BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Deterjen
Deterjen berasal dari bahasa latin yaitu detergere yang berarti membersihkan. Detergen merupakan penyempurnaan dari produk sabun. Deterjen sering disebut dengan istilah detergen sintetis yang mana detergen berasal dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Kebutuhan akan detergen meningkat dengan adanya dua kelemahan pada sabun. Pertama, sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Masalah kedua ialah bahwa sabun biasa membentuk garam dalam air sadah yang mengandung kation logam-logam tertentu seperti Ca, Mg, Fe, dan Kation-kation tersebut menyebabkan garam-garam natrium atau kalium dari asam karboksilat yang semula larut menjadi garam-garam karboksilat yang tidak larut mengakibatkan warna cokelat pada pakaian.1
Masalah sabun dapat dikurangi dengan menciptakan deterjen yang lebih efektif yaitu deterjen sintetik. Deterjen sintetik ini harus mempunyai beberapa sifat, termasuk rantai hipofilik yang panjang dan ujung ionik polar. Juga ujung yang polar tidak membentuk garam yang mengendap dengan ion-ion dalam air sadah, sehingga tidak mempengaruhi keasaman air.2
1 2
Rigby Heinemann., 1992, Chemistry Two, Australian Pty. Ltd. Heinemann Education : Australia. Hart, Harold., 1998, Kimia Organik, Edisi Ke Enam, Penerbit Erlangga : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Deterjen dipengaruhi jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini menetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan dan mendispersikan kotoran dari cucian.
Natrium lauril sulfat adalah deterjen yang baik, karena garamnya berasal dari asam kuat dan larutannya netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam larutannya, sehingga dapat di pakai dengan air sadah. Sintesis garam natrium dari alkil hidrogen sulfat menghasikan detergen. Alkohol berantai panjang di buat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil hidrogen sulfat dan kemudian dinetralkan dengan basa. Tahap pembuatan surfaktan natrium laurel sulfat diperlihatkan pada Gambar 2.1 dibawah ini: CH3(CH2)10CH2OH + HOSO2OH Lauril Alkohol
CH3(CH2)10CH2OSO2OH + H2O
Asam Sulfat
Lauril Hidrogen Sulfat NaOH O
CH3-(CH2)10CH2
O
S
(Rantai lipofilik)
O-Na+ + H2O (Polar ujung hidrofilik)
O Gambar 2.1 Tahap Pembuatan Surfaktan Natrium Laurel Sulfat Dewasa ini, deterjen yang umum digunakan ialah alkil benzene sulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 10-14 direaksikan dengan benzene dan katalis Friedeft-Craft (AlCl3 atau HF) akan membentuk ikatan alkil benzene. Sulfonasi dan penetralan dengan basa akan melengkapi proses ini. Deterjen jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi pada lingkungan.3 3
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Penggolongan Deterjen
Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industry. Setelah Perang Dunia II, deterjen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradasi maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS.
Proses pembuatan deterjen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan permukaan, misalnya alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel-Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan dengan basa.4
Berdasarkan dapat tidaknya zat aktif terdegradasi, detergen terbagi atas dua bagian yaitu, detergen keras dan detergen lunak.
a. Deterjen Keras
Deterjen keras mengandung zat aktif yang sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan itu telah di pakai dan telah di buang. Hal ini diakibatkan adanya rantai cabang pada atom karbon, akibatnya zat tersebut masih aktif dan jenis inilah yang dapat menyebabkan pencemaran air, seperti Alkil Benzene Sulfonat.
b. Deterjen Lunak
Deterjen ini mengandung zat aktif yang relatif mudah untuk di rusak mikroorganisme karena umumnya zat aktif ini memiliki rantai karbon yang tidak bercabang, sehingga setelah dipakai, zat aktif ini akan rusak, contohnya Linier Alkil Benzene Sulfonat.5
4 5
www.chem.is.try.org,Metode Pengolahan Detergen (Tinjauan Pada Suatu Instalasi Pengolahan Air) 15 Juli 2008 Schwartz, A.M., 1958, Surface Aktive Agents and Detergents, Interscience Publisher, Inc : New York.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Komponen Penyusun Deterjen Deterjen adalah Surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derifat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Komponen penyusun deterjen adalah surfaktan sebagai bahan baku utama yang memiliki sifat pembersih, bahan penguat (builder), bahan pengisi (filler), bahan tambahan (additif), dan air sebagai bahan pelarut larutan pencuci piring.
2.3.1. Surfaktan
Detejen termasuk dalam kelas umum yang disebut dengan surfaktan yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan mengandung suatu ujung hidrofobik dan satu ujung hidrofobik. Surfaktan (surface active agents) menurunkan tegangan permukaan air dan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor hidrofiliknya terentang menjauhi permukaan air. Secara umum lambing untuk surfaktan diperlihatkan pada Gambar 2.2 dibawah ini.
Ekor hidrofobik
Kepala hidrofilik
Gambar 2.2 Lambang umum untuk suatu Surfaktan
Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antar muka dinamakan surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang menunjukkan bahwa molekul atau ion tersebut mempunyai affinitas tertentu baik solven polar maupun non polar. Tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus-gugus polar dan non polar yang ada padanya, amfifil dapat bersifat hidrofilik (suka air), lipofilik (suka minyak) atau bersifat seimbang.6 6
Ralp, J. Fessenden., 1982, Kimia Organik, Edisi Ke Empat, Jilid II, Penerbit Erlangga : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh, alkohol-alkohol berantai lurus, amina-amina dan asam asam semuanya adalah amfifil yang sifatnya dapat berubah dari hidrofilik atau lipofilik jika jumlah atom-atom karbon dalam rantai alkilnya bertambah. Oleh karena itu, etil akohol dapat bercampur dengan air dalam semua perbandingan. Sebagai bandingan, kelarutan amil akohol dalam air sangat berkurang, sedang setil alkohol dapat dikatakan bersifat lipofilik dan tidak larut dalam air.7
Surfaktan digolongkan berdasarkan struktur kimianya atau berdasarkan sifat gugus hidrofilik dan gugus hidrofobiknya. Surfaktan memiliki rantai atom karbon yang panjang yang merupakan bagian yang hidrofobik. Oleh karena adanya kedua bagian ini dalam suatu senyawa maka disebut dengan ampifilik.
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan negatif. Contoh dari jenis surfaktan anionik adalah alkil benzena sulfonat linier pada Gambar 3 di bawah ini, Alkohol Sulfat (AS), Alkohol Eter Sulfat (AES), Natriuum Laurel Eter Sulfat (SLES).
SO3-Na+ Gambar2.3 Alkil Benzena Sulfonat Linier
2. Surfaktan Kationik
Surfaktan ini merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan positif. Surfaktan ini terionisasi dalam air serta bagian aktif pada permukaannya adalah bagian kationnya. Contoh jenis surfaktan ini adalah ammonium kuarterner.8 7 8
ibid Myers, D., 2006. Surfactant Science And Technology. 3rd Edition. New Jersey : Jhon Wiley and Son, Inc.
Universitas Sumatera Utara
3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan yang tidak terionisasi di dalam air adalah surfaktan nonionik yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaanya tidak mengandung muatan apapun, contohnya: alkohol etoksilat, polioksietilen (R-OCH2CH).
4. Surfaktan Ampoterik
Surfaktan ampoterik dapat bersifat sebagai non ionik, kationik, dan anionik di dalam larutan, jadi surfaktan ini mengandung muatan negatif maupun muatan positif pada bagian aktif pada permukaannya. Contohnya: Sulfobetain (RN+(CH3)2CH2CH2SO3-.9
2.3.2. Builder (Bahan Penguat) Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan penurun tegangan permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Dalam pembuatan detergen, builder sering ditambahkan dengan maksud meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphat (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetat/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetat/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat). Builder juga berfungsi untuk mencegah mengendapnya kembali kotoran-kotoran yang terdapat pada bahan yang akan dicuci.10
9
Sastrohamidjojo, H. 2005, Kimia Organik, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Permono. Ajar., 2002, Membuat Detergen Bubuk, Penebar Swadaya : Jakarta.
10
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengisi (Filler) Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku yang berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku detergen semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Namun selain digunakan sebagai pembantu proses, bahan pengisi ini juga berfungsi meningkatkan kekuatan ionik dalam larutan pencuci. Pada umumnya sebagai bahan pengisi digunakan Natrium Sulfat (Na2SO4) Natrium Klorida, dan Natrium Pospat.11
Sekitar 50% dari Natrium Sulfat yang dikonsumsi di Amerika Serikat digunakan untuk membuat pulp Kraft. Kerk Garam, sesudah direduksi menjadi Natriun Sulfida atau sesudah dihidrolisis menjadi kaustik, digunakan sebagai bahan penolong untuk mencernakan kapur pulp dalam melarutkan lignin. Kira-kira 30% masuk kedalam ramuan detegen rumah tangga dan sisanya digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain pembuatan Kaca, Pakan ternak, Zat warna, Tekstil, dan Obatobatan. Membuat Natrium Sulfat bermutu tinggi adalah dengan proses Hargreaves. Persamaan reaksinya adalah:
4NaCl + 2SO2 + 2H2O + O2
2 Na2SO4 + 4HCl.
Dari keseluruhan produksi natrium sulfat yang dihasilkan, 46% berasal dari air garam alam. Sumber utama Natrium Sulfat yang berasal dari hasil sampingan industri seperti industri pembuatan bahan kimia krom. Persama pembuatan Natrium Sulfat dari asam sulfat dan garam menurut proses Mannheim adalah sebagai berikut: NaCl + H2SO4
NaHSO4 + HCl
NaHSO4 + NaCl
Na2SO4 + HCl
Bila suhu didalam tanur sudah mencapai tingkat yang diperlukan, maka garam yang sudah digiling halus dan bahan baku lainnya pun diisikan. Tanur itu dijalankan secara kontinu, tumpak demi tumpak sampai kemudian dihentikan dan ditutup untuk pembersihan dan pemeliharaan berkala.12 11 12
Purnomo Ajar., 2002, Membuat Cairan Pencuci Piring, Penebar Swadaya : Jakarta. George T. Austin., 1996, Industri Proses Kimi, Edisi ke-5, Jilid 1, Penerbit Erlangga : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Bahan Tambahan (Additif) Bahan tambahan (additif) digunakan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pemutih, pelembut, pewarna, dan lain sebagainya. Bahan ini tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen, bahan ini ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.
2.3.5. Air Kadar air menunjukkan banyaknya terdapat dalam suatu bahan. Kualitas air yang digunakan adalah air yang dapat di minum yang berarti air yang bebas kandungan dari bakteri berbahaya dan ketidakmurnian kimiawi. Air ini harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan.13
2.4.
Koloid
Koloid merupakan suatu sistem dispersi karena terdiri dari dua fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlaah yang lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fase pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut pada suatu larutan. Salah satu perbedaan nya antara antara koloid dan kristaloid adalah ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel ini, campuran zat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : kristaloid (larutan sejati) memiliki diameter partikel lebih kecil dari 1 nm, koloid memiliki diameter partikel antara 1-100 nm, dan suspense yang memiliki diameter partikel lebih besar dari 100 nm.
2.4.1. Penggolongan Koloid Berdasarkan cara pembentukannya koloid dibedakan menjadi koloid dispersi, koloid asosiasi dan koloid makromolekul.14 13 14
Purnomo Ajar., 2002, Membuat Cairan Pencuci Piring, Penebar Swadaya : Jakarta. Yazid, E., 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit C.V. Andi Offset : Yokyakarta.
Universitas Sumatera Utara
1.
Koloid disprsi, yaitu koloid yang terbentuk dari penyebaran partikel-partikel kecil yang tidak larut dalam medium (fase pendispersi) dengan membentuk agregat molekul atau atom yang sangat banyak.contohnya dispersi koloid emas dan belerang. 2. Koloid asosiasi yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan molekul-molekul kicil, atom atau ion yang larutdalam medium sehingga membentuk agregatagregat yang disebut misel. Koloid asosiasi kadang-kadang dinamakan koloid elektrolit. System ini terdiri dari molekul-molekul yang berat molekulnya yang rendah yang beragregasi membentuk partikel berukuran koloid. Contoh koloid asosiasi adalah sabun dan detergen. 3. Koloid makromolekul, yaitu koloid yang terbentuk dari makromolekul tunggal yang sangat besar. Contoh dari koloid ini adalah polimer tingggi seperti karet dan plastik. Ditinjau dari interaksinya antasa fase pendispersi dan fase terdispersi koloid
dibedakan menjadi koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofob yaitu koloid yang memiliki daya tatik kuat dengan medium pendispersinya, sehingga sulit dpisahkan (stabil). Bila mediumnya air disebut koloid hidrofil. Koloid liofob yaitu koloid yang daya tariknya kecil terhadap medium pendispersinya, sehingga cenderung memisah (tidak stabil). Bila mediumnya air disebut koloid hidrofob. Contohnya koloid Fe(OH)3 dan sol emas dalam air.15
2.4.2. Sifat–Sifat Koloid Koloid mmpunyai sifat yang berbeda dengan larutan. Sifat khusus koloid timbul akibat ukuran partikelnya yang lebih besar daripada larutan. Sifat sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sifat Fisik
Sifat fisika koloid berbeda tergantung pada jenisnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan, tegagan muka dan viskositas hampir sama dengan medium
Universitas Sumatera Utara
pendispersinya. Sedangkan koloid hidrofil karena terjadi hidrasi sifat fisiknya sangat berbeda dengan sifat mediumnya, viskositasnya lebih besar dan tegangan mukanya lebih kecil. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai medium, maka kedua jenis koloid tersebut adalah sol hidrofil dan sol hidrofob. Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob. Untuk mengumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya. Pada koloid liofil, dapat dilakukan dengan cara pengendapan atau penguraian. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel. Koloid liofob mempunyai sifat yang berlawanan dengan koloid liofil.
2. Sifat Koligatif Suatu koloid dalam medium cair juga mempunyai siifat koligatif. Sifat ini hanya bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya. Sifat-sifat koligatif koloid umumnya lebih kecil daripada larutan sejati dengan jumlah partikel yang sama. Sifat koligatif berguna untuk menghitung konsentrasi atau jumlah partikel koloid.
3. Sifat Listrik Partikel permukaan koloid mempunyai muatan listrik disebabkan terjadinya ionisasi atau penyerapan ion-ion dalam larutan. Jika sepasang elektroda dimasukkan ke dalam sistem koloid, partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju elektroda negatif (katoda) dan partikel koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektroda positif (anoda). Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.16 15 16
Ibid Bird, T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Cetakan Ke -2, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
4.
Sifat Kinetik
Selain menunjukkan efek tyndall, koloid bila diamati dibawah mikroskop ultra nampak sebagai bintik-bintik bercahaya yang bergerak secara acak dan berliku-liku. Gerak Brown terjadi akibat adanya tumbukan yang tidak seimbang antara partikelpartikel koloid dengan molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown akan makin cepat, jika partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah bukti dari teori kinetik molekul.
5. Sifat Optis Cara yang paling mudah untuk membedakan suatu campuran merupakan larutan, koloid atau suspensi adalah menggunakan sifat efek Tyndall . Jika berkas cahaya dilewatkan melalui larutan, nyatanya berkas cahaya seluruhnya dilewatkan. Jika seberkas cahaya dilewatkan melalui suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut kelihatan dengan jelas. Hal itu disebabkan penghamburan cahaya oleh partikelpartikel koloid. Gejala seperti itulah yang disebut efek Tyndall koloid.17
2.5.
Koagulasi
Suatu koloid bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan berpengaruh oleh gaya grafitasi bumi, sehingga antara partikel dapat bergabung membentuk gumpalan yang akan mengendap di dasar wadah. Peristiwa penggumpalan atau pengendapan partikel partikel koloid ini disebut koagulasi, atau dengan kata lain koagulasi adalah peristiwa destabilisasi dari pada partikel-partikel koloid di mana gaya tolak-menolak (repulsi) di antara partikel-partikel tersebut dikurangi ataupun ditiadakan.
Partikel-partikel koloid yang terdapat dalam suatu wadah ataupun aliran air pada dasarnya bermuatan negatip pada permukaannya. Muatan ini menyebabkan gaya tolak-menolak di antara partikel-partikel sehingga menghalangi terjadinya agregasi dari pada partikel-paartikel menjadi agregat yang lebih besar.18 17 18
Sukardjo., 2002, Kimia Fisika, Cetakan Ketiga, PT. Rineka Cipta : Jakarta. Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Sistem_Koloid
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koagulasi
Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu dan efek pengadukan.
a. Suhu
Selama proses koagulasi berlangsung pengendapan dari flok-flok yang terbentuk semakin berkurang. Dengan turunnya suhu, maka viskositas air semakin tinggi sehingga kecepatan flok untuk mengendap semakin turun. Penurunan suhu menyebabkan kecepatan reaksi berkurang sehingga flok lebih sukar mengendap.
b. Kondisi pengadukan
Pengadukan ini diperlukan agar tumbukan antar partikel untuk netralisasi menjadi sempurna. Dalam proses koagulasi ini, pengadukan dilakukan dengan cepat. Air yang memiliki turbiditas yang rendah memerlukan pengadukan yang lebih banyak. 19
2.4.2. Pembentukan Koagulan Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan dengan parikel koloid, dalam hal ion-ion koagulan yang bermuatan positip akan menetralisir muatan negatip partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya tolakmenolak antar partikel-partikel koloid sehingga terjadi pengendapan. Koagulasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu : a. Elektroforesis Dalam cara ini koloid diberi arus listrik sehingga patikel bergerak ke elektroda yang berlawanan muatannya. Akibatnya partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap di sekitar elektroda itu.
19
Linsley, R., 1995. Teknik Sumber Daya Air. Penerbit Erlangga : Jakarta
Universitas Sumatera Utara
b. Pemanasan Suatu koloid bila dipanaskan akan terkoagulasi karena energi partikel menjadi lebih besar, dan tabrakan sesama dapat mengakibatkan partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap. c. Penambahan Elektrolit Koloid yang dapat menyerap ion akan terkoagulasi bila ditambah larutan elektrolit, karena menjadi tidak stabil. Contoh koloid Fe(OH)3, bila ditambahkan ion negatif seperti PO43-. Koloid Fe(OH)3 distabilkan oleh ion Fe3+ dengan cara teradsorpsi di permukaannya. Bila ditambahkan PO43-, maka mengakibatkan Fe3+ di permukaan itu lepas karena membentuk FePO4. Akibatnya, koloid menjadi tidak stabil dan terkoagulasi. Koloid yang distabilkan oleh ion negtif, seperti sol As2S3 akan terkoagulasi bila ditambahkan ion positif, karena ion negatif yang teradsorpsi ditarik oleh ion positif tersebut. Kekuatan ion mengkoagulasi tergantug pada jenis ion dan besarnya muatan.20
2.6. Kegunaan Koloid Suatu partikel koloid akan bermuatan listrik apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut. Contohnya, koloid Fe(OH)3 dalam air akan menyerap ion H + sehingga bermuatan positif, sedangkan koloid As2S3 akan menyerap ion-ion negatif. Peristiwa ketika permukaan suatu zat dapat menyerap zat lain disebut absorpsi. Suatu koloid mempunyai kemampuan mengabsorpsi ion-ion. Hal itu terjadi karena koloid tersebut mempunyai permukaan yang sangat luas. Sifat absorpsi partikel-partikel koloid ini dapat dimanfaatkan Membersihkan benda-benda dengan mencuci memakai deterjen yang didasarkan pada prinsip absorpsi. Buih detergen mempunyai permukaan yang luas sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang melekat pada benda yang dicuci.21 20
Rajaram, J., kuriacose.j., 1983, Chemistry In Engineering And Technology Jilid I, Tata Mc Graw-Hill Publishing Compeny Limited : New Delhi 21 Yazid, E., 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit C.V. Andi Offset : Yokyakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Viskositas Beberapa cairan dapat mengalir secara cepat, sedangkan yang lainnya mengalir dengan lambat. Viskositas cairan tidak lain daripada gaya tahan lapisan cairan dengan lapisan lainnya. Viskositas (kekentalan) cairan akan menimbulkan gesekan antara bagian-bagian atau lapisan-lapisan cairan yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan yang tejadi ditimbulkan oleh gaya kohesi dalam zat cair. Sedangkan viskositas gas ditimbulkan oleh peristiwa tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul gas.
Koefien viskositas adalah kekuatan dalam dyne yang menggunakan tekanan di antara dua lapisan sejajar, koefisien kekentalan dapat juga dianggap sebagai gaya per satuan luas yang diperlukan untuk mengerakkan ataupun memindahkan satu lapisan cairan yang mempunyai kecepatan 1cm detik-1 melewati garis sejajar yang lain yang berjarak 1 cm.22 Dalam Satuan Internasional (SI), satuan viskositas adalah Nsm-2 (kgm-1s-1) atau Pa s (Pascal sekon). Dalam CGS satuan viskositas adalah dyne s cm-2 (gcm-2s-1). Satuan ini disebut Poise di beri simbol P (1 Poise = 0,1 Pa s). Ini merupakan penghargaan kepada ilmuan Prancis, “Poisseuille” yang menurunkan rumus penentuan viskositas dan metode untuk menentukan viskositas larutan. Satuan viskositas lain adalah sentipoise (1/100 poise) dan milipoise (1/1000 poise).
Ketika suatu zat cair mengalir melalui suatu pipa, lapisan dari cairan dalam kontak dengan dinding pipa adalah tetap dimana cairan pada pusatnya mempunyai kecepatan yang tertinggi untuk mengalir. Konstanta, “η” adalah koefisien viskositas dalam unit cgs mempunyai dimensi gcm-1det-1 dan unitnya adalah poise. Kuantitas lain adalah fluiditas, f = 1/ η dan viskositas kinematik (v) didefenisikan sebagai viskositas di bagi densitas (v = η/d).23
22 23
Sukardjo,. 2002, Kimia Anorganik. Cetakan Ke -2, Penerbit Rineka Cipta : Yogyakarta Findlay, Alexander., 1960, Practical Physical Chemistry, Eight Edition, William Clowes and Sons Limited : London.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Faktor Yang Mempengaruhi Viskositas
a. Besar dan Bentuk Molekul
Molekul-molekul yang mudah berasosiasi mempunyai viskositas yang besar, seperti air dan etanol. Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan ikatan hidrogen. Makin besar berat molekul, makin besar pula viskositas.
b. Suhu
Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu. Menurut teori ”lubang” terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi pengaktifan yang harus mempunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke dalam kekosongan. Energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan dengan demikian cairan lebih mudah mengalir.
c. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini disebabkan jumlah lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar untuk bergerak keliling satu terhadap yang lain.
d. Konsentrasi
Untuk suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kepekatan larutan. Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi, sebaliknya larutan yang konsentrasinya rendah viskositasnya juga rendah.24
24
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Pengukuran Viskositas Viskositas dari cairan dapat ditentukan dengan bermacam cara. Cara-cara ini berdasarkan hukum stokes atau poiseiuille. Alat yang dipakai disebut viskosimeter. Viskosimeter bola jatuh berdasarkan hukum Stokes, sedangkan Viskosimeter Ostwald berdasarkan hukum poiseiuille.
2.7.3. Viskosimeter Hoppler Pada viskosimeter ini yang diukur adalah waktu yang dutuhkan oleh sebuah bola logam untuk melewati cairan setinggi tertentu. Suatu benda karena adanya gravitasi akan jatuh melalui medium yang berviskositas (seperti cairan misalnya) dengan kecepatan yang semakin besar sampai mencapai kecepatan maksimun. Kecepatan maksimum akan dicapai bila gaya gravitasi sama dengan frictional resistance medium. Besarnya frictional resistance untuk benda berbentuk bola dapat dihitung menggunakan hukum Stokes : f = 6πηrv
( 2.1)
Dimana : f = Frictional resistance η = Viskositas r = Jari-jari bola v = Kecepatan yaitu jarak yang ditempuh per satuan waktu.
Pada keseimbangan, gaya ke bawah (m-m0)g sama dengan frictional resistance sehingga,
η=
(2.2)
Dimana : m
= Massa bola logam
m0 = Massa cair yang dipindahkan oleh bola logam g 25
= Konstanta gravitasi
Sukardjo., 2002, Kimia Fisika, Cetakan Ke -2, Penerbit Rineka Cipta : Yokyakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.7.4. Viskosimeter Ostwald Viskositas suatu cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan alir cairan. Viskositas dapat di ukur dengan mengukur laju alir yang melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik dalam cairan maupun gas.
Pada viskosimeter Ostwald, yang di ukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Pada percobaan sebenarnya, sejumlah tertentu cairan (misalkan 10 cm3, bergantung pada ukuran viskosimeter) di pipet ke dalam viskosimeter. Cairan kemudian di isap melalui labu pengukur dari viskosimeter sampai permukaan cairan lebih tinggi dari batas “atas”. Cairan kemudian dibiarkan turun. Ketika permuakaan cairan turun melewati batas “atas”, stop-watch mulai dinyalakan dan ketika cairan melewati batas “bawah”, stop-watch dimatikan. Jadi waktu yang dibutuhkan cairan untuk melalui jarak antara “atas” dan “bawah” dapat ditentukan.26
Pengukuran viskositas Ostwald dapat dihitung berdasarkan hukum Poisseuille berikut :
η
= Viskositas larutan (poise)
V
= Total volume larutan (mL)
t
= Waktu yang dibutuhkan larutan dengan volume V untuk mengalir melalui viskosimeter (detik)
P
= Tekanan yang bekerja pada cairan
l
= Panjang pipa
Pengukuran viskositas yang tepat dengan cara di atas sulit di capai. Hal ini disebabkan harga r dan l sukar ditentukan secara tepat. Kesalahan pengukuran terutama r, sangat besar pengaruhnya karena harga ini dipangkatkan empat. Untuk menghindari kesalahan tersebut dalam prakteknya digunakan cairan pembanding.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dua cairan yang berbeda dengan pengukuran alat yang sama, diperoleh hubungan :
karena tekanan berbanding lurus dengan rapatan cairan (d), maka berlaku :
η
= viskositas larutan (poise)
d
= densitas larutan (g/cm3)
Jadi, bila η dan d cairan pembanding diketahui, maka dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk mengalir kedua cairan melalui alat yang sama dapat ditentukan η cairan yang sudah diketahui rapatannya.26 Tabel 1. Viskositas Cairan berbagai suhu (dalam satuan poise ). Suhu oC
Cairan 0
10
20
30
40
50
Air
0,0179
0,013
0,0101
1,0080
0,0065
0,0055
Gliserin
105,9
34,4
13,4
6,29
2,89
1,41
Anilin
0,102
0,065
0,0044
0,0316
0,0237
0,0185
Bensin
1,0091
0,0076
0,0065
0,0056
0,0050
0,0044
Etanol
0,0177
0,0147
0,012
0,0100
0,0083
0,007
Minyak
25,3
3,85
1,63
0,96
-
-
lobak Poise (P) = 1 dyne det cm-2 ≡ 0,1 N det m-2 (satuan SI).27 26 27
Bird, T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Cetakan Ke -2, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Sukardjo., 2002, Kimia Fisika, Cetakan Ketiga, PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Universitas Sumatera Utara