BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber karbon
Media kultur harus mengandung semua elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, dalam proporsi yang serupa dengan yang ada pada sel mikroba (Hidayat et al., 2006). Sumber karbon yang biasa digunakan adalah karbohidrat berupa glukosa, hidrokarbon dan minyak sayuran seperti minyak kacang kedelai yang digunakan oleh bakteri dalam pertumbuhannya. Salah satu jenis sumber karbon dari limbah yang dapat digunakan adalah molase dan limbah kedelai (Kosaric, 1992).
Menurut Hidayat et al.,
(2006), sumber karbon dan nitrogen merupakan
komponen yang utama dalam suatu media kultur, karena sel-sel mikroba dan fermentasi sebagian besar memerlukan sumber karbon dan nitrogen dalam prosesnya. Peningkatan produksi pertumbuhan sel-sel memerlukan nutrisi yang optimum. Selain itu jumlah mikroorganisme yang terbentuk juga dipengaruhi pula oleh jenis sumber karbon, temperatur, pH dan aerasi (Kosaric et al.,1983).
2.2 Kitin
Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa dan mempunyai rumus kimia poli (2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan β-glikosidik (1,4) yang menghubungkan 1 ikatan dengan ikatan kimia lainnya (Gambar 1). Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas (Srijanto, 2003). Kitin mempunyai rumus empiris (C6H9O4.NHCOOCH3)n, merupakan zat padat yang tidak larut dalam air, pelarut organik alkali pekat, asam mineral lemah, tetapi larut dalam asam-asam pekat (Alexander, 1997).
Universitas Sumatera utara
5
Koloidal kitin adalah kitin yang dilarutkan dalam asam klorida pekat (Hsu dan Lockwood, 1975). Koloidal kitin merupakan salah satu substrat yang dapat digunakan untuk menginduksi produksi enzim hidrolitik pada jamur, bakteri, dan actinomycetes. Jenis enzim hidrolitik yang diinduksi seperti N-asetilglukosaminidase, endokitinase dan kitobiosidase pada Acetobacter caviae (Inbar dan Chet, 1991), Enterobacter agglomerans (Chernin et al., 1998) dan Bacillus cereus (Pleban et al., 1997). Suspensi koloidal kitin digunakan dalam media agar kitin nutrien untuk isolasi bakteri. Koloidal kitin ini merupakan suatu media selektif untuk mendapatkan mikroorganisme kitinolitik dari tanah (Hsu dan Lockwood, 1975).
Gambar1. Struktur kitin (Alexander, 1997)
Mikroorganisme
kitinolitik
dapat
diseleksi
keberadaannya
dengan
menumbuhkannya pada media agar kitin yang dapat diketahui dengan adanya zona bening disekitar bakteri tersebut (Ulrike et al., 2000). Media konvensional yang menggunakan koloidal kitin sebagai substrat ditentukan sangat efektif dalam mendeteksi aktivitas kitinase (Guo et al., 2004). Bakteri kitinolitik menggunakan kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhan. Penggunaan sumber karbon dan nitrogen dapat mendukung kecepatan bakteri dalam menghasilkan enzim kitinase (Oku, 1994). Selain sebagai sumber karbon dan nitrogen, kitin juga digunakan dalam produksi enzim kitinase dari bakteri kitinolitik dalam pertumbuhannya (Graham, 1994).
2.2.1
Cangkang kepiting
Kepiting merupakan salah satu organisme yang memiliki sejumlah besar kitin pada cangkangnya. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah kepiting ialah diolah menjadi kitin dan kitosan. Kadar kitin yang terkandung dalam cangkang Crustaceae berada
Universitas Sumatera utara
6
dalam kadar yang cukup tinggi berkisar 20-60% tergantung spesies, sedangkan cangkang kepiting mengandung 14-35% kitin. Limbah cangkang kepiting yang mengandung kitin di Indonesia berjumlah sekitar 56.200 ton/tahun. Cangkang kepiting secara umum mengandung protein 15,60-23,90%, kalsium karbonat 53,7078,40%, dan kitin 18,70-32,20% yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Wibowo, 2006).
Kitin dapat dihasilkan dari kulit kepiting secara enzimatik, kimiawi, dan gabungan dari enzimatik dan kimiawi. Proses kimiawi diperoleh dengan menghilangkan mineral menggunakan asam dan dilanjutkan penghilangan protein menggunakan
alkali
yang
dipanaskan.
Proses
enzimatik
yaitu
dilakukan
menggunakan reaksi enzimatik. Proses ini merupakan pilihan yang ideal karena ramah lingkungan dan prosesnya mudah dikontrol. Sedangkan proses kimiawi dan enzimatik biasanya digunakan untuk mengkonversi kitin menjadi kitosan (Alexander, 1997)
2.2.2
Ganoderma
Menurut Alexopoulos et al., (1996) Ganoderma termasuk salah satu kelompok jamur kayu kelas Basidiomycetes, ordo Polyporales, famili Polyporaceae, divisi Eumycophyta. Pada umumnya famili Polyporaceae memiliki tubuh buah berbentuk seperti kipas dan kertas, papan atau payung. Tubuh buah Ganoderma dapat ditemukan di bagian batang kelapa sawit, merupakan jamur tular tanah, berwarna putih, semakin tua badan buah akan bertambah besar ukurannya dan warnanya menjadi lebih gelap. Tubuh buah pada Ganoderma mempunyai lapisan kutis (lapisan atas) yang tebalnya sampai 0,1 mm, terdiri atas benang-benang rapat yang sel-selnya berukuran 20-30 x 4-10 μm. Pori bergaris tengah 150-400 μm. Basidiospora berbentuk bulat atau oval, berwarna keemasan, dinding basidiospora berduri jelas, kadang-kadang mempunyai vakuola yang jelas (Semangun, 2000).
Ganoderma memiliki dinding sel yang tersusun atas lapisan kitin semi kristalin dan b-glukan. Kitin tersebut mengandung 80-90% polisakarida, 1-15% protein dan 210% lipid (Boh, et al., 2000). Berbagai senyawa aktif terkandung dalam jamur
Universitas Sumatera utara
7
Ganoderma. Senyawa aktif tersebut antara lain: ganoderik 33%, lusiderik, ganodermik, ganolusidik, asam aplanosidik 26%, asam amino, nukleotida, alkaloid, steroid, lakton 3%, asam lemak, dan enzim Pada umumnya tubuh buah Ganoderma dapat dijadikan sebagai bahan baku industri, karena mengandung senyawa bioaktif yang berasal dari hasil metabolisme primer seperti polisakarida, protein, dan lipid, maupun dari metabolisme sekunder seperti flavonoid dan terpenoid (Akhdiya, 2003).
2.2.3
Molase
Molase adalah limbah industri gula. Molase tebu kaya biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor dan sulfur. Kandungan nitrogen organik sedikit. Molase mengandung 62% gula yang terdiri dari sukrosa 32%, glukosa 14% dan fruktosa 16%. Karbohidrat dalam molase telah siap difermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena berbentuk gula (Hidayat et al., 2006). Molase yang mengandung nutrisi cukup tinggi untuk kebutuhan bakteri, telah dijadikan bahan alternatif untuk pengganti glukosa sebagai sumber karbon dalam media pertumbuhan mikroorganisme (Paturau, 1969). Molase tebu mengandung kurang lebih 39% sellulosa dan 27,5% hemisellulosa. Kedua bahan polisakarida ini dapat dihidrolisa menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi bioetanol (Gusmailina, 2010).
2.3 Sumber nitrogen Nitrogen adalah salah satu dari beberapa unsur nutrisi yang mampu dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk kebutuhannya. Nitrogen ini terdapat dalam dua bentuk senyawa kimia yaitu N-organik dan N-anorganik. Senyawa N-organik merupakan senyawa utama yang paling dibutuhkan oleh mikroorganisme (Muharni, 2007). Senyawa N-organik yang dibutuhkan oleh mikroorganisme biasanya digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan seperti sulfur (Alexander, 1997). Salah satu contoh N-anorganik adalah urea dan asam-asam amino, dimana nitrogen juga dapat menjadi faktor pembatas karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (Hidayat, et al., 2006). Sumber nitrogen yang biasa digunakan adalah amonium nitrat
Universitas Sumatera utara
8
(NH4NO3), urea, KNO3, NH4Cl, dan NaNO3 (Yataghene et al., 2007; Abouseoud et al., 2008). Selain itu senyawa nitrogen yang lain dapat juga dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk perkembangannya adalah senyawa nitrogen anorganik yang meliputi nitrat, nitrit, ammonium (Ramsen, 1971). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan rasio yang terbaik antara karbon, nitrogen, fosfor dan besi yang dibutuhkan untuk mendapatkan produksi yang tinggi (Huang., 2005).
2.3 Bakteri kitinolitik
Bakteri kitinolitik bisa dilihat dengan pembentukan zona bening pada medium kitin atau dengan melihat kemampuan hidrolisis pada subtrat flurogenik analog kitin (Cotrell et al., 1999). Selain itu aktivitas kitinase secara kualitatif juga dapat diuji dengan penentuan zona bening di sekitar pertumbuhan koloni pada media agar yang mengandung kitin (Herdiyastuti et al., 2009). Organisme pendegradasi kitin umumnya berasal dari kelompok mikroorganisme diantaranya adalah dari kelompok bakteri. Bakteri yang dilaporkan memiliki aktivitas kitinolitik adalah seperti, Vibrio furnissi, Serratia marcescens, Bacillus circulans dan Pseudomonas aeruginosa (Muharni, 2009). Mikroba ini dapat diisolasi dari tanah dengan menggunakan medium garam koloidal kitin selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dari mana isolat tersebut berasal (Srijanto, 2003).
2.4 Pertumbuhan bakteri kitinolitik pada media
Mikroorganisme memanfaatkan berbagai komponen organik sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroba dapat dibagi dalam beberapa tahap. Setelah inokulasi kultur di dalam medium nutrisi tidak tampak adanya pertumbuhan. Periode ini disebut fase adaptasi. Sel kemudian terus bertambah dengan kecepatan maksimum. Periode ini disebut fase eksponensial. Setelah sel mencapai kecepatan tumbuh maksimum pada akhirnya jumlah sel akan tetap, disebut sebagai fase stasioner. Fase ini diikuti dengan penurunan jumlah sel, yang disebut dengan fase kematian. Kinetika pertumbuhan ini diikuti dengan produk yang dihasilkan, yang
Universitas Sumatera utara
9
terutama adalah sel, termasuk juga asam amino, nukleotida, protein, asam nukleat, lipida, karbohidrat, dan sebagainya. Produk-produk ini disebut produk metabolit utama dan fase produksi disebut tropofase. Selama fase stasioner, beberapa strain mikroba menyintesis senyawa yang tidak dihasilkan selama tropofase dan fungsinya dalam sel tidak jelas. Senyawa ini disebut produk metabolit sekunder dan fasenya disebut idiofase (Hidayat et al., 2006).
Hubungan antara pertumbuhan sel, pemanfaatan substrat (Ruzniza, 2005), dijelaskan seperti pada Gambar 2 berikut ini
Sumber C
+ Sumber N + O2
+ Mikroorganisme + Bahan tambahan lain
Biomassa + produk + CO2 + H2O + panas
Gambar 2. Hubungan antara nutrisi dan produk yang dihasilkan
Untuk produksi metabolit sekunder diperlukan media yang antara lain mengandung sumber karbon dan sumber nitrogen. Selain mengandung senyawa karbon dan nitrogen, media ini juga harus mengandung garam-garam anorganik, vitamin dan zat penumbuh lain. Komposisi media mempengaruhi hasil metabolit dari mikroorganisme. Pemilihan media yang baik sama pentingnya dengan pemilihan mikroorganisme yang mempengaruhi kecepatan fermentasi dan dapat menghasilkan produk yang dikehendaki (Linar et al., 1991). Menurut Muharni (2009) kitin sebagai substrat juga menginduksi aktivitas enzim kitinase, enzim juga diatur melalui pengendalian genetis yang melibatkan induksi sintesis enzim pada taraf genetis. Untuk terjadinya sintesis enzim dibutuhkan suatu induser yakni berupa substrat atau senyawa yang sekerabat dengan substrat dari reaksi yang dikatalis oleh enzim tersebut. Wang dan Chang (1997), menyatakan, bakteri menghasilkan kitinase untuk menghidrolisis kitin yang akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon.
Menurut Chernin et al., (1995) bakteri ktitinolitik dalam pertumbuhannya, biasanya menghidrolisis koloidal kitin setelah 72-96 jam yang telah ditumbuhkan pada media campuran agar dan nutrient broth dengan perbandingan 3:1, yang dicampur
Universitas Sumatera utara
10
denagan koloidal kitin sebagai sumber karbon. Pleban et al., (1997), melaporkan bahwa zona bening yang terbentuk di sekitar pertumbuhan bakteri kitinolitik
di
medium pertumbuhan. Besarnya nilai perbandingan zona bening dengan zona pertumbuhan koloni bakteri menunjukkan aktivitas dari enzim yang dihasilkan (Wang and Chan, 1997).
2.5 Keriap bakteri kitinolitik pada media Bacillus dan Enterobacter merupakan genus dari bakteri kitinolitik yang kompeten dalam memproduksi enzim kitinase. Kitinase digunakan untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen (Wu et al., 2001). Bakteri ini memilki kemampuan dalam keriap yang baik dalam parasitisme jamur. Pemanfaatan enzim kitinase yang dimiliki oleh bakteri ini telah banyak dilakukan dalam pengendalian hayati karena kemampuan pergerakan yang cepat. Kemampuan pergerakan dari beberapa spesies bakteri kitinolitik ini sebagai mikroorganisme biokontrol yang sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen tanaman (Hirano, 1990).
2.6 Kebutuhan sumber karbon dan nitrogen bagi pertumbuhan bakteri Kitinolitik
Menurut Zajic et al., (1997) kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda. Optimasi dan kebutuhan nutrisi yang berbeda menjadi hal yang penting dalam pertumbuhan, dimana sumber karbon dan nitrogen yang ada pada nutrisi memiliki konsentrasi yang baik dapat mempercepat produksi metabolit dari bakteri. Adapun kebutuhan sumber karbon yang baik adalah 2% dari media yang ada. Menurut Copper et al., (1983), produksi jumlah sel bakteri akan optimal apabila sumber karbon dan nitrogen yang dimiliki seimbang, sehingga dapat digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri memerlukan waktu dalam memutuskan ikatan siklis pada subtrat yang nantinya akan digunakan sebagai sumber energi dalam pertumbuhan, perkembangan serta motilitas bakteri tersebut dalam pertambahan jumlah biomassa sel dari bakteri tersebut (Neuman et al., 2001).
Universitas Sumatera utara