BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Dismenore
2.1.1
Definisi dismenore Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan
terjadi selama menstruasi. 2.1.2
Klasifikasi dismenore Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada
tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore kongestif (Nugroho dan Utama, 2014). 1.
Nyeri Spasmodik Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum
masa haid atau segera masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri tersebut sehingga tidak dapat melakukan berbagai aktifitas. Ada diantara penderita nyeri ini hingga tidak sadarkan diri, merasa mual dan muntah. Kebanyakan penderitanya adalah perempuan muda namun tidak dapat menutup kemungkinan terdapat pada kalangan yang berusia > 40 tahun. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal tersebut (Nugroho dan Utama, 2014).
2.
Nyeri Kongestif Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan megetahui sejak
berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang berlangsung antara dua dan tiga hari sampai kurang dari dua minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika telah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, seseorang yang menderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik (Nugroho dan Utama, 2014). Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer dan dismenore sekunder. a. Dismenore primer Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer sering dimulai pada waktu perempuan mendapatkan haid pertama dan sering bersamaan dengan rasa mual, muntah dan diare. Nyeri haid primer hampir selalu hilang sesudah perempuan tersebut melahirkan anak pertama.
b. Dismenore sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelaianan anatomis genitalis. Dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, serta tidak terdapat hubungan dengan hari pertama haid pada perempuan dengan usia >30 tahun dan dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal) (Nugroho dan Utama, 2014). Pada dismenore dapat dibagi juga berdasarkan derajat nyerinya yaitu (Novia dan Puspitasari, 2006): a. Derajat 0 yang menandakan tanpa rasa nyeri dan aktifitas sehari-hari tidak terpengaruhi. b. Derajat 1 menandakan nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri namun aktifitas jarang terganggu. c. Derajat 2 menandakan nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang rasa nyeri tetapi mengganggu aktifitas sehari-hari. d. Derajat 3 nyeri sangat hebat yang tidak dapat berkurang walaupun telah menggunakan obat dan tidak mampu bekerja, serta perlu penanganan dokter. 2.1.3
Penyebab dismenore Dismenore primer adalah jika tidak ditemukannya penyebab rasa
nyeri dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita
mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri yang hebat. Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama (Nugroho dan Utama, 2014). Nyeri pada dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Prostaglandin adalah kelompok lipid senyawa yang berasal enzimatis dari asam lemak dan memiliki fungsi penting dalam tubuh. Prostaglandin merupakan mediator dan memiliki berbagai efek fisiologis seperti mengatur kontraksi dan relaksasi otot polos hal ini yang menyebabkan semakin banyak lemak dalam tubuh maka prostaglandin akan menghantarkan rasa nyeri lebih kuat oleh sebab itu prostaglandin juga sering digunakan untuk memberikan rangsangan otot polos pada ibu yang sulit melahirkan (Novia dan Puspitasari, 2006). Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran leher rahim sempit. (Nugroho dan Utama, 2014). Faktor lainnya yang dapat memperburuk dismenore adalah rahim yang menghadap kebelakang (retroversi), kurang berolahraga, stres psikis atau stres sosial, serta faktor yang berhubungan dengang kejiwaan dapat menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri faktor ini antara lain: a.
Anemia Anemia adalah defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau dapat
keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut oksigen berkurang. Sebagian besar penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi.
b.
Penyakit menahun Penyakit
menahun
yang
diderita
serorang
perempuan
akan
menyebabkan tubuh kehilangan kekebalan terhadap suatu penyakit atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk penyakit menahun dalam hal ini adalah asma dan migrain. Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan. Perbedaan beratnya nyeri tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore. Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang persalinan (Nugroho dan Utama, 2014). Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Penyebab dari dismenore sekunder yaitu endometriosis,
fibroid, adenomiosis, peradangan tuba falopii perlengketan
abnormal antara organ di dalam perut, dan pemakaian IUD. Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun (Nugroho dan Utama 2014). 2.2
Status Gizi 2.2.1
Definisi status gizi Status adalah posisi atau peringkat yang didefinisikan secara sosial
yang diberikan kepada kelompok atau anggota oleh orang lain. Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Berdasarkan hal ini maka status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat fungsi makanan dan penggunaan zat gizi yang dibedakan antara lain gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2003 dalam Hasdianah dkk, 2014). 2.2.2
Pengukuran status gizi 1.
Antropometri Menurut Bobak (2004) pengukuran secara antropometri artinya
ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi. Secara umum antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri ialah pengukuran dari berbagai parameter yang merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran yang dihubungkan dengan umur. Beberapa indeks antropometri, yaitu (Hasdianah dkk, 2014): a. Berat badan terhadap umur (BB/U) Kelebihannya lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat, baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis, indikator status gizi kurang saat ini, sensitif terhadap perubahan kecil, growth monitoring, pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena
infeksi atau Kekurangan Energi Protein (KEP), dapat mendeteksi kegemukan. Kekurangannya
yaitu
umur
yang
terkadang
sulit
didapat
keakuratannya, dapat menimbulkan kekeliruan interpretasi bila terdapat edema maupun asites, memerlukan data umur yang akurat terutama untuk usia balita, sering terjadi kesalahan dalam pengukuran serta secara operasional memiliki hambatan sosial budaya. b. Tinggi badan terhadap umur (TB/U) Kelebihannya yaitu baik untuk menilai status gizi masa lampau, alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Kekurangannya yaitu tinggi badan tidak cepat naik karena tergantung umur, diperlukan dua orang untuk melakukan pengukuran serta ketepatan umur sulit didapat. c. Berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) Kelebihannya yaitu tidak memerlukan data umur, data membedakan proporsi badan, dapat menjadi indikator status gizi saat ini. Kekurangannya yaitu pada faktor umur tidak dipertimbangkan maka tidak dapat memberikan gambaran apakah anak pendek atau cukup TB atau kelebihan TB menurut umur, sulit dilakukannya pengukuran TB pada balita, pengukuran relative lama, memerlukan dua orang untuk
melakukannya serta sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran. d. Lingkar lengan atas terhadap umur (LLA/U) Kelebihannya yaitu dapat sebagai indikator yang baik untuk menilai KEP berat, alat ukur murah, sederhana, sangat ringan, dapat dibuat sendiri dan dapat digunakan oleh orang yang tidak dapat membaca ataupun menulis. Kekurangannya yaitu hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat, sulit menemukan ambang batas, serta sulit untuk melihat pertumbuhan anak 2-5 tahun. e. Indeks massa tubuh (IMT) Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai
dapat
digunakan memperkirakan
individu mengalami
kelebihan berat badan atau obesitas. IMT merupakan alternatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrinning ketegori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut (NOO, 2009):
Menurut rumus metrik:
1)
Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT
diinterpretasikan menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC, 2009). Secara umum, IMT 25 ke atas berarti individu tersebut mengalami obesitas. Standar baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998 mengklasifikasikan IMT dibawah 18,5 dinyatakan kurus atau underwight. IMT lebih dari 25 dinyatakan obesitas (CDC, 2002). Di Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT < 18,5
KATEGORI Berat badan kurang
18,5 – 22,9 ≥ 23,0
Berat badan normal Kelebihan berat badan
23,0 – 24,9
Berisiko menjadi obesitas
25,0 – 29,9
Obesitas I
≥ 30,0
Obesitas II
Sumber : Centre for Obesity Research and Education 2007 2)
Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator
yang dapat dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan dalam menggunakan IMT sebagai indikator pengukuran lemak tubuh. Kekurangan IMT adalah: i) Pada olahragawan pengukuran tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina) yang cenderung berada pada ketegoriobesitas dalam IMT disebabkan mereka mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemak tubuh dalam kadar yang rendah. Sedangkan dalam pengukuran berdasarkan berat badan dan tinggi, kenaikan nilai IMT adalah disebabkan oleh lemak tubuh. ii) Pada anak-anak pengukuran ini tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan anak tersebut. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh karena itu pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.
iii) Untuk kelompok bangsa pengukuran ini tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena harus dimodifikasi mengikuti kebiasaan pada kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India dan Melayu (CORE, 2007) Kelebihan IMT adalah biaya yang diperlukan tidak mahal, untuk mendapatkan nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan tinggi badan seseorang, serta mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada tabel IMT. Pada IMT/U yang dapat dikategorikan berdasarkan umur yaitu IMT pada pada balita, anak-anak, dan remaja dengan menggunakan z-score. Berikut merupakan perhitungan manual dan klasifikasi IMT/U pada remaja (Kemenkes RI, 2010) : Nilai IMT yang dikur – Median nilai IMT (referensi) Z-skor = ----------------------------------------------------------------Standar deviasi dari standar referensi
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT untuk anak usia 5-18 tahun Nilai z-skor
Klasifikasi
z_skor ≥ +2
Obesitas
+1 ≤ z-skor < +2
Gemuk
-2 z-skor < +1
Normal
-3 ≤ z-skor < -2
Kurus
z-skor < -3
Sangat Kurus
Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2010
f. Tebal lemak bawah kulit menurut umur Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh. lemak dapat diukur secara absolute dan relative terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Lemak bawah kulit laki-laki 3,1 kg dan perempuan 5,1 kg. g. Rasio lingkar pinggang dan pinggul Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas dan banyaknya lemak bawah kulit pada pinggang dan pinggul. Rasio lingkar pinggang pinggul untuk perempuan 0,77 dan lakilaki 0,90. 3)
Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Pemeriksaan ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Hasdianah dkk, 2014).
4)
Biokimia Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara
laboraturium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh antara lain darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Hasdianah dkk, 2014). 5)
Biofisika Penilaian secara biofisika adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Hasdianah dkk, 2014). 2.2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi Sosial ekonomi yakni pendapatan keluarga dapat mempengaruhi gizi,
yang juga dapat mempengaruhi pengetahuan dengan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang serta dapat mempengaruhi produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan. Budaya dan lingkungan yakni kebiasaan ataupun adat istiadat serta perilaku/pola hidup masyarakat tertentu juga mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Faktor genetik dapat mempengaruhi 33% berat badan seseorang serta faktor psikis mempengaruhi reaksi terhadap emosinya dengan makan. Pada jenis kelamin, obesitas lebih umum dijumpai pada wanita akibat faktor endokrin dan perubahan hormonal. Pada faktor kesehatan, kelainan saraf sistemik dapat mengubah seseorang menjadi banyak makan serta obat tertentu dapat menyebabkan penambahan berat badan badan, misal kortikosteroid. Pada faktor perkembangan untuk obesitas yang dialami semenjak anak-anak dapat
memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibanding dengan orang yang berat badannya normal, serta faktor aktifitas fisik, kurangnya aktifitas fisik penyebab utama obesitas. 2.3
Anemia 2.3.1
Definisi Anemia Anemia adalah defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau dapat
keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut oksigen berkurang. Pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah berfungsi untuk mengetahui status anemia, seseorang di katakan anemia bila kadar hemoglobinnya untuk umur 5-11 tahun < 11,5 g/dl, 11-14 tahun ≤ 12,0 g/dl, remaja 15 tahun untuk anak perempuan < 12,0 g/dl dan laki-laki < 13,0 g/dl. 2.3.2
Penyebab Anemia Sebagian besar penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain gaya hidup seperti merokok, minum minuman yang beralkohol, kebiasaan sarapan pagi, sosial ekonomi dan demografi, pendidikan, jenis kelamin umur dan wilayah. Wilayah perkotaan atau pedesaan berpengaruh melalui mekanisme yang berhubungan dengan keterkaitan sarana fasilitas kesehatan maupun ketersediaan makanan yang berpengaruh pada pelayanan kesehatan dan asupan besi (Permaesih dan Herman, 2005). Faktor yang dapat menyebabkan dismenore pada remaja salah satunya adalah anemia, serta untuk faktor lainnya yang dapat mempengaruhi dismenore seperti faktor ketahanan terhadap rasa nyeri, kondisi fisik yang
lemah dan faktor gangguan endokrin dalam memproduksi dan mengatur hormon dalam darah untuk mengatur banyak fungsi tubuh salah satunya yaitu pada pertumbuhan dan perkembangan seksual yang dapat menyebabkan kontraksi terhadap rahim (uterus) yang berlebihan serta faktor aktifitas (Sarwono, 2006) Menurut Depkes (2011), remaja wanita sering menderita anemia dikarenakan lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati dibandingkan hewani, serta lebih sering melakukan diit karena ingin mendapatkan bentuk tubuh yang ideal dan mengalami haid setiap bulan. Dampak anemia gizi besi pada remaja adalah dapat menurunkan produktivitas kerja dan juga akan menurunkan kemampuan akademis di sekolah (Briawan dkk, 2011).