50
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kulit Semangka
Semangka atau Tembikai (Citrullus lanatus, suku ketimun-ketimun atau Cucubitaceae) adalah tanaman merambat yang berasal dari daerah setengah gurun di Afrika Selatan. Tanaman ini masih sekerabat dengan labu-labuan (Cucurbitaceae), melon (Cucumis melo) dan ketimun (cucumis sativus). Semnagka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat jus. Biji semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan isinya (kotiledon) sebagai kuaci. Sebagaiamana anggota suku ketimun-ketimun lainnya, habitus tanaman ini merambat namun ia tidak dapat membentuk akar adventif dan tidak dapat memanjat. Jangkauan rambatan dapat mencapai belasan meter. Daunnya berlekuk-lekuk ditepinya, bunganya sempurna, berwarna kuning, kecil (diameter 3 cm). Buah semangka memilki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua. Tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair berwarna merah atau kuning (Susilo, 2009). Gambar 2.1 dibawah ini menunjukkan bentuk kulit semangka.
Gambar 2.1 Kulit Semangka Di Indonesia, semangka termasuk golongan buah-buahan seperti halnya melon dan storberi. Batang semangka berbentuk linak, merambat, dan sedikit berkayu. Batang ini merambat, panjangnya samapai 3,5-5,6 meter. Cabang-cabang lateral mirip dengan cabang utama. Daunnya berbentuk caping, bertangkai panjang, dan letaknya berseberangan. Bunga semangka
Universitas Sumatera Utara
50
berjenis kelamin satu, tunggal, berwarna kuning, diameternya sekitar 2 cm dan biasanya dalam pembuatan edible film dari ekstrak kulit semangka adalah bagian luar nya yaitu antara daging buah yang berwarna merah dan berwarna putih (Susilo,2009). 2.1.1
Taksonomi Buah Semangka
Semangka mempunyai nama ilmiah Citrullus lanatus (tunb). Dalam bahasa Jawa, semangka disebut dengan semongko dan dalam bahasa Inggris, semangka disebut denagn nama Water melon. Semangka mirip dengan dengan melon (Cucumis melo L), keduanya termasuk famili Curcubitaceae. Famili ini memiliki sekitar 750 jenis yang tumbuh tersebar di daerah tropika. Beberapa anggota famili Cucurbitaceae yang dikenal sebagai tanman sayuran, dia antaranya ketimun (Cucumis sativus L). Tanaman ini, jika diklasifikasikan termasuk jenis tanaman berkeping dua. Klasifikasi tanaman kulit semangka adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliopsida
Subkelas
: Dilleniidae
Ordo
: Violales
Famili
: Cucurbitaceae
Genus
: Citrullus
Spesies
: Citrullus lanatus (Tunb) (Hardjono, 2007).
2.1.2
Kandungan
Sepotong kulit semangka berukuran 2,5 cm x 2,5 cm diketahui mengandung sekitar 1,8 kalori. Selain itu, walaupun kandungan nutrisi makro dalam kulit semangka tidak sebanyak dalam daging buahnya, namun satu cangkir porsi kulit semangka dapat memberikan sekitar 2% dari kebutuhan vitamin C harian serta 1% dari kebutuhan vitamin B6 harian. Manfaat kulit semangka diketahui sangat baik bagi kulit, sistem imunitasi, dan kesehatan sistem saraf. Kandungan yang paling luar biasa dalam kulit semangka mungkin adalah senyawa citrulline. Sebuah penelitian mengenai citrulline yang terdapat dalam kulit semangka pernah dilakukan dan diterbitkan dalam „ Journal of the
Universitas Sumatera Utara
50
Science of Food and Agriculture‟, tahun 2011. Senyawa ini dikatakan memberikan efek antioksidan yang melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Selain itu, dalam tubuh anda citrullin juga dapat diubah menjadi arginin, sebuah asam amino yang sangat penting bagi sistem peredaran darah dan kekebalan tubuh (Hardjono, 2007). Tabel 2.1 Kandungan Gizi Kulit Semangka Komponen Gizi
Kandungan
Energi
30 Kcal
Karbohidrat
7.6 g
Rotein
0.6 g
Serat
0.4 g
Thiamin
0.033 mg
Vitamin A
569 IU
Vitamin C
8.1 mg
Vitamin E
0.05 mg
Sodium
1 mg
Potassium
112 mg
Kalsium
7 mg
Magnesium
10 mg
(Soedarya, 2009) 2.2 Edible Film Edible film didefinisikan sebagai suatu material berbetuk lapisan tipis yang dapat dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai penghalang kelembaban, oksigen dan gerakan zat terlarut pada makanan. Edible film dapat digunakan untuk lapisan pembungkus makanan yang atau dapat ditempatkan sebagai lapisan antara komponen makanan (Giulbert, 1986). Metode pembuatan edible film yang sering digunakan yaitu metode casting, yaitu denagn mendeskripsikan bahan baku edible film, pengaturan pH larutan, pemanasan larutan, pencetakan, pengeringan, dan pelepasan dari cetakan. Tidak ada metode standar dalam pembuatan edible film sehingga dapat dihasilkan film dengan fungsi dan karekteristik fisikokimia yang diinginkan akan berbeda. Namun pada umumnya dilakukan penambahan hidrokoloid untuk
Universitas Sumatera Utara
50
membentuk struktur film yang tidak mudah hancur dan plastilizer untuk meningkatkan elastisitas (Wahyu, 2008). Fungsi dari edible film sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat
pertukaran
gas,
mencegah
kehilangan
aroma,
mencegah
perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Edible film yang terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) atau campuran yang terbuat dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumnya baik digunakan sebagai penghambat perpindahan uap air dibandingkan dengan edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Hui,2006) Sifat mekanik edible film sangat penting karena menetukan kemampuan edible film saat digunakan sebagai pengemasan pangan seperti kekuatan tarik ketika mengalami gaya tekan dan elastisitas ketika digulung. Edible film yang terlalu tipis memilki kemungkinan mudah sobek, jika terlalu tebal kurang efektif untuk pengemasan karena akan mengganggu kenampakan, volume dan cita rasa produk yang dikemas.
2.3 Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Edible Film Bahan baku yang ditambahkan dalam pembuatan edible film antara lain antimikroba, antioksidan, flavor, pewarna, dan plasticizer. Bahan antimikroba yang umumnya sering digunakan adalah asam benzoat, asam askorbat, kalium sorbat, dan asam propionat. Antioksidan yang sering digunakan berupa senyawa asam dan senyawa fenolik. Senyawa asam yang digunakan antara lain asam sitrat dan asam sorbet. Sedangkan senyawa fenolik yang dipakai adalah BHA, BHT (Mumtaz, 2006) Pada pembuatan edible film dari bahan dasar yang terbuat dari pati, digunakan bahan-bahan seperti gula, urea, gliserin, dan kitosan. Yang masingmasing dari bahan tersebut mempunyai fungsi sebagai sumber karbohidrat, sumber nitrogen, plasticizer, dan antimokroba. 2.3.1 Pati Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Pati tidak larut dalam air dingin tetapi di
Universitas Sumatera Utara
50
dalam air panas membentuk gel yang bersifat kental. Sifar kekentalnya ini dapat digunkan untuk mengatur tekstur makanan. Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1992). Gambar dibawah ini menunjukkan struktur dari amilosa.
Gambar 2.2 Amilosa (Winarno, 1992)
Pati merupakan polisakarida yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena harganya yang ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom,2007). Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung kira0kira tiap 25 saruan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida. Adapun struktur kimia dari amilopektin ditunjukkan oleh gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin (Winarno, 1992)
Universitas Sumatera Utara
50
Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal dari percabangan 1,6 (Fessenden, 1986) 2.3.2
Kitosan
Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebgai produk deastilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat (Muzarelli,1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (Tersusun lebih dari 500 unit glukosamin dan asetil glukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietry fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa (Simunek, 2006). Kitosan merupakan jenis polisakaridan yang bersifat mudah terdegradasi secara alami atau biologis. Kitosan dapat diperoleh dari cangkang udang atau hewan laut lainnya. Adzapun struktur kimia dari kitosan ditunjukkan oleh gambar 2.4.
Gambar 2.4 Struktur kitosan (Sabeth dan Zulfahmi, 2010) Kitosan daoat diperoleh dari berbagai macam bentuk morfologi diantaranya memilki struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni. Kelarutan kitosan dalam larutan asam seta viskositas larutannya tergantung pada derajat asetilasi dan derajat degradasi polimernya (Sabeth dan Zulfahmi, 2010). 2.2.3
Gliserol
Gliserin (gliserol) dengan rumus kimia C3H8O3, dengan nama kimia 1,2,3propanatriol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat denagn tiga gugus hidroksil dalam satu molekul (alcohol trivalent). Gliserol memilki sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas air, mengikat air dan menurunkan
Universitas Sumatera Utara
50
Aw bahan. Penambahan gliserol yang berlebihan dan mengakibatkan rasa manis pahit pada bahan. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air dan zat terlarut (Winarno,1992). Adapun struktur kimia dari gliserol ditunjukkan oleh gambar 2.5 berikut.
CH2OH CHOH CH2OH Gambar 2.5 Struktur Gliserol (Winarno,1992) Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastizer
seperti
gliserol
sering
digunakan.
Penmabahan
gliserol
yang
dideskripsikan membuat film lebih muda dicetak, karena gliserol digunakan sebagai plastilizer. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaan spesimen pati dengan gliserol sebagai pemplastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hali ini disebabkan gliserol sebagai pemplastis juga membantu kelarutan pati (lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserol yang selanjutnya interaksi hidrogren ini dapat meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela,2009). 2.4 Sifat-sifat Edible Film Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kemampuan kekutan fim dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan., sedangkan sifat penghmabatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunkan film tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekutan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju transmisi uap air dan kelrutan film. 1. Ketebalan edible film Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut dalam larutan film. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air,gas dan senyawa volatile.
Universitas Sumatera Utara
50
2. Perpanjangan edible film atau elongasi Perpanjangan
edible
film
atau
elongasi
merupakan
kemampuan
perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentanganya. Safitri, dkk (2012) menyebutkan bahwa nilai persen perpanjangan edible film dikatakan baik jika nilainya lebih dari 50% dan dikatakan rendah jika nilainya kurang dari 10%. 3. Peregangan edible film atau tensile strength Peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam reganggan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel. 4. Kelarutan film Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut setelah dicelupkan didalam air selama 24 jam. 5. Laju transmisi uap air Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uao air harus serendah mungkin (Gontard,1993)
2.5
Karakteristik Edible Film
2.5.1
Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik denagn membandingkan daerah sidik jarinya. Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektromagnetik yang berbeda. Radiasi inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
50
pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5-50 µm atau bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau geteran pada molekul. Pita adsorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik (Sagala,2013) 2.5.2
Scanning Elektron Microscopy (SEM)
Mikroskop electron adalah sebuah mikroskop yang dapat melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunkan elektrostatik dan elektromagnetik untuk pembesaran onjek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikrosop cahaya. Mikroskop electron menggunkan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya (Sagala, 2013). SEM adalah alat yang dapat membetuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elktron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik kertas elektron, sinar X, elektron sekunder, absorbsi elektron. Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh merupkan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan (Wirjosentono,1996). 2.5.3
Uji Tarik
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekutan tarik suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi luas penampang awal (A0). Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya persatuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dar sifat mekanik suatu bahan (Wirjosentono,1996).
Universitas Sumatera Utara
50
2.5.4
Kue Dadar Gulung Kue dadar gulung (Bahasa Malaysia, Kuih Ketayap) merupakan
panganan khas Indonesia dan Malaysia yang dapat digolongkan sebagai pancake yang diisi dengan parutan kelapa yang dicampur dengan gula Jawa cair. Kue dadar gulung umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunkan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. 2.6
Bahan Pangan Semua bahan pangan semula berasal dari jaringan hidup dan berasal dari
bahan organik. Karena sifat organik, bahan pangan mudah mengalami peruraian atau kerusakan oleh mikroorganisme saprofitik dan parasitif. Jika terjadi kerusakan pangan, dua proses yang berbeda terlibat di dalamnya, yaitu : a.
Autokatalisis
Autokatalisis berarti destruksi diri, dan ini dipergunkan untuk menjelaskan proses pemecahan tingkat sel yang disebabkan oleh enzim yang terjadi setelah pemotongan atau pemanenan. Dalam berapa hal, kegiatan enzim terbatas pada yang bersifat menguntungkan, misalnya dalam proses pematangan buah dan pengempukan daging. Namun demikian ada juga yang bersifat merugikan. b.
Kerusakan mikrobiolig
Begitu struktur selulernya rusak, pangan mudah diserang oleh mikroorganisme. Penyebab utama kerusakan mikrobioligik adalah bakteri, jamur dan khamir. Organisme-organisme tersebut memecah komponen organik kompleks di dalam pangan menjadi senyawa lebih sederhana dan menyebabkan perubahan terhadap flavor, tekstur, warna, dan bau pangan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
50
2.6.1 Kerusakan dan Pengemasan Bahan Pangan Pengemasan memegang peran penting dalam pengawetan bahan pangan. Adanya pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan –kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat berlangsung secara spontan, tetapi seringkali terjadi karena pengaruh lingkungan luar dab pengaruh kemasan yang digunkan. Kemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekeliling untuk mencegah atau menghambat proses kerusakan selama waktu yang dibutuhkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan. Pada golongan pertama, kerusakan lebih ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (Winarno F.G, 1992).
Universitas Sumatera Utara