghambat proses denitrifikasi untuk membentuk nitrit dan nitrat serta bahan organik yang dapat menyebabkan pencemaran di perairan. Bahan organik tersebut akan didegradasi dan ammonia akan dinetralisir oleh B. megaterium (Sumaryanto & Trismilah, 2005).
2.5 Bacillus sp. Bacillus memiliki bentuk batang Gram positif pada kultur muda, motil (reaksi nonmotil kadang terjadi), membentuk spora yang biasanya tahan panas, aerob (beberapa spesies anaerob fakultatif), katalase positif dan oksidasi bervariasi (Cowan, 1974). Bacillus dapat menjadi gram negatif ketika memasuki fase pertumbuhan stasioner. Sebagian besar Bacillus merupakan bakteri mesofil yang tumbuh dengan suhu optimal antara 30-40˚C, meskipun ada beberapa yang termasuk golongan termofil dengan suhu optimal pada suhu 65˚C (Todar, 2009). Bacillus memiliki sifat pertumbuhan yang berbeda-beda, diantaranya ada yang bersifat mesofilik seperti B. subtilis, B. cereus. Bakteri ini termasuk ke dalam kelompok gram positif yang menghasilkan spora yang terletak ditengahtengah sel serta memiliki flagel peritrikus. Bacillus licheniformis merupakan bakeri gram positif yang mempunyai endospora refraktil berbentuk silindris atau elips yang terletak dibagian sentral dari permukaan sel dan bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif (Gordon, 1972). Bacillus thuringiensis merupakan bakteri tanah gram positif bersifat mesofilik, aerobik, memiliki flagel peritrikus, pembentuk spora yang memiliki dinding yang tebal, sehingga sangat resisten terhadap kondisi fisik yang kurang menguntungkan. Bakteri ini juga dapat membentuk kristal protein diluar spora didalam sel bakteri, yang bersifat toksin terhadap serangga koleoptera (Hannay & James, 1955).
Universitas Sumatera Utara